SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 17
"Ethnic conflict without ethnic
groups: a study in pure sociology"
(Mark Cooney)
Ayu Kartika 217120101111005
Wirasandi 217120101111003
Mahatva Yoga A.P 217120101111001
Sujadmi 217120101111004
I Gusti Made Arya S.W 217120101111006
• Penelitian tentang konflik etnis hampir tidak memberikan perhatian
sistematis pada tingkat individu atau mikro.
• Artikel ini mengambil data dari wawancara yang dilakukan dengan
anggota dari dua kategori yang didefinisikan secara luas yang baru-baru
ini tiba di Republik Irlandia, yaitu Muslim dan Nigeria.
• Hasilnya menunjukkan bahwa sementara anggota dari kedua kategori
imigran mengalami banyak konflik etnis atau permusuhan, konflik
semacam itu jarang bersifat kolektif dan selalu bervariasi di seluruh
individu.
KONFLIK ETNIS:
• Sebagian besar literatur ilmiah tentang konflik etnis berfokus pada antagonisme antara
kelompok etnis secara keseluruhan, seperti Protestan dan Katolik di Irlandia Utara,
Hutus dan Tutsis di Rwanda, Yahudi dan Palestina di Timur Tengah (misalnya, Wolff
2006).
• Tetapi fokus makro juga dapat mengaburkan. Bahkan dalam masyarakat yang dilanda
perpecahan antara kelompok etnis sebagian besar konflik mungkin terjadi antara
individu. Sebagai contoh, dalam kerusuhan atau pemboikotan, kemungkinan ada
banyak individu kecil, cercaan, dan serangan yang tidak meningkat menjadi
perselisihan makro. Selain itu, di banyak masyarakat, konflik etnis makro relatif jarang
terjadi.
• Namun, yang mengejutkan, literatur hanya berisi satu analisis sistematis, berdiri sendiri,
tentang pola konflik etnis mikro (Baumgartner 1998).
TEORI KONFLIK ETNIS
• Literatur teoretis tentang sosiologi konflik etnis mengidentifikasi beberapa faktor penyebab, seperti kontak (Allport
1954; Forbes 1997), kolonialisme internal (Hechter 1975), dan perpecahan pasar tenaga kerja (Bonacich 1972).
Selain itu terdapat pula teori persaingan yang menelusuri asal-usul konflik etnis hingga perjuangan antara
kelompok etnis untuk sumber daya (Barth 1969).
• Perselisihan individu jarang dilaporkan. Selain itu, literatur mengenai kompetisi cenderung memperlakukan
kelompok etnis sebagai tidak terdiferensiasi, yaitu bahwa satu anggota kemungkinan besar akan terlibat seperti
yang lain. Padahal terdapat partisipasi yang sangat bervariasi antar anggota dalam suatu kelompok etnis.
• Sebagian besar laporan penelitian tidak membahas tentang bagaimana target permusuhan merespons : apakah
mereka mengabaikan, pindah ke tempat lain, bernegosiasi dengan penindas mereka, atau melancarkan
pembalasan, terselubung atau terang-terangan?
• Secara khusus, penelitian-penelitian sebelumnya tidak secara sistematis menjawab pertanyaan tentang faktor-
faktor apa yang menjelaskan siapa yang kemungkinan akan menjadi target permusuhan etnis dan bagaimana target
tersebut menanggapi permusuhan.
TEORI MORALITAS BLACK
• Dalam sosiologi murni, kehidupan sosial berperilaku; individu dan kelompok adalah agennya.
• Black (1976) pertama kali meluncurkan sosiologi murni dalam teori hukumnya, yang terdiri dari seperangkat
prinsip yang dapat diuji yang tidak membahas pengambilan keputusan pihak berperkara, petugas polisi, hakim,
juri, atau aktor hukum lainnya, tetapi perilaku hukum itu sendiri. Salah satu prinsip tersebut, misalnya, adalah
bahwa 'hukum ke bawah lebih besar daripada hukum ke atas' (Black 1976: 21).
• Menurut prinsip ini, kasus yang dibawa oleh aktor berstatus lebih rendah terhadap aktor berstatus lebih tinggi
akan kurang umum dan kurang berhasil dibandingkan kasus yang dibawa oleh aktor berstatus lebih tinggi
terhadap aktor berstatus lebih rendah, terlepas dari waktu atau tempat atau konten hukum.
• Black juga menyebut istilah 'Making Enemies', yaitu masalah moralisme dimana terdapat kecenderungan untuk
memperlakukan orang sebagai musuh (1993: 144–57).
• Black mengusulkan bahwa bentuk penolakan sosial berhubungan dengan jarak relasional (seberapa terputusnya
orang satu sama lain) dan jarak budaya (seberapa berbeda budaya mereka).
• Studi terkait konflik di irlandia menemukan bahwa hampir 80 persen dari sampel
melaporkan mereka telah mengalami beberapa bentuk perilaku konflik yang disebabkan
karena ras atau etnis mereka yanga da di Irlandia. Berdasarkan temuan data dari kajian
terhadap imigran di uni eropa dewasa ini juga menunjukkan lebih dari 1.000 imigran juga
mengalami konflik tersebut.
• Dari data yang dikumpulkan dari respondennya diketahui bahwa perlakuan buruk setidaknya
1-2 kali, 35 persen telah mengalami bentuk dari konflik tersebut. Pada tahun sebelumnya,
pelecehan di jalan atau di transportasi umum dan 15% berasal dari tetangga mereka, 14%
ditolak masuk ke tempat malam dan 10 % menjadi korban kekerasan, pencurian, atau
kejahatan serius lainnya. Sejak datang ke Irlandia, 15 % ditolak untuk pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuan mereka, 13 % ditolak promosi ke posisi yang lebih, dan 12 % mengalami
penolakan untuk membeli atau menyewa rumah/ hunian lainnya. Sehingga dalam kasus
tersebut dapat dimaknai bahwa bentuk perlakuan yang diskriminatif terhadap kaum
minoritas sebagai sesuatu yang lumrah terjadi.
• Namun, seperti dalam sebagian besar kajian tentang konflik etnis, selalu memunculkan dua
hal penting yang tidak pernah lengkap pendataanya, yakni 1) tidak terungkapnya bagaimana
permusuhan etnis bervariasi di seluruh imigran individu, dan 2) tidak terungkapnya
bagaimana imigran secara individu menanggapi permusuhan etnis tersebut.
Irlandia
Penelitian
• Wawancara mendalam dilakukan terhadap 54 imigran yang datang ke Republik Irlandia. Untuk memastikan
seberapa kontinui hubungan yang ada di seluruh individu, semua orang yang diwawancarai hanya berdsarkan pada
dua kategori imigran. Untuk memastikan beberapa variasi, kategori-kategori tersebut didefinisikan secara luas
yakni Orang Nigeria dan Muslim.
• Peneliti menggunakan kombinasi kontak pribadi, bola salju, dan pengambilan sampel ketersediaan untuk
merekrut para peserta. Sampel terakhir terdiri dari 28 Muslim dan 26 orang Nigeria.
• Titik kontras utama antara kedua sampel adalah bahwa muslim umumnya telah tinggal di Irlandia agak lebih lama
daripada orang Nigeria. Tipikal orang Nigeria yang diwawancarai telah tinggal di Irlandia selama kurang dari dua
tahun, dan tidak ada yang tinggal selama lebih dari 7 tahun.
• Para pewawancara mengundang anggota kategori imigran untuk berpartisipasi, meyakinkan mereka bahwa
wawancara akan dirahasiakan. Untuk mendorong partisipasi tidak ada pertanyaan yang diajukan tentang status
imigrasi peserta saat ini atau sebelumnya dan wawancara tidak direkam (karenanya semua kutipan dalam teks
tidak kata demi kata tetapi direkonstruksi dari catatan pewawancara).
• Yang mengejutkan, darihasil wawancara diketahui bahwa hanya terjadi satu konflik secara kolektif yang muncul.
Dimana dua pria masing-masing satu orang Aljazair, dan yang lainnya orang Albania terlibat pertengkaran di
sebuah kantor pemerintah. Masing-masing didukung oleh pria dari etnis yang sama; hingga terjadi pertumpahan
darah. Hingga diminggu setelahnya terjadi perdamaian antar kedua belah pihak atas perantara dari kelompok
etnis meraka sendiri. Tidak ada contoh lain aliansi etnis yang muncul yang mengubah konflik individu menjadi
konflik kelompok bilateral (meskipun kadang-kadang sekelompok kecil orang Irlandia menghadapi seorang imigran
tunggal). Wawancara memiliki beberapa keterbatasan. Salah satunya adalah bahwa sifat sekilas dari sebagian
besar konflik memungkinkan untuk mewawancarai hanya bersumber dari imigran.
• Penelitian tentang perselisihan umumnya bergantung pada informasi yang diberikan
oleh satu pihak saja. Artinya, bagaimanapun contoh-contoh permusuhan etnis yang
tidak didefinisikan dan diperlakukan oleh imigran seperti itu tidak dicatat (misalnya,
penduduk asli Irlandia menghindari jenis interaksi tertentu dengan imigran), sementara
contoh-contoh permusuhan yang didefinisikan dan diperlakukan oleh imigran seperti itu
tetapi, pada kenyataannya, tidak, dicatat.
• Untuk membantu meminimalkan masalah inklusi yang kurang dan berlebihan ini,
masing-masing peserta ditanya apakah konflik yang mereka laporkan disebabkan oleh
etnis mereka. Beberapa orang menginginkan hal tersebut untuk itu tidak dilaporkan
dengan alasan bahwa insiden itu bisa terjadi seandainya mereka adalah penduduk asli
Irlandia. Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah kurang acaknya sampel sehingga
menghalangi jaminan temuan penelitian sepenuhnya mewakili pengalaman kedua
kategori imigran. Pada saat yang sama, tidak ada alasan untuk percaya bahwa sampel
sepenuhnya terdistorsi juga. Pewawancara berusaha untuk tidak merekrut individu
khusus dengan cerita unik tetapi orang-orang biasa dengan pengalaman yang sama,
meskipun bervariasi. Ini meyakinkan bahwa pola yang dilaporkan oleh para peserta
sangat kompatibel dengan studi sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh McGinnity et
al. (2006).
Experiencing Hostility
Faktor Imigran mengalami Permusuhan
STATUS
SOSIAL
RENDAH
Jumlah
kekayaan/tingkat
ekonomi
Pendapatan
Jenis Pekerjaan
Pendidikan
Pengangguran
Permusuhan Etnis didasari oleh 2 alasan:
1. Isolasi Sosial
Imigran memiliki lebih sedikit akses ke dunia yang memiliki hak istimewa
Beberapa imigran memiliki kekayaan, pendidikan, dan koneksi yang dibutuhkan
untuk tinggal di pinggiran kota yang mahal, bergabung dengan klub eksklusif, atau
memperoleh pekerjaan yang sangat menguntungkan. Mereka yang mendapatkan
akses ke lingkaran status tinggi sebagai teman sebaya cukup langka untuk menjadi
hal baru dan memiliki dampak kecil pada kehidupan penduduk asli.
Sebaliknya, imigran mampu menembus dunia sosial orang-orang berstatus lebih
rendah dengan lebih mudah dan dalam jumlah yang lebih besar. Mereka lebih
cenderung tinggal di lingkungan yang sama, naik bus yang sama, menggurui toko
yang sama, bersosialisasi di pub yang sama, dan bersaing untuk pekerjaan yang
sama dengan orang Irlandia yang berstatus lebih rendah. Baik jumlah yang lebih
besar, dan jumlah kontak dengan, imigran kondusif untuk konflik (seperti yang
diprediksi teori persaingan)
Lanjutan….
2. Alasan Teoretis
 imigran berstatus lebih rendah menarik lebih banyak permusuhan etnis karena, seperti yang diprediksi oleh
teori moralisme, orang berstatus lebih rendah menarik lebih banyak permusuhan dari semua jenis Teori
persaiangan antar imigran dan masyarakat lokal
Apa pun yang dilakukan orang dengan status lebih rendah – menunjukkan keanehan, melakukan kejahatan,
melakukan kegiatan rekreasi yang tidak konvensional – tindakan mereka, semuanya sama, lebih mungkin
untuk didefinisikan dan diperlakukan sebagai menyimpang
 Seseorang yang menikmati kedudukan tinggi dalam satu konteks mungkin tidak dalam konteks lain jika,
misalnya, orang lain tidak memiliki informasi tentang statusnya
Orang-orang yang memiliki status sosial tinggi akan mendapatkan image yang positif sehingga berdampak
pada perlakuan yang diperolehnya.
Respon Terhadap
Permusuhan
Menganggapi Permusuhan
• Target permusuhan etnis dapat direspons dengan berbagai cara, mulai dari ketegasan
dari toleransi (tidak melakukan apa-apa) hingga kekerasan fisik. Respons yang lebih
moderat – penghindaran (pembatasan atau menghilangkan interaksi)– telah menjadi
respons yang sangat umum terhadap penindasan oleh kelompok etnis sepanjang sejarah
manusia (Black 1998: xvii).
• Imigran berstatus tinggi umumnya lebih tegas terhadap tindakan permusuhan (rasisme).
• Imigran berstatus rendah biasanya melakukan sedikit atau tidak sama sekali dalam
menghadapi permusuhan etnis – mereka hanya mentolerirnya atau menghindari
kekerasan terhadap mereka.
TIDAK SELALU
Respon Irish terhadap Imigran
• Para imigran selalu mendapatkan “serangan balik” yang tidak
relevan dengan kejadian yang sebenarnya  contoh: complain
para imigran tentang kasus kekerasan yang mereka alami dibalas
secara rasis oleh mereka yang melakukan kekerasan yang
notabene warga kulit putih
• Bertindak dengan effort yang lebih bisa dianggap sebagai kasar 
Dokter kulit hitam yang complain tentang klaim asuransi
Pengecualian
• Para imigran yang berstatus sosial tinggi kerap merespon tindakan
“hostility” ini dengan memperjelas status sosial (pekerjaan)
mereka  Dokter kulit hitam (Nigeria) menegur sopir kulit putih
(irlandia)
• Para imigran dengan posisi yg lebih tinggi di tempat kerja akan
balik melawan dengan pekerja kulit putih (iralandia) yang
posisinya lebih rendah, terlebih jika usia si imigran lebih tua
Kesimpulan
• Konflik etnis di IrlandiaKonflik etnis sebagai bersifat kolektif, hanya saja
kolektivitasnya adalah organisasi yang mengklaim mewakili kategori etnis,
bukan kategori etnis yang dimobilisasi secara kolektif
• Sadar akan keragaman internal dan keterbatasan variabel kategori etnis,
sosiolog semakin melihat melampaui kelompok dalam melakukan studi etnis.
Dengan demikian, Brubaker berpendapat bahwa 'konflik etnis’ tidak perlu, dan
seharusnya tidak, dipahami sebagai konflik antar kelompok etnis' (Brubaker
2002: 166)
• Studi tentang konflik etnis seharusnya juga menyasar ke ranah yang lebih mikro
• Sosiologi murni melihat paradoks sebagai prinsip umum sebuah konflik: mereka
yang mengalami permusuhan paling sedikit mengeluh tentang hal itu, sementara
mereka yang menderita beban terbesar dari antagonisme etnis adalah yang
paling tidak kuat dalam mengatasinya  Hal ini menggiring sosiologi murni
untuk membalikkan paradoks (mengatasi permusuhan antar etnis)

Mais conteúdo relacionado

Semelhante a Konflik Etnis Tanpa Kelompok Etnis: Sebuah Studi Sosiologis

masyarakat multikultural di Indonesia
masyarakat multikultural di Indonesiamasyarakat multikultural di Indonesia
masyarakat multikultural di Indonesiaasyaffa
 
Masyarakat Multikultural " Resti Muliani/ 1113015000003/4b
Masyarakat Multikultural " Resti Muliani/ 1113015000003/4bMasyarakat Multikultural " Resti Muliani/ 1113015000003/4b
Masyarakat Multikultural " Resti Muliani/ 1113015000003/4bResti Muliani
 
Bab 8 Pertentangan dan Integrasi Masyarakat
Bab 8 Pertentangan dan Integrasi MasyarakatBab 8 Pertentangan dan Integrasi Masyarakat
Bab 8 Pertentangan dan Integrasi Masyarakatmuhammad harsye ibra
 
proses integrasi sosial.pdf
proses integrasi sosial.pdfproses integrasi sosial.pdf
proses integrasi sosial.pdfAdithyaRamadhani
 
Ancaman Budaya.pptx
Ancaman Budaya.pptxAncaman Budaya.pptx
Ancaman Budaya.pptxNuraeniSPd1
 
ppt sejarah pergerakan kel.5.pptx
ppt sejarah pergerakan kel.5.pptxppt sejarah pergerakan kel.5.pptx
ppt sejarah pergerakan kel.5.pptxIlenmaiyani
 
Pendidikan Multikultural di Negara Lain
Pendidikan Multikultural di Negara LainPendidikan Multikultural di Negara Lain
Pendidikan Multikultural di Negara Lainadindawn
 
KEADABAN PUBLIK.ppt
KEADABAN PUBLIK.pptKEADABAN PUBLIK.ppt
KEADABAN PUBLIK.pptDinarDorotea
 
Manusia, keragaman dan kesetaraan
Manusia, keragaman dan kesetaraanManusia, keragaman dan kesetaraan
Manusia, keragaman dan kesetaraanAfdal Zikri
 
Prasangka dan Diskriminasi Sosial
Prasangka dan Diskriminasi SosialPrasangka dan Diskriminasi Sosial
Prasangka dan Diskriminasi SosialReska
 
Tugas isd power point
Tugas isd power pointTugas isd power point
Tugas isd power pointReska
 
Hubungan Antarkelompok
Hubungan  Antarkelompok Hubungan  Antarkelompok
Hubungan Antarkelompok Srirahmayani21
 
Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat
Pertentangan Sosial dan Integrasi MasyarakatPertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat
Pertentangan Sosial dan Integrasi MasyarakatAngling_seto
 
Tugasn PPKN kelas XI: Pelanggaran HAM
Tugasn PPKN kelas XI: Pelanggaran HAMTugasn PPKN kelas XI: Pelanggaran HAM
Tugasn PPKN kelas XI: Pelanggaran HAMMuthiara Azzahra
 
Ppt tgs ansos 2015 ursula vicita i0215086
Ppt tgs ansos 2015 ursula vicita i0215086Ppt tgs ansos 2015 ursula vicita i0215086
Ppt tgs ansos 2015 ursula vicita i0215086ursulavicita
 
GENERASI MUDA DALAM KEPUNGAN FEMINISME MUSLIM.pptx
GENERASI MUDA DALAM KEPUNGAN FEMINISME MUSLIM.pptxGENERASI MUDA DALAM KEPUNGAN FEMINISME MUSLIM.pptx
GENERASI MUDA DALAM KEPUNGAN FEMINISME MUSLIM.pptxIndriYani55495
 
Teologi queer teologi lgbt?
Teologi queer teologi lgbt?Teologi queer teologi lgbt?
Teologi queer teologi lgbt?slametwiyono
 

Semelhante a Konflik Etnis Tanpa Kelompok Etnis: Sebuah Studi Sosiologis (20)

masyarakat multikultural di Indonesia
masyarakat multikultural di Indonesiamasyarakat multikultural di Indonesia
masyarakat multikultural di Indonesia
 
Masyarakat Multikultural " Resti Muliani/ 1113015000003/4b
Masyarakat Multikultural " Resti Muliani/ 1113015000003/4bMasyarakat Multikultural " Resti Muliani/ 1113015000003/4b
Masyarakat Multikultural " Resti Muliani/ 1113015000003/4b
 
Bab 8 Pertentangan dan Integrasi Masyarakat
Bab 8 Pertentangan dan Integrasi MasyarakatBab 8 Pertentangan dan Integrasi Masyarakat
Bab 8 Pertentangan dan Integrasi Masyarakat
 
proses integrasi sosial.pdf
proses integrasi sosial.pdfproses integrasi sosial.pdf
proses integrasi sosial.pdf
 
Ancaman Budaya.pptx
Ancaman Budaya.pptxAncaman Budaya.pptx
Ancaman Budaya.pptx
 
ppt sejarah pergerakan kel.5.pptx
ppt sejarah pergerakan kel.5.pptxppt sejarah pergerakan kel.5.pptx
ppt sejarah pergerakan kel.5.pptx
 
Pendidikan Multikultural di Negara Lain
Pendidikan Multikultural di Negara LainPendidikan Multikultural di Negara Lain
Pendidikan Multikultural di Negara Lain
 
KEADABAN PUBLIK.ppt
KEADABAN PUBLIK.pptKEADABAN PUBLIK.ppt
KEADABAN PUBLIK.ppt
 
Manusia, keragaman dan kesetaraan
Manusia, keragaman dan kesetaraanManusia, keragaman dan kesetaraan
Manusia, keragaman dan kesetaraan
 
Prasangka dan Diskriminasi Sosial
Prasangka dan Diskriminasi SosialPrasangka dan Diskriminasi Sosial
Prasangka dan Diskriminasi Sosial
 
Tugas isd power point
Tugas isd power pointTugas isd power point
Tugas isd power point
 
Hubungan Antarkelompok
Hubungan  Antarkelompok Hubungan  Antarkelompok
Hubungan Antarkelompok
 
Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat
Pertentangan Sosial dan Integrasi MasyarakatPertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat
Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat
 
Tugasn PPKN kelas XI: Pelanggaran HAM
Tugasn PPKN kelas XI: Pelanggaran HAMTugasn PPKN kelas XI: Pelanggaran HAM
Tugasn PPKN kelas XI: Pelanggaran HAM
 
Ppt tgs ansos 2015 ursula vicita i0215086
Ppt tgs ansos 2015 ursula vicita i0215086Ppt tgs ansos 2015 ursula vicita i0215086
Ppt tgs ansos 2015 ursula vicita i0215086
 
Ips sosiologi
Ips sosiologiIps sosiologi
Ips sosiologi
 
Ancaman Terhadap NKRI
Ancaman Terhadap NKRIAncaman Terhadap NKRI
Ancaman Terhadap NKRI
 
GENERASI MUDA DALAM KEPUNGAN FEMINISME MUSLIM.pptx
GENERASI MUDA DALAM KEPUNGAN FEMINISME MUSLIM.pptxGENERASI MUDA DALAM KEPUNGAN FEMINISME MUSLIM.pptx
GENERASI MUDA DALAM KEPUNGAN FEMINISME MUSLIM.pptx
 
Teologi queer teologi lgbt?
Teologi queer teologi lgbt?Teologi queer teologi lgbt?
Teologi queer teologi lgbt?
 
Bab 2 potret hubungan etnik
Bab 2   potret hubungan etnikBab 2   potret hubungan etnik
Bab 2 potret hubungan etnik
 

Konflik Etnis Tanpa Kelompok Etnis: Sebuah Studi Sosiologis

  • 1. "Ethnic conflict without ethnic groups: a study in pure sociology" (Mark Cooney) Ayu Kartika 217120101111005 Wirasandi 217120101111003 Mahatva Yoga A.P 217120101111001 Sujadmi 217120101111004 I Gusti Made Arya S.W 217120101111006
  • 2. • Penelitian tentang konflik etnis hampir tidak memberikan perhatian sistematis pada tingkat individu atau mikro. • Artikel ini mengambil data dari wawancara yang dilakukan dengan anggota dari dua kategori yang didefinisikan secara luas yang baru-baru ini tiba di Republik Irlandia, yaitu Muslim dan Nigeria. • Hasilnya menunjukkan bahwa sementara anggota dari kedua kategori imigran mengalami banyak konflik etnis atau permusuhan, konflik semacam itu jarang bersifat kolektif dan selalu bervariasi di seluruh individu.
  • 3. KONFLIK ETNIS: • Sebagian besar literatur ilmiah tentang konflik etnis berfokus pada antagonisme antara kelompok etnis secara keseluruhan, seperti Protestan dan Katolik di Irlandia Utara, Hutus dan Tutsis di Rwanda, Yahudi dan Palestina di Timur Tengah (misalnya, Wolff 2006). • Tetapi fokus makro juga dapat mengaburkan. Bahkan dalam masyarakat yang dilanda perpecahan antara kelompok etnis sebagian besar konflik mungkin terjadi antara individu. Sebagai contoh, dalam kerusuhan atau pemboikotan, kemungkinan ada banyak individu kecil, cercaan, dan serangan yang tidak meningkat menjadi perselisihan makro. Selain itu, di banyak masyarakat, konflik etnis makro relatif jarang terjadi. • Namun, yang mengejutkan, literatur hanya berisi satu analisis sistematis, berdiri sendiri, tentang pola konflik etnis mikro (Baumgartner 1998).
  • 4. TEORI KONFLIK ETNIS • Literatur teoretis tentang sosiologi konflik etnis mengidentifikasi beberapa faktor penyebab, seperti kontak (Allport 1954; Forbes 1997), kolonialisme internal (Hechter 1975), dan perpecahan pasar tenaga kerja (Bonacich 1972). Selain itu terdapat pula teori persaingan yang menelusuri asal-usul konflik etnis hingga perjuangan antara kelompok etnis untuk sumber daya (Barth 1969). • Perselisihan individu jarang dilaporkan. Selain itu, literatur mengenai kompetisi cenderung memperlakukan kelompok etnis sebagai tidak terdiferensiasi, yaitu bahwa satu anggota kemungkinan besar akan terlibat seperti yang lain. Padahal terdapat partisipasi yang sangat bervariasi antar anggota dalam suatu kelompok etnis. • Sebagian besar laporan penelitian tidak membahas tentang bagaimana target permusuhan merespons : apakah mereka mengabaikan, pindah ke tempat lain, bernegosiasi dengan penindas mereka, atau melancarkan pembalasan, terselubung atau terang-terangan? • Secara khusus, penelitian-penelitian sebelumnya tidak secara sistematis menjawab pertanyaan tentang faktor- faktor apa yang menjelaskan siapa yang kemungkinan akan menjadi target permusuhan etnis dan bagaimana target tersebut menanggapi permusuhan.
  • 5. TEORI MORALITAS BLACK • Dalam sosiologi murni, kehidupan sosial berperilaku; individu dan kelompok adalah agennya. • Black (1976) pertama kali meluncurkan sosiologi murni dalam teori hukumnya, yang terdiri dari seperangkat prinsip yang dapat diuji yang tidak membahas pengambilan keputusan pihak berperkara, petugas polisi, hakim, juri, atau aktor hukum lainnya, tetapi perilaku hukum itu sendiri. Salah satu prinsip tersebut, misalnya, adalah bahwa 'hukum ke bawah lebih besar daripada hukum ke atas' (Black 1976: 21). • Menurut prinsip ini, kasus yang dibawa oleh aktor berstatus lebih rendah terhadap aktor berstatus lebih tinggi akan kurang umum dan kurang berhasil dibandingkan kasus yang dibawa oleh aktor berstatus lebih tinggi terhadap aktor berstatus lebih rendah, terlepas dari waktu atau tempat atau konten hukum. • Black juga menyebut istilah 'Making Enemies', yaitu masalah moralisme dimana terdapat kecenderungan untuk memperlakukan orang sebagai musuh (1993: 144–57). • Black mengusulkan bahwa bentuk penolakan sosial berhubungan dengan jarak relasional (seberapa terputusnya orang satu sama lain) dan jarak budaya (seberapa berbeda budaya mereka).
  • 6. • Studi terkait konflik di irlandia menemukan bahwa hampir 80 persen dari sampel melaporkan mereka telah mengalami beberapa bentuk perilaku konflik yang disebabkan karena ras atau etnis mereka yanga da di Irlandia. Berdasarkan temuan data dari kajian terhadap imigran di uni eropa dewasa ini juga menunjukkan lebih dari 1.000 imigran juga mengalami konflik tersebut. • Dari data yang dikumpulkan dari respondennya diketahui bahwa perlakuan buruk setidaknya 1-2 kali, 35 persen telah mengalami bentuk dari konflik tersebut. Pada tahun sebelumnya, pelecehan di jalan atau di transportasi umum dan 15% berasal dari tetangga mereka, 14% ditolak masuk ke tempat malam dan 10 % menjadi korban kekerasan, pencurian, atau kejahatan serius lainnya. Sejak datang ke Irlandia, 15 % ditolak untuk pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan mereka, 13 % ditolak promosi ke posisi yang lebih, dan 12 % mengalami penolakan untuk membeli atau menyewa rumah/ hunian lainnya. Sehingga dalam kasus tersebut dapat dimaknai bahwa bentuk perlakuan yang diskriminatif terhadap kaum minoritas sebagai sesuatu yang lumrah terjadi. • Namun, seperti dalam sebagian besar kajian tentang konflik etnis, selalu memunculkan dua hal penting yang tidak pernah lengkap pendataanya, yakni 1) tidak terungkapnya bagaimana permusuhan etnis bervariasi di seluruh imigran individu, dan 2) tidak terungkapnya bagaimana imigran secara individu menanggapi permusuhan etnis tersebut. Irlandia
  • 7. Penelitian • Wawancara mendalam dilakukan terhadap 54 imigran yang datang ke Republik Irlandia. Untuk memastikan seberapa kontinui hubungan yang ada di seluruh individu, semua orang yang diwawancarai hanya berdsarkan pada dua kategori imigran. Untuk memastikan beberapa variasi, kategori-kategori tersebut didefinisikan secara luas yakni Orang Nigeria dan Muslim. • Peneliti menggunakan kombinasi kontak pribadi, bola salju, dan pengambilan sampel ketersediaan untuk merekrut para peserta. Sampel terakhir terdiri dari 28 Muslim dan 26 orang Nigeria. • Titik kontras utama antara kedua sampel adalah bahwa muslim umumnya telah tinggal di Irlandia agak lebih lama daripada orang Nigeria. Tipikal orang Nigeria yang diwawancarai telah tinggal di Irlandia selama kurang dari dua tahun, dan tidak ada yang tinggal selama lebih dari 7 tahun. • Para pewawancara mengundang anggota kategori imigran untuk berpartisipasi, meyakinkan mereka bahwa wawancara akan dirahasiakan. Untuk mendorong partisipasi tidak ada pertanyaan yang diajukan tentang status imigrasi peserta saat ini atau sebelumnya dan wawancara tidak direkam (karenanya semua kutipan dalam teks tidak kata demi kata tetapi direkonstruksi dari catatan pewawancara). • Yang mengejutkan, darihasil wawancara diketahui bahwa hanya terjadi satu konflik secara kolektif yang muncul. Dimana dua pria masing-masing satu orang Aljazair, dan yang lainnya orang Albania terlibat pertengkaran di sebuah kantor pemerintah. Masing-masing didukung oleh pria dari etnis yang sama; hingga terjadi pertumpahan darah. Hingga diminggu setelahnya terjadi perdamaian antar kedua belah pihak atas perantara dari kelompok etnis meraka sendiri. Tidak ada contoh lain aliansi etnis yang muncul yang mengubah konflik individu menjadi konflik kelompok bilateral (meskipun kadang-kadang sekelompok kecil orang Irlandia menghadapi seorang imigran tunggal). Wawancara memiliki beberapa keterbatasan. Salah satunya adalah bahwa sifat sekilas dari sebagian besar konflik memungkinkan untuk mewawancarai hanya bersumber dari imigran.
  • 8. • Penelitian tentang perselisihan umumnya bergantung pada informasi yang diberikan oleh satu pihak saja. Artinya, bagaimanapun contoh-contoh permusuhan etnis yang tidak didefinisikan dan diperlakukan oleh imigran seperti itu tidak dicatat (misalnya, penduduk asli Irlandia menghindari jenis interaksi tertentu dengan imigran), sementara contoh-contoh permusuhan yang didefinisikan dan diperlakukan oleh imigran seperti itu tetapi, pada kenyataannya, tidak, dicatat. • Untuk membantu meminimalkan masalah inklusi yang kurang dan berlebihan ini, masing-masing peserta ditanya apakah konflik yang mereka laporkan disebabkan oleh etnis mereka. Beberapa orang menginginkan hal tersebut untuk itu tidak dilaporkan dengan alasan bahwa insiden itu bisa terjadi seandainya mereka adalah penduduk asli Irlandia. Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah kurang acaknya sampel sehingga menghalangi jaminan temuan penelitian sepenuhnya mewakili pengalaman kedua kategori imigran. Pada saat yang sama, tidak ada alasan untuk percaya bahwa sampel sepenuhnya terdistorsi juga. Pewawancara berusaha untuk tidak merekrut individu khusus dengan cerita unik tetapi orang-orang biasa dengan pengalaman yang sama, meskipun bervariasi. Ini meyakinkan bahwa pola yang dilaporkan oleh para peserta sangat kompatibel dengan studi sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh McGinnity et al. (2006).
  • 10. Faktor Imigran mengalami Permusuhan STATUS SOSIAL RENDAH Jumlah kekayaan/tingkat ekonomi Pendapatan Jenis Pekerjaan Pendidikan Pengangguran
  • 11. Permusuhan Etnis didasari oleh 2 alasan: 1. Isolasi Sosial Imigran memiliki lebih sedikit akses ke dunia yang memiliki hak istimewa Beberapa imigran memiliki kekayaan, pendidikan, dan koneksi yang dibutuhkan untuk tinggal di pinggiran kota yang mahal, bergabung dengan klub eksklusif, atau memperoleh pekerjaan yang sangat menguntungkan. Mereka yang mendapatkan akses ke lingkaran status tinggi sebagai teman sebaya cukup langka untuk menjadi hal baru dan memiliki dampak kecil pada kehidupan penduduk asli. Sebaliknya, imigran mampu menembus dunia sosial orang-orang berstatus lebih rendah dengan lebih mudah dan dalam jumlah yang lebih besar. Mereka lebih cenderung tinggal di lingkungan yang sama, naik bus yang sama, menggurui toko yang sama, bersosialisasi di pub yang sama, dan bersaing untuk pekerjaan yang sama dengan orang Irlandia yang berstatus lebih rendah. Baik jumlah yang lebih besar, dan jumlah kontak dengan, imigran kondusif untuk konflik (seperti yang diprediksi teori persaingan)
  • 12. Lanjutan…. 2. Alasan Teoretis  imigran berstatus lebih rendah menarik lebih banyak permusuhan etnis karena, seperti yang diprediksi oleh teori moralisme, orang berstatus lebih rendah menarik lebih banyak permusuhan dari semua jenis Teori persaiangan antar imigran dan masyarakat lokal Apa pun yang dilakukan orang dengan status lebih rendah – menunjukkan keanehan, melakukan kejahatan, melakukan kegiatan rekreasi yang tidak konvensional – tindakan mereka, semuanya sama, lebih mungkin untuk didefinisikan dan diperlakukan sebagai menyimpang  Seseorang yang menikmati kedudukan tinggi dalam satu konteks mungkin tidak dalam konteks lain jika, misalnya, orang lain tidak memiliki informasi tentang statusnya Orang-orang yang memiliki status sosial tinggi akan mendapatkan image yang positif sehingga berdampak pada perlakuan yang diperolehnya.
  • 14. Menganggapi Permusuhan • Target permusuhan etnis dapat direspons dengan berbagai cara, mulai dari ketegasan dari toleransi (tidak melakukan apa-apa) hingga kekerasan fisik. Respons yang lebih moderat – penghindaran (pembatasan atau menghilangkan interaksi)– telah menjadi respons yang sangat umum terhadap penindasan oleh kelompok etnis sepanjang sejarah manusia (Black 1998: xvii). • Imigran berstatus tinggi umumnya lebih tegas terhadap tindakan permusuhan (rasisme). • Imigran berstatus rendah biasanya melakukan sedikit atau tidak sama sekali dalam menghadapi permusuhan etnis – mereka hanya mentolerirnya atau menghindari kekerasan terhadap mereka. TIDAK SELALU
  • 15. Respon Irish terhadap Imigran • Para imigran selalu mendapatkan “serangan balik” yang tidak relevan dengan kejadian yang sebenarnya  contoh: complain para imigran tentang kasus kekerasan yang mereka alami dibalas secara rasis oleh mereka yang melakukan kekerasan yang notabene warga kulit putih • Bertindak dengan effort yang lebih bisa dianggap sebagai kasar  Dokter kulit hitam yang complain tentang klaim asuransi
  • 16. Pengecualian • Para imigran yang berstatus sosial tinggi kerap merespon tindakan “hostility” ini dengan memperjelas status sosial (pekerjaan) mereka  Dokter kulit hitam (Nigeria) menegur sopir kulit putih (irlandia) • Para imigran dengan posisi yg lebih tinggi di tempat kerja akan balik melawan dengan pekerja kulit putih (iralandia) yang posisinya lebih rendah, terlebih jika usia si imigran lebih tua
  • 17. Kesimpulan • Konflik etnis di IrlandiaKonflik etnis sebagai bersifat kolektif, hanya saja kolektivitasnya adalah organisasi yang mengklaim mewakili kategori etnis, bukan kategori etnis yang dimobilisasi secara kolektif • Sadar akan keragaman internal dan keterbatasan variabel kategori etnis, sosiolog semakin melihat melampaui kelompok dalam melakukan studi etnis. Dengan demikian, Brubaker berpendapat bahwa 'konflik etnis’ tidak perlu, dan seharusnya tidak, dipahami sebagai konflik antar kelompok etnis' (Brubaker 2002: 166) • Studi tentang konflik etnis seharusnya juga menyasar ke ranah yang lebih mikro • Sosiologi murni melihat paradoks sebagai prinsip umum sebuah konflik: mereka yang mengalami permusuhan paling sedikit mengeluh tentang hal itu, sementara mereka yang menderita beban terbesar dari antagonisme etnis adalah yang paling tidak kuat dalam mengatasinya  Hal ini menggiring sosiologi murni untuk membalikkan paradoks (mengatasi permusuhan antar etnis)