Abses paru adalah kondisi terbentuknya lubang bernanah pada paru-paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, atau parasit lainnya.
Abses paru diawali dengan kematian jaringan paru-paru yang rusak akibat infeksi bakteri, seperti pneumonia. Pada jaringan yang mati, terbentuklah rongga yang terisi nanah.
Kondisi ini dapat diketahui secara pasti melalui pemeriksaan rontgen dada atau secara lebih jelas melalui pemeriksaan CT-scan.
Abses paru bisa menyebabkan gangguan pernapasan serius bahkan dalam beberapa kasus bisa membahayakan nyawa. Namun, sejumlah cara pengobatan baik melalui obat-obatan antibiotik maupun operasi bisa dilakukan
2. • Kavitas pada abses paru tersebut bisa lebih dari satu tetapi biasanya ada satu yang
dominan dan berukuran besar.
• Kavitas multipel dan berukuran kecil-kecil ( <2cm) necrotizing pneumonia, proses
patologisnya sama dan berdampingan letaknya dengan kavitas yang dominan.
• Kebanyakan kasus disebabkan oleh aspirasi bakteri anaerobik yang berada dirongga
mulut.
• Abses paru sering dijumpai pada jaman sebelum ditemukan antibiotika yang akan
berlanjut menjadi pneumonia bakteri sampai terjadinya suatu empiema.
• Infeksi Mikroba Non Spesifik menyebabkan nekrosis parenkim paru kavitas
berukuran besar batuk sputum purulent air fluid level pada radiologis
PENDAHULUAN
3. Definisi
• Infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang
terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah
(pus/nekrotik debris) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih
yang disebabkan oleh infeksi mikroba.
4. Epidemiologi
• Abses paru lebih sering terjadi pada :
• Laki-laki dibanding perempuan
• Umumnya terjadi pada umur tua karena terdapat peningkatan insiden
penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi disfagi dan aspirasi
• Rata-rata pada umur 41 tahun pada daerah urban dengan tingginya
prevalensi alcoholism
• Karena angka harapan hidup yang lebih baik pada pasien HIV kasus abses
paru tampak mengalami peningkatan lagi.
5. Patogenesis
• Faktor yang berinteraksi : Daya tahan tubuh dan Tipe dari
mikroorganisme patogen penyebab
• Melalui dua cara yaitu aspirasi dan penyebaran secara hematogen.
• Yang paling sering dijumpai adalah kelompok abses paru bronkogenik
yang termasuk akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing, tumor dan
striktur bronkial.
6. Patogenesis – Akibat Aspirasi
• Banyak terjadi pada pasien bronkitis kronis karena banyaknya mukus pada
saluran napas bawahnya media kultur yang sangat baik bagi organisme yang
teraspirasi.
• Nekrosis jaringan dengan pembentukan abses paru membutuhkan 1-2 minggu
setelah terjadinya aspirasi.
• Paling sering terjadi pada segmen posterior lobus atas kanan disusul dengan
lobus atas kiri dan segmen apikal/superior lobus bawah kanan atau kiri.
• Abses paru sering terjadi pada paru kanan, karena bronkus utama kanan lebih
lurus dibanding kiri, walaupun posisi tubuh saat aspirasi juga menentukan
letak abses.
• Pada perokok usia lanjut keganasan bronkogenik bisa merupakan dasar untuk
terjadinya abses paru.
• Pada pasien berumur lebih dari 50 tahun, 50% abses paru ada hubungannya
dengan keganasan paru akibat terjadinya obstruksi saluran napas.
7. Patogenesis – Hematogen
• Akibat septikemi atau sebagai fenomena septik emboli, sekunder dari fokus
infeksi dari bagian lain tubuhnya seperti tricuspid valve endocarditis.
• Umumnya abses multipel dan biasanya disebabkan oleh kelompok
Stafilokokus.
• Timbul setelah terjadi peradangan yang mengakibatkan nekrosis jaringan
dan kavitasi
• Necrotizing pneumonia dan ganggren paru nekrosis dan pencairan pada
daerah yang mengalami konsolidasi
• Organisme virulen : Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia dan
grup Pseudomonas.
• Abses yang terjadi biasanya multipel dan berukuran kecil-kecil (<2cm).
8. Patogenesis
• Bula atau kista yang sudah ada bisa berkembang menjadi abses paru.
• Kista bronkogenik yang berisi cairan dan elemen sekresi epitel media kultur untuk
tumbuhnya mikroorganisme.
• Bila kista infeksi oleh mikroorganisme yang virulens abses paru.
• Abses hepar bakteri atau amebik ruptur dan menembus diafragma
abses paru pada lobus bawah paru kanan dan rongga pleura.
• Abses bisa mengalami ruptur ke dalam bronkus, dengan isinya
diekspektorasikan keluar dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan
udara. Kadang
• kadang abses ruptur ke rongga pleura (bisa mencapai 1/3 kasus) sehingga
terjadi empiema yang bisa diikuti dengan terjadinya fistula bronkopleura.
9. Faktor predisposisi
• Kondisi-kondisi yang memudahkan
terjadinya aspirasi:
• Gangguan kesadaran : Alkoholisme, epilepsi /
kejang sebab lain, gangguan serebrovaskular,
anestesi umum, penyakit susunan syaraf
pusat, penyalahgunaan obat intravena, koma,
trauma, sepsis
• Gangguan esofagus dan saluran cerna
lainnya : Gangguan motilitas10
• Trakeal atau nasogastrik tube yang
menghilangkan pertahanan mekanik saluran
napas
• Fistula trakeoesopageal
• Defisiensi atau stasis transpor sekresi
melalui saluran napas seperti:
• Kartagener's syndrome
• Disfagi
• Sebab-sebab iatrogenik
• Penyakit-penyakit periodontal
• Kebersihan mulut yang buruk
• Pencabutan gigi
• Pneumonia akut
• lmmunosupresi
• Bronkiektasis
• Kanker paru
• lnfeksi saluran napas atas dan bawah yang belum teratasi.
• Pasien HIV yang terkena abses paru pada umumnya
mempunyai status immunocompromised yang sangat
jelek (kadar CD4< 50/mm3), dan kebanyakan didahului oleh
infeksi terutama infeksi paru.
10. Gejala dan Tanda
• Onset : berjalan lambat atau mendadak/ akut.
• Abses akut : kurang dari 4-6 minggu.
• Riwayat perjalanan penyakit 1-3 minggu dengan gejala awal
adalah badan terasa lemah, tidak nafsu makan, penurunan berat
badan, batuk kering, keringat malam, demam intermitten bisa disertai
menggigil dengan suhu tubuh mencapai 39,4°atau lebih.
• Tidak ada demam tidak menyingkirkan adanya abses paru.
• Dahak bisa menjadi purulen dan bisa mengandung darah.
11. Gejala dan Tanda
• Sputum berbau amis bewarna anchovy bakteri anaerob putrid
abscesses.
• Tidak didapatkannya sputum dengan ciri di atas tidak menyingkirkan
kemungkinan infeksi anaerob.
• Nyeri dada keterlibatan pleura
• Batuk bisa dijumpai, biasanya ringan tetapi ada yang masif.
12. Gejala dan Tanda
• Akut :
• mengeluarkan sputum yang berjumlah banyak dengan lokasi abses biasanya di segmen
apikal lobus atas.
• faktor predisposisi
• Abses paru sekunder :
• Disebabkan septik emboli paru dengan infark,
• Timbul hanya dalam waktu 2-3 hari.
• Abses paru akibat komplikasi dari infeksi subdiafragma (abses hati amuba,
pancreatic phlegmon), bisa disertai dengan gejala abdomen selain gejala
diparu.
• Kejang abses otak kadang-kadang bisa dijumpai akibat bakteremia dari abses
paru.
14. Etiologi
• Spektrum kuman patogen penyebab abses paru pada pasien
immunocompromised sedikit berbeda.
• Pada pasien AIDS : bakteri aerob, Pneumocystitis carinii dan jamur
termasuk Cryptococcus neoforman dan mikobakterium tuberkulosis.
15. Diagnosis - Anamnesis
• Batuk banyak sputum mengandung jaringan paru yang mengalami
ganggren.
• Sputum biasanya berbau amis dan bewarna anchovy (putrid abcesses) yang
disebabkan bakteri anaerob.
• Nyeri dada
• Batuk darah ringan sampai dengan masif.
16. Pemeriksaan Fisik
• Demam -- 40°C
• Paru :
• Nyeri tekan lokal pada dada
• Lesi yang disertai konsolidasi bisa dijumpai penurunan suara napas
• Perkusi redup
• Suara napas bronkial
• Ronki
• Bila abses luas dan letaknya dekat dengan dinding dada kadang-kadang terdengar suara
amforik.
• Suara napas bronkial atau amforik terjadi bila kavitasnya besar dan karena bronkus masih
tetap dalam keadaan terbuka disertai oleh adanya konsolidasi sekitar abses dan drainase abses
yang baik.
• Bila abses paru letaknya dekat pleura dan pecah piotoraks (empiema torakis) :
• pergerakan dinding dada tertinggal pada tempat lesi, fremitus vokal menghilang, perkusi
redup/pekak, bunyi napas menghilang dan terdapat tanda-tanda pendorongan mediastinum
terutama jantung ke arah kontralateral tempat lesi.
• Pada abses paru bisa dijumpai jari tabuh, yang proses terjadinya berlangsung cepat.
17. Diagnosis – Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
• Hitung leukosit tinggi 10.000-30.000/mm3 dengan hitung jenis
bergeser ke kiri dan sel polimorfonuklear yang banyak terutama
netrofil yang immatur.
• Bila abses berlangsung lama sering ditemukan adanya anemia dan
peningkatan LED.
• Pemeriksaan dahak
• Perwarnaan langsung dengan teknik gram, biakan mikroorganisme aerob,
anaerob, jamur, Nokardia, basil mikobakterium tuberkulosis dan
mikobakterium lain.
18. Diagnosis – Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
• Gram
• Untuk mendiagnosis infeksi paru karena kuman anaerob karena biakan
sering tidak dapat menemukan organisme tersebut
• Dahak bisa mengandung Spirochaeta, Fusiform bacilli atau sejumlah besar
bakteri baik yang patogen maupun flora manusia seperti Streptococcus
viridan.
• Clostridium dapat ditemukan dari aspirasi transtrakeal.
• Kultur darah dapat membantu menemukan etiologi walaupun
jarang positif
• Serologi dilakukan untuk jamur dan parasit
19. Diagnosis – Pemeriksaan Penunjang
Bronkoskopi
• Bronkoskopi dengan biopsi sikatan yang terlindung bilasan bronkus
merupakan cara diagnostik yang paling baik dengan akurasi
diagnostik bakteriologi melebihi 80%.
• Dilakukan pada pasien AIDS sebelum dimulai pengobatan karena
banyaknya kuman yang terlibat dan sulit diprediksi secara klinis.
Aspirasi Jarum Perkutan
• Akurasi tinggi untuk diagnosis bakteriologis, dengan spesifisitas
melebihi aspirasi transtrakeal.
20. Diagnosis – Pemeriksaan Penunjang
Radiologi
• Foto dada PA dan lateral lokasi lesi dan bentuk abses paru.
• Pada hari-hari pertama : gambaran opak dari satu atau lebih segmen paru,
atau hanya berupa gambaran densitas homogen yang berbentuk bulat.
• Gambaran radiolusen dalam bayangan infiltrat yang padat.
• Bila abses ruptur drainase abses yang tidak sempurna kedalam bronkus
kavitas irregular dengan dinding tebal dikelilingi oleh infiltrat/konsolidasi
dan sering ditemukan gambaran batas cairan dan permukaan udara (air
fluid level) di dalamnya (foto dada PA dengan posisi berdiri)
• Lokasi terbanyak di segmen superior lobus bawah atau segmen posterior
lobus atas
21. Diagnosis – Pemeriksaan Penunjang
Radiologi
• Foto dada PA dan lateral lokasi lesi dan bentuk abses paru.
• Khas pada abses paru anaerobik : kavitas tunggal (soliter) yang biasanya
ditemukan pada infeksi paru primer
• Abses paru sekunder (aerobik, nosokomial atau hematogen) : lesi multipel
• Sepertiga kasus abses paru bisa disertai dengan empiema.
• Empiema yang terlokalisir dan disertai dengan fistula bronkopleura akan sulit dibedakan
dengan gambaran abses paru.
• Abses paru simpel, noduler dan disertai limfadenopati hilus harus
dipikirkan sebabnya adalah suatu keganasan paru.
22. Diagnosis – Pemeriksaan Penunjang
CT Scan
• Tempat lesi yang menyebabkan obstruksi endobronkial
• Gambaran abses : massa bulat dalam paru dengan kavitasi sentral.
• lokasi abses berada dalam parenkim paru dan membedakannya dari
infark paru atau empiema
23. Diagnosis Banding
Infeksi
• Tuberkulosis
• Bula Infeksi
• Emboli Septik
Bukan Infeksi
• Kavitas oleh karena keganasan
• Wagener’s granulomatosis
• Nodul rheumatoid
• Vaskulitis
• Sarkoidosis
• Infark paru
• Kongenital (bula, kista, bleb)
24. Klasifikasi
Abses Paru Primer
Akibat aspirasi atau pneumonia baik pada orang yang mempunyai kecenderungan untuk
terjadi aspirasi ataupun pada orang dengan kesehatan umum yang baik.
80% dari kasus abses paru (50%nya disertai dengan sputum yang berbau busuk)
Abses Paru Sekunder
Infeksi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti obstruksi akibat
neoplasma saluran napas, bronkiektasis, komplikasi operasi intratoraks, penyebaran dari
tempat diluar paru, septik emboli atau kondisi sistemik/pengobatan yang menyebabkan
gangguan immunitas (HIV, transplant, immunosupression)
25. Klasifikasi
Berdasarkan lamanya jangka
waktu abses terdiagnosis
• Akut : < dari 1 bulan ( <4-6
minggu)
• Kronik
Berdasarkan organisme
penyebab (anaerobic vs staph)
• Aerob
• Anaerob : bau busuk dari
mulut/ sputum (putrid
abscesses)
26. Penatalaksanaan
• Tujuan utama pengobatan :
• Eradikasi secepatnya dari patogen penyebab dengan pengobatan yang cukup
• Drainase yang adekuat dari empiema
• Pencegahan komplikasi yang terjadi
• Pasien abses paru memerlukan istirahat yang cukup.
• Bila abses paru pada foto dada diameter 4 cm atau lebih rawat inap.
• Posisi berbaring pasien hendaknya miring dengan paru yang terkena abses
berada di atas supaya gravitasi drainase lebih baik.
• Bila segmen superior lobus bawah yang terkena, maka hendaknya bagian atas
tubuh pasien/kepala berada di bagian terbawah (posisi trendelenberg).
• Diet biasanya bubur biasa dengan tinggi kalori tinggi protein.
• Bila abses telah mengalami resolusi dapat diberikan nasi biasa.
27. Penatalaksanaan
• Pengobatan antibiotika
• Harus adekuat dan diberikan sedini mungkin segera setelah sampel dahak
dan darah diambil untuk kultur dan tes sensitivitas.
• Penyebab bakteri anaerob kumannya tidak dapat ditentukan dengan pasti
pengobatan diberikan secara empirik.
• Kebanyakan pasien terutama dengan abses yang kecil dan kondisi umum
baik mengalami perbaikan hanya dengan antibiotika dan postural
drainage, sedangkan kira-kira 10% harus dilakukan tindakan operatif.
28. Penatalaksanaan
• Pengobatan antibiotika
• Paling baik adalah klindamisin spektrum yang lebih baik pada bakteri
anaerob.
• Dosis awal : 3x600 mg intravena sampai dengan terjadi perbaikan,
• Lanjutan 4 x 300 mg oral/hari atau diberikan amoksisilin asam klavulanat 2 x 875 mg.
• Penisilin G 2-10 juta unit/hari (sampai dengan 25 juta unit atau lebih/hari)
dikombinasikan dengan streptomisin
• dilanjutkan penisilin oral 4 x 500-750 mg/hari.
• Antibiotika parenteral diganti ke oral bila pasien tidak panas lagi dan
merasa sudah baikan
• Klindamisin 300-600 mg 3x/hari atau flagyl 3x500 mg/hari.
29. Penatalaksanaan
• Pengobatan antibiotika
• Kombinasi penisilin (amoksisilin 500 mg 3x/hari atau penisilin G, 1-2 juta unit
4-6x/hari, bisa sampai dengan 12-18 juta unit/hari) dan metronidazol 2
gram/hari dengan dosis terbagi, 500 mg oral atau intravena tiap 2-3x/hari (untuk
penyebab bakteri anaerob) selama 10 hari
• sama efektifnya dengan klindamisin
• beberapa bakteri anaerob (15-25%), seperti Prevotella, Bakteriodes Spp. dan
Fusobacterium karena memproduksi penisilinase dan beta-laktamase, resisten terhadap
penisilin.
• Kombinasi beta-laktam dan beta-laktamase inhibitor seperti tikarkilin klavulanat,
amoksisilin + asam klavulanat atau piperasilin + tazobaktam : bakteri anaerob,
strain basil gram negatif.
• Carbapenem atau quinolone : kuman anaerob (moxifloxacine).
30. Penatalaksanaan
• Pengobatan antibiotika
• Pengobatan kombinasi : pada pasien dengan sakit yang serius dan pasien
abses paru nosokomial.
• Dosis pengobatan tunggal metronidazol (Flagvl): 15 mg/ kgBB intravena dalam
waktu lebih dari 1 jam, kemudian diikuti 6 jam kemudian dengan infus 7,5
mg/kg BB 3-4 x/ hari,
• pengobatan tunggal dengan metronidazol ini tidak dianjurkan(10) karena beberapa
anaerobic cocci dan kebanyakan microaerophilic streptococci sudah resisten sehingga
didapatkan kegagalan pengobatan mencapai 50%.
• Aerobik : klindamisin + penisilin atau klindamisin + sefalosporin.
• Cefoksitin(Mefoxin) 3-4 x 2 gram/hari intravena bakteri gram positif, gram negatif
resisten penisilinase dan bakteri anaerob, diberikan bila diduga polimikroba.
31. Penatalaksanaan
• Pengobatan antibiotika
• Sesuai dengan hasil tes sensitivitas.
• Stafilokokus : penicillinase-resistant penicilin atau sefalosporin generasi pertama
• Staphylococus aureus yang methicillin resistant seperti yang disebabkan oleh
emboli paru septik nosocomial vankomisin.
• Nocardia sulfonamide 3x1 gram oral
• Amebik metronidazole 3x750 mg
• Ruptur dari abses harus emetin parenteral pada 5 hari pertama.
32. Penatalaksanaan
• Pengobatan antibiotika
• Diberikan sampai dengan pneumonitis telah mengalami resolusi dan kavitasnya
hilang, tinggal berupa lesi sisa yang kecil dan stabil dalam waktu lebih dari 2-3
minggu.
• Resolusi sempuma biasanya membutuhkan waktu pengobatan 6-10 minggu
dengan pemberian antibiotika oral sebagai pasien rawat jalan walaupun pada
beberapa studi menunjukkan klindamisin efektif dengan pengobatan 3 minggu.
• Pemberian antibiotika yang kurang dari waktu ini sering menyebabkan
kekambuhan dengan melibatkan organisme yang resisten terhadap antibiotika
yang diberikan sebelumnya.
33. Penatalaksanaan
• Perbaikan Klinis
• Berkurang atau hilangnya demam tercapai dalam 3-4 sampai dengan 7-10
hari.
• Gagal pengobatan :
• Bakteremia yang resisten atau panas tinggi yang menetap lebih dari 72 jam atau tidak
didapatkan perobahan produksi dan karakter dahak atau perobahan gambaran radiologis
setelah 7-10 hari
• Bila diperiksa lebih lanjut akan ditemukan adanya obstruksi bronkus oleh benda asing,
neoplasma atau disebabkan infeksi bakteri yang resisten, mikobakteria, parasit atau
jamur.
• Respons yang lambat atau tidak respons sama sekali :
• kavitas yang besar (lebih dari 6 cm), keadaan umum pasien yang jelek, seleksi anti mikroba
yang salah, diagnosa salah, ada empiema, abses yang memerlukan drainase, komplikasi pada
organ yang jauh seperti abses otak dan demam obat.
34. Penatalaksanaan
• Bronkoskopi
• Kasus yang dicurigai karsinoma bronkus atau lesi obstruksi
• Pengeluaran benda asing
• Melebarkan striktur.
• Dapat dilakukan aspirasi dan pengosongan abses yang tidak mengalami drainase
yang adekuat, serta dapat diberikannya larutan antibiotika melewati bronkus
langsung ke lokasi abses
35. Penatalaksanaan
• Indikasi operasi
• Abses paru yang tidak mengalami perbaikan
• Komplikasi : empiema, hemoptisis masif,
fistula bronkopleura.
• Pengobatan penyakit yang mendasari:
karsinoma obstruksi primer/metastasis,
pengeluaran benda asing, bronkiektasis,
gangguan motilitas gastroesopageal,
malformasi atau kelainan kongenital.
• lnfark paru, nekrosis masif (ganggren paru)
atau infeksi yang berkembang cepat dan
progresif.
Reseksi paru
• Abses paru berkembang cepat
pada pasien
immunocompromised dengan
etiologi seperti mucoraceae
• Abses paru yang responnya
minimal dengan antibiotika
• Abses paru dengan ukuran
yang besar (kavitas >8 cm)
• Infark paru
• Neoplasma obstruksi
• Perdarahan masif
36. Penatalaksanaan
• Pasien dengan risiko tinggi untuk operasi maka untuk sementara dapat
dilakukan drainase perkutan via kateter secara hati-hati untuk
mencegah kebocoran isi abses ke dalam rongga pleura.
37. Komplikasi
• Komplikasi lokal : penyebaran infeksi melalui aspirasi lewat bronkus
atau penyebaran langsung melalui jaringan sekitarnya.
• Komplikasi lain : abses otak, hemoptisis masif, ruptur pleura viseralis
sehingga terjadi piopneumotoraks, fistula bronkopleura dan fistula
pleurokutaneus.
• Abses paru yang resisten (kronik)
• resisten dengan pengobatan selama 6 minggu kerusakan paru yang permanen
• Dampak: bronkiektasis, kor pulmonal, amyloidosis, anemia, malnutrisi, kaheksia,
gangguan cairan dan elektrolit serta gaga! jantung terutama pada manula.
38. Pencegahan
• Kebersihan mulut
• Setiap infeksi paru akut harus segera diobati sebaik mungkin terutama
bila sebelumnya diduga ada faktor yang memudahkan terjadinya
aspirasi seperti pasien manula yang dirawat di rumah, batuk yang
disertai muntah, adanya benda asing, kesadaran yang menurun dan
pasien yang memakai ventilasi mekanik.
• Pertimbangan intubasi dini pada pasien dengan kesanggupan yang
berkurang dalam melindungi saluran napas dari aspirasi masif (batuk,
reflek muntah)
• Menghindari pemakaian anestesi umum pada tonsilektomi,
pencabutan abses gigi dan operasi sinus para nasal akan menurunkan
insiden abses paru.
39. Prognosis
Faktor-faktor yang membuat prognosis menjadi jelek :
• Kavitas yang besar (lebih dari 5-6 cm),
• Penyakit dasar atau penyakit penyerta yang berat,
• Status immunocompromised,
• Umur yang sangat tua,
• Empiema,
• Nekrosis paru yang progresif,
• Lesi obstruktif pada saluran napas misal sekunder oleh karena karsinoma,
• Abses yang disebabkan bakteri aerob (termasuk Staphylococcus aureus dan basil Gram
negatif),
• Abses paru yang belum mendapat pengobatan dalam jangka waktu yang lama.
Angka mortalitas pada pasien-pasien ini bisa mencapai 65%-75% dan bila sembuh maka
angka kekambuhannya tinggi.
40. Prognosis
• Abses paru simpel terutama tergantung dari respon inflamasi dan
keadaan umum pasien, letak abses serta luasnya kerusakan paru yang
terjadi, dan respons pengobatan yang kita berikan.
• Pada era antibiotika angka mortalitas abses paru anaerob paru kurang
dari 10%, dan kira-kira 10-15% memerlukan operasi.
• Di zaman era antibiotika penyembuhan mencapai 90-95%.