SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 75
Baixar para ler offline
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan dan Manfaat
Sumber Bahan Makanan Ternak
Istilah-istilah Dalam Ilmu Makanan Ternak
BAB II ANALISA KUALITAS BAHAN MAKANAN TERNAK
Analisa Proksimat
Analisa Air
Analisa Abu
Analisa Protein Kasar
Analisa Lemak Kasar
Analisa Serat Kasar
Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (Beta-N)
Penyajian Data Analisa Proksimat
Analisa Van Soest
Peralatan untuk analisis Van soest
Bahan Kimia
Neutral Detergent Fiber (NDF)
Analisa Energi
Prinsip Dasar
Penggunaan Energi Oleh Ternak
BAB III KIMIA MAKANAN TERNAK
Kualitas Protein
Chemical Score
Secara EAAI = Essential Amino Acid Index
Supplementary Effect
BAB IV BAHAN MAKANAN TERNAK NABATI
Butir-butiran dan Limbahnya
Jagung (Zea mays)
Dedak Padi (Oriza sativa)
Pollard (dedak gandum – Triticum sativum lank)
Ampas Bir
Shorgum (Shorgum bicolor)
Biji Kedele (Glycine max)
Bungkil Kedele
Ampas Tahu
Ampas Kecap
Kacang Tanah (Arachis hypogea)
Bungkil Kacang Tanah
Umbi-umbian dan Limbahnya
Ubi Kayu
Onggok
Daun Ubi Kayu
Ubi Jalar
Jerami Ubi Jalar
Limbah Industri Perkebunan
Bungkil Kelapa (Cocos nucifera)
Limbah Industri Coklat (Theobroma cacao)
Limbah Industri Kelapa Sawit
Limbah Industri Gula (Saccharum officinarum)
Pucuk Tebu
Ampas Tebu (bagasse)
Tetes
Limbah Pengolahan Nanas (Annanas comosus)
Limbah Pertanian
Hijauan
Rumput-rumputan (Graminae)
Rhodesgrass, rumput Rodhes (Chloris gayana Kunt)
Guinea grass, green panic (Panicum maximum Jacq)
Australia grass, Common paspalum (Paspalum
dilatatum poiret)
Elephan grass, Napier grass (Pennisetum
purpureum Schumach)
King grass (Pennisetum purpurhoides)
Signal grass, (Brachiaria decumbens Stapf)
Sudan grass, rumput sudan
Blady grass (Imperata cilindrica (L) Raeuschel)
Rumput lapang, alam, liar
Kacang-kacangan (Leguminosa)
Sentro, butterfly pee (Centrosema pubexcent Benth)
Colopogonium (Colopogonium mucunoidesDesv)
Puero (Pueraria phaseoloides(Roxb.) Benth)
Stylo (Stylosanthes guianensis (Aublet) Swartz)
Carribian Stylo (Stylosanthes hamata (L.) Taub)
Glycine wightii (Wight & Arnot)
Calliandra calothyrsus (Messsn)
Gliciridia sepium ( Jacq.)
Leucana leucocephala (Lamk) de Wit
Sesbania grandiflora (L.) Poiret
BAB IV BAHAN MAKANAN TERNAK HEWANI
Asal Ternak dan Limbah Ternak
Tepung Daging
Tepung Darah
Tepung Hati
Susu dan Limbah Pengolahan Susu
Susu Skim
Butter Milk
Whey
Limbah Peternakan Ayam
Tepung Ikan
Tepung Kepala Udang
BAB V BAHAN MAKAN TERNAK INKONVENSIONAL
Klasifikasi Bahan Makanan Ternak Inkonvensional
Bijian dan butiran
Bungkil jagung
Biji Kecipir (Psophocarpus Tetrabonolobus (L.) DC )
Biji Kapuk (Ceiba Petanra)
Bungkil Biji Kapas (Gossypium Irsutum)
Lembah peternakan/hewan
Isi Rumen
Limbah Penetasan
Tepung Limbah Kodok
Tepung Bekicot
Keong Mas
Cacing Tanah (Lumbricus sp.)
Protein sel tunggal (PST)
Organisme Non Photosynthetic
Organisme Photoynthetic
BAB VI PAKAN SUPLEMEN
Suplemen Protein
Suplemen Asam Amino
Suplemen Mineral
Klasifikasi Pakan Mineral
Perlunya Suplemen Mineral
Petunjuk Suplementasi Mineral
Garam (NaCl)
Kalsium (Ca) dan Phosphor (P)
Suplemen Vitamin
Vitamin A
Vitamin D
Vitamin E
Vitamin K
Biotin
Choline
Folacin (Asam Folat)
Inositol
Niacin (asam nikotinat, nicotinamide)
Asam pantothenat (vitamin B3)
Para Amino Benzoic Acid (PABA)
Riboflavin (vtamin B2)
Thiamin (vitamin B1)
Vitamin B6 (pyridoxin, pyridoxal, pyridoxamine)
Vitamin B12 (cobalamin)
Vitamin C (asam askorbat, asam dehydroaskorbat)
BAB VII PAKAN ADITIF
Pengikat Pelet
Bahan Anti Jamur
Probiotik
Enzim
Pigmen
Bahan Flavor
Kontrol Bau
Bahan Pengontrol Cacing
Anticoksidal
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Ada banyak cara yang digunakan untuk menentukan kualitas bahan makan
ternak. Secara garis besar penentuan kualitas dapat dilakukan secara fisik, kimia
dan biologis. Seorang ahli kimia dalam menentukan kualitas bahan makanan
ternak akan mempertimbangkan kualitas pakan dari segi kandungan protein,
lemak atau kandungan zat makanan lainnya. Lain halnya dengan ahli nutrisi
mereka selanjutnya akan memikirkan juga kualitas makanan berdasarkan biologis
seperti antara lain kecernaaannya dan nilai biologis lainnya. Lebih luas lagi di
industri makanan ternak, manajer industri pakan akan memikirkan hal lain seperti
daya tahan bila dalam bentuk pellet dan stabilitas air apabila disimpan, sedangkan
manajer peternakan lebih banyak mempertimbangkan pengaruhnya terhadap
produksi dan pertumbuhan ternaknya.
Umumnya dalam penentuan bahan makanan ternak secara kimia masih
menggunakan metode analisa proksimat (Weende) yang telah dikembangkan
mulai 100 tahun lalu. Metode ini tetap merupakan dasar penentuan kualitas yang
banyak digunakan di dunia peternakan. Bahan makanan dibagi dalam 6 fraksi
terdiri dari kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan
ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Walaupun perkembangan teknologi dalam
analisa kimia sudah sedemikian maju, namun analisa tersebut merupakan analisa
kelanjutan atau perluasan dari analisa proksimat ini.
Beberapa hal yang menyebabkan analisa komposisi kimia perlu ditentukan
seperti misalnya kadar air bahan makanan. Hal ini sangat berpengaruh untuk
stabilitas penyimpanan disamping dari segi nilai gizinya. Apabila kadar airnya lebih
tinggi daripada kadar air yang seharusnya untuk penyimpanan, maka bahan
makanan itu akan mudah dicemari mikroba yang dapat menghasilkan racun
(mycotoxin) sehingga dapat membahayakan baik untuk ternaknya sendiri ataupun
untuk konsumen hasil produksi ternak tersebut.
Kadar protein kasar makanan yang dianalisa metode Kjeldahl, walaupun
tidak terlalu berarti untuk manusia, akan tetapi masih sangat berguna untuk
menentukan nilai protein bahan makanan yang dapat didegradasi dan yang tidak
dapat didegradasi pada hewan ruminansia. Dengan demikian cara ini masih
merupakan metode yang penting untuk penentuan protein walaupun beberapa
metode telah dikembangkan.
Penentuan serat dengan menggunakan metode serat deterjen asam Van
Soest, dalam beberapa hal lebih baik dariapa penentuan serat kasar dengan
metode Weende. Perbedaan utama antara serat deterjen asam dan serat kasar
adalah sebagian pentosan dari bahan ektrak tanpa nitrogen (Beta-N) akan
teranalisa sebagai serat deterjen asam. Serat deterjen asam dapat digunakan
untuk mengasumsikan kecernaan bahan makanan dengan lebih tepat. Walaupun
demikian keragaman sering terjadi karena nilai ini sangat tergantung pada derajat
lignifikasi dari dinding sel yang menentukan kandungan ligninnya.
Akhir-akhir ini telah banyak digunakan mikroskop untuk pengawasan mutu
bahan makanan ternak. Mikroskop dapat digunakan sebagai pelengkap analisa
kimia dalam uji cepat untuk penentuan ada tidaknya pemalsuan bahan makanan
ternak. Penggunaan mikroskop juga dapat memecahkan masalah untuk bahan
yang mungkin sulit atau tidak mungkin dianalisa secara kimia. Hal lain yang juga
penting adalah untuk mengetahui ada tidaknya kapang dan sporanya dapat
diidentifikasi dengan menggunakan miroskop.
TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan
Setelah memperoleh dan mempelajari mata kuliah ini mahasiswa :
1. Mampu mengerjakan/melakukan uji-uji pakan secara fisik, organoleptik dan
kimiawi.
2. Menyebutkan pakan yang sesuai dengan kelompok pakannya dan
menyebutkan kandungan zat makanan utamanya.
3. Menyebutkan kelemahan/kekurangan/kandungan anti nutrisi pakan-pakan
tertentu.
4. Menyebutkan pakan inkonvensional dan pakan harapan.
Manfaat
Setelah mempelajari PBMT mahasiswa :
1. Mampu memilih pakan yang tepat sesuai dengan tujuan penggunaannya.
2. Mampu mengantisipasi penggunaan pakan yang mengandung anti nutrisi.
3. Mampu memanfaatkan pakan inkonvensional dengan mengantisipasi
kelemahan dan kelebihannya.
Sumber Bahan Makanan Ternak
Berdasarkan kandungan serat kasarnya bahan makanan ternak dapat
dibagi kedalam dua golongan yaitu bahan penguat (konsentrat) dan hijauan.
Konsentrat dapat berasal dari bahan pangan atau dari tanaman seperti serealia
(misalnya jagung, padi atau gandum), kacang-kacangan (misalnya kacang hijau
atau kedelai), umbi-umbian (misalnya ubi kayu atau ubi jalar), dan buah-buahan
(misalnya kelapa atau kelapa sawit). Konsentrat juga dapat berasal dari hewan
seperti tepung daging dan tepung ikan. Disamping itu juga dapat berasal dari
industri kimia seperti protein sel tunggal, limbah atau hasil ikutan dari produksi
bahan pangan seperti dedak padi dan pollard, hasil ikutan proses ekstraksi seperti
bungkil kelapa dan bungkil kedelai, limbah pemotongan hewan seperti tepung
darah dan tepung bulu, dan limbah proses fermentasi seperti ampas bir.
Hijauan dapat berupa rumput-rumputan dan leguminosa segar atau kering
serta silase yang dapat berupa jerami yang berasal dari limbah pangan (jerami
padi, jerami kedelai, pucuk tebu) atau yang berasal dari pohon-pohonan (daun
gamal dan daun lamtoro).
Klasifikasi berdasarkan kandungan gizinya bahan makanan ternak dapat
dibagi atas sumber energi (misalnya dedak ubi kayu), sumber protein yang
berasal dari tanaman (misalnya bungkil kedelai dan bungkil kelapa) dan sumber
protein hewani (tepung darah, tepung bulu dan tepung ikan). Selain sumber
protein dan sumber energi, beberapa bahan makanan dapat digolongkan sebagai
sumber mineral (misalnya tepung tulang, kapur dan garam), serta sumber vitamin
(misalnya ragi dan minyak ikan). Beberapa bahan seperti antibiotika, preparat
hormon, preparat enzim, dan buffer dapat digunakan untuk meningkatkan daya
guna ransum. Bahan-bahan tersebut digolongkan dalam pakan imbuhan (feed
aditif).
Pengelompokan yang lain adalah berdasarkan penggunaannnya. Pakan
berdasarkan penggunaannya dibagi atas bahan makanan konvensional (seperti
bungkil kedelai dan dedak) dan nonkonvensional (seperti ampas nenas dan isi
rumen).
Komposisi kimia bahan makanan ternak sangat beragam karena tergantung
pada varieteas, kondisi tanah, pupuk, iklim, cara pengolahan, lama penyimpanan
dan lain-lain. Berdasarkan penelitian, beberapa padi yang berasal dari beberapa
pola tanam yang berbeda digiling disuatu penggilingan yang sama maka
keragaman dedak padi dari beberapa pola tanam berbeda tersebut tidak banyak
berbeda komposisinya. Sedangkan bila padi dari beberapa pola tanam yang sama
digiling dibeberapa penggilingan, maka komposisi dedak padi tersebut akan
beragam. Dari hal ini cara pengolahan lebih menyebabkan keragaman komposisi
dedak padi dibandingkan dengan pola tanam.
Umumnya bahan makanan ternak yang berasal dari limbah pertanian/industri
tidak dapat digunakan sebagai bahan satu-satunya (pakan tunggal) dalam ransum
baik untuk hewan ruminansia maupun non ruminansia, oleh karena kandungan
zat-zat makanannya tidak dapat memenuhi standar kebutuhan ternak. Disamping
itu, bahan-bahan makanan tersebut sering mempunyai kendala-kendala baik
berupa racun maupun antinutrisi sehingga penggunaannya pada ternak perlu
dibatasi.
Istilah-istilah Dalam Ilmu Makanan Ternak
Beberapa istilah yang sering dijumpai dalam pengetahuan bahan makanan
ternak diantaranya :
⇒ Ampas : Residu limbah industri pangan yang telah diambil sarinya melalui
proses pengolahan secara basah (ampas kelapa, ampas kecap, ampas tahu,
ampas bir, ampas ubi kayu/onggok).
⇒ Abu / ash / mineral : Sisa pembakaran pakan dalam tungku/tanur 500 – 600
0
C sehingga semua bahan organik terbakar habis.
⇒ Analisis proksimat (Proximate analysis ) : Analisa kimiawi pada pakan/bahan
yang berlandaskan cara Weende yang akan menghasilkan air, abu, protein
kasar, lemak dan serat kasar dalam satuan persen.
⇒ Analisis Van Soest : Metoda analisa berdasarkan kelarutannya dalam larutan
detergen asam dan detergen netral.
⇒ BETN (Bahan Ekstrak Tanpa N) / NFE (Nitrogen Free Extract) : Karbohidrat
bukan serat kasar. Dihitung sebagai selisih kandungan kerbohidrat dengan
serat kasar. Merupakan tolak ukur secara kasar kandungan karbohidrat pada
suatu pakan/ransum.
⇒ Bahan kering (Dry Matter) : Pakan bebas air. Dihitung dengan cara 100 –
kadar air, di mana kadar air diukur merupakan persen bobot yang hilang
setelah pemanasan pada suhu 105 0
C sampai beratnya tetap.
⇒ Bahan makanan ternak / pakan (Feeds, Feedstuff) : Semua bahan yang
dapat dimakan ternak.
⇒ Bahan organik (Organik matter) : Selisih bahan kering dan abu yang secara
kasar merupakan kandungan karbohidrat, lemak dan protein.
⇒ Bahan organik tanpa nitrogen (BOTN) / Non nitrogenous organik matter :
Selisih bahan organik dengan protein kasar yang merupakan gambaran kasar
kandungan karbohidrat dan lemak suatu bahan/pakan.
⇒ Dedak (Bran) : Limbah industri penggilingan bijian yang terdiri dari kulit luar
dan sebagian endosperm seperti dedak padi, dedak gandum (pollard), serta
dedak jagung.
⇒ Energi bruto / Gross energy (GE) : Jumlah kalori (panas) hasil pembakaran
pakan dalam bom kalorimeter.
⇒ Fodder : Hijauan dari kelompok rumput bertekstur kasar seperti jagung dan
sorghum beserta bijinya yang dikeringkan untuk pakan.
⇒ Hijauan makanan ternak (Forage) : Pakan yang berasal dari bagian vegetatif
tumbuhan/tanaman dengan kadar serat kasar > 18 % dan mengandung energi
tinggi.
⇒ Hijauan kering (Hay ) : Hijauan makan ternak (HMT) yang dikeringkan dengan
kadar air biasanya < 10 %.
⇒ Jerami (Straw) : Hijauan limbah pertanian setelah biji dipanen dengan kadar
serat kasar umumnya tinggi, bisa berasal dari gramineae maupun
leguminoceae.
⇒ Karbohidrat : Senyawa C, H dan O bukan lemak. Merupakan selisih BOTN
dan lemak.
⇒ Bungkil : Bahan limbah industri minyak seperti bungkil kelapa, bungkil kacang
tanah, bungkil kedele, dll.
⇒ Lemak kasar (Ether extract) : Semua senyawa pakan/ransum yang dapat larut
dalam pelarut organik.
⇒ Lignin : Bagian serat detergen asam yang tidak larut dalam H2SO4 72 % dan
terbakar habis pada tanur 500– 600 0
C pada metoda analisis Van Soest.
⇒ Pakan imbuhan / Feed additive : Zat yang ditambahkan dalam ransum untuk
memperbaiki daya guna ransum yang bersifat bukan zat makanan.
⇒ Protein kasar (PK) / Crude protein : Kandungan nitrogen pakan/ransum
dikalikan faktor protein rata-rata (6,25) karena rata-rata nitrogen dalam protein
adalah 16 %, sehingga faktor perkalian protein 100/16 = 6,25. Terdiri dari
asam-asam amino yang saling berikatan (ikatan peptida), amida, amina dan
semua bahan organik yang mengandung Nitrogen.
⇒ Ransum (Ration, Diet) : Sejumlah pakan/campuran pakan yang dijatahkan
untuk ternak dalam sehari.
⇒ Ransum konsentrat : Campuran pakan yang mengandung serat kasar < 18 %
dan tinggi protein.
⇒ Selulosa : Rangkaian molekul glukosa dengan ikatan kimia β - 1,4 glukosida
dan terdapat dalam tanaman.
⇒ Serat detergen asam (SDA, ADF) : Bagian dinding sel tanaman yang tidak
larut dalam detergen asam pada metoda analisis Van Soest.
⇒ Serat kasar (SK) / Crude fiber (CF) : Bagian karbohidrat yang tidak larut
setelah pemasakan berturut-turut, masing-masing 30 menit pada H2SO4 1,25
% (0,255 N) dan NaOH 1,25 % (0,312 N).
⇒ Setara protein telur (Chemical score) : Kadar asam amino esensial pembatas
protein suatu bahan dibandingkan dengan asam amino protein telur sebagai
standar.
⇒ Silase / Silage : Hasil pengawetan hijauan dalam bentuk segar dengan cara
menurunkan pH selama penyimpanan.
⇒ Silika (SiO2) / Insoluble ash : Bagian serat detergen asam yang tidak larut
dalam H2SO4 72 % dan tersisa sebagai abu pada pembakaran 500 – 600 0
C
pada metoda analisis Van Soest.
⇒ Zat makanan (Nutrient) : Zat organik dan inorganik dalam pakan yang
dibutuhkan ternak untuk mempertahankan hidup, memelihara keutuhan
tubuhnya dan mencapai prestasi produksinya.
⇒ Pakan tambahan (Feed supplement) : Pakan/campuran pakan yang sangat
tinggi kandungan salah satu zat makanannya, seperti protein suplemen,
mineral suplemen, vitamin suplemen, dll.
⇒ Total digestible nutrient (TDN) : Total energi zat makanan pada ternak yang
disetarakan dengan energi dari karbohidrat. Dapat diperoleh secara uji biologis
ataupun perhitungan menggunakan data hasil analisis proksimat.
⇒ Asam amino esensial (EAA) : Asam amino yang kerangka karbonnya tidak
cukup/tidak dapat dibuat oleh tubuh sehingga harus cukup tersedia dalam
protein makanan/ransum sehari-hari.
⇒ Asam amino pembatas (Limiting amino acid) : Asam amino esensial yang
paling kurang dalam protein suatu pakan dibandingkan dengan asam amino
tersebut dalam protein telur. Erat kaitannya dengan kualitas protein.
⇒ Probiotik : Kultur mikroorganisme yang dapat merangsang/meningkatkan
pertumbuhan dari mikroorganisme saluran pencernaan yang diinginkan.
BAB II
ANALISA KUALITAS BAHAN MAKANAN TERNAK
Kualitas nutrisi bahan makanan ternak merupakan faktor utama dalam
menentukan kebijakan dalam pemilihan dan penggunaan bahan makanan
tersebut sebagai sumber zat makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok
dan produksinya. Kualitas nutrisi bahan pakan terdiri atas komposisi nilai gizi,
serat dan energi serta aplikasinya pada nilai palatabilitas dan daya cerna.
Penentuan komposisi nilai gizi secara garis besarnya dapat dilakukan dengan
analisa proksimat, dimana dapat ditentukan kandungan air, abu, protein kasar,
lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Dengan
analisa proksimat komponen-komponen fraksi serat tidak dapat tergambarkan
secara terperinci berdasarkan manfaatnya dan kecernaan pada ternak. Untuk
dapat menyempurnakannnya, komponen-komponen serat tersebut dapat dianalisa
secara terperinci dengan menggunakan analisa Van Soest.
Untuk mengetahui sumbangan energi dari masing-masing komposisi gizi
yang terkandung dalam bahan makanan ternak ataupun ransum dapat ditentukan
dengan kandungan energi bruto (GE) yang dapat diukur dengan menggunakan
analisa energi dengan Bomb Calorimeter.
Untuk mendapatkan hasil analisa yang lebih akurat dan menggambarkan
kondisi kandungan nilai gizi bahan makanan ternak yang sebenarnya, faktor-faktor
yang harus diperhatikan yaitu : pengambilan sample (metode sampling),
penggunaan alat dan bahan kimia yang sesuai, metode analisa dengan tingkat
ketelitian yang tinggi serta satuan hasil analisa. Berdasarkan hasil analisa
kimianya selanjutnya dapat ditentukan klasifikasi bahan makanan sebagai sumber
protein, energi atau mineral dan vitamin. Hal ini sangat diperlukan dalam membuat
formula-formula ransum yang sesuai dengan standar kebutuhan ternak selain juga
tetap mempertimbangkan harga ransum.
1. Analisa Proksimat
Bahan makanan ternak akan selalu terdiri dari zat-zat makanan yang
terutama diperlukan oleh ternak dan harus kita sediakan. Zat makanan utama
antara lain protein, lemak dan karbohidrat perlu diketahui sebelum menyusun
ransum. Untuk itu perlu dilakukan analisa laboratorium guna mengetahuinya.
Henneberg dan Stohmann dari Weende Experiment Station di Jerman
membagi pakan menjadi 6 (enam) fraksi, yaitu : kadar air, abu, protein, lemak
kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Pembagian zat
makanan ini kemudian dikenal sebagai Skema Proksimat (Gambar 1).
Untuk melakukan analisa proksimat bahan harus bentuk tepung dengan
ukuran maksimum 1 mm. Bahan berkadar air tinggi misalnya rumput segar perlu
diketahui dahulu berat awal (segar), berat setelah penjemuran/pengeringan oven
70o
C agar dapat dihitung komposisi zat makanan dari rumput dalam keadaan
segar dan kering matahari.
Air
BM Abu
BK
Protein
Kasar
BO
Lemak
Kasar
BOTN SK
Karbohidrat
Beta-N
Keterangan :
BM : Bahan Makanan
BK : Bahan Kering
BO : Bahan Organik
BOTN : Bahan Organik Tanpa Nitrogen
SK : Serat Kasar
Beta-N: Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen = 100% - (air + abu + PK + lemak +
SK)%.
Gambar 1. Skema Pembagian Zat-zat Makanan Menurut Analisa Proksimat
Analisa Air
Analisis kadar air bahan menggunakan oven dengan temperatur sedikit
diatas temperatur didih air yaitu 105o
C. Sampel dimasukan ke dalam oven
beberapa waktu sehingga tercapai berat tetap. Kadar air adalah selisih berat awal
dan akhir dalam satuan persen. Umumnya pakan yang telah mengalami
pengeringan matahari/oven 70o
C masih mengandung kadar air. Dari analisis ini
akan diperoleh kadar bahan kering (bahan yang sudah bebas air/uap air) dengan
cara 100% dikurangi dengan kadar air.
Analisa Abu
Abu adalah bagian dari sisa pembakaran dalam tanur dengan temperatur
400-600o
C yang terdiri atas zat-zat anorganik atau mineral. Dari abu ini dapat
dilanjutkan untuk mengetahui kadar mineral.
Analisa Protein Kasar
Pengertian protein kasar adalah semua zat yang mengandung nitrogen.
Diketahui bahwa dalam protein rata-rata mengandung nitrogen 10% (kisaran 13-
19%). Metode yang sering digunakan dalam analisa protein adalah metode
Kjeldhal yang melalui proses destruksi, destialsi, titrasi dan perhitungan. Dalam
analisis ini yang dianalisis adalah unsur nitrogen bahan, sehingga hasilnya harus
dikalikan dengan faktor protein untuk memperoleh nilai protein kasarnya. Apabila
diketahui secara tepat macam pakan yang dianalisis misal air susu maka faktor
proteinnya adalah 6.38, tetapi secara umum biasanya menggunakan 6.25. Untuk
pakan-pakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Beberapa faktor protein bahan makanan ternak.
Bahan N dalam Protein (%) Faktor Protein
Jagung
Dedak gandum
Bungkil kapas
Protein Bijian
Ikan
Susu
Telur dan daging
16.0
15.8
18.9
17.0
16.0
15.8
16.0
6.25
6.31
5.30
5.90
6.25
6.38
6.25
Sumber : Crampton (1968)
Analisa Lemak Kasar
Metode yang digunakan antara lain extraksi soxhlet dengan pelarut lemak
petroleum ether. Analisis lemak dipergunakan istilah lemak kasar karena dalam
analisis ini yang diperoleh adalah suatu zat yang larut dalam proses ekstraksi
dengan menggunakan pelarut organik antara lain ether, petroleum ether atau
chloroform. Kemungkinan yang terlarut dalam pelarut organik ini bukan hanya
lemak tetapi juga antara lain : glyserida, chlorophyl, asam lemak terbang,
cholesterol, lechitin dan lain-lain dimana zat-zat tersebut tidak termasuk zat
makanan tetapi terlarut dalam pelarut lemak.
Analisa Serat Kasar
Serat kasar mempunyai pengertian sebagai fraksi dari karbohidrat yang tidak
larut dalam basa dan asam encer setelah pendidihan masing-masing 30 menit.
Termasuk dalam komponen serat kasar ini adalah campuran hemisellulosa,
sellulosa dan lignin yang tidak larut. Dalam analisa ini diperoleh fraksi lignin,
sellulosa dan hemisellulosa yang justru perlu diketahui komposisinya khusus
untuk hijauan makanan ternak atau umumnya pakan berserat. Untuk memperoleh
data yang lebih akurat tentang fraksi lignin dan sellulosa dapat dilakukan analisa
lain yang lebih spesifik dengan metode analisa serat Van Soest.
Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (Beta-N)
Untuk memperoleh beta-N adalah dengan cara perhitungan : 100% - (Air +
Abu + Protein Kasar + Lemak Kasar + Serat Kasar)%. Dalam fraksi ini termasuk
karbohidrat yang umumnya mudah tercerna antara lain pati dan gula.
Bahan
Makanan
Air Oven 105 Bahan kering
Isi sel Detergen netral Dinding sel (NDF)
Nitrogen
Dinding sel Detergen asam
Lignosellulosa
(ADF)
Sellulosa H2SO4 72% Lignin tidak larut
pengabuan
Lignin HBr 48% Silika
Gambar 2. Skema Pembagian Fraksi Serat Berdasarkan Analisa Van Soest
Penyajian Data Analisa Proksimat
Dalam menyajikan data komposisi zat makanan dari analisa proximat dapat
dilakukan dalam komposis i persen berdasarkan segar (dikembalikan dengan
menghitung berat awal segar), kering matahari (untuk ransum dan butiran/bijian
serta limbah industrinya) dan berdasarkan bahan kering. Data berdasarkan bahan
kering ini dipergunakan untuk membandingkan kualitas antar bahan makanan
ternak. Manfaat lain dari komposisi data proximat adalah untuk menduga
koefesien cerna (berdasarkan rumus Schneider) dan menghitung TDN
berdasarkan NRC.
2. Analisa Van Soest
Metode ini digunakan untuk mengestimasi kandungan serat dalam pakan dan
fraksi-fraksinya kedalam kelompok-kelompok tertentu didasarkan atas
keterikatanya dengan anion atau kation detergen (metode detergen). Metode ini
dikembangkan oleh Van Soest (1963), kemudian disempurnakan oleh Van Soest
dan Wine (1967) dan oleh Goering dan Van Soest (1970). Tujuan awalnya
metode ini adalah untuk menentukan jumlah kandungan serat dalam pakan
ruminan tetapi kemudaian dapat digunakan juga untuk menentukan kandungan
serat baik untuk nonruminant maupun dalam pangan.
Metode detergen terdiri dari 2 bagian yaitu : Sistem netral untuk mengukur
total serat atau serat yang tidak larut dalam detergen netral (NDF) dan sistem
detergen asam digunakan untuk mengisolasi sellulosa yang tidak larut dan lignin
serta beberapa komponen yang terikat dengan keduanya (ADF).
a. Peralatan untuk analisis Van Soes
Alat yang digunakan untuk menganalisa NDF dan ADF secara umum adalah
sama dengan peralatan yang digunakan untuk penentuan serat kasar (Proximat)
walaupun ada beberapa kekhasan untuk sebagian alat. Hal paling penting adalah
alat untuk memanaskan gelas beaker haruslah ada alat kontrolnya masing-masing
supaya bisa diatur panasnya sesuai kebutuhan juga perlu alat pendingin
(kondensor) dibagian atasnya. Sistem pendingin air juga harus berjalan dengan
baik untuk menghindari kesalahan hasil analisa. Kegagalan dalam sistem ini
akan menghasilkan kesalahan pengukuran dan komponen serat biasanya akan
lebih tinggi dari yang seharusnya. Hal ini disebabkan oleh sampel dalam gelas
beaker akan naik ke dinding gelas dan tidak bisa turun atau tidak bersentuhan lagi
dengan larutan akibat dari alat pendingin yang tidak berfungsi.
Peralatan utama yang diperlukan untuk analisis ini adalah : 1). Gelas beaker :
Kapasitas 600 ml, 2). Hot plate : 400 watt masing-masing untuk satu gelas dengan
alat kontrol, 3). Kondensor : Alat pendingin ini berhubungan dengan air yang
mengalir dan bentuknya biasanya bulat sehingga pas masuk dibagian mulut gelas
beaker 600 ml, 4) Crusibel atau kertas saring. Peralatan pendukung lainnya
adalah sama dengan alat yang digunakan waktu penentuan serat kasar.
Sampel bisa disaring dengan menggunakan gelas saring (crusibel) atau
kertas saring Whatman no. 54 atau 54l. Penggunaan kertas saring akan lebih
mudah apabila tidak diperlukan analisis lebih lanjut seperti penentuan lignin, silika
dll. Kertas saring juga lebih memudahkan apabila ingin meneruskan menganalisa
kandungan N didinding sel karena hasil saringan ini dapat langsung dimasukan
kedalam labu Kjeldahl. Penggunaan crusibel atau kertas akan menghasilkan nilai
analisis yang sama apabila dilakukan dengan benar. Apabila menggunakan kertas
saring biasanya akan ditempatkan pada cawan yang sudah ada bolongan
dibagian bawahnya sehingga akan memudahkan waktu penyaringan dengan
menggunakan vacum. Kehati-hatian sangat diperlukan dengan kertas saring
dibanding dengan crusibel, dimana ketas saring mudah sobek juga ketika akan
diangkat dari tempat penyaringan ketempat pengeringan.
Tanur sebagai alat untuk pengabuan perlu juga diperhatikan dimana
seharusnya suhu yang dicapai tidak melewati 500o
C, untuk itu alat pengontrol
suhu sangat diperlukan. Suhu yang melewati 500o
C bisa melelehkan crusibel dan
kemungkinan mempengaruhi hasil perhitungan.
b. Bahan Kimia
Pencampuran bahan kimia dalam sistem detergen ini memerlukan
pengukuran yang benar dan tempat yang cukup memadai untuk pembuatan
larutan sesuai dengan yang direncanakan, baik menyangkut volume maupun
beratnya.
Tabel 2. Larutan untuk Neutral-Detergent Fiber (NDF)
Neutral Detergent Fiber (NDF)
1. Distilled water
2. Sodium lauryl sulfate, lab grade
3. Disodium ethylenediaminetetraacetate (EDTA) dihydrate crystal, reagent grade
4. Sodium borate decahydrate, reagent grade
5. Disodium hydrogen phosphate, anhydrous, reagent grade
Kalau menggunakan yang hydrous 10H2O
6. 2-ethoxyethanol (ethylene glycol monoethyl ether), purified grade
1 liter
30 gram
18.61 gram
6.81 gram
4.56 gram
11.48 gram
10 ml
Larutan dibuat pertama dengan cara melarutkan EDTA dan Na2B4O7.10H2O.
Kemudian ditambahkan Na2HPO4 atau Na2HPO4.10H2O, sambil diaduk dengan
menggunakan stirer yang sekaligus berfungsi sebagai hot plate untuk
mempermudah kelarutan. Ethylene glycol monoethyl ether ditambahkan sebagai
mana perlunya untuk mengontrol busa supaya tidak berlebihan. Untuk
memastukan larutan detergen ini netral bisa dilakukan pengecekan pH dan
biasanya akan berkisar antara 6.9-7.1. Apabila larutan disimpan ditempat yang
suhunya dibawah 18o
C deterjen biasanya akan mengendap tetapi dpat dilarutkan
kembali dengan pemanasan. Total larutan akan mencapai lebih dari volume yang
dibuat karena adanya penambahan volume dari bahan kimia. Sebagai contoh
apabila membuat larutan sebanyak 18 liter maka dengan adanya penambahan
kimia tersebut total larutan bisa mencapai 18.5 liter.
Untuk menganalisis bahan pakan atau pangan yang mengandung patinya
sangat tinggi biasanya ditambahkan enzim pencerna pati seperti :
Amyloglucosidase, hog pancreas amylase, Bacillus subtilis amylase dan
termamyl.
Larutan ADF dibuat dengan cara pertama dibuat dulu larutan asam sulfat 0.5
M (1 N) dan boleh sedikit adanya variasi larutan sebesar 0.98 – 1.02 N. Apabila
menggunakan larutan asam sulfat murni bisa dibuat dengan cara menambahkan
49.0 gram asam sulfat murni kedalam air sehingga didapat sebanyak 1 liter (ini
akan sama dengan larutan 1 N). Kemudian ditambahkan 20 gram CETAB dan
diaduk dengan stirer sampai larut. Penambahan CETAB kedalam larutan asam
sulfat 1 N kemungkinan sedikit akan menaikan volumenya.
Tabel 3. Larutan untuk Acid-Detergent Fiber (ADF)
Acid Detergent Fiber (ADF)
1. Sulfuric acid 1 N, reagent grade, sebanyak 1 liter.
Apabila menggunakan H2SO4 murni tiap liter larutan
2. Cetyltrimethylammonium Bromida (CETAB), technical
grade
1 liter
49.04 gram
20 gram
c. Neutral Detergent Fiber (NDF)
Komponen serat yang tergabung dalam NDF merupakan bahan yang tidak
dapat larut dari matrix dinding sel tanaman. Serat tersebut secara kovalen terikat
sangat kuat dengan ikatan hidrogen, kristallin atau ikatan intramolekular lain yang
mereka sangat resisten terhadap larutan yang masih berada pada tingkat
konsentrasi physiologis. Karena larutan NDS tidak bersifat hidrolitik maka hampir
semua ikatan-ikatan tersebut masih berada dalam residu NDF. Hal ini dapat
dilihat apabila dibandingkan antara nilai daya cerna in vitro dan in vivo dari NDF.
Terdapat sedikit perbedaan daya cerna akibat dari adanya pengahancuran
beberapa komponen seperti silica dan tannin oleh neutral detergen.
Tidak semua komponen dari dinding sel terikat ke dalam matrik. Pektin,
sebagai contoh hampir 90% nya dapat dilarutkan oleh NDS, demikian juga pektin
adalah komponen yang mudah difermentasikan, sehingga hal ini memperlihatkan
tidak adanya pengaruh lignifikasi pada ikatan pektin. Dengan demikian NDF tidak
dapat dinyatakan mewakili komponen dinding sel secara keseluruhanya, tetapi
hanya mewakili sebagai residu dari komponen nutirisi yang mempunyai ikatan
dengan matrix lignin dan secara physik merupakan struktur yang tidak dapat larut
dan mempunyai pengaruh khusus baik pada rumen maupun pada saluran
pencenrnaan non ruminan.
Serat biasanya digunakan sebagai indeks negatif dari kualitas pakan,
dimana secara umum menggambarkan bagian dari komponen pakan yang tidak
dapat dicerna. Meskipun NDF telah mencakup semua komponen yang tidak
dapat dicerna, dibandingkan dengan ADF (NDF - hemiselulosa) atau Serat Kasar
(lignin + hemiselulosa + selulosa), korelasi NDF dengan daya cerna pada ruminan
sering tidak bisa menggambarkan hasil yang diinginkan. Hal ini telah
menyebabkan digunakanya ADF sebagai standar untuk menguji daya cerna
hijauan, meskipun NDF lebih baik hubunganya dengan ruminasi (mamah biak),
efisiensi dan konsumsi pakan. Standar kebutuhan serat untuk ruminansia hanya
bisa dinyatakan dengan nilai NDF, hal ini disebabkan hemiselulosa mempunyai
pengaruh yang besar. Nilai NDF adalah kandungan semua serat yang teranalisis,
dan ini satu-satunya cara yang bisa menggambarkan kandungan serat meskipun
dari bahan hijauan atau konsentrat yang berbeda. Untuk itu NDF adalah satu-
satunya analisis serat yang bisa merangking komponen pakan mulai dari yang
tidak berserat, sedikit mengandung serat sampai pada bahan yang sangat tinggi
seratnya seperti jerami dan selulosa.
Perkembangan lain dengan ditemukanya serat melalui analisis NDF adalah
adanya kenyataan bahwa komponen yang larut mempunyai pengaruh phisiologis
yang berbeda dengan matrik yang tidak larut. Pada ruminan komplek yang terlarut
semuanya dapat difermentasikan, sehingga dalam hal ini juga komponen yang
terlarut oleh larutan detergen netral termasuk didalamnya pati dan gula-gula
terlarut lainya mengalami hal yang sama. Demikian juga NDF telah diakui
sebagai komponen bahan pangan yang diperlukan dalam menu pada makanan
manusia.
Protein NDF. Ekstraksi dengan larutan detergen netral tidak melarukan
semua protein dalam matrik dinding sel, tetapi sebagian tetap terikat secara
kovalen pada polysakarida dinding sel. Sebagian juga terikat akibat adanya
reaksi Maillard akibat pemanasan dan sebagian lagi mungkin terendapkan
bersama tanin. Hanya sebanyak 80 % diperkirakan protein dapat terlarut dengan
larutan detergen netral selebihnya diduga hanya protein yang rendah daya
larutnya atau terikat dengan matrik dinding sel sehingga merupakan bagian yang
tidak dapat dicerna. Untuk alasan tersebut maka bagian protein yang terlarut
dengan larutan detergen netral dapat digunakan sebagai cara untuk mengetes
protein terlarut dari suatu bahan pakan.
Prosedur analisis. Timbang bahan sampel sebanyak 0.5 – 1 g (kering udara
dan sudah digiling) masukan kedalam gelas beaker 600 ml. Tambahkan 100 ml
larutan detergen netral dan 2-3 tetes decalin. Simpan ditempat pemanasan (hot
plate) tunggu antara 5-6 menit sampai mulai panas kemudaian dihitung waktu
pemanasanya selama 60 menit sambil di reflux dengan aliran air untuk
menghindari sampel yang nempel didinding gelas dan tidak terendam larutan
(Gambar 2). Apabila mengerjakan lebih dari satu sampel bisa ditambah 3 menit
antara satu dengan lainya untuk memberikan semua bahan yang dilarutkan
dimulai dari panas yang cukup. Setelah 60 menit dididihkan baker diambil dari
pemanas dan dibiarkan sebentar supaya bahan padatan mengendap dibawahnya.
Siapkan gelas saring pada tempatnya dan panaskan dengan air mendidih. Bahan
larutan kemudian disaring secara pelan-pelan mulai dari bahan cairan yang
terlarut cukup dengan vaccum yang rendah dayanya. Kemudian bagain
padatanya bisa dimasukan ke saringan sambil dibilas dengan air mendidih sampai
semua sampel habis masuk ke gelas saring. Vaccum bisa ditambah kekuatanya
sesuai dengan kebutuhan. Sampel dicuci sekitar 2 kali dengan air panas, 2 kali
dengan aseton dan kemudian dapat dikeringkan. Crusibel dapat dikeringkan
minimal selama 8 jam (atau disimpan semalam apabila analsis dilanjutkan hari
berikutnya) pada suhu 105o
C dalam oven yang dilengkapi dengan sistem kipas.
Setelah ditimbang akan didapatkan berat kering resisu NDF, kemudian sampel
dibakar dalam tanur 500o
C cukup selama 3 jam. Pindahkan kedalam oven sampai
suhunya kembali menjadi 105o
C kemudain ditimbang. Bahan yang tersisa pada
crusible adalah abu dari dinding sel.
3. Analisa Energi
Kata energi berasal dari bahasa Yunani yaitu : En = in artinya dalam dan
Ergon artinya kerja. Sehingga kata energi diartikan sebagai dalam bentuk kerja.
Energi ada beberapa macam diantaranya :
1. Energi mekanik
2. Energi Cahaya
3. Energi panas
4. Energi nuklir
5. Energi aliran panas dan
6. Energi molekuler atau energi kimia yang sangat berperanan sekali
dalam bidang ilmu makanan ternak dan nutrisi.
Prinsip Dasar
Adanya perubahan energi kimia dalam molekul bahan makanan ke dalam
bentuk energi kinetik dari suatu reaksi metabolic yang dapat menimbulkan kerja
atau panas. Menurut La voisier dan La place tahun 1780 dari Perancis bahwa
panas yang diproduksi hewan berasal dari oksidasi zat organik bahan makanan
yang disuplai, dapat dijadikan sumber energi akibatnya nilai energi yang
dihasilkan dapat dijadikan criteria nilai gizi pakan atau ransum yang dikonsumsi
hewan tersebut.
Pembakaran bahan makanan berlangsung sebagai berikut :
CHO + O2 CO2 + H2O + gas + panas.
Pembakaran makanan tersebut menggunakan oksigen (O2) dan menghasilkan
energi bruto atau gross energi (GE). Pengukuran energi brotu ini menggunakan
alat Bomb Calorimeter (perubahan suhu akibat pembakaran pakan dengan
oksigen). Pengukuran energi bahan makanan ternak atau ransum menggunakan
satuan-satuan atau indicator angka sebagai jumlah energi yang dinyatakan dalam
satuan :
1. Kalori (kal) yaitu jumlah panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan
temperatur 1 gram air dari suhu 14.5o
C menjadi 15.5o
C.
2. Them adalah jumlah panas yang dibituhkan untuk menaikkan suhu 1 ton air
1o
C.
3. British Them Unit = BTU adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk
menaikkan suhu 1 liter air 1o
F.
4. Joule = 107 Erg adalah jumlah panas yang dibituhkan untuk memindahkan
1 liter air/barang sejauh 0.7375 kaki.
Nilai setara kalori untuk energi adalah sebagai berikut :
1. 1 kalori (kal) setara 4.184 Joule (J) Crampton
2. 1 kalori (kal) setara 5.183 Internasional Joule (Kleiber)
3. 1 BTU setara 0.252 kkal.
4. 1 kilo kalori (kkal) setara 3.96 BTU.
Setiap kandungan nutrien mempunyai nilai setara kalor (energi) yang
berbeda yaitu :
1. Protein setara 5.65 kkal/g
2. Karbohidrat setara 4.10 kkal/g
3. Lemak setara 9.45 kkal/g
Sehingga rasio sumbangan energi kandungan nutrien tersebut (Protein : KH :
Lemak) adalah 1 : 1 :2.5 kali.
Kalorimeter ada 2 macam yaitu :
1. Bomb Calorimeter terdiri dari : Adiabatic Calorimeter dan Isotermik
Calorimeter.
2. Animal Calorimeter untuk mengukur energi metabolic seperti : Basal
Metabolic Rate (BMR), RQ dan NE.
Karakteristik Adiabatic Bomb Calorimeter :
1. Panas tidak langsung, tidak ada panas yang menyeberang.
2. Mempunyai 2 suhu, sehingga perlu menyamakan suhu dan disetarakan
sehingga tidak saling mempengaruhi.
Sedangkan karakteristik Isothermic Bomb Calorimeter adalah panas
bersambung, dan hanya ada satu suhu.
Komponen Bomb Calorimeter adalah :
1. Jacket
2. Bucket untuk tempat air (suhu konstan)
3. Bomb berisikan cawan, kawat platina dan sample dalam bentuk pellet,
kemudian dialirkan oksigen untuk pembakarannya.
Pengukuran energi bahan makanan ternak atau ransum menggunakan Bomb
Calorimeter yang dikoreksi dengan beberapa faktor koreksi yaitu :
a. Koreksi penggunaan asam, 1 ml Na2CO3 = 1 kalori.
b. Koreksi kawat terbakar, 1 cm kawat = 2.3 kalori.
c. Koreksi sulfur (S), bila kandungan S bahan makanan ternak lebih besar dari
0.1% dimana 1 gram S = 1.4 kkal.
Tabel 4. Kandungan energi bruto beberapa bahan pakan.
Bahan Energi Bruto (kkal/g)
Jagung
Kacang kedelai
Dedak Gandum
Glukosa
Karbohidrat
Lemak babi
Casein
4.43
2.52
4.54
3.76
3.75-4.25
9.48
5.86
Sebelum dilakukan analisa energi, Bomb Calorimeter disetarakan dulu
dengan memperhitungkan faktor koreksi tersebut. Kandungan energi bruto (Gross
Energi = GE) beberapa bahan makanan ternak bisa dilihat pada tabel2.
Nilai GE dari karbohidrat berkisar antara 3.75 – 4.25 kkal, sedangkan nilai
GE untuk protein lebih tinggi daripada karbohidrat, tetapi di dalam tubuh ternak,
energi protein tidak dapat dipergunakan seluruhnya, energi ini akan keluar dalam
bentuk ikatan asam urat atau urea yang masih mengandung GE sekitar 1.25 kkal,
sehingga energi yang akan didapat dalam tubuh ternak yang berasal dari protein
hampir sama dengan karbohidrat yaitu : 4.25 kkal (5.50-1.25). Nilai energi bruto
(GE) untuk macam-macam protein dan lemak diperlihatkan pada tabel 3 (nilai
rata-rata GE protein = 5.20 kkal dan rata-rata GE lemak = 9.35 kkal).
Tabel 5. Kandungan energi bruto bahan sumber protein dan lemak.
Bahan Energi Bruto (kkal/g)
Daging sapi
Gelatin
Albumin telur
Kuning telur
Kacang-kacangan
Sayur-sayuran
Lemak daging, ikan dan telur
Lemak hasil ternak perah
Lemak butiram
5.65
5.60
5.71
5.84
5.70
5.80
9.50
9.25
9.30
Penggunaan Energi Oleh Ternak
Energi karbohidrat digunakan ternak sebanyak 95% sedangkan energi
protein hanya 70%, sehingga penggunaan energi karbohidrat lebih efisien
dibandingkan protein dan lemak. Diantara gizi lainnya, lemak mempunyai
kandungan energi paling tinggi yaitu sebesar 2.25 kali karbohidrat dan protein.
Perbedaan ini disebabkan oleh kandungan oksigen dalam molekul. Dalam molekul
karbohidrat terdapat cukup oksigen untuk pembakaran hydrogen yang
dikandungnya, sehingga panas yang dikeluarkan hanya dari pembakaran atau
oksidasi karbon (C). Pada lemak relatif sedikit oksigen, sehingga memerlukan
oksigen lebih banyak untuk pembakaran hydrogen (H) da karbon (C). Untuk
pembakaran 1 gram H menghasilkan panas 4 kali lebih banyak dari pembakaran
C, sehingga panas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan denagan protein da n
karbohidrat. Dalam lemak kasar, selain lemak murni tergolong dalam trigliserida,
terdapat juga zat-zat lain yang larut dalam ether. Zat-zat tersebut akan
mengurangi manfaat lemak sebagai sumber energi untuk ternak atau hewan
lainnya.
BAB III
KIMIA MAKANAN TERNAK
KUALITAS PROTEIN
Kegunaan dari protein bahan makanan relatif tergantung pada keperluan
hewan terhadap banyaknya protein, sedang pada beberapa hewan seperti ayam
dan babi juga tergantung pada asam-asam amino esensial yang terdapat dalam
bahan makanan tersebut. Pada hewan-hewan tersebut asam-asam amino tertentu
harus tersedia dalam ransum. Asam-asam amino ini disebut asam-asam amino
esensial. Bahan makanan dikatakan mempunyai kualitas protein yang baik apabila
bahan makanan tersebut dapat menyediakan seluruh asam-asam amino esensial
dalam perbandingan hampir mendekati sama dengan yang ada pada protein yang
akan dibentuk, ditambah sumber N yang lain untuk membentuk asam amino yang
tidak esensial. Sedang yang dikatakan asam amino esensial yaitu asam-asam
amino yang tidak dapat disintesis dalam tubuh hewan dalam kecepatan yang
diperlukan untuk pertumbuhan yang normal. Misalnya arginine untuk tikus adalah
esensial, walaupun asam amino ini dapat dibentuk oleh tubuh tikus, tapi tidak
dalam kecepatan yang cukup untuk pertumbuhannya.
Penentuan kualitas protein dapat berdasarkan :
1. Kimia
2. Biologis, yaitu dengan BV, PER, Replacement Value, dll.
Secara kimia, penentuan protein diperhitungkan secara :
1. Chemical Score
Menurut Block & Mitchell, kualitas protein ditentukan oleh asam-asam amino
yang relatif paling kekurangan. Di sini protein standar yaitu protein telur.
Dengan membandingkan tiap-tiap asam amino dari bahan tersebut kita akan
mendekati asam amino yang paling defisien.
Tabel 6. Perbandingan komposisi asam amino telur dan gandum
Asam amino % AA dalam
protein telur
% AA dalam
protein gandum
% AA defisien
dalam gandum
Arginine 6,4 4,2 -34
Histidine 2,1 2,1 0
Lysine 7,2 2,7 -63
Tryptophan 1,5 1,2 -20
Tyrosine 4,5 4,4 -2
Phenilalanine 6,3 5,7 -10
Cystine 2,4 1,8 -25
Methionine 4,1 2,4 -39
Cystine & Methionine 6,5 4,3 -34
Threonine 4,9 3,3 -33
Leucine 9,2 6,8 -26
Isoleucine 8 3,6 -55
Valine 7,3 4,5 -37
Asam amino yang paling defisien adalah Lysine. Chemical Score dari protein
gandum 100 – 63 = 37.
2. Secara EAAI = Essential Amino Acid Index
Oser mengembangkan pendapat Block dan Mitchell, ia berpendapat bahwa
seharusnya dalam menentukan kualitas protein tidak saja asam amino esensial
yang paling defisien yang harus diperhatikan tapi seluruh asam amino esensial
dari bahan tersebut harus dipertimbangkan. Juga dipakai sebagai protein standar
adalah protein telur.
10
100
.........
100100100
eeee n
n
c
c
b
b
a
a
EAAI ××××=
a – n = % asam amino dari protein yang dinilai
ae – ne= % asam amino dari protein telur
untuk memudahkannya :






+++=
eee n
n
b
b
a
a
EAAI
100
log...........
100
log
100
log
10
1
log
a – n = % asam amino dari protein yang dinilai
ae – ne= % asam amino dari protein telur
untuk memudahkannya :






+++=
eee n
n
b
b
a
a
EAAI
100
log...........
100
log
100
log
10
1
log
3. Supplementary Effect
Apabila beberapa protein yang mempunyai kekurangan asam amino
dikombinasikan, maka secara biologis protein campuran ini akan bertambah nilai
biologisnya oleh karena adanya supplementary effect.
Misalnya suatu protein tubuh harus dibentuk asam-asam amino A, B, C, D, E
dengan perbandingan 48, 10, 4, 32, 6. Jadi mempunyai susunan A48B10C4D32E6.
Apabila sumber protein yang diberikan :
Protein I dengan susunan A26B28C2D34E10 kegunaan protein ini tergantung
daripada C. Selama C hanya mempunyai persediaan 2, maka protein tubuh yang
dibentuk :
A24B5C2D16E3 (= ½ x A48B10C4D32E6).
Jadi protein I hanya digunakan 50 %, sisanya A2B23C8D18E7 (A26B28C2D34E10 –
A24B5C2D16E3) akan dibakar sebagai energi. Dalam hal ini kita dapat
memperbaikinya dengan :
1. Penambahan asam-asam amino murni
2. Memberikan campuran dengan protein
Misalkan kita berikan campuran protein ke-II yang mempunyai susunan
A46B18C6D20E10.
Jadi : Ideal A48B10C4D32E6
Protein I A26B28C2D34E10
Protein II A46B18C6D20E10
Camp. I + II A36B23C4D27E10
Protein untuk sintesis protein tubuh : A36B7C3D24E5 = 75 %
Penggunaan untuk energi : A0B16C1D3E5 = 25 %
Pada umumnya protein tumbuh-tumbuhan mempunyai kadar lysine rendah
sedangkan tepung darah walaupun tidak kaya asam-asam amino, akan tetapi
mempunyai kadar lysine yang tinggi sehingga baik dipergunakan sebagai
suplemen pada protein tumbuh-tumbuhan. Perbedaan kualitas protein nabati dan
hewani dilihat dari segi asam amino yang dikandungnya terlihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Asam Amino dari Protein Nabati dan Hewani
Asam amino Butir-butiran* Protein hewani+ Standar
telur
Arginine 4,8 5,7 6,4
Histidine 2,1 3,3 2,1
Lysine 3,1 7,7 7,2
Tyrosine 4,8 3,9 4,5
Tryptophane 1,2 1,1 1,5
Phenilalanine 5,7 5,4 6,3
Cystine 1,7 1,2 2,4
Methionine 2,3 2,6 4,5
Threonine 3,4 4,5 4,9
Leucine 7,1** 9,2 9,2
Isoleucine 4,3 4,9 8,0
Valine 5,2 6,6 7,3
*Wheat, jagung, rye, oats
**Tidak termasuk dalam rate ini : Jagung
+
Tankage, tepung darah, ikan, susu
Susu, telur dan daging dapat menyediakan asam amino dalam perbandingan
yang hampir mendekati kesempurnaan untuk digunakan.
BAB IV
BAHAN MAKANAN TERNAK NABATI
Pakan berperanan sangat penting dalam menentukan produktivitas ternak.
Kira-kira 25% dari perbedaan produksi ternak dikarenakan oleh keturunan
sedangkan 75% sisanya ditentukan oleh faktor lingkungan dengan pakan sebagai
faktor penentu terbesar.
Konsentrat adalah pakan yang tinggi kandungan ekstrak tiada nitrogen (Beta-
N) dan rendah kandungan serat kasar (SK) yaitu lebih rendah dari 18%.
Kandungan protein pakan dapat dibagi 2 yaitu : (1) Konsentrat sumber energi, (2)
konsentrat sumber energi da protein.
Karena konsentrat realtif mengandung serat kasar yang rendah, maka
hampir semua konsentrat mempunyai kecernaan yang tinggi. Butiran
mengandung sejumlah besar pati yang dengan mudah dapat dicerna dan diserap
ternak. Sebaliknya protein dari butiran kebanyakan defisiensi akan asam amino
lisin. Hal ini tidak masalah yang besar untuk ternak ruminansia, tetapi akan
bermasalah pada ternak nonruminansia yang makanan utamanya berasal dari
butiran.
Dalam bab hijauan ditekankan pentingnya hijauan yang berkualitas baik.
Tetapi untuk mengefisienkan produksi ternak, konsentrat biasanya diperlukan
sebagai bahan tambahan pada hijauan. Hal ini karena pada ternak yang diberi
hijauan saja tidak dapat memenuhi kebutuhannya untuk produksi yang tinggi
mengingat hijauan mempunyai kecernaan dan energi neto yang rendah.
A. BUTIR-BUTIRAN DAN LIMBAHNYA
Konsentrat sumber energi adalah bahan makanan ternak yang tinggi
kandungan energi dan rendah kandungan serat kasar (<18%), serta umumnya
mengandung protein yang lebih rendah dari 20%.
1. Jagung (Zea mays)
Tinggi rendahnya produksi jagung tergantung pada tipe jagung yang dipakai,
pemupukan serta cuaca. Jagung merupakan pakan yang sangat baik untuk
ternak. Jagung sangat disukai ternak dan pemakaiannya dalam ransum ternak
tidak ada pembatasan, kecuali untuk ternak yang akan dipakai sebagai bibit.
Pemakaian yang berlebihan untuk ternak ini dapat menyebabakan kelebihan
lemak.
Jagung tidak mempunyai anti nutrisi dan sifat pencahar. Walaupun demikian
pemakaian dalam ransum ternak terutama untuk bibit perlu dibatasi karena
penggunaan jagung yang tinggi dapat mengakibatkan sulitnya ternak untuk
berproduksi. Disamping itu penggunaannya pada ternak muda yang akan dipakai
bibit perlu dibatasi karena selain tidak ekonomis bila dipergunakan tinggi dalam
ransum juga karena penggunaan yang terlampau tinggi dapat menyulitkan ternak
tersebut untuk berproduksi.
Secara kualitatif kualitas butiran jagung dapat diuji dengan menggunakan
bulk density ataupun uji apung. Bulk density butiran jagung yang baik adalah
626.6 g/liter, sedangkan untuk jagung giling yang baik berkisar antara 701.8 –
722.9 g/liter. Makin banyak jagung yang mengapung berarti makin banyak jagung
yang rusak. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, dan bau dapat
dipakai untuk mengetahui kualitas jagung yang baik.
Kualitas jagung scara kuantitatif dapat dilakukan diaboratorium dengan
menggunakan metode proksimat (tabel 8). Minmum data kadar bahan kering,
protein kasar dan serat kasar harus diketahui setiap kali pengiriman jagung.
Gambar 3. Pohon Jagung dan Jagung kuning pipilan
Jagung merupakan butiran yang mempunyai total nutrien tercerna (TDN) dan
net energi (NE) yang tinggi. Kandungan TDN yang tinggi (81.9%) adalah karena :
(1) jagung sangat kaya akan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N) yang hampir
semuanya pati, (2) jagung mengandung lemak yang tinggi dibandingkan semua
butiran kecuali oat, (3) jagung mengandung sangat rendah serat kasar, oleh
karena itu mudah dicerna. Kandungan protein jagung rendah dan defisiensi asam
amino lisin. Dari butiran yang ada, hanya jagung kuning yang mengandung
karoten. Kandungan karoten jagung akanmenurun dan atau hilang selama
penyimpanan.
2. Dedak Padi (Oriza sativa)
Dedak padi diperoleh dari penggilingan padi menjadi beras. Banyaknya
dedak padi yang dihasilkan tergantung pada cara pengolahan. Sebanyak 14.44%
dedak kasar, 26.99% dedak halus, 3% bekatul dan 1-17% menir dapat dihasilkan
dari berat gabah kering.
Dedak padi cukup disenangi ternak. Pemakaian dedak padi dalam ransum
ternak umumnya sampai 25% dari campuran konsentrat. Walaupun tidak
mengandung zat antinutrisi, pembatasan dilakukan karena pemakaian dedak padi
dalam jumlah besar dapat menyebabkan susahnya pengosongan saluran
pencernaan karena sifat pencahar pada dedak. Tambahan lagi pemakaian dedak
padi dalam jumlah besar dalam campuran konsentrat dapat memungkinkan
ransum tersebut mudah mengalami ketengikan selama penyimpanan.
Secara kualitatif kualitas dedak padi dapat diuji dengan menggunakan bulk
density ataupun uji apung. Bulk density dedak padi yang baik adalah 337.2 –
350.7 g/l. Makin banyak dedak padi yang mengapung, makin jelek kualitas dedak
padi tersebut. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, bau dan uji
sekam (flouroglusinol) dapat dipakai untuk mengetahui kualitas dedak padi yang
baik. Bau tengik merupakan indikasi yang baik untuk dedak yang mengalami
kerusakan.
Gambar 4. Dedak padi
Kualitas dedak padi secara kuantitatif dapat dilakukan dilaborotorium dengan
menggunakan metode proksimat (tabel 8).
Dedak padi yang berkualitas baik mempunyai protein rata-rata dalam bahan
kering adalah 12.4%, lemak 13.6% dan serat kasar 11.6%. Dedak padi
menyediakan protein yang lebih berkualitas dibandingkan dengan jagung. Dedak
padi kaya akan thiamin dan sangat tingi dalam niasin.
3. Pollard (dedak gandum – Triticum sativum lank)
Pollard merupakan limbah dari penggilingan gandum menjadi terigu. Angka
konversi pollard dari bahan baku sekitar 25-26%. Pollard merupakan pakan yang
popular dan penting pada pakan ternak, karena palatabilitanya cukup tinggi.
Pollard tidak mempunyai antinutrisi, tetapi penggunaan pollard perlu dibatasi
mengingat adanya sifat pencahar yang ada pada pollard. Karena danya sifat
pencahar, maka pollard akan bernilai apabila diberikan pada ternak yang baru
atau setelah melahirkan. Pollard juga akan bernilai sangat baik apabila diberikan
pada ternak-ternak dara.
Secara kualitatif kualitas pollard dapat diuji dengan menggunakan uji bulk
density ataupun uji apung. Bulk density pollard adalah 208.7 g/l. Bulk density yang
lebih besar atau lebih kecil dapat berarti adanya kontaminasi atau pemalsuan.
Makin banyak pollard yang mengapung, makin banyak sekam yang terdapat pada
pollard tersebut. Uji flouroglunicol dapat juga dipakai untuk menguji sekam pollard.
Selain itu juga uji organoleptik seperti tekstur, raa, warna dan bau dapat dipakai
untuk mengetahui pollard yang baik. Kualitas pollard secara kuantitatif dapat
dilakukan dilaboratorium dengan mengunakan metode proksimat (tabel 8).
Gambar 5. Pollard halus (giling)
Pollard merupakan salah satu pakan ternak yang popular, dan nilai produksi
yang dihasilkan tampaknya lebih besar daripada yang diperkirakan dari
kandungan protein dan kecernaan nilai zat makanannya. Pemberian pollard
biasanya dicampur dengan butiran dan dengan pakan yang kaya protein seperti
bungkil-bungkilan. Pollard mempunyai nilai yang tinggi ketika dipakai lebih dari ¼
bagian konsentrat.
Kualitas protein pollard lebih baik dari jagung, tetapi rendah daripada kualitas
protein bungkil kedelai, susu, ikan dan daging. Pollard kaya akan phospor (P)
feerum (fe) tetapi miskin akan kalsium (Ca). Pollard mengandung 1.29% P, tetapi
hanya mengandung 0.13% Ca. Bagian terbesar dari P ada dalam bentuk phitin
phospor. Pollard tidak mengandung vitamin A atau vitamin, tetapi kaya akan niacin
dan thiamin.
4. Ampas Bir
Bir dibuat dari bahan baku yang terdiri dari gandum, beras dan jagung. Untuk
setiap kilogram bahan baku akan menghasilkan limbah yang sama banyaknya
yaitu satu kilogram. Ampas bir cukup disukai ternak, sedangkan ampas segar
yang telah disimpan tanpa perlakuan yang baik dapat menurunkan palatabilitas.
Ampas bir yang dibuat dari bijian yang tidak mengandung antinutrisi, maka
ampas bir juga tidak mengandung antinutrisi. Ampas bir yang dibuat dari bahan
baku gandum akan mempunyai sifat pencahar, sedangkan bila dipergunakan
butiran lain yang tidak mempunyai sifat pencahar, maka ampas bir yang
dihasilkannya pun tidak mempunyai sifat pencahar.
Secara kualitatif kualitas tepung ampas bir dapat diuji dengan menggunakan
bulk density ataupun uji apung. Selain itu juga organoleptik seperti tekstur, rasa,
warna dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas ampas bir, analisa PK
dan SK perlu dilakukan.
5. Shorgum (Shorgum bicolor)
Kulaitas shorgum hampir mirip dengan jagung (tabel 8), walaupun ukuran
butirannya lebih kecil. Proteinnya umumnya lebih tinggi daripada jagung, tapi
lemaknya lebih rendah. Kandungan methioninnya hampir sama dengan jagung,
namun lisinnya lebih rendah.
Kandungan serat kasar shorgum cukup rendah sehingga dapat diberikan
pada unggas, tapi bila pengunaannya menggantikan jagung perlu diperhatikan
karena shorgum tidak mempunyai xanthopyll. Penggunaan shorgum perlu
mendapatkan perhatian karena kandungan tanninnnya yang tinggi. Diduga
kandungan tannin ini dapat menyebabkan gangguan pada ternak.
Gambar 6. Shorgum
6. Biji Kedele (Glycine max)
Produksi per hektar tergantung tipe kedele, jenis tanah, pemupukan serta
cuaca. Biji kedele sangat disukai ternak. Pemakaian yang terlalu tinggi tanpa
diikuti dengan penambahan hijauan berkualitas baik akan berdampak negatif pada
kandungan vitamin A dan warna kuning lemak mentega yang dihasilkan.
Biji kedelai mengandung zat penghambat protease yang bila bergabung
dengan trypsin akan membentuk senyawa kompleks yang tidak aktif. Penghambat
ini dapat menyebabkan hipertropy pada pancreas. Mode aksi dari penghambat ini
adalah dihambatnya sekresi enzym pancreas. Perlakuan pemanasan pada
temperatur yang tepat (250o
F selama 2.5-3.5 menit) dapat menghancurkan bahan
ini. Anti vitamin B-12 merupakan cara yang terbaik untuk menanggulangi masalah
ini. Goitrogens merupakan bahan yang menghampbat penyrapan yodium.
Secara kualitatif kualitas tepung kedele dapat diuji dengan menggunakan
bulk density ataupun uji apung. Bulk density tepung kedelai tidak dikuliti yang baik
adalah 642.3 g/l. Makin banyak bahan yang mengambang pada uji apung
menandakan, makin banyak biji yang rusak yang terdapat pada biji kedele
tersebut. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat
dipakai untuk mengetahui kualitas tepung kedele yang baik.
Gambar 7. Pohon Kedelai
Kualitas tepung kedele secara kuantitatif dapat dilakukan dilaboratorium
dengan menggunakan metode proksimat (tabel 8).
Tepung kedelai mengandung protein yang tinggi dibandingkan dengan bijian
lainnya yang umum dipakai untuk pakan. Kandungan protein kasar rata-rata
tepung kedele adalah 37.9%.
Tepung kedele juga tinggi kandungan lemaknya (18%) dan rendah
kandungan serat kasarnya (5%). TDN tepung kedele lebih tinggi dari jagung. Hal
ini dapat dimengerti karena tingginya kadar lemak pada kedele. Varietas kedele
hitam mengandung lemak yang lebih rendah dari varietas kuning.
Kedele agak rendak kandungan Ca (0.25%). Kandungan phospor kedele
juga randah (0.59) bila dibandingkan dengan kandungan phospor pada bungkil
kapas dan gandum. Seperti halnyabijian lainnya, kedele defisiensi vitamin D dan
tidak mengandung caroten. Walaupun kedele mengandung riboflavin yang
rendah, kandungan ini masih lebih tinggi dari jagung dan oat.
7. Bungkil Kedele
Bungkil kedele merupakan limbah dari industri minyak biji kedele. Bungkil ini
sangat disukai oleh ternak. Namun penggunaannya perlu diperhatikan karena zat
penghambat trypsin mungkin masih tersisa pada bungkil kedele yang diproduksi
dengan pemakaian suhu yang rendah.
Secara kualitatif kualitas bungkil kedelai dapat diuji dengan menggunakan
bulk density ataupun uji apung. Bulk density bungkil kedele yang baik adalah
594.1-610.2 gr/l. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau
dapat dipakai untuk mengetahui kualitas bungkil kedelai yang baik. Uji sekam
dengan larutan flouroglusinol dapat juga dilakukan untuk mengevaluasi kualitas
bungkil kedele.
Gambar 8. Bungkil Kedelai dan Penyimpanannya
Kualitas bungkil kedele secara kuantitatif dapat dilakuakan dilaboratorium
dengan menggunakan metode proksimat (tabel 8). Kandungan protein bungkil
kedele yang diperoleh dengan cara mekanik adalah 41% dan mempunyai
kandungan lemak 4.8%, sedangkan yang diperoleh dengan pelarutan mempunyai
kandungan lemak sebesar 1.32%. Bungkil kedele mengandung serat kasar lebih
rendah dibandingkan bungkil biji kapas.
Bungkil kedele agak rendah mengadung kalsium (0.27%). Kandungan
phospor lebih rendah dibandingkan dengan bungkil biji kapas yaitu rata-rata
0.63%. Seperti biji kedele, bungkil kedele tidak menyediakan carotin dan vitamin
D. Bungkil kedele tidak kaya riboflavin tetapi kandungannya lebih tinggi
dibandingkan dengan jagung dan butiran lainnya. Kandungan niacin tidak tinggi.
Kandungan thiamin bungkil kedele sama dengan butiran lainnya.
8. Ampas Tahu
Ampas tahu merupakan limbah dari pabrik tahu yang jumlahnya bervariasi
tergantung dari proses pembuatan. Jumlah ampas tahu yang dihasilkan berselang
dari 25% sampai 67% dengan rata-rata adalah 39.2%. Ampas ini cukup disukai
ternak terutama yang masih segar.
Ampas tahu berasal dari kedele dan oleh karena itu anti nutrisi yang terdapat
pada ampas tahu adalah sama dengan kedele hanya konsentrasinya lebih sedikit
karena telah mengalami pengolahan. Ampas tahu tidak mempunyai sifat
pencahar. Akan tetapi penanganan ampas tahu segar harus sebaik mungkin,
Penanganan yang tidak baik terhadap ampas tahu segar dapat mengakibattkan
penurunan nilai nutrisi dan juga menurunkan palatabilitas.
Secara kualitatif ampas tahu dapat diuji dengan bulk density. Selain itu uji
oragnoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat dipakai untuk mengetahui
kualitas ampas tahu yang baik. Kualitas ampas tahu secara kuantitatif dapat
dilakukan dilaboratorium dengan metode proksimat (tabel 8).
Gambar 9. Ampas Tahu
Ampas tahu tersedia dalam bentuk basah. Kandungan air ampas tahu tinggi
yaitu sekitar 89.96%. Komposisi kimia ampas tahu bervariasi yang salah satunya
tergantung pada proses pembuatan yang beragam. Ampas tahu sudah banyak
digunakan untuk pakan ternak. Dilapangan ampas tahu digunakan berkisar 12%
sampai 95% dari campuran konsentrat. Berdasarkan perhitungan kadar air yang
ada pada ampas tahu, maka sebaiknya ampas tahu basah tidak diberikan ke
ternak lebih dari 41%. Kandungan TDN ampas tahu berkisar antara 21-24%
tergantung pada cara pengolahan dan kualitas bahan baku.
9. Ampas Kecap
Bahan baku untuk membuat kecap adalah biji kedele. Ampas kecap
dihasilkan sebesar 59.7% dari bahan baku kedele. Ampas ini cukup disukai oleh
ternak.
Ampas kecap berasal dari kedele dan oleh karena itu anti nutrisi yang
terdapat pada ampas kecap adalah sama dengan kedele hanya konsentrasinya
lebih sedikit karena telah mengalami pengolahan. Ampas kecap tidak mempunyai
sifat pencahar. Tetapi perlakuan yang tidak baik terhadap ampas kecap
khususnya ampas kecap segar dapat mengakibatkan tumbuhnya jamur yang
selanjutnya dapat mengakibatkan menurunnya nilai nutrisi ampas tersebut.
Secara kualitatif kualitas ampas kecap dapat diuji dengan menggunakan bulk
density ataupun uji apung. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna
dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas ampas kecap yang baik.
Kualitas ampas kecap secara kualitatif dapat dilakukan dilaboratorium dengan
menggunakan metode proksimat (tabel 8).
Ampas kecap masih mempunyai nilai gizi yang baik. Oleh karena itu
dibeberapa daerah ampas kecap masih dipergunakan untuk makanan manusia.
Ampas kecap mempunyai kandungan protein berkisar antara 21-34% tergantung
pada proses pengolahan dan kualitas bahan baku yang digunakan.
10. Kacang Tanah (Arachis hypogea)
Produksi per hektar tergantung pada jenis kacang tanah, jenis tanah,
pemupukan dan cuaca. Kacang ini disukai ternak dan merupakan pakan
suplementasi protein dari tumbuhan yang secara luas dipakai untuk ternak.
Goitrogens adalah antinutrisi yang terdapat pada kacang tanah. Anti nutrisi
ini dapat mengakibatkan thyroid membesar. Perlakuan panas dan pemberian
yodium (I) yang cukup merupakan metode yang baik untuk menanggulangi
masalah anti nutrisi ini. Selain kacang tanah mempunyai sifat pencahar, sehingga
perlu pembatasan penggunaannya dalam ransum.
Gambar 10. Kacang Tanah
Secara kualitaitif kualitas kacang tanah dapat diuji dengan menggunakan
bulk density. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur. Rasa, warna dan bau dapat
dipakai untuk mengetahui kualitas kacang tanah yang baik. Kualitas kacang tanah
secara kuantitatif dapat dialkuka dilaboratorium dengan menggunakan metode
prosimat.
Meskipun kacang tanah yang tidak dikuliti mengandung serat kasar tinggi,
mereka mempunyai TDN yang tinggi karena tingginya kandungan lemak (36%).
Seperti kedele, kacang tanah juga defisien dalam carotin, vitamin D, kalsium (Ca)
dan mengandung phospor yang tidak terlalu tinggi.
11. Bungkil Kacang Tanah
Bungkil kacang tanah adalah merupakan limbah dari pengolahan minyak
kacang tanah. Bungkil kacang tanah disukai ternak dan merupakan supplemen
protein tumbuhan yang berkualitas baik. Tapi bungkil ini mempunyai anti nutrisi
yang dapat mengakibatkan kelenjar thyroid membesar dan juga mempunyai sifat
pencahar, tapi pengaruhnya lebih randah dibandingkan dengan kacang tanah.
Secara kualitatif kualitas bungkil kacang tanah dapat diuji dengan uji bulk
density ataupun uji apung. Bulk density bungkil kacang tanah adalah 465.6 g/l.
Selain itu juga uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat dipakai
untuk mengetahui kualitas bungkil kacang tanah yang baik. Uji sekam dengan
flouroglucinol dapat juga dilakukan. Kualitas bungkil kacang tanah secara
kuantitatif dapat dilakukan dilaboratorium dengan menggunakan metode
proksimat (tabel 8).
Bungkil kacang tanah mengandung protein sekitar 46.62% dan serat kasar
5.5%. Bila serat kasar lebih tinggi maka telah terjadi pemalsuan sekam dan
karena itu produk tersebut tidak dapat disebut bungkil kacang tanah tetapi bungkil
kacang tanah dan sekam.
Bungkil kacang tanah mempunyai protein tercerna (DP) 42.4% dan TDN
84.5%. Nilai ini lebih tinggi dari bungkil kedele. Bungkil kacang tanah dan sekam
mengandung protein kasar (PK) 41%, protein tercerna 36.6% dan total nutrien
tercerna (TDN) 73.3% lebih tinggi dari PK, DP dan TDN bungkil biji kapas.
Tabel 8. Komposisi kimia butir-butiran dan limbahnya (%BK)
Bahan BK Abu PK Lemak SK BetaN Ca P
Jagung
Dedak kasar
Dedak halus
Bekatul
Menir
Shorgum
Pollard
Bungkil kedelai
Bk. K. anah
Kacang tanah
Ampas tahu
Ampas Kecap
Ampas Bir
88.0
89.6
88.2
88.2
89.2
89.0
88.0
88.0
89.2
-
11.0
12.0
23.7
2.41
15.87
12.28
10.04
3.00
2.40
3.60
6.97
5.51
-
11.04
12.00
23.70
10.82
6.53
9.80
11.37
7.31
11.00
16.90
47.12
35.78
-
3.26
29.31
5.81
5.89
2.36
4.81
7.03
1.70
3.40
4.10
3.80
11.13
36.00
26.81
17.79
9.80
3.37
29.81
15.86
8.24
4.07
2.08
7.40
8.69
7.42
-
7.79
6.35
14.60
77.49
34.89
45.80
52.04
72.87
81.10
67.60
33.29
33.29
-
43.93
20.55
34.86
0.05
0.14
0.09
0.07
0.03
0.03
0.09
0.27
0.29
0.22
0.47
0.46
0.18
0.31
0.60
1.09
1.06
2.23
2.23
0.75
0.68
0.52
0.66
0.18
0.43
0.48
Kualitas protein bungkil kacang tanah adalah baik dan hampir sama dengan
bungkil kedele. Tetapi bungkil kacang tanah biasanya mengandung lisin yang
lebih rendah daripada bungkil kedele. Bungkil kacang tanah mengandung kalsium
(Ca) yang rendah dan kandungan phospornya (P) adalah setengah dari
kandungan bungkil biji kapas. Selain itu bungkil kacang tanah kurang karotin,
vitamin D, thiamin, riboflavin,tetapi kaya akan niacin dan asam pantotenat.
Direkomendasikan untuk memberikan bungkil kacang tanah ke ternak sebanyak
kurang lebih ¼ dari total konsentrat.
B. UMBI-UMBIAN DAN LIMBAHNYA
Umbi-umbian merupakan sumber energi makanan didaerah yang masih
berkembang. Umumnya umbi-umbian mengandung energi tinggi, akan tetapi
kandungan proteinnya rendah. Walaupun demikian produktivitas protein dan
energi umbi-umbian per hektarnya dibandingkan dengan butri-butiran lebih tinggi,
kecuali untuk produktivitas protein dari umbi kayu. Komposisi umbi-umbian dan
limbah/ hasil ikutan industrinya terlihat pada tabel 5.
1. Ubi Kayu : Manihot utilisima pohl
Manihot esculenta crantz
Manihot alpi
Manihot dulcis
Manihot palmate
Merupakan tanaman pertanian yang paling penting didaerah tropis.
Indonesia, Nigeria, Zaire, Thailand dan India adalah negara-negara penghasil ubi
kayu yang penting. Di Indonesia ubi kayu merupakan makanan pokok dalam
urutan ketiga setelah nasi dan jagung. Kandungan protein ubi kayu sangat rendah
dibandingkan dengan jagung. Apabila ubi kayu digunakan sebagai sumber energi
dalam ransum, harus diimbangi dengan sumber protein yang lebih tinggi. Kadar
kalsium dan phosfor cukup, akan tetapi karena kandungan asam oksalat yang
tinggi (0.1-0.31%) sehingga akan mempengaruhi penyerapan Ca dan Zn.
Suatu faktor pembatas dalam penggunaan ubi kayu adalah racun asam
sianida (HCN) yang terdapat dalam bentuk glikosida sianogenik. Dua macam
glikosida sianogenik dalam ubi kayu yaitu lanamarine (±95% dari bentuk glikosida
sianogenik) dan bentuk lotaustarin. Pada proses detoksifikasi asam sianida dalam
tubuh ternak diperlukan sulfur yang dapat dari asam amino tersebut akan
meningkat. Sulfur untuk detoksifikasi ini dapat juga berasal dari sulfur inorganik.
Penggunaan ubi kayu dalam ransum berdasarkan beberapa peneliti untuk ungas
5-10%, babi 40-70% dan rumiansia 40-90%.
2. Onggok
Onggok merupakan limbah pabrik tapioca dan gula. Angka konversi ubi kayu
menjadi onggok berkisar antara 60-65%. Sebagai sumber energi, onggok lebih
rendah dibandingkan dengan jagung dan ubi kayu akan tetapi lebih tinggi dari
pada dedak. Walaupun komposisi tepung ubi kayu lebih tinggi daripada gaplek
akan tetapi kadar HCN tepung ubi kayu lebih tinggi daripada onggok. Penggunaan
onggok dalam ransum unggas paling tinggi 5% dari ransum, untuk babi 25-30%
dan untuk ruminansia 40% dari ransum.
3. Daun Ubi Kayu
Produksi ubi kayu segar 10-40 ton/ha/tahun. Dari tanaman ubi kayu, 10-40%
terdiri dari daun. Sebanyak 75% dari protein daun adalah murni dan mempunyai
nilai gizi yang cukup tinggi. Asam amino daun ubi kayu ternyata hampir sama
dengan bungkil kedelai walaupun jumlahnya berbeda. Daun ubi kayu defisien
asam amino esensial yang mengandung sulfur yaitu methionin dan sistin.
Kelemahan lain adalah adanya racun HCN dan kandungan serat kasar yang
tinggi. Kandungan HCN pada daun muda berkisar antara 427-542 mg/kg,
sedangkan pada daun tua kandungannya labih rendah yaitu berkisar antara 343-
379 mg/kg.
4. Ubi Jalar
Varietasnya sangat banyak, menyebabkan perbedaan rasa, ukuran, bentuk,
warna dan nilai gizi. Produksi ubi jalar antara 2.5 – 15 ton segar/ha/tahun. Ubi
jalar merupakan sumber energi dan untuk ubi jalar yang berwarna kuning
mengandung provitamin A dan karotenoid yang cukup. Asa amino pembatas ubi
jalar adalah luecine. Seperti umumnya umbi-umbian yang mempunyai kandungan
protein yang rendah, pemberian ubi jalar perlu diimbangi pemberian kandungan
protein yang tinggi. Apabila digunakan lebih dari 90% pengganti jagung dalam
ransum unggas sering terjadi luka-luka pada usus unggas yang dapat diikuti
dengan kematian, Pada ransum ruminansia umumnya digunakan pengganti
jagung sebanyak 50%.
5. Jerami Ubi Jalar
Produksi jerami dalam bentuk segar berkisar antara 10-12.5% ton/ha/tahun.
Berdasarkan penelitian Kempton dan Leng pemberian jerami ubi jalar sebagai
pengganti pucuk tebu pada ransum sapi perah dapat meningkatkan konsumsi
ransum dan produksi susu. Akan tetapi percabaan Nuraeni mendapatkan hasil
penggantian rumput lapangan dengan jerami ubi jalar lebih dari 1/3 bagian dapat
menyebabkan kadar lemak susu menurun.
Tabel 9. Komposisi kimia ubi dan ikutannya.
% dari bahan keringBahan BK
Abu PK SK LK Beta-N Ca P TDN
Ubi kayu
Onggok
Daun ubi kayu
Ubi jalar
Jerami ubi jalar
35
83.8
21.6
31
16.3
2.3
1.3
12.1
3.6
16.1
2.9
7.8
24.1
5
19.2
4.9
14.9
22.1
6
16.2
0.7
0.4
4.7
1.3
2.6
89.2
81.6
37
84.1
45.9
0.18
0.2
0.7
0.09
0.44
0.09
0.05
0.31
0.13
0.55
79
78.3
72.3
80
60
C. LIMBAH INDUSTRI PERKEBUNAN
1. Bungkil Kelapa (Cocos nucifera)
Limbah industri kelapa yang dapat dimanfaatkan ternak terutama adalah
bungkil kelapa. Kualitas bungkil kelapa bervariasi tergantung pada cara
pengolahan dan mutu bahan baku. Berdasarkan komposisi kimianya, bungkil
kelapa termasuk sumber protein untuk ternak. Dalam pemakaian terutama untuk
monogastrik perlu diperhatikan keseimbangan asam aminonya, karena bungkil
kelapa kekurangan asam amino lisin dan histidin. Bungkil kelapa bisa digunakan
untuk unggas sebaiknya tidak lebih dari 20%, babi 40-50% dan ruminansia 30%.
2. Limbah Industri Coklat (Theobroma cacao)
Limbah industri coklat adalah kulit buah, kulit biji dan Lumpur coklat. Kulit
buah merupakan 71% dari buah sedangkan kulit biji coklat sekitar 15%.
Limbah industri coklat merupakan sumber protein yang baik untuk ternak
ruminansia karena tidak mudah untuk didegradsi dalam rumen. Namun bahan ini
mengandung zat racun.
Kulit coklat buah mengandung protein rendah dan serat kasar yang tinggi
sehingga penggunaannya terbatas hanya untuk ruminansia. Akan tetapi kulit biji
coklat mengandung protein yang cukup tinggi sehingga bisa digunakan untuk
semua jenis ternak. Penggunaan kulit buah coklat pada ungas dan babi bisa
sekitar 10-24%, sedangkan pada ruminansia bisa sekitar 30-40%.
3. Limbah Industri Kelapa Sawit
Ada dua tahap pengolahan kelapa sawit. Tahap pertama pengolahan sawit
dari buah sawit yang menghasilkan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil), inti
kelapa sawit, serat kelapa sawit dan lumpur kelapa sawit. Tahap kedua adalah
pengolahan inti kelapa sawit yang akan menghasilkan minyak inti sawit dan
bungkil kelapa sawit.
Tiga jenis limbah industri kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan oleh ternak
adalah, bungkil kelapa sawit, lumpur kelapa sawit dan serat kelapa sawit. Angka
konversi dari Lumpur sawit adalah 30% dan serat 20%, sedangkan bungkil inti
sawit 40-60% dari inti.
Gambar 11. Bungkil Inti Sawit
Komposisi bungkil kelapa sawit sangat bervariasi dalam kandungan serat
kasar dan lemak kasar, tergantung pada cara pengolahan dan bahan baku yang
dipaka i. Dibandingkan dengan bungkil kelapa, bungkil kelapa sawit mempunyai
kadar protein yang rendah. Kadar asam amino yang menjadi faktor pembatas
adalah methionin, sedangkan keseimbangan asam amino lain cukup baik.
Bungkil kelapa sawit bisa diberikan sebanya k 20% pada unggas dan babi,
dan 30—40% pada ruminansia.
Serat kelapa sawit mengandung kadar serat kasar yang tinggi sehingga
hanya dapat digunakan untuk ransum ternak ruminansia. Serat kelapa sawit dapat
diberikan pada ruminansia sebanyak 15-35% dari ransum.
Tabel 11. Komposisi kimia limbah perkebunan dan ikutannya.
Bahan BK Abu PK Lemak SK Beta-N Ca P
Bungkil Kelapa
Limbah coklat
• Kulit buah
• Kulit biji
Limbah kelapa sawit
• Lumpur sawit
• Bk. Sawit
• Serat sawit
Limbah Gula
• Pucuk tebu
• Baggase
• Tetes
Pengolahan Nanas
88.5
93.47
88.10
90.5
88.32
91.45
24.77
87.1
82.4
89.6
6.36
11.63
7.57
8.56
15.83
7.02
5.47
1.45
3.95
4.5
18.58
8.01
16.16
8.56
15.83
7.02
5.47
1.45
3.95
4.5
12.55
1.28
8.36
24.10
2.94
14.67
1.37
0.70
0.29
15.8
15.38
40.08
20.94
32.40
33.01
36.14
37.90
48.00
0.40
1.60
37.26
38.49
46.80
2.10
43.21
35.18
45.06
44.55
84.40
63.9
0.08
0.58
0.34
-
0.40
0.48
0.47
0.09
0.89
-
0.52
0.18
0.39
-
0.71
0.18
0.34
0.08
0.14
-
Produk utama dari industri kelapa sawit yaitu Crude Palm Oil (CPO)
merupakan sumber lemak yang sudah banyak digunakan untuk pakan ayam baik
broiler maupun layer. Penggunaan CPO ini menggantikan minyak ikan dan beef
tallow yang sudah mulai ditinggalkan karena harganya yang lebih mahal. Selain
murah penggunaan CPO dalam pakan juga dapat meningkatkan warna kuning
dalam pakan sehingga menambah nilai jual karena pakan yang berwarna kuning
lebih disukai peternak dibandingkan dengan warna yang pucat sehingga
penggunaannya dapat menurunkan penggunaan pewarna. CPO yang baik
mempunyai kandungan lemak 99.5%, kandungan air tidak lebih dari 0.5% dan
kandungan free fatty acid (FFA) tidak lebih dari 5%.
Gambar 12. Crude Palm Oil (CPO)
4. Limbah Industri Gula (Saccharum officinarum)
Limbah indusri gula dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah seperti
pucuk tebu, tetes, ampas tebu (bagasse) dan blotong.
Pucuk Tebu
Pucuk tebu digunakan sebagai hujauan makanan ternak pengganti rumput
gajah tanpa ada pengaruh negatif pada ternak ruminansia. Komposisi kimianya
dapat dilihat pada tabel 11.
Ampas Tebu (bagasse)
Begasse merupakan hasil limbah kasar setelah tebu digiling yang
mengandung serat kasar yang tinggi yang terdiri dari sellulosa, pentosan dan
lignin.
Mengingat tingginya serat kasar. Ampas tebu hanya bisa digunakan untuk
ternak ruminansia sebanyak 25%. Komposisi kimia ampas tebu bisa dilihat pada
tabel 11.
Tetes
Tetes bisa diberikan pada ternak secara langsung setelah melalui proses
pengolahan menjadi protein sel tunggal dan asam amino. Keuntungan tetes untuk
pakan ternak adalah kadar karbohidratnya tinggi (48 – 60% sebagai gula), kadar
mineral dan rasanya disukai ternak. Tetes juga mengandung vitamin B kompleks
dan unsure mikro yang dibutuhkan ternak seperti cobalt, boron, iodium, tembaga,
mangan dan seng. Kelemahannya adalah kadar kaliumnya yang tinggi dapat
menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak. Tetes dapat digunakan dalam
ransum unggas sebesar 5-6% serta babi dan ruminansia sebesar 15%.
5. Limbah Pengolahan Nanas (Annanas comosus)
Industri pengalengan nanas menghasilkan limbah berupa kulit, mahkota daun
dan hati buah nanas sebanyak 30-40%. Bila buah nanas tersebut diproses
menjadi juice atau sirup akan diperoleh limbah lagi yaitu ampas nanas. Ampas
nanas masih mengandung kadar gula yang tinggi dan serat kasarnya juga cukup
tinggi, tetapi proteinnnya rendah.
D. LIMBAH PERTANIAN
Limbah pertanian adalah bagian tanaman diatas atau pucuknya yang tersisa
setelah panen atau diambil hasil utamanya.
Limbah pertnian umumnya mempunyai kualitas yang rendah (tabel 12)
sehingga penambahan konsentrat dalam ransum merupakan salah satu cara
untuk menanggulanginya. Kendala utama pemanfaatan limbah pertanian adalah
penggunaannya sebagai pupuk atau bahan bakar, lokasinya yang tersebar,
teknologi penggunaannnya untuk ternak, umumnya mempunyai protein dan
kecernaan yang rendah dan fluktuasi panen yang sering terjadi pada tanaman
pangan.
Agar limbah dapat dimanfaatkan secara efisien, maka harus ada
pengumpulan kemudian diproses secara kooperatif. Dalam pemberiannya perlu
ditambahkan suplemen untuk menyeimbangkan nilai gizinya.
Tabel 12. Komposisi kimia limbah pertanian (%BK)
Bahan Abu PK Lemak SK Beta-N
Jerami jagung
Jerami padi
Jerami kacang tanah
Jerami kedelai
8.42
19.97
18.69
7.56
4.77
4.51
11.06
10.56
1.06
1.51
1.80
2.82
30.53
28.79
29.92
36.28
55.82
45.21
38.21
42.8
E. HIJAUAN
Bahan pakan alami untuk ternak ruminansia adalah hijauan baik berupa
rumput-rumputan maupun leguminosa. Sebagian hijauan terutama leguminosa
juga bisa diberikan pada ternak monogastrik (unggas) dalam jumlah tertentu
setelah mengalami pengolahan sebelumnya (pengeringan dan penggilingan).
Tanaman hijauan makanan ternak yang secara garis besar dapat dibagi menjadi
dua bagian yaitu ; 1. Tanaman hijauan makanan ternak yang tidak dibudidayakan
seperti rumput lapang, padang rumput alami, semak dan pohon-pohonan, 2.
Tanaman hijauan makanan ternak yang secra sengaja dibudidayakan baik secara
permanen ataupun temporer. Padang rumput alami umumnya mancakup berbagai
jenis/species rumput-rumputan atau leguminosa, sedangkan padang rumput yang
dibudidayakan biasanya hanya terdiri dari satu jenis/species atau campuran dari
hanya beberapa/sedikit jenis saja.
Di negara yang bermusim dingin (temperate) rumput-rumputan mulai tumbuh
pada saat suhu tanah mencapai 4-6o
C (musim bunga) yang mencapai puncak
pertumbuhannya pada saat musim panas. Sedangkan di negara tropis karena
suhu tanah cukup panas rumput-rumputan bisa tumbuh sepanjang tahun. Karena
hanya terbagi musim hujan dan kemarau, biasanya puncak produksinya terjadi
pada saat musim hujan.
Komposisi nutrisi hijauan makanan ternak sangat bervariasi dan tergantung
pada banyak hal diantaranya adalah : species tanaman, umur tanaman, iklim dan
pemupukan. Sebagai contoh kandungan protein kasar bisa dibawah 3% pada
rumput yang sudah tua sebaliknya pada rumput yang masih muda dengan
pemupukan yang intensif bisa mencapai lebih dari 30%. Kandungan air hijauan
makanan ternak juga sangat penting diperhatikan pada saat pemanenan terutama
apabila mau diawetkan baik menjadi silase ataupun hay. Pada tanaman yang
masih muda kandungan airnya bisa mencapai 75-90% dan menurun pada
tanaman yang tua (65%).
Kandungan karbohidrat mudah larut dalam air (Water Soluble Carbohydrate
atau WSC) pada rumput-rumputan umumnya adalah fruktan dan beberapa
komponen gula seperti glukosa, sukrosa dan raffinosa. Rumput-rumputan asal
temperate kandungan karbohidratnya lebih banyak dalam bentuk fruktan sebagai
bahan yang mudah larut dala air (WSC) yang umumnya disimpan dalam batang,
sedangkan jenis rumput-rumputan asal tropis dan subtropics umumnya lebih
banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk pati daripada fruktan dan
umumnya disimpan dalam bagian daun. Dibanding fruktan, pati lebih sulit larut
dalam air sehingga kandungan WSC rumput-rumputan asal tropis sangat rendah
(<6%) dibandingkan rumput-rumputan asal temperate (>7%). Kandungan nutrisi
hijauan tersebut perlu diperhatikan sehubungan dengan proses pengawetan
hijauan baik berupa pengawetan kering (hay) maupun pada proses pengawetan
basah/segar (silase).
Rumput-rumputan (Graminae)
1. Rhodesgrass, rumput Rodhes (Chloris gayana Kunt)
Indonesia : Ada di Jawa, Irian dan Sumut.
Asal : Afrika timur, tengah dan selatan.
Gambar 13. Chloris gayana Kunt
Protein kasar umumnya berkisar antara 4-13%, walaupun demikian daun
yang muda bisa mencapai 16-17% dan yang paling rendah kandungannya 3%.
Kandungan protein kasar ini tergantung pada umur, cuaca dan pemupukan
nitrogen. Serat kasarnya bervariasi antara 30-40%, tetapi bisa mencapai 25%
pada saat pemotongan awal dan bisa mencapai lebih dari 45% pada pemotongan
akhir. Beta-N umumnya berkisar antara 40-50% dengan lemak kasar antara 1.0-
2.5%. Kandungan karoten umumnya tersedia cukup tinggi untuk kebutuhan sapi.
Kalsium (Ca) dan phosphor (P) konsentrasinya sama dengan rumput tropis
lainnya, tetapi kandungan K dan Mg umumnya rendah. Palatabilitasnya umumnya
baik dengan kecernaan bahan kering yang cukup rendah yaitu sekitar 40-60%.
2. Guinea grass, green panic (Panicummaximum Jacq)
Indonesia : Rumput benggala, suket londo.
Asal : Afrika tersebar ke Asia, Australia dan Eropa.
Gambar 14. Panicum maximum Jacq
Rumput ini sangat disukai ternak. Protein kasarnya (PK) berkisar 4-14%
dengan serat kasar (SK) antara 28-36%. Kandungan PK dan SK ini tergantung
pada frekwensi pemotongan serta umur tanaman. Beta-N bervariasi dari 40-50%
dan lemak kasar 0.6-2.8%. Kandungan P umumnya lebih besar dari 0.15% dan
sudah memenuhi kebutuhan sapi pada umumnya. Kandungan TDN bervariasi dari
38-61% dengan kecernaan bahan kering (BK) sekitar 40-62%.
3. Australia grass, Common paspalum (Paspalum dilatatum poiret)
Indonesia : rumput australi, rumput dallies.
Asal : Brazil, Argentina, Uruguay (Amerika Selatan).
Gambar 15. Paspalum dilatatum poiret
Kandungan protein kasar berkisar antara 13.4 -18.5%, lemak kasar 1.3-2.4%,
serat kasar 24.4-34.8% dan Beta-N 40.1-48.6%. Hijauan ini mempunyai
kecernaan BK sekitar 50-63%. Rumput dallis pernah dilaporkan memberikan
pengaruh yang berbahaya pada domba karena pengaruh dari cyanogenic
glucosides dalam rumput ini walaupun HCNnya relatif rendah (42 ppm). Kelebihan
konsumsi dapat mengakibatkan ternak mengalami diare.
4. Elephan grass, Napier grass (Pennisetum purpureum Schumach)
Indonesia : Rumput gajah.
Asal : Afrika daerah tengah.
Gambar 16. Pennisetum purpureum Schumach
Rumput gajah umumnya mengandung Bahan Kering yang rendah yaitu 12-
18%, tetapi kandungan BK ini dengan cepat meningkat seiring dengan
meningkatnya umur tanaman. Kandungan serat kasar berkisar dari 26.0-40.5%,
Beta-N sekitar 30.4-49.6% dengan kandungan lemak kasar 1.0-3.6%. Kandungan
Phosphornya cukup tinggi yaitu 0.28-0.39% dan pada batang 0.38-0.52%.
Sedangkan Ca masing-masing 0.43-048% dan 0.14-0.23% pada daun dan
batang. Kandungan TDN berkisar dari 40-67% dengan kecernaan Bahan Kering
sekitar 48-71%.
5. King grass (Pennisetum purpurhoides)
Persilangan P. purpureum dan P. americanum (Amerika tropis)
Indonesia : rumput raja
Asal : Afrika daerah tropis.
Kualitas hijauan ini lebih tinggi dibandingkan dengan rumput gajah terutama
protein kasarnya 25% lebih tinggi dari rumput gajah demikian juga dengan
kandungan gulanya yang lebih tinggi. Kandungan protein kasar berkisar 5.3-
22.8%, tapi ada juga yang melaporkan sekitar 8-11%. Kecernaan BK hijauan ini
adalah sekitar 65.6%.
6. Signal grass, (Brachiaria decumbens Stapf)
Indonesia : Rumput signal (Malaysia), rumput BD (Jabar).
Asal : Afrika Timur (Uganda, Rwanda, Tanzania dll)
Gambar 17. Brachiaria decumbensStapf
Kualitas yang baik pernah dilaporkan dari hampir semua negara yang pernah
melakukan percobaan dengan rumput ini. Kandungan protein kasarnya 6.1-10.1%,
tergantung pada pemupukan nitrogen yang digunakan. Serat kasarnya bisa
mencapai 37%.
7. Sudan grass, rumput sudan
Shorgum x Drummoncodii (steud) Millsp & Chase.
Asal : Arfika Tropis.
Rumput sudan mempunyai kandungan protein berkisar 12-16%. Kecernaan
proteinnya juga tinggi sekitar 65-70%. Kandungan Beta-N umumnya berkisar 40-
45%, dengan serat kasar yang tidak terlalu tinggi dan jarang melebihi 30%.
Rumput ini sangat disukai ternak khususnya sapi. Sama seperti shorgum, rumput
sudan mengandung HCN yang dapat berbahaya bagi ternak (sekitar 750 ppm),
namun kandungannya pada rumput sudan jarang mencapai level yang
membahayakan. Kandungan HCN ini akan meningkat dengan adanya pemupukan
nitrogen.
8. Blady grass (Imperata cilindrica (L) Raeuschel)
Indonesia : Alang-alang, ilalang.
Asal : Tropis dunia.
Komposisi kimia rumput ilalang umumnya bervariasi. Laboratorium
Agrostrologi Fapet-IPB melaporkan bahwa rumput lapang umumnya mengandung
protein kasar yang cukup tinggi yaitu 8.20-12.49% dengan kandungan serat kasar
berkisar 31.7-32.97%. Kandungan Beta-Nnya berkisar 39.76-44.16%.
Gambar 18. Alang-alang
9. Rumput lapang, alam, liar
Kandungan nutrisi : bervariasi tergantung komposisi rumputnya.
Komposisi rumput lapang : (sumber : Lab. Agrostrologi)
1.Gigirinting 4.2% 6. Sintrong 4.9% 11. Eragrotis Sp 15%
2.Teki 1.0% 7. Jukut kebo 24.68% 12. Digitaria Sp 14.5%
3.Putri malu 4.3% 8. Paspalium 5.0% 13. bereg -bereg 5.0%
4.Babadotan 4.4% 9. Jukut jampang 1.9% 14. Jukut lampuyang 5.0%
5.Jukut ibun 3.8% 10. Brachiaria Sp. 2.6% 15. Lain-lain 3.8%
Gambar 19. Rumput Lapang
Kacang-kacangan (Leguminosa)
1. Sentro, butterfly pee (Centrosema pubescent Benth)
Indonesia : Kacang sentro
Asal : Amerika tengah dan selatan tropis.
Gambar 20. Centrosema pubescent
Sangat disukai ternak dan merupakan Green manure. Hijauan ini
mengandung protein kasar 11-24%. Sentro mengandung oxalat sekitar 2.27%,
tetapi hanya 0.1% yang berbentuk oxalat larut air.
2. Calopogonium (Colopogonium mucunoides Desv)
Indonesia : Kacang asu.
Asal : Amerika tropis
Gambar 21. Colopogonium mucunoidesDesv
Hijauan ini mengandung protein kasar sekitar 15% dengan kandungan serat
kasar yang cukup tinggi sekitar 35.20%. Colopo ini kurang disukai ternak sapi
karena adanya bulu-bulu pada batang dan daunnya.
3. Puero (Pueraria phaseoloides (Roxb.) Benth)
Tropik kudzu.
Indonesia : Kacang-kacangan (Jawa)
Asal : Asia timur dan tenggara.
Gambar 22. Pueraria phaseoloides(Roxb.) Benth
Kandungan protein kasarnya bervariasi dari 11.8-19% dengan kandungan
serat kasar yang tinggi yaitu 36.9-41.1%. Konsentrasi Ca dan P adalah masing-
masing 0.85% dan 0.25%. Walaupun tanaman ini berbulu, tapi masih cukup
disukai ternak sapi.
4. Stylo (Stylosanthes guianensis (Aublet) Swartz)
Indonesia : Kacang stilo
Asal : Bagian utara Argentina sampai ke mexico.
Kandungan protein kasarnya tidak terlalu tinggi berkisar 12-18% dari BK.
Stylo juga mengandung oxalat sekitar 1.72% dimana oxalat yang larut air cukup
rendah yaitu 0.15%. Palatabilitasnya bervariasi, tapi umumnya hijauan muda
kurang disukai ternak. Kecernaan BK-nya bervariasi 40% pada hijauan tua dan
bisa mencapai 70% pada hijauan yang masih muda.
5. Carribian Stylo (Stylosanthes hamata (L.) Taub)
Indonesia : Kacang verano
Asal : P. Carribia, Amerika tengah dan selatan.
Hijuan ini kualitasnya hampir mirip dengan stylo dan cukup disukai oleh
ternak. Kecernaan Bahan Keringnya berkisar 60.8-66.9%.
6. Glycine wightii (Wight & Arnot)
Indonesia : Glycine javanica
Asal : Afrika dan Asia.
Gambar 23. Glycine wightii
Tanaman ini mengandung protein kasar yang umumnya tinggi yaitu sekitar
11-20%. Bahkan kadang-kadang bisa mencapai 30%. Serat kasarnya umumnya
cukup tinggi dimana bisa mencapai 42.6% dengan beta-N bisa mencapai 40%.
Kandungan Ca dan P adalah masing-masing 1.5% dan 0.29%. Selain rumput
untuk digembalakan tanaman ini bisa juga diberikan dalam bentuk segar atau hay.
TDN hijauan segar adalah 57.3% sedangkan dalam bentuk hay 53.3%. Hijauan ini
sangat disukai ternak ruminansia.
7. Calliandra calothyrsus (Messn)
Indonesia : Kaliandra
Asal : Amerika tengah
Gambar 24. Calliandra calothyrsus
Kaliandra merupakan tanaman yang sudah tersebar ke seluruh Indonesia.
Proteinnya cukup tinggi terutama daunnya yaitu sekitar 24%, sedangkan serat
kasarnya sekitar 27%. Umumnya tidak mengandung racun, kecuali adanya tannin
yang cukup tinggi yang bisa mencapai 11%.
8. Gliciridia sepium ( Jacq.)
Indonesia : Gamal, Liriksidia.
Asal Amerika Tengah.
Gambar 25. Gliciridia sepium ( Jacq.)
Gamal mempunyai kualitas yang bervariasi tergantung pada umur, bagian
tanaman, cuaca dan genotif. Kandungan proteinnya sekitar 18.8%, dimana
kandungan protein ini akan menurun dengan bertambahnya umur, namun
demikian kandungan serat kasarnya akan mengalami peningkatan. Palatabilitas
daun gamal merupakan masalah karena adanya kandungan antinutrisi flavano 1
– 3.5% dan total phenol sekitar 3-5% berdasarkan BK. Ruminansia yang tidak
bisaa mengkonsumsi daun gamal umumnya tidak akan memakannnya untuk yang
pertama kali bila dicampurkan pada ransum. Dalam pemberiannya sebaiknya
dilayukan dulu. Kecernaan BK daun gamal adalah 48-77%.
9. Leucana leucocephala (Lamk) de Wit
Indonesia : Klandingan, Lamtoro.
Asal Guatemala.
Lamtoro mempunyai kandungan protein kasar berkisar antara 14 – 19%,
sedangkan kandungan serat kasarnya umumnya berfluktuasi dari 33 hingga 66%,
dengan kandungan Beta-N berkisar antara 35 – 44%. Daun lamtoro umumnya
defisien asam amino yang mengandung sulfur. Kandungan vitamin A dan C
biasanya tinggi.
Tabel 13.Komposisi kimia rumput-rumputan
Nama Bahan BK Abu PK Lemak SK
Beta
-N
Ca P
A. Rumput-rumputan.
1. Rumput Rhodes
(Chloris gayana kunt.)
2. Rumput benggala
(Panicum maximum jacq)
3. Rumput gajah
(Pennisetum purpereum schumach)
4. Rumput signal
(Brachiaria decumbens Staps)
5. Alang-alang
(Imperata silindrica (L) R)
6. Rumput lapang
B. Kacang-kacangan.
1. Kacang Sentro
(Centrosema pubescen Benth)
2. Kacang Asu
(Colopogonium mucunoides Desv)
3. Kacang Stilo
(Stylosantes quianensis Sw artz)
4. Rumput Kudzu
(Pueraria phaseoloides Benth)
5. Kacang Bulu
(Glicine weightii)
6. Kaliandra
(Caliandra calothyrsus)
7. Gamal
(Gliricidia sepuem (Jacq))
8. Lamtoro
(Leucaena leucephala de wit)
9. Turi
(Sesbania glandifora (L) Poiret)
25.8
26.0
28.0
27.5
50.0
23.5
24.0
29.4
21.4
31.0
25.0
36.0
27.0
25.4
18.3
9.54
10.6
10.0
7.07
10.0
14.3
9.43
8.81
8.86
7.01
10.2
5.9
9.7
7.6
10.2
6.84
4.9
4.6
9.83
5.4
8.82
16.8
15.8
15.6
7.5
19.2
25.0
19.1
24.3
29.2
1.73
2.3
2.1
2.36
1.0
1.46
4.04
3.24
2.09
2.23
2.9
2.48
3.0
3.68
3.41
38.2
39.4
38.2
28.9
35.4
32.5
33.2
33.7
31.8
6.9
33.1
19.8
18.0
22.1
17.1
43.7
42.8
45.0
51.8
48.2
42.8
36.5
38.4
41.6
36.3
34.7
47.2
50.2
42.2
40.1
0.43
0.38
0.12
0.24
0.13
0.40
1.20
1.21
1.16
0.7
1.88
0.77
0.67
1.68
1.60
0.24
0.31
0.18
0.18
0.09
0.25
0.38
0.23
0.42
0.19
0.37
0.35
0.19
0.22
0.53
Gambar 26. Leucana leucocephala(Lamk) de Wit
Biji dan daun lamtoro mengandung galactomannan yang dapat membentuk
ekstraksi protein dari kemungkinan penggunaannya oleh ternak. Zat ini mungkin
mempunyai potensi sebagai bahan biomedical.
Lamtoro juga mengandung racun asam mimosin yang mempunyai efek anti
mitotic dan depilatory pada ternak. Sehingga daun lamtoro tidak aman diberikan
pada ternak non ruminansia pada level diatas 5%. Pada ruminansia mimosin
dapat diubah menjadi 3 hidroxy-4(H)-pyridone (DHP) bersifat goitrogenik dan jika
tidak didegradasi dapat menimbulkan rendahnya level thyroxine dalam serum
darah, ulceration dari oesophagus dan retikulorumen, saliva berlebihan dan
pertambahan bobot badan rendah, khususnya bila diberikan lebih dari 30% dalam
ransum. Walaupun demikian mikroba rumen dapat menghilangkan racun mimosin
dan DHP.
10. Sesbania grandiflora (L.) Poiret
Indonesia : Turi, Toroy, Tuwi.
Asal : Asia tenggara
Daun sesbania sangat disukai ternak ruminansia. Kandungan protein
kasarnya cukup tinggi, sehingga bisa membantu untuk memperbaiki kualitas
ransum yang jelek. Kecernaan Bknya juga cukup tinggi yaitu 65-73% dengan serat
kasar yang rendah yaitu 5 – 18%. Kandungan P cukup tinggi berkisar 0.30 –
0.45%. Hujauan ini mengandung saponin dan tannin yang pada ruminansia tidak
memperlihatkan tanda-tanda keracunan. Meskipun demikian bila diberikan pada
monogastrik seperti pada unggas dapat menyebabkan meningkatnya mortalitas.
Gambar 27. Sesbania grandiflora (L.) Poiret
BAB IV
BAHAN MAKANAN TERNAK HEWANI
Telah diketahui bahwa pakan nabati dari bijian dan limbah industrinya sering
dipergunakan sebagai sumber protein dalam ransum ternak. Pakan ternak berasal
dari hewani biasanya dipergunakan untuk meningkatkan kadar protein pada
ransum basal karena pakan nabati merupakan sumber protein yang biasanya
miskin asam amino antara lain lysine dan methionin. Sumber protein hewani dapat
berasal dari ternak darat (ruminansia dan unggas serta limbahnya) dan hewan air
beserta limbahnya. Ciri-ciri spesifik dari sumber protein hewani antara lain kadar
protein kasar berselang 34-82% dan lemak kasar 0-15% dan kandungan Ca dan P
pada beberapa jenis tinggi.
Bahan makanan ternak sumber protein adalah bahan pakan yang
mengandung protein lebih dari 20%. Sumber protein terbagi dua yaitu sumber
protein nabati dan hewani, Sumber protein hewani berasal dari hewan dan hewan
air. Bahan makanan ternak sumber protein berasal darat diantaranya tepung
daging, tepung daging dan tulang (meat bone meal/MBM); limbah rumah potong
hewan yaitu tepung darah, tepung hati; susu dan limbah pengolahannya; dan
tepung bulu ayam.
I. Asal Ternak dan Limbah Ternak
1. Tepung Daging
Tepung daging berasal dari sisa-sisa daging yang tidak dikonsumsi manusia,
biasanya melekat pada kulit dan tulang dalam bentuk tetelan sehingga seringkali
dalam bentuk tepung daging dan tulang (MBM). Pengolahan tepung daging dapat
dilakukan dengan :
a. Dibuat dengan pemasakan dengan tangki terbuka (Meat Scrap)
Dengan pengolahan ini air dapat terus keluar, setelah itu bahan baku
diperas, dikeringkan dan digiling. Kandungan protein meat scrap berkisar
50-55% dan bila meat scrap ini mengandung mineral phosphor sebanyak
>4.4% maka namanya meat and bone scrap.
Gambar 28. Tepung Daging dan Tulangserta Penyimpanannya
b. Bahan Baku dimasak pada tangki tertutup. (Tankage)
Setelah dimasak dalam tangki tertutup kemudian disaring lalu residu
diperas. Filtrat diuapkan akan didapat serbuk-serbuk. Residu yang diperas
menghasilkan ampas dan dicampur dengan hasil penguapan, dekeringkan
lalu digiling maka diperoleh tankage. Kandungan protein tankage berkisar
60% dan banyak mengandung vitamin B diantaranya asam pantotenat,
niacin, riboflavin dan vitamin B12. Bahan baku tankage tidak boleh berisi
bulu, kuku, tanduk, kotoran dan isi perut. Penggunaan untuk ternak unggas
berkisar 10% dan kurang disukai karena dapat menimbulkan bau pada
produk ternak (daging, telur dan susu). Komposisi tepung daging adalah
sebagai berikut : Bahan kering 88.5%; Abu 27.73%; protein 61.13%; lemak
11.75%; serat kasar 2.71% dan Beta-N 0.68%.
2. Tepung Darah
Tepung darah diperoleh dari darah ternak yang bersih dan segar, berwarna
coklat kehitaman dan relative sulit larut dalam air. Rasio pembuatan tepung darah
berkisar 5:1 dimana untuk mendapatkan 1 kg tepung darah memerlukan 5 kg
darah segar. Kandungan protein berkisar 85% dengan kadar air 10%. Tepung
darah rendah kandungan kalsium, phosphor dan asam amino isoleusin dan glysin.
Kurang disukai ternak, sehingga penggunaanya untuk ternak unggas dan babi
dibatasi berkisar 5%. Pemberian tepung darah harus dihentikan sebulan sebelum
ternak dipotong supaya daging tidak bau. Tepung darah bersifat protein Bypass
dalam rumen yaitu 82%, sehingga dapat dipergunakan sebagai sumber protein
untuk ternak ruminansia Komposisi gizi tepung darah adalah sebagai berikut :
bahan kering 90.00%; Abu 4.00%; protein 85.00%; lemak 1.60%; serat kasar
1.00% dan Beta N 8.40%.
3. Tepung Hati
Tepung hati dibuat dari hati ternak atau ikan yang tidak dikonsumsi manusia
(afkir). Proses pembuatannya melalui tiga tahap yaitu hati diiris-iris, dikeringkan
dan digiling menjadi tepung. Tepung hati mengandung protein berkisar 60-62%;
lemak 16-17% dan banyak mengandung zat besi Fe, Mg dan Cu serta vitamin B1,
riboflavin, niacin dan asam panthotenat.
II. Susu dan Limbah Pengolahan Susu
Anak sapi baru lahir memerlukan susu pertama produksi induk sapi yang
disebut Collestrum, berwarna krem, kental dan bau amis. Collestrum ini diberikan
selama satu minggu dan berfungsi untuk pembentukan antibody untuk daya
immunitas (kekebakan) tubuh. Susu induk mengandung casein dan zat-zat lain
yang dibutuhkan ternak yang sedang berkembang yaitu laktalbumin, mineral dan
globulin. Juga mengandung asam lemak essensial yaitu asam oleat, linoleat dan
arachodonat serta karbohidrat susu yaitu lactosa. Susu banayak mengandung
vitamin yang larut dalam lemak yaitu A,D,E dan K. Susu banyak
Tabel 14. Komposisi Zat Makanan beberapa Pakan Sumber Protein.
Abu Prot. Lemak SK BETN Ca P NaCl
Tp. ikan impor 23.04 62.79 10.15 2.58 5.64 5.37 2.77 1.95
Tp. ikan lokal 30.22 55.51 9.38 1.73 3.57 5.24 2.54 6.95
Tepung udang 18.65 45.29 6.62 17.69 1.53 7.76 1.31
mengandung mineral kalsium dan phosphor serta sedikit minral Fe, Mn, Cu dan I.
Produk sampingan pengolahan susu (Milk by product) yaitu susu skim, butter milk
dan whey.
1. Susu Skim
Susu skim adalah bagian dari susu setelah diambil lemaknya, sehingga
kandungan lemaknya hanya berkisar 0.1 -0.2%. Susu skim banyak mengandung
vitamin B terutama vitamin B12 dan riboflavin. Kualitas susu tergantung dari umur
ternak dan tipe ternak. Komposisi gizi susu skim dalam keadaan kering
mengandung protein 34-35% dengan nilai biologis mencapai 94%. Susu skim
dipergunakan sebagai sumber protein untuk anak sapi baru lahir setelah periode
pemberian Collestrum dan penggemukan untuk produksi veal (daging anak sapi
muda).
2. Butter Milk
Butter milk merupakan sisa pembuatan mentega dengan kadar lemak lebih
banyak dari susu skim yaitu 0.6-0.7%. Kandungan protein butter milk dalam
keadaan kering yaitu 32-33%. Penggunaan untuk anak sapi berkisar 0.5 kg dalam
ransum komplit.
3. Whey
Whey merupakan sisa pembuatan keju. Biasanya protein sudah terbawa ke
dalam produk keju dan tersisa laktabumin. Kurang disukai karena rasanya pahit
dan tidak bisa diberikan sebagai pakan tunggal. Kandungan protein whey dalam
keadaan kering berkisar 12%. Kandungan gizi whey menyerupai susu skim
dengan kadar lemak lebih tinggi yaitu 0.8%. Pemberian whey untuk ayam sebagai
sumber riboflavin.
III. Limbah Peternakan Ayam
Tepung bulu ayam terbuat dari bulu ayam yang bersih, segar dan belum
mengalami pembusukan, dengan proses hidrolisa. Rasio bobot bulu untuk setiap
jenis unggas berkisar 4-6% dengan rata-rata 6% dari bobot hidup unggas.
Tepung bulu ayam berpotensi sebagai sumber protein untuk ternak. Proses
pembuatan tepung bulu ayam meliputi proses autoclave, perlakuan kimia dan
enzimatis serta fermentasi dengan mikroorganisme. Adanya kandungan keratin
pada bulu ayam menyebabkan daya utilisasi dan daya cerna bulu ayam masih
rendah, sehingga pada proses pembuatan Tepung bulu ayam tidak hanya dengan
proses hidrolisa atau tekanan saja. Indikator lain kualitas Tepung bulu ayam
selain protein kasar adalah kecernaan pepsin. Dibandingkan tepung ikan,
kandungan protein bulu ayam lebih tinggi yaitu 85-90%, energi metabolis (ME)
2287 kkal/kg, dengan kadar serat kasar 1-3%. Defisien terhadap asam amino
lysine, tryptophan, histidin, dan methionin. Dengan kandungan protein kasar yang
tinggi, kadar air tepung bulu ayam tidak melebihi 10%. Taraf penggunaan tepung
bulu ayam untuk ternak berkisar 5-8 % untuk non ruminansia dan 10-15% untuk
ruminansia.
IV. Tepung Ikan
Tepung ikan dapat berasal dari ikan jenis kecil maupun jenis besar atau
limbah/sisa bagian-bagian ikan yang tidak diikutsertakan dalam pengalengan.
Kendala yang sering dijumpai adalah bahwa kadar lemak yang tinggi dari tepung
ikan karena bahan baku awal tinggi lemak atau dalam proses pengolahan tidak
dilakukan pembuangan lemaknya. Tepung ikan yang baik bila kadar lemak 10%
dan tidak asin. Rasa asin ini terjadi karena penambahan NaCl sebagai pengawet
sering ditambahkan pada bahan baku ikan yang kurang segar. Tepung ikan yang
ada di Indonesia dibedakan antara impor dan lokal. Sementara ini tepung impor
dianggap lebih baik karena protein kasar lebih dari 60% dan kadar lemak rendah,
sedangkan tepung ikan lokal dengan konversi randemen 20% dari bahan baku
hanya mempunyai kadar protein kasar 55-58% dan termasuk grade C.
pemakaian tepung ikan untuk ransum unggas berkisar 10-15% dengan syarat
sumbangan lemak ransum dari tepung ikan maksimal 1%. Komposisi zat
makanan dapat dilihat pada Tabel 8.
Gambar 29. Tepung Ikan dan Penyimpanannya
V. Tepung Kepala Udang
Tepung kepala udang adalah tepung yang dibuat dari bagian udang yang
tidak dikonsumsi manusia/ekspor terdiri atas kepala dan kulit secara keseluruhan
dan dengan konversi 30-40% dari total tubuh udang. Mutu pakan lebih rendah
dari tepung ikan (protein kasar 43-47%). Kelemahan tepung udang adanya khitin
(yang sulit dicerna) suatu ikatan polisacharida-protein dalam kulit kelompok
udang/crustaceae sebesar 20-30% dengan kecernaan yang rendah 28%.
Kecernaan pakan bisa tinggi (meningkat) bila pengolahan dilakukan dengan
ekstrasi dengan basa. Pemakaian tepung udang dalam ransum ungas maksimal
10%. Komposisi zat makanan dapat dilihat pada Tabel 13.
BMT-ANALISIS
BMT-ANALISIS
BMT-ANALISIS
BMT-ANALISIS
BMT-ANALISIS
BMT-ANALISIS
BMT-ANALISIS
BMT-ANALISIS
BMT-ANALISIS
BMT-ANALISIS
BMT-ANALISIS
BMT-ANALISIS
BMT-ANALISIS
BMT-ANALISIS
BMT-ANALISIS
BMT-ANALISIS
BMT-ANALISIS
BMT-ANALISIS
BMT-ANALISIS
BMT-ANALISIS
BMT-ANALISIS
BMT-ANALISIS

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Mais procurados (20)

Teorema faktor bagian 3 - Menentukan Faktor Rasional-pjj ds
Teorema faktor bagian 3 - Menentukan Faktor Rasional-pjj dsTeorema faktor bagian 3 - Menentukan Faktor Rasional-pjj ds
Teorema faktor bagian 3 - Menentukan Faktor Rasional-pjj ds
 
Makalah uji normalitas dan homogenitas
Makalah uji normalitas dan homogenitasMakalah uji normalitas dan homogenitas
Makalah uji normalitas dan homogenitas
 
Unggas
Unggas   Unggas
Unggas
 
08. data hilang (missing data)
08. data hilang (missing data)08. data hilang (missing data)
08. data hilang (missing data)
 
Tukey q table
Tukey q tableTukey q table
Tukey q table
 
Tabel tukey-hsd bnj
Tabel tukey-hsd bnjTabel tukey-hsd bnj
Tabel tukey-hsd bnj
 
Dasar Dasar Pakan Ternak
Dasar Dasar Pakan TernakDasar Dasar Pakan Ternak
Dasar Dasar Pakan Ternak
 
Budidaya ayam petelur
Budidaya ayam petelurBudidaya ayam petelur
Budidaya ayam petelur
 
Rancangan bujur sangkar latin
Rancangan bujur sangkar latinRancangan bujur sangkar latin
Rancangan bujur sangkar latin
 
Kapasitas tampung padang penggembalaan 2021.pptx
Kapasitas tampung padang penggembalaan 2021.pptxKapasitas tampung padang penggembalaan 2021.pptx
Kapasitas tampung padang penggembalaan 2021.pptx
 
Sistem pencernaan ruminansia
Sistem pencernaan ruminansiaSistem pencernaan ruminansia
Sistem pencernaan ruminansia
 
Istilah istilah dalam rancangan percobaan
Istilah istilah dalam rancangan percobaanIstilah istilah dalam rancangan percobaan
Istilah istilah dalam rancangan percobaan
 
Bab2 peubah-acak-dan-distribusi-peluang
Bab2 peubah-acak-dan-distribusi-peluangBab2 peubah-acak-dan-distribusi-peluang
Bab2 peubah-acak-dan-distribusi-peluang
 
Rancangan acak lengkap (ral)
Rancangan acak lengkap (ral)Rancangan acak lengkap (ral)
Rancangan acak lengkap (ral)
 
Contoh-soal-kalkulus-iii
Contoh-soal-kalkulus-iiiContoh-soal-kalkulus-iii
Contoh-soal-kalkulus-iii
 
04. ral
04. ral04. ral
04. ral
 
Rancangan acak kelompok (RAK)
Rancangan acak kelompok (RAK)Rancangan acak kelompok (RAK)
Rancangan acak kelompok (RAK)
 
Ukuran Pemusatan Data
Ukuran Pemusatan DataUkuran Pemusatan Data
Ukuran Pemusatan Data
 
Split plot design
Split plot designSplit plot design
Split plot design
 
Pakan Ternak Ruminansia
Pakan Ternak RuminansiaPakan Ternak Ruminansia
Pakan Ternak Ruminansia
 

Destaque

Bahan pakan ternak berdasarkan sumbernya
Bahan pakan ternak berdasarkan sumbernyaBahan pakan ternak berdasarkan sumbernya
Bahan pakan ternak berdasarkan sumbernyaAlfi Tawakal
 
Pakan dan nutrisi fkh
Pakan dan nutrisi fkhPakan dan nutrisi fkh
Pakan dan nutrisi fkhdjubaidin
 
Agribisnis Pakan Ternak Unggas
Agribisnis Pakan Ternak UnggasAgribisnis Pakan Ternak Unggas
Agribisnis Pakan Ternak UnggaslombkTBK
 
Analisis proksimat
Analisis proksimatAnalisis proksimat
Analisis proksimatoriza13
 
Pakan dan-nutrisi
Pakan dan-nutrisiPakan dan-nutrisi
Pakan dan-nutrisihylmihalim
 
Bab vi kandang dan peralatan
Bab vi kandang dan peralatanBab vi kandang dan peralatan
Bab vi kandang dan peralatanRMontong
 
bahan baku pakan
bahan baku pakanbahan baku pakan
bahan baku pakanpoiuytrew
 
Saduran membangun kandang sapi yang baik dan benar
Saduran membangun kandang sapi yang baik dan benarSaduran membangun kandang sapi yang baik dan benar
Saduran membangun kandang sapi yang baik dan benarSang Thothon
 
Analisis Statistika Terhadap Kandungan Gizi Pada Makanan Ringan (Ardita Sukma...
Analisis Statistika Terhadap Kandungan Gizi Pada Makanan Ringan (Ardita Sukma...Analisis Statistika Terhadap Kandungan Gizi Pada Makanan Ringan (Ardita Sukma...
Analisis Statistika Terhadap Kandungan Gizi Pada Makanan Ringan (Ardita Sukma...arditasukma
 
Macam-Macam Limbah
Macam-Macam LimbahMacam-Macam Limbah
Macam-Macam LimbahAprillia P
 
Konsumsi dan kecernaan bahan kering dan bahan organik dalam haylase pakan len...
Konsumsi dan kecernaan bahan kering dan bahan organik dalam haylase pakan len...Konsumsi dan kecernaan bahan kering dan bahan organik dalam haylase pakan len...
Konsumsi dan kecernaan bahan kering dan bahan organik dalam haylase pakan len...Afromhaching Lewotanah
 
Bb batu mengolah limbah tanaman pakan ternak 2014 agustus 14
Bb batu mengolah limbah tanaman pakan ternak 2014 agustus 14Bb batu mengolah limbah tanaman pakan ternak 2014 agustus 14
Bb batu mengolah limbah tanaman pakan ternak 2014 agustus 14BBPP_Batu
 

Destaque (20)

X 1 dasar-dasar-pakan-ternak
X 1 dasar-dasar-pakan-ternakX 1 dasar-dasar-pakan-ternak
X 1 dasar-dasar-pakan-ternak
 
Formula Pakan Ternak Unggas
Formula Pakan Ternak UnggasFormula Pakan Ternak Unggas
Formula Pakan Ternak Unggas
 
Bahan pakan ternak berdasarkan sumbernya
Bahan pakan ternak berdasarkan sumbernyaBahan pakan ternak berdasarkan sumbernya
Bahan pakan ternak berdasarkan sumbernya
 
Zat Anti Nutrisi
Zat Anti NutrisiZat Anti Nutrisi
Zat Anti Nutrisi
 
Pakan dan nutrisi fkh
Pakan dan nutrisi fkhPakan dan nutrisi fkh
Pakan dan nutrisi fkh
 
Agribisnis Pakan Ternak Unggas
Agribisnis Pakan Ternak UnggasAgribisnis Pakan Ternak Unggas
Agribisnis Pakan Ternak Unggas
 
Analisis proksimat
Analisis proksimatAnalisis proksimat
Analisis proksimat
 
Bpfr vero
Bpfr veroBpfr vero
Bpfr vero
 
Pakan dan-nutrisi
Pakan dan-nutrisiPakan dan-nutrisi
Pakan dan-nutrisi
 
Bab vi kandang dan peralatan
Bab vi kandang dan peralatanBab vi kandang dan peralatan
Bab vi kandang dan peralatan
 
bahan baku pakan
bahan baku pakanbahan baku pakan
bahan baku pakan
 
Saduran membangun kandang sapi yang baik dan benar
Saduran membangun kandang sapi yang baik dan benarSaduran membangun kandang sapi yang baik dan benar
Saduran membangun kandang sapi yang baik dan benar
 
Berternak Unggas
Berternak UnggasBerternak Unggas
Berternak Unggas
 
Analisis Statistika Terhadap Kandungan Gizi Pada Makanan Ringan (Ardita Sukma...
Analisis Statistika Terhadap Kandungan Gizi Pada Makanan Ringan (Ardita Sukma...Analisis Statistika Terhadap Kandungan Gizi Pada Makanan Ringan (Ardita Sukma...
Analisis Statistika Terhadap Kandungan Gizi Pada Makanan Ringan (Ardita Sukma...
 
Makalah sorgum
Makalah sorgumMakalah sorgum
Makalah sorgum
 
Macam-Macam Limbah
Macam-Macam LimbahMacam-Macam Limbah
Macam-Macam Limbah
 
Komposisi makanan
Komposisi makananKomposisi makanan
Komposisi makanan
 
Lingkungan fisik
Lingkungan fisikLingkungan fisik
Lingkungan fisik
 
Konsumsi dan kecernaan bahan kering dan bahan organik dalam haylase pakan len...
Konsumsi dan kecernaan bahan kering dan bahan organik dalam haylase pakan len...Konsumsi dan kecernaan bahan kering dan bahan organik dalam haylase pakan len...
Konsumsi dan kecernaan bahan kering dan bahan organik dalam haylase pakan len...
 
Bb batu mengolah limbah tanaman pakan ternak 2014 agustus 14
Bb batu mengolah limbah tanaman pakan ternak 2014 agustus 14Bb batu mengolah limbah tanaman pakan ternak 2014 agustus 14
Bb batu mengolah limbah tanaman pakan ternak 2014 agustus 14
 

Semelhante a BMT-ANALISIS

AT Modul 4 kb 2
AT Modul 4   kb 2AT Modul 4   kb 2
AT Modul 4 kb 2PPGhybrid3
 
Biokimia akuakultur I: Nutrisi dan Pakan
Biokimia akuakultur I: Nutrisi dan PakanBiokimia akuakultur I: Nutrisi dan Pakan
Biokimia akuakultur I: Nutrisi dan PakanIbnu Sahidhir
 
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK Ilmianisa Azizah
 
AT Modul 5 kb 2
AT Modul 5 kb 2AT Modul 5 kb 2
AT Modul 5 kb 2PPGhybrid3
 
AT Modul 4 kb 2
AT Modul 4 kb 2AT Modul 4 kb 2
AT Modul 4 kb 2PPGhybrid3
 
Alhamdulillah jadi
Alhamdulillah jadiAlhamdulillah jadi
Alhamdulillah jadiNidiya Fitri
 
AT Modul 6 kb 3
AT Modul 6   kb 3AT Modul 6   kb 3
AT Modul 6 kb 3PPGhybrid3
 
Pendahuluan Produksi Ternak Unggas
Pendahuluan Produksi Ternak UnggasPendahuluan Produksi Ternak Unggas
Pendahuluan Produksi Ternak UnggasEmi Suhaemi
 
Teknis Ransum Ruminansia.ppt
Teknis Ransum Ruminansia.pptTeknis Ransum Ruminansia.ppt
Teknis Ransum Ruminansia.pptElin feed
 
Enrichment Kepiting
Enrichment KepitingEnrichment Kepiting
Enrichment Kepitingguest2a1a587
 
Pengenalan kebutuhan pakan ruminansia
Pengenalan kebutuhan pakan ruminansiaPengenalan kebutuhan pakan ruminansia
Pengenalan kebutuhan pakan ruminansiaantonardiansah
 
AT Modul 2 kb 4
AT Modul 2 kb 4AT Modul 2 kb 4
AT Modul 2 kb 4PPGhybrid3
 
Bimtek Karantina Deskripsi Bahan Pakan Asal Hewan - BUTTMKP, Bekasi, 19 April...
Bimtek Karantina Deskripsi Bahan Pakan Asal Hewan - BUTTMKP, Bekasi, 19 April...Bimtek Karantina Deskripsi Bahan Pakan Asal Hewan - BUTTMKP, Bekasi, 19 April...
Bimtek Karantina Deskripsi Bahan Pakan Asal Hewan - BUTTMKP, Bekasi, 19 April...Tata Naipospos
 
PPT Sistem Pencernaan kelas 8 SMP atau sederajat
PPT Sistem Pencernaan kelas 8 SMP atau sederajatPPT Sistem Pencernaan kelas 8 SMP atau sederajat
PPT Sistem Pencernaan kelas 8 SMP atau sederajatNofitaTrisnaDitya
 
Laporan Pangan dan Gizi - Acara 2 DKBM
Laporan Pangan dan Gizi - Acara 2 DKBMLaporan Pangan dan Gizi - Acara 2 DKBM
Laporan Pangan dan Gizi - Acara 2 DKBMMelina Eka
 
AT Modul 1 kb 4
AT Modul 1 kb 4AT Modul 1 kb 4
AT Modul 1 kb 4PPGhybrid3
 

Semelhante a BMT-ANALISIS (20)

Teknik formulasi pakan ikan dan udang
Teknik formulasi pakan ikan dan udangTeknik formulasi pakan ikan dan udang
Teknik formulasi pakan ikan dan udang
 
AT Modul 4 kb 2
AT Modul 4   kb 2AT Modul 4   kb 2
AT Modul 4 kb 2
 
Biokimia akuakultur I: Nutrisi dan Pakan
Biokimia akuakultur I: Nutrisi dan PakanBiokimia akuakultur I: Nutrisi dan Pakan
Biokimia akuakultur I: Nutrisi dan Pakan
 
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
 
AT Modul 5 kb 2
AT Modul 5 kb 2AT Modul 5 kb 2
AT Modul 5 kb 2
 
DASAR ILMU NUTRISI
DASAR ILMU NUTRISIDASAR ILMU NUTRISI
DASAR ILMU NUTRISI
 
AT Modul 4 kb 2
AT Modul 4 kb 2AT Modul 4 kb 2
AT Modul 4 kb 2
 
Alhamdulillah jadi
Alhamdulillah jadiAlhamdulillah jadi
Alhamdulillah jadi
 
mutu protein
mutu proteinmutu protein
mutu protein
 
AT Modul 6 kb 3
AT Modul 6   kb 3AT Modul 6   kb 3
AT Modul 6 kb 3
 
Pendahuluan Produksi Ternak Unggas
Pendahuluan Produksi Ternak UnggasPendahuluan Produksi Ternak Unggas
Pendahuluan Produksi Ternak Unggas
 
Teknis Ransum Ruminansia.ppt
Teknis Ransum Ruminansia.pptTeknis Ransum Ruminansia.ppt
Teknis Ransum Ruminansia.ppt
 
Enrichment Kepiting
Enrichment KepitingEnrichment Kepiting
Enrichment Kepiting
 
Pengenalan kebutuhan pakan ruminansia
Pengenalan kebutuhan pakan ruminansiaPengenalan kebutuhan pakan ruminansia
Pengenalan kebutuhan pakan ruminansia
 
AT Modul 2 kb 4
AT Modul 2 kb 4AT Modul 2 kb 4
AT Modul 2 kb 4
 
Bimtek Karantina Deskripsi Bahan Pakan Asal Hewan - BUTTMKP, Bekasi, 19 April...
Bimtek Karantina Deskripsi Bahan Pakan Asal Hewan - BUTTMKP, Bekasi, 19 April...Bimtek Karantina Deskripsi Bahan Pakan Asal Hewan - BUTTMKP, Bekasi, 19 April...
Bimtek Karantina Deskripsi Bahan Pakan Asal Hewan - BUTTMKP, Bekasi, 19 April...
 
PPT Sistem Pencernaan kelas 8 SMP atau sederajat
PPT Sistem Pencernaan kelas 8 SMP atau sederajatPPT Sistem Pencernaan kelas 8 SMP atau sederajat
PPT Sistem Pencernaan kelas 8 SMP atau sederajat
 
Laporan Pangan dan Gizi - Acara 2 DKBM
Laporan Pangan dan Gizi - Acara 2 DKBMLaporan Pangan dan Gizi - Acara 2 DKBM
Laporan Pangan dan Gizi - Acara 2 DKBM
 
AT Modul 1 kb 4
AT Modul 1 kb 4AT Modul 1 kb 4
AT Modul 1 kb 4
 
11954634(1).ppt
11954634(1).ppt11954634(1).ppt
11954634(1).ppt
 

BMT-ANALISIS

  • 1.
  • 2. DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Manfaat Sumber Bahan Makanan Ternak Istilah-istilah Dalam Ilmu Makanan Ternak BAB II ANALISA KUALITAS BAHAN MAKANAN TERNAK Analisa Proksimat Analisa Air Analisa Abu Analisa Protein Kasar Analisa Lemak Kasar Analisa Serat Kasar Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (Beta-N) Penyajian Data Analisa Proksimat Analisa Van Soest Peralatan untuk analisis Van soest Bahan Kimia Neutral Detergent Fiber (NDF) Analisa Energi Prinsip Dasar Penggunaan Energi Oleh Ternak BAB III KIMIA MAKANAN TERNAK Kualitas Protein Chemical Score Secara EAAI = Essential Amino Acid Index Supplementary Effect BAB IV BAHAN MAKANAN TERNAK NABATI Butir-butiran dan Limbahnya Jagung (Zea mays) Dedak Padi (Oriza sativa) Pollard (dedak gandum – Triticum sativum lank) Ampas Bir Shorgum (Shorgum bicolor) Biji Kedele (Glycine max) Bungkil Kedele Ampas Tahu Ampas Kecap Kacang Tanah (Arachis hypogea) Bungkil Kacang Tanah Umbi-umbian dan Limbahnya Ubi Kayu Onggok Daun Ubi Kayu Ubi Jalar Jerami Ubi Jalar Limbah Industri Perkebunan Bungkil Kelapa (Cocos nucifera) Limbah Industri Coklat (Theobroma cacao) Limbah Industri Kelapa Sawit
  • 3. Limbah Industri Gula (Saccharum officinarum) Pucuk Tebu Ampas Tebu (bagasse) Tetes Limbah Pengolahan Nanas (Annanas comosus) Limbah Pertanian Hijauan Rumput-rumputan (Graminae) Rhodesgrass, rumput Rodhes (Chloris gayana Kunt) Guinea grass, green panic (Panicum maximum Jacq) Australia grass, Common paspalum (Paspalum dilatatum poiret) Elephan grass, Napier grass (Pennisetum purpureum Schumach) King grass (Pennisetum purpurhoides) Signal grass, (Brachiaria decumbens Stapf) Sudan grass, rumput sudan Blady grass (Imperata cilindrica (L) Raeuschel) Rumput lapang, alam, liar Kacang-kacangan (Leguminosa) Sentro, butterfly pee (Centrosema pubexcent Benth) Colopogonium (Colopogonium mucunoidesDesv) Puero (Pueraria phaseoloides(Roxb.) Benth) Stylo (Stylosanthes guianensis (Aublet) Swartz) Carribian Stylo (Stylosanthes hamata (L.) Taub) Glycine wightii (Wight & Arnot) Calliandra calothyrsus (Messsn) Gliciridia sepium ( Jacq.) Leucana leucocephala (Lamk) de Wit Sesbania grandiflora (L.) Poiret BAB IV BAHAN MAKANAN TERNAK HEWANI Asal Ternak dan Limbah Ternak Tepung Daging Tepung Darah Tepung Hati Susu dan Limbah Pengolahan Susu Susu Skim Butter Milk Whey Limbah Peternakan Ayam Tepung Ikan Tepung Kepala Udang BAB V BAHAN MAKAN TERNAK INKONVENSIONAL Klasifikasi Bahan Makanan Ternak Inkonvensional Bijian dan butiran Bungkil jagung Biji Kecipir (Psophocarpus Tetrabonolobus (L.) DC ) Biji Kapuk (Ceiba Petanra) Bungkil Biji Kapas (Gossypium Irsutum) Lembah peternakan/hewan Isi Rumen
  • 4. Limbah Penetasan Tepung Limbah Kodok Tepung Bekicot Keong Mas Cacing Tanah (Lumbricus sp.) Protein sel tunggal (PST) Organisme Non Photosynthetic Organisme Photoynthetic BAB VI PAKAN SUPLEMEN Suplemen Protein Suplemen Asam Amino Suplemen Mineral Klasifikasi Pakan Mineral Perlunya Suplemen Mineral Petunjuk Suplementasi Mineral Garam (NaCl) Kalsium (Ca) dan Phosphor (P) Suplemen Vitamin Vitamin A Vitamin D Vitamin E Vitamin K Biotin Choline Folacin (Asam Folat) Inositol Niacin (asam nikotinat, nicotinamide) Asam pantothenat (vitamin B3) Para Amino Benzoic Acid (PABA) Riboflavin (vtamin B2) Thiamin (vitamin B1) Vitamin B6 (pyridoxin, pyridoxal, pyridoxamine) Vitamin B12 (cobalamin) Vitamin C (asam askorbat, asam dehydroaskorbat) BAB VII PAKAN ADITIF Pengikat Pelet Bahan Anti Jamur Probiotik Enzim Pigmen Bahan Flavor Kontrol Bau Bahan Pengontrol Cacing Anticoksidal DAFTAR PUSTAKA
  • 5. BAB I PENDAHULUAN Ada banyak cara yang digunakan untuk menentukan kualitas bahan makan ternak. Secara garis besar penentuan kualitas dapat dilakukan secara fisik, kimia dan biologis. Seorang ahli kimia dalam menentukan kualitas bahan makanan ternak akan mempertimbangkan kualitas pakan dari segi kandungan protein, lemak atau kandungan zat makanan lainnya. Lain halnya dengan ahli nutrisi mereka selanjutnya akan memikirkan juga kualitas makanan berdasarkan biologis seperti antara lain kecernaaannya dan nilai biologis lainnya. Lebih luas lagi di industri makanan ternak, manajer industri pakan akan memikirkan hal lain seperti daya tahan bila dalam bentuk pellet dan stabilitas air apabila disimpan, sedangkan manajer peternakan lebih banyak mempertimbangkan pengaruhnya terhadap produksi dan pertumbuhan ternaknya. Umumnya dalam penentuan bahan makanan ternak secara kimia masih menggunakan metode analisa proksimat (Weende) yang telah dikembangkan mulai 100 tahun lalu. Metode ini tetap merupakan dasar penentuan kualitas yang banyak digunakan di dunia peternakan. Bahan makanan dibagi dalam 6 fraksi terdiri dari kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Walaupun perkembangan teknologi dalam analisa kimia sudah sedemikian maju, namun analisa tersebut merupakan analisa kelanjutan atau perluasan dari analisa proksimat ini. Beberapa hal yang menyebabkan analisa komposisi kimia perlu ditentukan seperti misalnya kadar air bahan makanan. Hal ini sangat berpengaruh untuk stabilitas penyimpanan disamping dari segi nilai gizinya. Apabila kadar airnya lebih tinggi daripada kadar air yang seharusnya untuk penyimpanan, maka bahan makanan itu akan mudah dicemari mikroba yang dapat menghasilkan racun (mycotoxin) sehingga dapat membahayakan baik untuk ternaknya sendiri ataupun untuk konsumen hasil produksi ternak tersebut. Kadar protein kasar makanan yang dianalisa metode Kjeldahl, walaupun tidak terlalu berarti untuk manusia, akan tetapi masih sangat berguna untuk menentukan nilai protein bahan makanan yang dapat didegradasi dan yang tidak dapat didegradasi pada hewan ruminansia. Dengan demikian cara ini masih merupakan metode yang penting untuk penentuan protein walaupun beberapa metode telah dikembangkan. Penentuan serat dengan menggunakan metode serat deterjen asam Van Soest, dalam beberapa hal lebih baik dariapa penentuan serat kasar dengan metode Weende. Perbedaan utama antara serat deterjen asam dan serat kasar adalah sebagian pentosan dari bahan ektrak tanpa nitrogen (Beta-N) akan teranalisa sebagai serat deterjen asam. Serat deterjen asam dapat digunakan untuk mengasumsikan kecernaan bahan makanan dengan lebih tepat. Walaupun demikian keragaman sering terjadi karena nilai ini sangat tergantung pada derajat lignifikasi dari dinding sel yang menentukan kandungan ligninnya. Akhir-akhir ini telah banyak digunakan mikroskop untuk pengawasan mutu bahan makanan ternak. Mikroskop dapat digunakan sebagai pelengkap analisa kimia dalam uji cepat untuk penentuan ada tidaknya pemalsuan bahan makanan
  • 6. ternak. Penggunaan mikroskop juga dapat memecahkan masalah untuk bahan yang mungkin sulit atau tidak mungkin dianalisa secara kimia. Hal lain yang juga penting adalah untuk mengetahui ada tidaknya kapang dan sporanya dapat diidentifikasi dengan menggunakan miroskop. TUJUAN DAN MANFAAT Tujuan Setelah memperoleh dan mempelajari mata kuliah ini mahasiswa : 1. Mampu mengerjakan/melakukan uji-uji pakan secara fisik, organoleptik dan kimiawi. 2. Menyebutkan pakan yang sesuai dengan kelompok pakannya dan menyebutkan kandungan zat makanan utamanya. 3. Menyebutkan kelemahan/kekurangan/kandungan anti nutrisi pakan-pakan tertentu. 4. Menyebutkan pakan inkonvensional dan pakan harapan. Manfaat Setelah mempelajari PBMT mahasiswa : 1. Mampu memilih pakan yang tepat sesuai dengan tujuan penggunaannya. 2. Mampu mengantisipasi penggunaan pakan yang mengandung anti nutrisi. 3. Mampu memanfaatkan pakan inkonvensional dengan mengantisipasi kelemahan dan kelebihannya. Sumber Bahan Makanan Ternak Berdasarkan kandungan serat kasarnya bahan makanan ternak dapat dibagi kedalam dua golongan yaitu bahan penguat (konsentrat) dan hijauan. Konsentrat dapat berasal dari bahan pangan atau dari tanaman seperti serealia (misalnya jagung, padi atau gandum), kacang-kacangan (misalnya kacang hijau atau kedelai), umbi-umbian (misalnya ubi kayu atau ubi jalar), dan buah-buahan (misalnya kelapa atau kelapa sawit). Konsentrat juga dapat berasal dari hewan seperti tepung daging dan tepung ikan. Disamping itu juga dapat berasal dari industri kimia seperti protein sel tunggal, limbah atau hasil ikutan dari produksi bahan pangan seperti dedak padi dan pollard, hasil ikutan proses ekstraksi seperti bungkil kelapa dan bungkil kedelai, limbah pemotongan hewan seperti tepung darah dan tepung bulu, dan limbah proses fermentasi seperti ampas bir. Hijauan dapat berupa rumput-rumputan dan leguminosa segar atau kering serta silase yang dapat berupa jerami yang berasal dari limbah pangan (jerami padi, jerami kedelai, pucuk tebu) atau yang berasal dari pohon-pohonan (daun gamal dan daun lamtoro). Klasifikasi berdasarkan kandungan gizinya bahan makanan ternak dapat dibagi atas sumber energi (misalnya dedak ubi kayu), sumber protein yang berasal dari tanaman (misalnya bungkil kedelai dan bungkil kelapa) dan sumber protein hewani (tepung darah, tepung bulu dan tepung ikan). Selain sumber protein dan sumber energi, beberapa bahan makanan dapat digolongkan sebagai sumber mineral (misalnya tepung tulang, kapur dan garam), serta sumber vitamin (misalnya ragi dan minyak ikan). Beberapa bahan seperti antibiotika, preparat hormon, preparat enzim, dan buffer dapat digunakan untuk meningkatkan daya
  • 7. guna ransum. Bahan-bahan tersebut digolongkan dalam pakan imbuhan (feed aditif). Pengelompokan yang lain adalah berdasarkan penggunaannnya. Pakan berdasarkan penggunaannya dibagi atas bahan makanan konvensional (seperti bungkil kedelai dan dedak) dan nonkonvensional (seperti ampas nenas dan isi rumen). Komposisi kimia bahan makanan ternak sangat beragam karena tergantung pada varieteas, kondisi tanah, pupuk, iklim, cara pengolahan, lama penyimpanan dan lain-lain. Berdasarkan penelitian, beberapa padi yang berasal dari beberapa pola tanam yang berbeda digiling disuatu penggilingan yang sama maka keragaman dedak padi dari beberapa pola tanam berbeda tersebut tidak banyak berbeda komposisinya. Sedangkan bila padi dari beberapa pola tanam yang sama digiling dibeberapa penggilingan, maka komposisi dedak padi tersebut akan beragam. Dari hal ini cara pengolahan lebih menyebabkan keragaman komposisi dedak padi dibandingkan dengan pola tanam. Umumnya bahan makanan ternak yang berasal dari limbah pertanian/industri tidak dapat digunakan sebagai bahan satu-satunya (pakan tunggal) dalam ransum baik untuk hewan ruminansia maupun non ruminansia, oleh karena kandungan zat-zat makanannya tidak dapat memenuhi standar kebutuhan ternak. Disamping itu, bahan-bahan makanan tersebut sering mempunyai kendala-kendala baik berupa racun maupun antinutrisi sehingga penggunaannya pada ternak perlu dibatasi. Istilah-istilah Dalam Ilmu Makanan Ternak Beberapa istilah yang sering dijumpai dalam pengetahuan bahan makanan ternak diantaranya : ⇒ Ampas : Residu limbah industri pangan yang telah diambil sarinya melalui proses pengolahan secara basah (ampas kelapa, ampas kecap, ampas tahu, ampas bir, ampas ubi kayu/onggok). ⇒ Abu / ash / mineral : Sisa pembakaran pakan dalam tungku/tanur 500 – 600 0 C sehingga semua bahan organik terbakar habis. ⇒ Analisis proksimat (Proximate analysis ) : Analisa kimiawi pada pakan/bahan yang berlandaskan cara Weende yang akan menghasilkan air, abu, protein kasar, lemak dan serat kasar dalam satuan persen. ⇒ Analisis Van Soest : Metoda analisa berdasarkan kelarutannya dalam larutan detergen asam dan detergen netral. ⇒ BETN (Bahan Ekstrak Tanpa N) / NFE (Nitrogen Free Extract) : Karbohidrat bukan serat kasar. Dihitung sebagai selisih kandungan kerbohidrat dengan serat kasar. Merupakan tolak ukur secara kasar kandungan karbohidrat pada suatu pakan/ransum. ⇒ Bahan kering (Dry Matter) : Pakan bebas air. Dihitung dengan cara 100 – kadar air, di mana kadar air diukur merupakan persen bobot yang hilang setelah pemanasan pada suhu 105 0 C sampai beratnya tetap. ⇒ Bahan makanan ternak / pakan (Feeds, Feedstuff) : Semua bahan yang dapat dimakan ternak.
  • 8. ⇒ Bahan organik (Organik matter) : Selisih bahan kering dan abu yang secara kasar merupakan kandungan karbohidrat, lemak dan protein. ⇒ Bahan organik tanpa nitrogen (BOTN) / Non nitrogenous organik matter : Selisih bahan organik dengan protein kasar yang merupakan gambaran kasar kandungan karbohidrat dan lemak suatu bahan/pakan. ⇒ Dedak (Bran) : Limbah industri penggilingan bijian yang terdiri dari kulit luar dan sebagian endosperm seperti dedak padi, dedak gandum (pollard), serta dedak jagung. ⇒ Energi bruto / Gross energy (GE) : Jumlah kalori (panas) hasil pembakaran pakan dalam bom kalorimeter. ⇒ Fodder : Hijauan dari kelompok rumput bertekstur kasar seperti jagung dan sorghum beserta bijinya yang dikeringkan untuk pakan. ⇒ Hijauan makanan ternak (Forage) : Pakan yang berasal dari bagian vegetatif tumbuhan/tanaman dengan kadar serat kasar > 18 % dan mengandung energi tinggi. ⇒ Hijauan kering (Hay ) : Hijauan makan ternak (HMT) yang dikeringkan dengan kadar air biasanya < 10 %. ⇒ Jerami (Straw) : Hijauan limbah pertanian setelah biji dipanen dengan kadar serat kasar umumnya tinggi, bisa berasal dari gramineae maupun leguminoceae. ⇒ Karbohidrat : Senyawa C, H dan O bukan lemak. Merupakan selisih BOTN dan lemak. ⇒ Bungkil : Bahan limbah industri minyak seperti bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, bungkil kedele, dll. ⇒ Lemak kasar (Ether extract) : Semua senyawa pakan/ransum yang dapat larut dalam pelarut organik. ⇒ Lignin : Bagian serat detergen asam yang tidak larut dalam H2SO4 72 % dan terbakar habis pada tanur 500– 600 0 C pada metoda analisis Van Soest. ⇒ Pakan imbuhan / Feed additive : Zat yang ditambahkan dalam ransum untuk memperbaiki daya guna ransum yang bersifat bukan zat makanan. ⇒ Protein kasar (PK) / Crude protein : Kandungan nitrogen pakan/ransum dikalikan faktor protein rata-rata (6,25) karena rata-rata nitrogen dalam protein adalah 16 %, sehingga faktor perkalian protein 100/16 = 6,25. Terdiri dari asam-asam amino yang saling berikatan (ikatan peptida), amida, amina dan semua bahan organik yang mengandung Nitrogen. ⇒ Ransum (Ration, Diet) : Sejumlah pakan/campuran pakan yang dijatahkan untuk ternak dalam sehari. ⇒ Ransum konsentrat : Campuran pakan yang mengandung serat kasar < 18 % dan tinggi protein. ⇒ Selulosa : Rangkaian molekul glukosa dengan ikatan kimia β - 1,4 glukosida dan terdapat dalam tanaman. ⇒ Serat detergen asam (SDA, ADF) : Bagian dinding sel tanaman yang tidak larut dalam detergen asam pada metoda analisis Van Soest. ⇒ Serat kasar (SK) / Crude fiber (CF) : Bagian karbohidrat yang tidak larut setelah pemasakan berturut-turut, masing-masing 30 menit pada H2SO4 1,25 % (0,255 N) dan NaOH 1,25 % (0,312 N). ⇒ Setara protein telur (Chemical score) : Kadar asam amino esensial pembatas protein suatu bahan dibandingkan dengan asam amino protein telur sebagai standar.
  • 9. ⇒ Silase / Silage : Hasil pengawetan hijauan dalam bentuk segar dengan cara menurunkan pH selama penyimpanan. ⇒ Silika (SiO2) / Insoluble ash : Bagian serat detergen asam yang tidak larut dalam H2SO4 72 % dan tersisa sebagai abu pada pembakaran 500 – 600 0 C pada metoda analisis Van Soest. ⇒ Zat makanan (Nutrient) : Zat organik dan inorganik dalam pakan yang dibutuhkan ternak untuk mempertahankan hidup, memelihara keutuhan tubuhnya dan mencapai prestasi produksinya. ⇒ Pakan tambahan (Feed supplement) : Pakan/campuran pakan yang sangat tinggi kandungan salah satu zat makanannya, seperti protein suplemen, mineral suplemen, vitamin suplemen, dll. ⇒ Total digestible nutrient (TDN) : Total energi zat makanan pada ternak yang disetarakan dengan energi dari karbohidrat. Dapat diperoleh secara uji biologis ataupun perhitungan menggunakan data hasil analisis proksimat. ⇒ Asam amino esensial (EAA) : Asam amino yang kerangka karbonnya tidak cukup/tidak dapat dibuat oleh tubuh sehingga harus cukup tersedia dalam protein makanan/ransum sehari-hari. ⇒ Asam amino pembatas (Limiting amino acid) : Asam amino esensial yang paling kurang dalam protein suatu pakan dibandingkan dengan asam amino tersebut dalam protein telur. Erat kaitannya dengan kualitas protein. ⇒ Probiotik : Kultur mikroorganisme yang dapat merangsang/meningkatkan pertumbuhan dari mikroorganisme saluran pencernaan yang diinginkan.
  • 10. BAB II ANALISA KUALITAS BAHAN MAKANAN TERNAK Kualitas nutrisi bahan makanan ternak merupakan faktor utama dalam menentukan kebijakan dalam pemilihan dan penggunaan bahan makanan tersebut sebagai sumber zat makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksinya. Kualitas nutrisi bahan pakan terdiri atas komposisi nilai gizi, serat dan energi serta aplikasinya pada nilai palatabilitas dan daya cerna. Penentuan komposisi nilai gizi secara garis besarnya dapat dilakukan dengan analisa proksimat, dimana dapat ditentukan kandungan air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Dengan analisa proksimat komponen-komponen fraksi serat tidak dapat tergambarkan secara terperinci berdasarkan manfaatnya dan kecernaan pada ternak. Untuk dapat menyempurnakannnya, komponen-komponen serat tersebut dapat dianalisa secara terperinci dengan menggunakan analisa Van Soest. Untuk mengetahui sumbangan energi dari masing-masing komposisi gizi yang terkandung dalam bahan makanan ternak ataupun ransum dapat ditentukan dengan kandungan energi bruto (GE) yang dapat diukur dengan menggunakan analisa energi dengan Bomb Calorimeter. Untuk mendapatkan hasil analisa yang lebih akurat dan menggambarkan kondisi kandungan nilai gizi bahan makanan ternak yang sebenarnya, faktor-faktor yang harus diperhatikan yaitu : pengambilan sample (metode sampling), penggunaan alat dan bahan kimia yang sesuai, metode analisa dengan tingkat ketelitian yang tinggi serta satuan hasil analisa. Berdasarkan hasil analisa kimianya selanjutnya dapat ditentukan klasifikasi bahan makanan sebagai sumber protein, energi atau mineral dan vitamin. Hal ini sangat diperlukan dalam membuat formula-formula ransum yang sesuai dengan standar kebutuhan ternak selain juga tetap mempertimbangkan harga ransum. 1. Analisa Proksimat Bahan makanan ternak akan selalu terdiri dari zat-zat makanan yang terutama diperlukan oleh ternak dan harus kita sediakan. Zat makanan utama antara lain protein, lemak dan karbohidrat perlu diketahui sebelum menyusun ransum. Untuk itu perlu dilakukan analisa laboratorium guna mengetahuinya. Henneberg dan Stohmann dari Weende Experiment Station di Jerman membagi pakan menjadi 6 (enam) fraksi, yaitu : kadar air, abu, protein, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Pembagian zat makanan ini kemudian dikenal sebagai Skema Proksimat (Gambar 1). Untuk melakukan analisa proksimat bahan harus bentuk tepung dengan ukuran maksimum 1 mm. Bahan berkadar air tinggi misalnya rumput segar perlu diketahui dahulu berat awal (segar), berat setelah penjemuran/pengeringan oven 70o C agar dapat dihitung komposisi zat makanan dari rumput dalam keadaan segar dan kering matahari.
  • 11. Air BM Abu BK Protein Kasar BO Lemak Kasar BOTN SK Karbohidrat Beta-N Keterangan : BM : Bahan Makanan BK : Bahan Kering BO : Bahan Organik BOTN : Bahan Organik Tanpa Nitrogen SK : Serat Kasar Beta-N: Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen = 100% - (air + abu + PK + lemak + SK)%. Gambar 1. Skema Pembagian Zat-zat Makanan Menurut Analisa Proksimat Analisa Air Analisis kadar air bahan menggunakan oven dengan temperatur sedikit diatas temperatur didih air yaitu 105o C. Sampel dimasukan ke dalam oven beberapa waktu sehingga tercapai berat tetap. Kadar air adalah selisih berat awal dan akhir dalam satuan persen. Umumnya pakan yang telah mengalami pengeringan matahari/oven 70o C masih mengandung kadar air. Dari analisis ini akan diperoleh kadar bahan kering (bahan yang sudah bebas air/uap air) dengan cara 100% dikurangi dengan kadar air. Analisa Abu Abu adalah bagian dari sisa pembakaran dalam tanur dengan temperatur 400-600o C yang terdiri atas zat-zat anorganik atau mineral. Dari abu ini dapat dilanjutkan untuk mengetahui kadar mineral. Analisa Protein Kasar Pengertian protein kasar adalah semua zat yang mengandung nitrogen. Diketahui bahwa dalam protein rata-rata mengandung nitrogen 10% (kisaran 13- 19%). Metode yang sering digunakan dalam analisa protein adalah metode Kjeldhal yang melalui proses destruksi, destialsi, titrasi dan perhitungan. Dalam
  • 12. analisis ini yang dianalisis adalah unsur nitrogen bahan, sehingga hasilnya harus dikalikan dengan faktor protein untuk memperoleh nilai protein kasarnya. Apabila diketahui secara tepat macam pakan yang dianalisis misal air susu maka faktor proteinnya adalah 6.38, tetapi secara umum biasanya menggunakan 6.25. Untuk pakan-pakan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Beberapa faktor protein bahan makanan ternak. Bahan N dalam Protein (%) Faktor Protein Jagung Dedak gandum Bungkil kapas Protein Bijian Ikan Susu Telur dan daging 16.0 15.8 18.9 17.0 16.0 15.8 16.0 6.25 6.31 5.30 5.90 6.25 6.38 6.25 Sumber : Crampton (1968) Analisa Lemak Kasar Metode yang digunakan antara lain extraksi soxhlet dengan pelarut lemak petroleum ether. Analisis lemak dipergunakan istilah lemak kasar karena dalam analisis ini yang diperoleh adalah suatu zat yang larut dalam proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik antara lain ether, petroleum ether atau chloroform. Kemungkinan yang terlarut dalam pelarut organik ini bukan hanya lemak tetapi juga antara lain : glyserida, chlorophyl, asam lemak terbang, cholesterol, lechitin dan lain-lain dimana zat-zat tersebut tidak termasuk zat makanan tetapi terlarut dalam pelarut lemak. Analisa Serat Kasar Serat kasar mempunyai pengertian sebagai fraksi dari karbohidrat yang tidak larut dalam basa dan asam encer setelah pendidihan masing-masing 30 menit. Termasuk dalam komponen serat kasar ini adalah campuran hemisellulosa, sellulosa dan lignin yang tidak larut. Dalam analisa ini diperoleh fraksi lignin, sellulosa dan hemisellulosa yang justru perlu diketahui komposisinya khusus untuk hijauan makanan ternak atau umumnya pakan berserat. Untuk memperoleh data yang lebih akurat tentang fraksi lignin dan sellulosa dapat dilakukan analisa lain yang lebih spesifik dengan metode analisa serat Van Soest. Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (Beta-N) Untuk memperoleh beta-N adalah dengan cara perhitungan : 100% - (Air + Abu + Protein Kasar + Lemak Kasar + Serat Kasar)%. Dalam fraksi ini termasuk karbohidrat yang umumnya mudah tercerna antara lain pati dan gula.
  • 13. Bahan Makanan Air Oven 105 Bahan kering Isi sel Detergen netral Dinding sel (NDF) Nitrogen Dinding sel Detergen asam Lignosellulosa (ADF) Sellulosa H2SO4 72% Lignin tidak larut pengabuan Lignin HBr 48% Silika Gambar 2. Skema Pembagian Fraksi Serat Berdasarkan Analisa Van Soest Penyajian Data Analisa Proksimat Dalam menyajikan data komposisi zat makanan dari analisa proximat dapat dilakukan dalam komposis i persen berdasarkan segar (dikembalikan dengan menghitung berat awal segar), kering matahari (untuk ransum dan butiran/bijian serta limbah industrinya) dan berdasarkan bahan kering. Data berdasarkan bahan kering ini dipergunakan untuk membandingkan kualitas antar bahan makanan ternak. Manfaat lain dari komposisi data proximat adalah untuk menduga koefesien cerna (berdasarkan rumus Schneider) dan menghitung TDN berdasarkan NRC. 2. Analisa Van Soest Metode ini digunakan untuk mengestimasi kandungan serat dalam pakan dan fraksi-fraksinya kedalam kelompok-kelompok tertentu didasarkan atas keterikatanya dengan anion atau kation detergen (metode detergen). Metode ini dikembangkan oleh Van Soest (1963), kemudian disempurnakan oleh Van Soest dan Wine (1967) dan oleh Goering dan Van Soest (1970). Tujuan awalnya metode ini adalah untuk menentukan jumlah kandungan serat dalam pakan ruminan tetapi kemudaian dapat digunakan juga untuk menentukan kandungan serat baik untuk nonruminant maupun dalam pangan. Metode detergen terdiri dari 2 bagian yaitu : Sistem netral untuk mengukur total serat atau serat yang tidak larut dalam detergen netral (NDF) dan sistem detergen asam digunakan untuk mengisolasi sellulosa yang tidak larut dan lignin serta beberapa komponen yang terikat dengan keduanya (ADF). a. Peralatan untuk analisis Van Soes Alat yang digunakan untuk menganalisa NDF dan ADF secara umum adalah sama dengan peralatan yang digunakan untuk penentuan serat kasar (Proximat) walaupun ada beberapa kekhasan untuk sebagian alat. Hal paling penting adalah
  • 14. alat untuk memanaskan gelas beaker haruslah ada alat kontrolnya masing-masing supaya bisa diatur panasnya sesuai kebutuhan juga perlu alat pendingin (kondensor) dibagian atasnya. Sistem pendingin air juga harus berjalan dengan baik untuk menghindari kesalahan hasil analisa. Kegagalan dalam sistem ini akan menghasilkan kesalahan pengukuran dan komponen serat biasanya akan lebih tinggi dari yang seharusnya. Hal ini disebabkan oleh sampel dalam gelas beaker akan naik ke dinding gelas dan tidak bisa turun atau tidak bersentuhan lagi dengan larutan akibat dari alat pendingin yang tidak berfungsi. Peralatan utama yang diperlukan untuk analisis ini adalah : 1). Gelas beaker : Kapasitas 600 ml, 2). Hot plate : 400 watt masing-masing untuk satu gelas dengan alat kontrol, 3). Kondensor : Alat pendingin ini berhubungan dengan air yang mengalir dan bentuknya biasanya bulat sehingga pas masuk dibagian mulut gelas beaker 600 ml, 4) Crusibel atau kertas saring. Peralatan pendukung lainnya adalah sama dengan alat yang digunakan waktu penentuan serat kasar. Sampel bisa disaring dengan menggunakan gelas saring (crusibel) atau kertas saring Whatman no. 54 atau 54l. Penggunaan kertas saring akan lebih mudah apabila tidak diperlukan analisis lebih lanjut seperti penentuan lignin, silika dll. Kertas saring juga lebih memudahkan apabila ingin meneruskan menganalisa kandungan N didinding sel karena hasil saringan ini dapat langsung dimasukan kedalam labu Kjeldahl. Penggunaan crusibel atau kertas akan menghasilkan nilai analisis yang sama apabila dilakukan dengan benar. Apabila menggunakan kertas saring biasanya akan ditempatkan pada cawan yang sudah ada bolongan dibagian bawahnya sehingga akan memudahkan waktu penyaringan dengan menggunakan vacum. Kehati-hatian sangat diperlukan dengan kertas saring dibanding dengan crusibel, dimana ketas saring mudah sobek juga ketika akan diangkat dari tempat penyaringan ketempat pengeringan. Tanur sebagai alat untuk pengabuan perlu juga diperhatikan dimana seharusnya suhu yang dicapai tidak melewati 500o C, untuk itu alat pengontrol suhu sangat diperlukan. Suhu yang melewati 500o C bisa melelehkan crusibel dan kemungkinan mempengaruhi hasil perhitungan. b. Bahan Kimia Pencampuran bahan kimia dalam sistem detergen ini memerlukan pengukuran yang benar dan tempat yang cukup memadai untuk pembuatan larutan sesuai dengan yang direncanakan, baik menyangkut volume maupun beratnya. Tabel 2. Larutan untuk Neutral-Detergent Fiber (NDF) Neutral Detergent Fiber (NDF) 1. Distilled water 2. Sodium lauryl sulfate, lab grade 3. Disodium ethylenediaminetetraacetate (EDTA) dihydrate crystal, reagent grade 4. Sodium borate decahydrate, reagent grade 5. Disodium hydrogen phosphate, anhydrous, reagent grade Kalau menggunakan yang hydrous 10H2O 6. 2-ethoxyethanol (ethylene glycol monoethyl ether), purified grade 1 liter 30 gram 18.61 gram 6.81 gram 4.56 gram 11.48 gram 10 ml
  • 15. Larutan dibuat pertama dengan cara melarutkan EDTA dan Na2B4O7.10H2O. Kemudian ditambahkan Na2HPO4 atau Na2HPO4.10H2O, sambil diaduk dengan menggunakan stirer yang sekaligus berfungsi sebagai hot plate untuk mempermudah kelarutan. Ethylene glycol monoethyl ether ditambahkan sebagai mana perlunya untuk mengontrol busa supaya tidak berlebihan. Untuk memastukan larutan detergen ini netral bisa dilakukan pengecekan pH dan biasanya akan berkisar antara 6.9-7.1. Apabila larutan disimpan ditempat yang suhunya dibawah 18o C deterjen biasanya akan mengendap tetapi dpat dilarutkan kembali dengan pemanasan. Total larutan akan mencapai lebih dari volume yang dibuat karena adanya penambahan volume dari bahan kimia. Sebagai contoh apabila membuat larutan sebanyak 18 liter maka dengan adanya penambahan kimia tersebut total larutan bisa mencapai 18.5 liter. Untuk menganalisis bahan pakan atau pangan yang mengandung patinya sangat tinggi biasanya ditambahkan enzim pencerna pati seperti : Amyloglucosidase, hog pancreas amylase, Bacillus subtilis amylase dan termamyl. Larutan ADF dibuat dengan cara pertama dibuat dulu larutan asam sulfat 0.5 M (1 N) dan boleh sedikit adanya variasi larutan sebesar 0.98 – 1.02 N. Apabila menggunakan larutan asam sulfat murni bisa dibuat dengan cara menambahkan 49.0 gram asam sulfat murni kedalam air sehingga didapat sebanyak 1 liter (ini akan sama dengan larutan 1 N). Kemudian ditambahkan 20 gram CETAB dan diaduk dengan stirer sampai larut. Penambahan CETAB kedalam larutan asam sulfat 1 N kemungkinan sedikit akan menaikan volumenya. Tabel 3. Larutan untuk Acid-Detergent Fiber (ADF) Acid Detergent Fiber (ADF) 1. Sulfuric acid 1 N, reagent grade, sebanyak 1 liter. Apabila menggunakan H2SO4 murni tiap liter larutan 2. Cetyltrimethylammonium Bromida (CETAB), technical grade 1 liter 49.04 gram 20 gram c. Neutral Detergent Fiber (NDF) Komponen serat yang tergabung dalam NDF merupakan bahan yang tidak dapat larut dari matrix dinding sel tanaman. Serat tersebut secara kovalen terikat sangat kuat dengan ikatan hidrogen, kristallin atau ikatan intramolekular lain yang mereka sangat resisten terhadap larutan yang masih berada pada tingkat konsentrasi physiologis. Karena larutan NDS tidak bersifat hidrolitik maka hampir semua ikatan-ikatan tersebut masih berada dalam residu NDF. Hal ini dapat dilihat apabila dibandingkan antara nilai daya cerna in vitro dan in vivo dari NDF. Terdapat sedikit perbedaan daya cerna akibat dari adanya pengahancuran beberapa komponen seperti silica dan tannin oleh neutral detergen. Tidak semua komponen dari dinding sel terikat ke dalam matrik. Pektin, sebagai contoh hampir 90% nya dapat dilarutkan oleh NDS, demikian juga pektin
  • 16. adalah komponen yang mudah difermentasikan, sehingga hal ini memperlihatkan tidak adanya pengaruh lignifikasi pada ikatan pektin. Dengan demikian NDF tidak dapat dinyatakan mewakili komponen dinding sel secara keseluruhanya, tetapi hanya mewakili sebagai residu dari komponen nutirisi yang mempunyai ikatan dengan matrix lignin dan secara physik merupakan struktur yang tidak dapat larut dan mempunyai pengaruh khusus baik pada rumen maupun pada saluran pencenrnaan non ruminan. Serat biasanya digunakan sebagai indeks negatif dari kualitas pakan, dimana secara umum menggambarkan bagian dari komponen pakan yang tidak dapat dicerna. Meskipun NDF telah mencakup semua komponen yang tidak dapat dicerna, dibandingkan dengan ADF (NDF - hemiselulosa) atau Serat Kasar (lignin + hemiselulosa + selulosa), korelasi NDF dengan daya cerna pada ruminan sering tidak bisa menggambarkan hasil yang diinginkan. Hal ini telah menyebabkan digunakanya ADF sebagai standar untuk menguji daya cerna hijauan, meskipun NDF lebih baik hubunganya dengan ruminasi (mamah biak), efisiensi dan konsumsi pakan. Standar kebutuhan serat untuk ruminansia hanya bisa dinyatakan dengan nilai NDF, hal ini disebabkan hemiselulosa mempunyai pengaruh yang besar. Nilai NDF adalah kandungan semua serat yang teranalisis, dan ini satu-satunya cara yang bisa menggambarkan kandungan serat meskipun dari bahan hijauan atau konsentrat yang berbeda. Untuk itu NDF adalah satu- satunya analisis serat yang bisa merangking komponen pakan mulai dari yang tidak berserat, sedikit mengandung serat sampai pada bahan yang sangat tinggi seratnya seperti jerami dan selulosa. Perkembangan lain dengan ditemukanya serat melalui analisis NDF adalah adanya kenyataan bahwa komponen yang larut mempunyai pengaruh phisiologis yang berbeda dengan matrik yang tidak larut. Pada ruminan komplek yang terlarut semuanya dapat difermentasikan, sehingga dalam hal ini juga komponen yang terlarut oleh larutan detergen netral termasuk didalamnya pati dan gula-gula terlarut lainya mengalami hal yang sama. Demikian juga NDF telah diakui sebagai komponen bahan pangan yang diperlukan dalam menu pada makanan manusia. Protein NDF. Ekstraksi dengan larutan detergen netral tidak melarukan semua protein dalam matrik dinding sel, tetapi sebagian tetap terikat secara kovalen pada polysakarida dinding sel. Sebagian juga terikat akibat adanya reaksi Maillard akibat pemanasan dan sebagian lagi mungkin terendapkan bersama tanin. Hanya sebanyak 80 % diperkirakan protein dapat terlarut dengan larutan detergen netral selebihnya diduga hanya protein yang rendah daya larutnya atau terikat dengan matrik dinding sel sehingga merupakan bagian yang tidak dapat dicerna. Untuk alasan tersebut maka bagian protein yang terlarut dengan larutan detergen netral dapat digunakan sebagai cara untuk mengetes protein terlarut dari suatu bahan pakan. Prosedur analisis. Timbang bahan sampel sebanyak 0.5 – 1 g (kering udara dan sudah digiling) masukan kedalam gelas beaker 600 ml. Tambahkan 100 ml larutan detergen netral dan 2-3 tetes decalin. Simpan ditempat pemanasan (hot plate) tunggu antara 5-6 menit sampai mulai panas kemudaian dihitung waktu pemanasanya selama 60 menit sambil di reflux dengan aliran air untuk menghindari sampel yang nempel didinding gelas dan tidak terendam larutan (Gambar 2). Apabila mengerjakan lebih dari satu sampel bisa ditambah 3 menit
  • 17. antara satu dengan lainya untuk memberikan semua bahan yang dilarutkan dimulai dari panas yang cukup. Setelah 60 menit dididihkan baker diambil dari pemanas dan dibiarkan sebentar supaya bahan padatan mengendap dibawahnya. Siapkan gelas saring pada tempatnya dan panaskan dengan air mendidih. Bahan larutan kemudian disaring secara pelan-pelan mulai dari bahan cairan yang terlarut cukup dengan vaccum yang rendah dayanya. Kemudian bagain padatanya bisa dimasukan ke saringan sambil dibilas dengan air mendidih sampai semua sampel habis masuk ke gelas saring. Vaccum bisa ditambah kekuatanya sesuai dengan kebutuhan. Sampel dicuci sekitar 2 kali dengan air panas, 2 kali dengan aseton dan kemudian dapat dikeringkan. Crusibel dapat dikeringkan minimal selama 8 jam (atau disimpan semalam apabila analsis dilanjutkan hari berikutnya) pada suhu 105o C dalam oven yang dilengkapi dengan sistem kipas. Setelah ditimbang akan didapatkan berat kering resisu NDF, kemudian sampel dibakar dalam tanur 500o C cukup selama 3 jam. Pindahkan kedalam oven sampai suhunya kembali menjadi 105o C kemudain ditimbang. Bahan yang tersisa pada crusible adalah abu dari dinding sel. 3. Analisa Energi Kata energi berasal dari bahasa Yunani yaitu : En = in artinya dalam dan Ergon artinya kerja. Sehingga kata energi diartikan sebagai dalam bentuk kerja. Energi ada beberapa macam diantaranya : 1. Energi mekanik 2. Energi Cahaya 3. Energi panas 4. Energi nuklir 5. Energi aliran panas dan 6. Energi molekuler atau energi kimia yang sangat berperanan sekali dalam bidang ilmu makanan ternak dan nutrisi. Prinsip Dasar Adanya perubahan energi kimia dalam molekul bahan makanan ke dalam bentuk energi kinetik dari suatu reaksi metabolic yang dapat menimbulkan kerja atau panas. Menurut La voisier dan La place tahun 1780 dari Perancis bahwa panas yang diproduksi hewan berasal dari oksidasi zat organik bahan makanan yang disuplai, dapat dijadikan sumber energi akibatnya nilai energi yang dihasilkan dapat dijadikan criteria nilai gizi pakan atau ransum yang dikonsumsi hewan tersebut. Pembakaran bahan makanan berlangsung sebagai berikut : CHO + O2 CO2 + H2O + gas + panas. Pembakaran makanan tersebut menggunakan oksigen (O2) dan menghasilkan energi bruto atau gross energi (GE). Pengukuran energi brotu ini menggunakan alat Bomb Calorimeter (perubahan suhu akibat pembakaran pakan dengan oksigen). Pengukuran energi bahan makanan ternak atau ransum menggunakan satuan-satuan atau indicator angka sebagai jumlah energi yang dinyatakan dalam satuan : 1. Kalori (kal) yaitu jumlah panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan temperatur 1 gram air dari suhu 14.5o C menjadi 15.5o C.
  • 18. 2. Them adalah jumlah panas yang dibituhkan untuk menaikkan suhu 1 ton air 1o C. 3. British Them Unit = BTU adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 liter air 1o F. 4. Joule = 107 Erg adalah jumlah panas yang dibituhkan untuk memindahkan 1 liter air/barang sejauh 0.7375 kaki. Nilai setara kalori untuk energi adalah sebagai berikut : 1. 1 kalori (kal) setara 4.184 Joule (J) Crampton 2. 1 kalori (kal) setara 5.183 Internasional Joule (Kleiber) 3. 1 BTU setara 0.252 kkal. 4. 1 kilo kalori (kkal) setara 3.96 BTU. Setiap kandungan nutrien mempunyai nilai setara kalor (energi) yang berbeda yaitu : 1. Protein setara 5.65 kkal/g 2. Karbohidrat setara 4.10 kkal/g 3. Lemak setara 9.45 kkal/g Sehingga rasio sumbangan energi kandungan nutrien tersebut (Protein : KH : Lemak) adalah 1 : 1 :2.5 kali. Kalorimeter ada 2 macam yaitu : 1. Bomb Calorimeter terdiri dari : Adiabatic Calorimeter dan Isotermik Calorimeter. 2. Animal Calorimeter untuk mengukur energi metabolic seperti : Basal Metabolic Rate (BMR), RQ dan NE. Karakteristik Adiabatic Bomb Calorimeter : 1. Panas tidak langsung, tidak ada panas yang menyeberang. 2. Mempunyai 2 suhu, sehingga perlu menyamakan suhu dan disetarakan sehingga tidak saling mempengaruhi. Sedangkan karakteristik Isothermic Bomb Calorimeter adalah panas bersambung, dan hanya ada satu suhu. Komponen Bomb Calorimeter adalah : 1. Jacket 2. Bucket untuk tempat air (suhu konstan) 3. Bomb berisikan cawan, kawat platina dan sample dalam bentuk pellet, kemudian dialirkan oksigen untuk pembakarannya. Pengukuran energi bahan makanan ternak atau ransum menggunakan Bomb Calorimeter yang dikoreksi dengan beberapa faktor koreksi yaitu : a. Koreksi penggunaan asam, 1 ml Na2CO3 = 1 kalori. b. Koreksi kawat terbakar, 1 cm kawat = 2.3 kalori. c. Koreksi sulfur (S), bila kandungan S bahan makanan ternak lebih besar dari 0.1% dimana 1 gram S = 1.4 kkal.
  • 19. Tabel 4. Kandungan energi bruto beberapa bahan pakan. Bahan Energi Bruto (kkal/g) Jagung Kacang kedelai Dedak Gandum Glukosa Karbohidrat Lemak babi Casein 4.43 2.52 4.54 3.76 3.75-4.25 9.48 5.86 Sebelum dilakukan analisa energi, Bomb Calorimeter disetarakan dulu dengan memperhitungkan faktor koreksi tersebut. Kandungan energi bruto (Gross Energi = GE) beberapa bahan makanan ternak bisa dilihat pada tabel2. Nilai GE dari karbohidrat berkisar antara 3.75 – 4.25 kkal, sedangkan nilai GE untuk protein lebih tinggi daripada karbohidrat, tetapi di dalam tubuh ternak, energi protein tidak dapat dipergunakan seluruhnya, energi ini akan keluar dalam bentuk ikatan asam urat atau urea yang masih mengandung GE sekitar 1.25 kkal, sehingga energi yang akan didapat dalam tubuh ternak yang berasal dari protein hampir sama dengan karbohidrat yaitu : 4.25 kkal (5.50-1.25). Nilai energi bruto (GE) untuk macam-macam protein dan lemak diperlihatkan pada tabel 3 (nilai rata-rata GE protein = 5.20 kkal dan rata-rata GE lemak = 9.35 kkal). Tabel 5. Kandungan energi bruto bahan sumber protein dan lemak. Bahan Energi Bruto (kkal/g) Daging sapi Gelatin Albumin telur Kuning telur Kacang-kacangan Sayur-sayuran Lemak daging, ikan dan telur Lemak hasil ternak perah Lemak butiram 5.65 5.60 5.71 5.84 5.70 5.80 9.50 9.25 9.30 Penggunaan Energi Oleh Ternak Energi karbohidrat digunakan ternak sebanyak 95% sedangkan energi protein hanya 70%, sehingga penggunaan energi karbohidrat lebih efisien dibandingkan protein dan lemak. Diantara gizi lainnya, lemak mempunyai kandungan energi paling tinggi yaitu sebesar 2.25 kali karbohidrat dan protein. Perbedaan ini disebabkan oleh kandungan oksigen dalam molekul. Dalam molekul karbohidrat terdapat cukup oksigen untuk pembakaran hydrogen yang dikandungnya, sehingga panas yang dikeluarkan hanya dari pembakaran atau oksidasi karbon (C). Pada lemak relatif sedikit oksigen, sehingga memerlukan oksigen lebih banyak untuk pembakaran hydrogen (H) da karbon (C). Untuk pembakaran 1 gram H menghasilkan panas 4 kali lebih banyak dari pembakaran C, sehingga panas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan denagan protein da n karbohidrat. Dalam lemak kasar, selain lemak murni tergolong dalam trigliserida, terdapat juga zat-zat lain yang larut dalam ether. Zat-zat tersebut akan mengurangi manfaat lemak sebagai sumber energi untuk ternak atau hewan lainnya.
  • 20. BAB III KIMIA MAKANAN TERNAK KUALITAS PROTEIN Kegunaan dari protein bahan makanan relatif tergantung pada keperluan hewan terhadap banyaknya protein, sedang pada beberapa hewan seperti ayam dan babi juga tergantung pada asam-asam amino esensial yang terdapat dalam bahan makanan tersebut. Pada hewan-hewan tersebut asam-asam amino tertentu harus tersedia dalam ransum. Asam-asam amino ini disebut asam-asam amino esensial. Bahan makanan dikatakan mempunyai kualitas protein yang baik apabila bahan makanan tersebut dapat menyediakan seluruh asam-asam amino esensial dalam perbandingan hampir mendekati sama dengan yang ada pada protein yang akan dibentuk, ditambah sumber N yang lain untuk membentuk asam amino yang tidak esensial. Sedang yang dikatakan asam amino esensial yaitu asam-asam amino yang tidak dapat disintesis dalam tubuh hewan dalam kecepatan yang diperlukan untuk pertumbuhan yang normal. Misalnya arginine untuk tikus adalah esensial, walaupun asam amino ini dapat dibentuk oleh tubuh tikus, tapi tidak dalam kecepatan yang cukup untuk pertumbuhannya. Penentuan kualitas protein dapat berdasarkan : 1. Kimia 2. Biologis, yaitu dengan BV, PER, Replacement Value, dll. Secara kimia, penentuan protein diperhitungkan secara : 1. Chemical Score Menurut Block & Mitchell, kualitas protein ditentukan oleh asam-asam amino yang relatif paling kekurangan. Di sini protein standar yaitu protein telur. Dengan membandingkan tiap-tiap asam amino dari bahan tersebut kita akan mendekati asam amino yang paling defisien. Tabel 6. Perbandingan komposisi asam amino telur dan gandum Asam amino % AA dalam protein telur % AA dalam protein gandum % AA defisien dalam gandum Arginine 6,4 4,2 -34 Histidine 2,1 2,1 0 Lysine 7,2 2,7 -63 Tryptophan 1,5 1,2 -20 Tyrosine 4,5 4,4 -2 Phenilalanine 6,3 5,7 -10 Cystine 2,4 1,8 -25 Methionine 4,1 2,4 -39 Cystine & Methionine 6,5 4,3 -34 Threonine 4,9 3,3 -33 Leucine 9,2 6,8 -26 Isoleucine 8 3,6 -55 Valine 7,3 4,5 -37 Asam amino yang paling defisien adalah Lysine. Chemical Score dari protein gandum 100 – 63 = 37.
  • 21. 2. Secara EAAI = Essential Amino Acid Index Oser mengembangkan pendapat Block dan Mitchell, ia berpendapat bahwa seharusnya dalam menentukan kualitas protein tidak saja asam amino esensial yang paling defisien yang harus diperhatikan tapi seluruh asam amino esensial dari bahan tersebut harus dipertimbangkan. Juga dipakai sebagai protein standar adalah protein telur. 10 100 ......... 100100100 eeee n n c c b b a a EAAI ××××= a – n = % asam amino dari protein yang dinilai ae – ne= % asam amino dari protein telur untuk memudahkannya :       +++= eee n n b b a a EAAI 100 log........... 100 log 100 log 10 1 log a – n = % asam amino dari protein yang dinilai ae – ne= % asam amino dari protein telur untuk memudahkannya :       +++= eee n n b b a a EAAI 100 log........... 100 log 100 log 10 1 log 3. Supplementary Effect Apabila beberapa protein yang mempunyai kekurangan asam amino dikombinasikan, maka secara biologis protein campuran ini akan bertambah nilai biologisnya oleh karena adanya supplementary effect. Misalnya suatu protein tubuh harus dibentuk asam-asam amino A, B, C, D, E dengan perbandingan 48, 10, 4, 32, 6. Jadi mempunyai susunan A48B10C4D32E6. Apabila sumber protein yang diberikan : Protein I dengan susunan A26B28C2D34E10 kegunaan protein ini tergantung daripada C. Selama C hanya mempunyai persediaan 2, maka protein tubuh yang dibentuk : A24B5C2D16E3 (= ½ x A48B10C4D32E6). Jadi protein I hanya digunakan 50 %, sisanya A2B23C8D18E7 (A26B28C2D34E10 – A24B5C2D16E3) akan dibakar sebagai energi. Dalam hal ini kita dapat memperbaikinya dengan : 1. Penambahan asam-asam amino murni 2. Memberikan campuran dengan protein Misalkan kita berikan campuran protein ke-II yang mempunyai susunan A46B18C6D20E10.
  • 22. Jadi : Ideal A48B10C4D32E6 Protein I A26B28C2D34E10 Protein II A46B18C6D20E10 Camp. I + II A36B23C4D27E10 Protein untuk sintesis protein tubuh : A36B7C3D24E5 = 75 % Penggunaan untuk energi : A0B16C1D3E5 = 25 % Pada umumnya protein tumbuh-tumbuhan mempunyai kadar lysine rendah sedangkan tepung darah walaupun tidak kaya asam-asam amino, akan tetapi mempunyai kadar lysine yang tinggi sehingga baik dipergunakan sebagai suplemen pada protein tumbuh-tumbuhan. Perbedaan kualitas protein nabati dan hewani dilihat dari segi asam amino yang dikandungnya terlihat pada Tabel 7. Tabel 7. Asam Amino dari Protein Nabati dan Hewani Asam amino Butir-butiran* Protein hewani+ Standar telur Arginine 4,8 5,7 6,4 Histidine 2,1 3,3 2,1 Lysine 3,1 7,7 7,2 Tyrosine 4,8 3,9 4,5 Tryptophane 1,2 1,1 1,5 Phenilalanine 5,7 5,4 6,3 Cystine 1,7 1,2 2,4 Methionine 2,3 2,6 4,5 Threonine 3,4 4,5 4,9 Leucine 7,1** 9,2 9,2 Isoleucine 4,3 4,9 8,0 Valine 5,2 6,6 7,3 *Wheat, jagung, rye, oats **Tidak termasuk dalam rate ini : Jagung + Tankage, tepung darah, ikan, susu Susu, telur dan daging dapat menyediakan asam amino dalam perbandingan yang hampir mendekati kesempurnaan untuk digunakan.
  • 23. BAB IV BAHAN MAKANAN TERNAK NABATI Pakan berperanan sangat penting dalam menentukan produktivitas ternak. Kira-kira 25% dari perbedaan produksi ternak dikarenakan oleh keturunan sedangkan 75% sisanya ditentukan oleh faktor lingkungan dengan pakan sebagai faktor penentu terbesar. Konsentrat adalah pakan yang tinggi kandungan ekstrak tiada nitrogen (Beta- N) dan rendah kandungan serat kasar (SK) yaitu lebih rendah dari 18%. Kandungan protein pakan dapat dibagi 2 yaitu : (1) Konsentrat sumber energi, (2) konsentrat sumber energi da protein. Karena konsentrat realtif mengandung serat kasar yang rendah, maka hampir semua konsentrat mempunyai kecernaan yang tinggi. Butiran mengandung sejumlah besar pati yang dengan mudah dapat dicerna dan diserap ternak. Sebaliknya protein dari butiran kebanyakan defisiensi akan asam amino lisin. Hal ini tidak masalah yang besar untuk ternak ruminansia, tetapi akan bermasalah pada ternak nonruminansia yang makanan utamanya berasal dari butiran. Dalam bab hijauan ditekankan pentingnya hijauan yang berkualitas baik. Tetapi untuk mengefisienkan produksi ternak, konsentrat biasanya diperlukan sebagai bahan tambahan pada hijauan. Hal ini karena pada ternak yang diberi hijauan saja tidak dapat memenuhi kebutuhannya untuk produksi yang tinggi mengingat hijauan mempunyai kecernaan dan energi neto yang rendah. A. BUTIR-BUTIRAN DAN LIMBAHNYA Konsentrat sumber energi adalah bahan makanan ternak yang tinggi kandungan energi dan rendah kandungan serat kasar (<18%), serta umumnya mengandung protein yang lebih rendah dari 20%. 1. Jagung (Zea mays) Tinggi rendahnya produksi jagung tergantung pada tipe jagung yang dipakai, pemupukan serta cuaca. Jagung merupakan pakan yang sangat baik untuk ternak. Jagung sangat disukai ternak dan pemakaiannya dalam ransum ternak tidak ada pembatasan, kecuali untuk ternak yang akan dipakai sebagai bibit. Pemakaian yang berlebihan untuk ternak ini dapat menyebabakan kelebihan lemak. Jagung tidak mempunyai anti nutrisi dan sifat pencahar. Walaupun demikian pemakaian dalam ransum ternak terutama untuk bibit perlu dibatasi karena penggunaan jagung yang tinggi dapat mengakibatkan sulitnya ternak untuk berproduksi. Disamping itu penggunaannya pada ternak muda yang akan dipakai bibit perlu dibatasi karena selain tidak ekonomis bila dipergunakan tinggi dalam ransum juga karena penggunaan yang terlampau tinggi dapat menyulitkan ternak tersebut untuk berproduksi. Secara kualitatif kualitas butiran jagung dapat diuji dengan menggunakan bulk density ataupun uji apung. Bulk density butiran jagung yang baik adalah 626.6 g/liter, sedangkan untuk jagung giling yang baik berkisar antara 701.8 – 722.9 g/liter. Makin banyak jagung yang mengapung berarti makin banyak jagung
  • 24. yang rusak. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas jagung yang baik. Kualitas jagung scara kuantitatif dapat dilakukan diaboratorium dengan menggunakan metode proksimat (tabel 8). Minmum data kadar bahan kering, protein kasar dan serat kasar harus diketahui setiap kali pengiriman jagung. Gambar 3. Pohon Jagung dan Jagung kuning pipilan Jagung merupakan butiran yang mempunyai total nutrien tercerna (TDN) dan net energi (NE) yang tinggi. Kandungan TDN yang tinggi (81.9%) adalah karena : (1) jagung sangat kaya akan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N) yang hampir semuanya pati, (2) jagung mengandung lemak yang tinggi dibandingkan semua butiran kecuali oat, (3) jagung mengandung sangat rendah serat kasar, oleh karena itu mudah dicerna. Kandungan protein jagung rendah dan defisiensi asam amino lisin. Dari butiran yang ada, hanya jagung kuning yang mengandung karoten. Kandungan karoten jagung akanmenurun dan atau hilang selama penyimpanan. 2. Dedak Padi (Oriza sativa) Dedak padi diperoleh dari penggilingan padi menjadi beras. Banyaknya dedak padi yang dihasilkan tergantung pada cara pengolahan. Sebanyak 14.44% dedak kasar, 26.99% dedak halus, 3% bekatul dan 1-17% menir dapat dihasilkan dari berat gabah kering. Dedak padi cukup disenangi ternak. Pemakaian dedak padi dalam ransum ternak umumnya sampai 25% dari campuran konsentrat. Walaupun tidak mengandung zat antinutrisi, pembatasan dilakukan karena pemakaian dedak padi dalam jumlah besar dapat menyebabkan susahnya pengosongan saluran pencernaan karena sifat pencahar pada dedak. Tambahan lagi pemakaian dedak padi dalam jumlah besar dalam campuran konsentrat dapat memungkinkan ransum tersebut mudah mengalami ketengikan selama penyimpanan. Secara kualitatif kualitas dedak padi dapat diuji dengan menggunakan bulk density ataupun uji apung. Bulk density dedak padi yang baik adalah 337.2 – 350.7 g/l. Makin banyak dedak padi yang mengapung, makin jelek kualitas dedak padi tersebut. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, bau dan uji
  • 25. sekam (flouroglusinol) dapat dipakai untuk mengetahui kualitas dedak padi yang baik. Bau tengik merupakan indikasi yang baik untuk dedak yang mengalami kerusakan. Gambar 4. Dedak padi Kualitas dedak padi secara kuantitatif dapat dilakukan dilaborotorium dengan menggunakan metode proksimat (tabel 8). Dedak padi yang berkualitas baik mempunyai protein rata-rata dalam bahan kering adalah 12.4%, lemak 13.6% dan serat kasar 11.6%. Dedak padi menyediakan protein yang lebih berkualitas dibandingkan dengan jagung. Dedak padi kaya akan thiamin dan sangat tingi dalam niasin. 3. Pollard (dedak gandum – Triticum sativum lank) Pollard merupakan limbah dari penggilingan gandum menjadi terigu. Angka konversi pollard dari bahan baku sekitar 25-26%. Pollard merupakan pakan yang popular dan penting pada pakan ternak, karena palatabilitanya cukup tinggi. Pollard tidak mempunyai antinutrisi, tetapi penggunaan pollard perlu dibatasi mengingat adanya sifat pencahar yang ada pada pollard. Karena danya sifat pencahar, maka pollard akan bernilai apabila diberikan pada ternak yang baru atau setelah melahirkan. Pollard juga akan bernilai sangat baik apabila diberikan pada ternak-ternak dara. Secara kualitatif kualitas pollard dapat diuji dengan menggunakan uji bulk density ataupun uji apung. Bulk density pollard adalah 208.7 g/l. Bulk density yang lebih besar atau lebih kecil dapat berarti adanya kontaminasi atau pemalsuan. Makin banyak pollard yang mengapung, makin banyak sekam yang terdapat pada pollard tersebut. Uji flouroglunicol dapat juga dipakai untuk menguji sekam pollard. Selain itu juga uji organoleptik seperti tekstur, raa, warna dan bau dapat dipakai untuk mengetahui pollard yang baik. Kualitas pollard secara kuantitatif dapat dilakukan dilaboratorium dengan mengunakan metode proksimat (tabel 8).
  • 26. Gambar 5. Pollard halus (giling) Pollard merupakan salah satu pakan ternak yang popular, dan nilai produksi yang dihasilkan tampaknya lebih besar daripada yang diperkirakan dari kandungan protein dan kecernaan nilai zat makanannya. Pemberian pollard biasanya dicampur dengan butiran dan dengan pakan yang kaya protein seperti bungkil-bungkilan. Pollard mempunyai nilai yang tinggi ketika dipakai lebih dari ¼ bagian konsentrat. Kualitas protein pollard lebih baik dari jagung, tetapi rendah daripada kualitas protein bungkil kedelai, susu, ikan dan daging. Pollard kaya akan phospor (P) feerum (fe) tetapi miskin akan kalsium (Ca). Pollard mengandung 1.29% P, tetapi hanya mengandung 0.13% Ca. Bagian terbesar dari P ada dalam bentuk phitin phospor. Pollard tidak mengandung vitamin A atau vitamin, tetapi kaya akan niacin dan thiamin. 4. Ampas Bir Bir dibuat dari bahan baku yang terdiri dari gandum, beras dan jagung. Untuk setiap kilogram bahan baku akan menghasilkan limbah yang sama banyaknya yaitu satu kilogram. Ampas bir cukup disukai ternak, sedangkan ampas segar yang telah disimpan tanpa perlakuan yang baik dapat menurunkan palatabilitas. Ampas bir yang dibuat dari bijian yang tidak mengandung antinutrisi, maka ampas bir juga tidak mengandung antinutrisi. Ampas bir yang dibuat dari bahan baku gandum akan mempunyai sifat pencahar, sedangkan bila dipergunakan butiran lain yang tidak mempunyai sifat pencahar, maka ampas bir yang dihasilkannya pun tidak mempunyai sifat pencahar. Secara kualitatif kualitas tepung ampas bir dapat diuji dengan menggunakan bulk density ataupun uji apung. Selain itu juga organoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas ampas bir, analisa PK dan SK perlu dilakukan. 5. Shorgum (Shorgum bicolor) Kulaitas shorgum hampir mirip dengan jagung (tabel 8), walaupun ukuran butirannya lebih kecil. Proteinnya umumnya lebih tinggi daripada jagung, tapi
  • 27. lemaknya lebih rendah. Kandungan methioninnya hampir sama dengan jagung, namun lisinnya lebih rendah. Kandungan serat kasar shorgum cukup rendah sehingga dapat diberikan pada unggas, tapi bila pengunaannya menggantikan jagung perlu diperhatikan karena shorgum tidak mempunyai xanthopyll. Penggunaan shorgum perlu mendapatkan perhatian karena kandungan tanninnnya yang tinggi. Diduga kandungan tannin ini dapat menyebabkan gangguan pada ternak. Gambar 6. Shorgum 6. Biji Kedele (Glycine max) Produksi per hektar tergantung tipe kedele, jenis tanah, pemupukan serta cuaca. Biji kedele sangat disukai ternak. Pemakaian yang terlalu tinggi tanpa diikuti dengan penambahan hijauan berkualitas baik akan berdampak negatif pada kandungan vitamin A dan warna kuning lemak mentega yang dihasilkan. Biji kedelai mengandung zat penghambat protease yang bila bergabung dengan trypsin akan membentuk senyawa kompleks yang tidak aktif. Penghambat ini dapat menyebabkan hipertropy pada pancreas. Mode aksi dari penghambat ini adalah dihambatnya sekresi enzym pancreas. Perlakuan pemanasan pada temperatur yang tepat (250o F selama 2.5-3.5 menit) dapat menghancurkan bahan ini. Anti vitamin B-12 merupakan cara yang terbaik untuk menanggulangi masalah ini. Goitrogens merupakan bahan yang menghampbat penyrapan yodium. Secara kualitatif kualitas tepung kedele dapat diuji dengan menggunakan bulk density ataupun uji apung. Bulk density tepung kedelai tidak dikuliti yang baik adalah 642.3 g/l. Makin banyak bahan yang mengambang pada uji apung menandakan, makin banyak biji yang rusak yang terdapat pada biji kedele tersebut. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas tepung kedele yang baik.
  • 28. Gambar 7. Pohon Kedelai Kualitas tepung kedele secara kuantitatif dapat dilakukan dilaboratorium dengan menggunakan metode proksimat (tabel 8). Tepung kedelai mengandung protein yang tinggi dibandingkan dengan bijian lainnya yang umum dipakai untuk pakan. Kandungan protein kasar rata-rata tepung kedele adalah 37.9%. Tepung kedele juga tinggi kandungan lemaknya (18%) dan rendah kandungan serat kasarnya (5%). TDN tepung kedele lebih tinggi dari jagung. Hal ini dapat dimengerti karena tingginya kadar lemak pada kedele. Varietas kedele hitam mengandung lemak yang lebih rendah dari varietas kuning. Kedele agak rendak kandungan Ca (0.25%). Kandungan phospor kedele juga randah (0.59) bila dibandingkan dengan kandungan phospor pada bungkil kapas dan gandum. Seperti halnyabijian lainnya, kedele defisiensi vitamin D dan tidak mengandung caroten. Walaupun kedele mengandung riboflavin yang rendah, kandungan ini masih lebih tinggi dari jagung dan oat. 7. Bungkil Kedele Bungkil kedele merupakan limbah dari industri minyak biji kedele. Bungkil ini sangat disukai oleh ternak. Namun penggunaannya perlu diperhatikan karena zat penghambat trypsin mungkin masih tersisa pada bungkil kedele yang diproduksi dengan pemakaian suhu yang rendah. Secara kualitatif kualitas bungkil kedelai dapat diuji dengan menggunakan bulk density ataupun uji apung. Bulk density bungkil kedele yang baik adalah 594.1-610.2 gr/l. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas bungkil kedelai yang baik. Uji sekam dengan larutan flouroglusinol dapat juga dilakukan untuk mengevaluasi kualitas bungkil kedele.
  • 29. Gambar 8. Bungkil Kedelai dan Penyimpanannya Kualitas bungkil kedele secara kuantitatif dapat dilakuakan dilaboratorium dengan menggunakan metode proksimat (tabel 8). Kandungan protein bungkil kedele yang diperoleh dengan cara mekanik adalah 41% dan mempunyai kandungan lemak 4.8%, sedangkan yang diperoleh dengan pelarutan mempunyai kandungan lemak sebesar 1.32%. Bungkil kedele mengandung serat kasar lebih rendah dibandingkan bungkil biji kapas. Bungkil kedele agak rendah mengadung kalsium (0.27%). Kandungan phospor lebih rendah dibandingkan dengan bungkil biji kapas yaitu rata-rata 0.63%. Seperti biji kedele, bungkil kedele tidak menyediakan carotin dan vitamin D. Bungkil kedele tidak kaya riboflavin tetapi kandungannya lebih tinggi dibandingkan dengan jagung dan butiran lainnya. Kandungan niacin tidak tinggi. Kandungan thiamin bungkil kedele sama dengan butiran lainnya. 8. Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pabrik tahu yang jumlahnya bervariasi tergantung dari proses pembuatan. Jumlah ampas tahu yang dihasilkan berselang dari 25% sampai 67% dengan rata-rata adalah 39.2%. Ampas ini cukup disukai ternak terutama yang masih segar. Ampas tahu berasal dari kedele dan oleh karena itu anti nutrisi yang terdapat pada ampas tahu adalah sama dengan kedele hanya konsentrasinya lebih sedikit karena telah mengalami pengolahan. Ampas tahu tidak mempunyai sifat pencahar. Akan tetapi penanganan ampas tahu segar harus sebaik mungkin, Penanganan yang tidak baik terhadap ampas tahu segar dapat mengakibattkan penurunan nilai nutrisi dan juga menurunkan palatabilitas. Secara kualitatif ampas tahu dapat diuji dengan bulk density. Selain itu uji oragnoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas ampas tahu yang baik. Kualitas ampas tahu secara kuantitatif dapat dilakukan dilaboratorium dengan metode proksimat (tabel 8).
  • 30. Gambar 9. Ampas Tahu Ampas tahu tersedia dalam bentuk basah. Kandungan air ampas tahu tinggi yaitu sekitar 89.96%. Komposisi kimia ampas tahu bervariasi yang salah satunya tergantung pada proses pembuatan yang beragam. Ampas tahu sudah banyak digunakan untuk pakan ternak. Dilapangan ampas tahu digunakan berkisar 12% sampai 95% dari campuran konsentrat. Berdasarkan perhitungan kadar air yang ada pada ampas tahu, maka sebaiknya ampas tahu basah tidak diberikan ke ternak lebih dari 41%. Kandungan TDN ampas tahu berkisar antara 21-24% tergantung pada cara pengolahan dan kualitas bahan baku. 9. Ampas Kecap Bahan baku untuk membuat kecap adalah biji kedele. Ampas kecap dihasilkan sebesar 59.7% dari bahan baku kedele. Ampas ini cukup disukai oleh ternak. Ampas kecap berasal dari kedele dan oleh karena itu anti nutrisi yang terdapat pada ampas kecap adalah sama dengan kedele hanya konsentrasinya lebih sedikit karena telah mengalami pengolahan. Ampas kecap tidak mempunyai sifat pencahar. Tetapi perlakuan yang tidak baik terhadap ampas kecap khususnya ampas kecap segar dapat mengakibatkan tumbuhnya jamur yang selanjutnya dapat mengakibatkan menurunnya nilai nutrisi ampas tersebut. Secara kualitatif kualitas ampas kecap dapat diuji dengan menggunakan bulk density ataupun uji apung. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas ampas kecap yang baik. Kualitas ampas kecap secara kualitatif dapat dilakukan dilaboratorium dengan menggunakan metode proksimat (tabel 8). Ampas kecap masih mempunyai nilai gizi yang baik. Oleh karena itu dibeberapa daerah ampas kecap masih dipergunakan untuk makanan manusia. Ampas kecap mempunyai kandungan protein berkisar antara 21-34% tergantung pada proses pengolahan dan kualitas bahan baku yang digunakan.
  • 31. 10. Kacang Tanah (Arachis hypogea) Produksi per hektar tergantung pada jenis kacang tanah, jenis tanah, pemupukan dan cuaca. Kacang ini disukai ternak dan merupakan pakan suplementasi protein dari tumbuhan yang secara luas dipakai untuk ternak. Goitrogens adalah antinutrisi yang terdapat pada kacang tanah. Anti nutrisi ini dapat mengakibatkan thyroid membesar. Perlakuan panas dan pemberian yodium (I) yang cukup merupakan metode yang baik untuk menanggulangi masalah anti nutrisi ini. Selain kacang tanah mempunyai sifat pencahar, sehingga perlu pembatasan penggunaannya dalam ransum. Gambar 10. Kacang Tanah Secara kualitaitif kualitas kacang tanah dapat diuji dengan menggunakan bulk density. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur. Rasa, warna dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas kacang tanah yang baik. Kualitas kacang tanah secara kuantitatif dapat dialkuka dilaboratorium dengan menggunakan metode prosimat. Meskipun kacang tanah yang tidak dikuliti mengandung serat kasar tinggi, mereka mempunyai TDN yang tinggi karena tingginya kandungan lemak (36%). Seperti kedele, kacang tanah juga defisien dalam carotin, vitamin D, kalsium (Ca) dan mengandung phospor yang tidak terlalu tinggi. 11. Bungkil Kacang Tanah Bungkil kacang tanah adalah merupakan limbah dari pengolahan minyak kacang tanah. Bungkil kacang tanah disukai ternak dan merupakan supplemen protein tumbuhan yang berkualitas baik. Tapi bungkil ini mempunyai anti nutrisi yang dapat mengakibatkan kelenjar thyroid membesar dan juga mempunyai sifat pencahar, tapi pengaruhnya lebih randah dibandingkan dengan kacang tanah. Secara kualitatif kualitas bungkil kacang tanah dapat diuji dengan uji bulk density ataupun uji apung. Bulk density bungkil kacang tanah adalah 465.6 g/l. Selain itu juga uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas bungkil kacang tanah yang baik. Uji sekam dengan flouroglucinol dapat juga dilakukan. Kualitas bungkil kacang tanah secara kuantitatif dapat dilakukan dilaboratorium dengan menggunakan metode proksimat (tabel 8).
  • 32. Bungkil kacang tanah mengandung protein sekitar 46.62% dan serat kasar 5.5%. Bila serat kasar lebih tinggi maka telah terjadi pemalsuan sekam dan karena itu produk tersebut tidak dapat disebut bungkil kacang tanah tetapi bungkil kacang tanah dan sekam. Bungkil kacang tanah mempunyai protein tercerna (DP) 42.4% dan TDN 84.5%. Nilai ini lebih tinggi dari bungkil kedele. Bungkil kacang tanah dan sekam mengandung protein kasar (PK) 41%, protein tercerna 36.6% dan total nutrien tercerna (TDN) 73.3% lebih tinggi dari PK, DP dan TDN bungkil biji kapas. Tabel 8. Komposisi kimia butir-butiran dan limbahnya (%BK) Bahan BK Abu PK Lemak SK BetaN Ca P Jagung Dedak kasar Dedak halus Bekatul Menir Shorgum Pollard Bungkil kedelai Bk. K. anah Kacang tanah Ampas tahu Ampas Kecap Ampas Bir 88.0 89.6 88.2 88.2 89.2 89.0 88.0 88.0 89.2 - 11.0 12.0 23.7 2.41 15.87 12.28 10.04 3.00 2.40 3.60 6.97 5.51 - 11.04 12.00 23.70 10.82 6.53 9.80 11.37 7.31 11.00 16.90 47.12 35.78 - 3.26 29.31 5.81 5.89 2.36 4.81 7.03 1.70 3.40 4.10 3.80 11.13 36.00 26.81 17.79 9.80 3.37 29.81 15.86 8.24 4.07 2.08 7.40 8.69 7.42 - 7.79 6.35 14.60 77.49 34.89 45.80 52.04 72.87 81.10 67.60 33.29 33.29 - 43.93 20.55 34.86 0.05 0.14 0.09 0.07 0.03 0.03 0.09 0.27 0.29 0.22 0.47 0.46 0.18 0.31 0.60 1.09 1.06 2.23 2.23 0.75 0.68 0.52 0.66 0.18 0.43 0.48 Kualitas protein bungkil kacang tanah adalah baik dan hampir sama dengan bungkil kedele. Tetapi bungkil kacang tanah biasanya mengandung lisin yang lebih rendah daripada bungkil kedele. Bungkil kacang tanah mengandung kalsium (Ca) yang rendah dan kandungan phospornya (P) adalah setengah dari kandungan bungkil biji kapas. Selain itu bungkil kacang tanah kurang karotin, vitamin D, thiamin, riboflavin,tetapi kaya akan niacin dan asam pantotenat. Direkomendasikan untuk memberikan bungkil kacang tanah ke ternak sebanyak kurang lebih ¼ dari total konsentrat. B. UMBI-UMBIAN DAN LIMBAHNYA Umbi-umbian merupakan sumber energi makanan didaerah yang masih berkembang. Umumnya umbi-umbian mengandung energi tinggi, akan tetapi kandungan proteinnya rendah. Walaupun demikian produktivitas protein dan energi umbi-umbian per hektarnya dibandingkan dengan butri-butiran lebih tinggi, kecuali untuk produktivitas protein dari umbi kayu. Komposisi umbi-umbian dan limbah/ hasil ikutan industrinya terlihat pada tabel 5. 1. Ubi Kayu : Manihot utilisima pohl Manihot esculenta crantz Manihot alpi Manihot dulcis Manihot palmate
  • 33. Merupakan tanaman pertanian yang paling penting didaerah tropis. Indonesia, Nigeria, Zaire, Thailand dan India adalah negara-negara penghasil ubi kayu yang penting. Di Indonesia ubi kayu merupakan makanan pokok dalam urutan ketiga setelah nasi dan jagung. Kandungan protein ubi kayu sangat rendah dibandingkan dengan jagung. Apabila ubi kayu digunakan sebagai sumber energi dalam ransum, harus diimbangi dengan sumber protein yang lebih tinggi. Kadar kalsium dan phosfor cukup, akan tetapi karena kandungan asam oksalat yang tinggi (0.1-0.31%) sehingga akan mempengaruhi penyerapan Ca dan Zn. Suatu faktor pembatas dalam penggunaan ubi kayu adalah racun asam sianida (HCN) yang terdapat dalam bentuk glikosida sianogenik. Dua macam glikosida sianogenik dalam ubi kayu yaitu lanamarine (±95% dari bentuk glikosida sianogenik) dan bentuk lotaustarin. Pada proses detoksifikasi asam sianida dalam tubuh ternak diperlukan sulfur yang dapat dari asam amino tersebut akan meningkat. Sulfur untuk detoksifikasi ini dapat juga berasal dari sulfur inorganik. Penggunaan ubi kayu dalam ransum berdasarkan beberapa peneliti untuk ungas 5-10%, babi 40-70% dan rumiansia 40-90%. 2. Onggok Onggok merupakan limbah pabrik tapioca dan gula. Angka konversi ubi kayu menjadi onggok berkisar antara 60-65%. Sebagai sumber energi, onggok lebih rendah dibandingkan dengan jagung dan ubi kayu akan tetapi lebih tinggi dari pada dedak. Walaupun komposisi tepung ubi kayu lebih tinggi daripada gaplek akan tetapi kadar HCN tepung ubi kayu lebih tinggi daripada onggok. Penggunaan onggok dalam ransum unggas paling tinggi 5% dari ransum, untuk babi 25-30% dan untuk ruminansia 40% dari ransum. 3. Daun Ubi Kayu Produksi ubi kayu segar 10-40 ton/ha/tahun. Dari tanaman ubi kayu, 10-40% terdiri dari daun. Sebanyak 75% dari protein daun adalah murni dan mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Asam amino daun ubi kayu ternyata hampir sama dengan bungkil kedelai walaupun jumlahnya berbeda. Daun ubi kayu defisien asam amino esensial yang mengandung sulfur yaitu methionin dan sistin. Kelemahan lain adalah adanya racun HCN dan kandungan serat kasar yang tinggi. Kandungan HCN pada daun muda berkisar antara 427-542 mg/kg, sedangkan pada daun tua kandungannya labih rendah yaitu berkisar antara 343- 379 mg/kg. 4. Ubi Jalar Varietasnya sangat banyak, menyebabkan perbedaan rasa, ukuran, bentuk, warna dan nilai gizi. Produksi ubi jalar antara 2.5 – 15 ton segar/ha/tahun. Ubi jalar merupakan sumber energi dan untuk ubi jalar yang berwarna kuning mengandung provitamin A dan karotenoid yang cukup. Asa amino pembatas ubi jalar adalah luecine. Seperti umumnya umbi-umbian yang mempunyai kandungan protein yang rendah, pemberian ubi jalar perlu diimbangi pemberian kandungan protein yang tinggi. Apabila digunakan lebih dari 90% pengganti jagung dalam ransum unggas sering terjadi luka-luka pada usus unggas yang dapat diikuti dengan kematian, Pada ransum ruminansia umumnya digunakan pengganti jagung sebanyak 50%.
  • 34. 5. Jerami Ubi Jalar Produksi jerami dalam bentuk segar berkisar antara 10-12.5% ton/ha/tahun. Berdasarkan penelitian Kempton dan Leng pemberian jerami ubi jalar sebagai pengganti pucuk tebu pada ransum sapi perah dapat meningkatkan konsumsi ransum dan produksi susu. Akan tetapi percabaan Nuraeni mendapatkan hasil penggantian rumput lapangan dengan jerami ubi jalar lebih dari 1/3 bagian dapat menyebabkan kadar lemak susu menurun. Tabel 9. Komposisi kimia ubi dan ikutannya. % dari bahan keringBahan BK Abu PK SK LK Beta-N Ca P TDN Ubi kayu Onggok Daun ubi kayu Ubi jalar Jerami ubi jalar 35 83.8 21.6 31 16.3 2.3 1.3 12.1 3.6 16.1 2.9 7.8 24.1 5 19.2 4.9 14.9 22.1 6 16.2 0.7 0.4 4.7 1.3 2.6 89.2 81.6 37 84.1 45.9 0.18 0.2 0.7 0.09 0.44 0.09 0.05 0.31 0.13 0.55 79 78.3 72.3 80 60 C. LIMBAH INDUSTRI PERKEBUNAN 1. Bungkil Kelapa (Cocos nucifera) Limbah industri kelapa yang dapat dimanfaatkan ternak terutama adalah bungkil kelapa. Kualitas bungkil kelapa bervariasi tergantung pada cara pengolahan dan mutu bahan baku. Berdasarkan komposisi kimianya, bungkil kelapa termasuk sumber protein untuk ternak. Dalam pemakaian terutama untuk monogastrik perlu diperhatikan keseimbangan asam aminonya, karena bungkil kelapa kekurangan asam amino lisin dan histidin. Bungkil kelapa bisa digunakan untuk unggas sebaiknya tidak lebih dari 20%, babi 40-50% dan ruminansia 30%. 2. Limbah Industri Coklat (Theobroma cacao) Limbah industri coklat adalah kulit buah, kulit biji dan Lumpur coklat. Kulit buah merupakan 71% dari buah sedangkan kulit biji coklat sekitar 15%. Limbah industri coklat merupakan sumber protein yang baik untuk ternak ruminansia karena tidak mudah untuk didegradsi dalam rumen. Namun bahan ini mengandung zat racun. Kulit coklat buah mengandung protein rendah dan serat kasar yang tinggi sehingga penggunaannya terbatas hanya untuk ruminansia. Akan tetapi kulit biji coklat mengandung protein yang cukup tinggi sehingga bisa digunakan untuk semua jenis ternak. Penggunaan kulit buah coklat pada ungas dan babi bisa sekitar 10-24%, sedangkan pada ruminansia bisa sekitar 30-40%. 3. Limbah Industri Kelapa Sawit Ada dua tahap pengolahan kelapa sawit. Tahap pertama pengolahan sawit dari buah sawit yang menghasilkan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil), inti kelapa sawit, serat kelapa sawit dan lumpur kelapa sawit. Tahap kedua adalah pengolahan inti kelapa sawit yang akan menghasilkan minyak inti sawit dan bungkil kelapa sawit.
  • 35. Tiga jenis limbah industri kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan oleh ternak adalah, bungkil kelapa sawit, lumpur kelapa sawit dan serat kelapa sawit. Angka konversi dari Lumpur sawit adalah 30% dan serat 20%, sedangkan bungkil inti sawit 40-60% dari inti. Gambar 11. Bungkil Inti Sawit Komposisi bungkil kelapa sawit sangat bervariasi dalam kandungan serat kasar dan lemak kasar, tergantung pada cara pengolahan dan bahan baku yang dipaka i. Dibandingkan dengan bungkil kelapa, bungkil kelapa sawit mempunyai kadar protein yang rendah. Kadar asam amino yang menjadi faktor pembatas adalah methionin, sedangkan keseimbangan asam amino lain cukup baik. Bungkil kelapa sawit bisa diberikan sebanya k 20% pada unggas dan babi, dan 30—40% pada ruminansia. Serat kelapa sawit mengandung kadar serat kasar yang tinggi sehingga hanya dapat digunakan untuk ransum ternak ruminansia. Serat kelapa sawit dapat diberikan pada ruminansia sebanyak 15-35% dari ransum. Tabel 11. Komposisi kimia limbah perkebunan dan ikutannya. Bahan BK Abu PK Lemak SK Beta-N Ca P Bungkil Kelapa Limbah coklat • Kulit buah • Kulit biji Limbah kelapa sawit • Lumpur sawit • Bk. Sawit • Serat sawit Limbah Gula • Pucuk tebu • Baggase • Tetes Pengolahan Nanas 88.5 93.47 88.10 90.5 88.32 91.45 24.77 87.1 82.4 89.6 6.36 11.63 7.57 8.56 15.83 7.02 5.47 1.45 3.95 4.5 18.58 8.01 16.16 8.56 15.83 7.02 5.47 1.45 3.95 4.5 12.55 1.28 8.36 24.10 2.94 14.67 1.37 0.70 0.29 15.8 15.38 40.08 20.94 32.40 33.01 36.14 37.90 48.00 0.40 1.60 37.26 38.49 46.80 2.10 43.21 35.18 45.06 44.55 84.40 63.9 0.08 0.58 0.34 - 0.40 0.48 0.47 0.09 0.89 - 0.52 0.18 0.39 - 0.71 0.18 0.34 0.08 0.14 -
  • 36. Produk utama dari industri kelapa sawit yaitu Crude Palm Oil (CPO) merupakan sumber lemak yang sudah banyak digunakan untuk pakan ayam baik broiler maupun layer. Penggunaan CPO ini menggantikan minyak ikan dan beef tallow yang sudah mulai ditinggalkan karena harganya yang lebih mahal. Selain murah penggunaan CPO dalam pakan juga dapat meningkatkan warna kuning dalam pakan sehingga menambah nilai jual karena pakan yang berwarna kuning lebih disukai peternak dibandingkan dengan warna yang pucat sehingga penggunaannya dapat menurunkan penggunaan pewarna. CPO yang baik mempunyai kandungan lemak 99.5%, kandungan air tidak lebih dari 0.5% dan kandungan free fatty acid (FFA) tidak lebih dari 5%. Gambar 12. Crude Palm Oil (CPO) 4. Limbah Industri Gula (Saccharum officinarum) Limbah indusri gula dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah seperti pucuk tebu, tetes, ampas tebu (bagasse) dan blotong. Pucuk Tebu Pucuk tebu digunakan sebagai hujauan makanan ternak pengganti rumput gajah tanpa ada pengaruh negatif pada ternak ruminansia. Komposisi kimianya dapat dilihat pada tabel 11. Ampas Tebu (bagasse) Begasse merupakan hasil limbah kasar setelah tebu digiling yang mengandung serat kasar yang tinggi yang terdiri dari sellulosa, pentosan dan lignin. Mengingat tingginya serat kasar. Ampas tebu hanya bisa digunakan untuk ternak ruminansia sebanyak 25%. Komposisi kimia ampas tebu bisa dilihat pada tabel 11.
  • 37. Tetes Tetes bisa diberikan pada ternak secara langsung setelah melalui proses pengolahan menjadi protein sel tunggal dan asam amino. Keuntungan tetes untuk pakan ternak adalah kadar karbohidratnya tinggi (48 – 60% sebagai gula), kadar mineral dan rasanya disukai ternak. Tetes juga mengandung vitamin B kompleks dan unsure mikro yang dibutuhkan ternak seperti cobalt, boron, iodium, tembaga, mangan dan seng. Kelemahannya adalah kadar kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak. Tetes dapat digunakan dalam ransum unggas sebesar 5-6% serta babi dan ruminansia sebesar 15%. 5. Limbah Pengolahan Nanas (Annanas comosus) Industri pengalengan nanas menghasilkan limbah berupa kulit, mahkota daun dan hati buah nanas sebanyak 30-40%. Bila buah nanas tersebut diproses menjadi juice atau sirup akan diperoleh limbah lagi yaitu ampas nanas. Ampas nanas masih mengandung kadar gula yang tinggi dan serat kasarnya juga cukup tinggi, tetapi proteinnnya rendah. D. LIMBAH PERTANIAN Limbah pertanian adalah bagian tanaman diatas atau pucuknya yang tersisa setelah panen atau diambil hasil utamanya. Limbah pertnian umumnya mempunyai kualitas yang rendah (tabel 12) sehingga penambahan konsentrat dalam ransum merupakan salah satu cara untuk menanggulanginya. Kendala utama pemanfaatan limbah pertanian adalah penggunaannya sebagai pupuk atau bahan bakar, lokasinya yang tersebar, teknologi penggunaannnya untuk ternak, umumnya mempunyai protein dan kecernaan yang rendah dan fluktuasi panen yang sering terjadi pada tanaman pangan. Agar limbah dapat dimanfaatkan secara efisien, maka harus ada pengumpulan kemudian diproses secara kooperatif. Dalam pemberiannya perlu ditambahkan suplemen untuk menyeimbangkan nilai gizinya. Tabel 12. Komposisi kimia limbah pertanian (%BK) Bahan Abu PK Lemak SK Beta-N Jerami jagung Jerami padi Jerami kacang tanah Jerami kedelai 8.42 19.97 18.69 7.56 4.77 4.51 11.06 10.56 1.06 1.51 1.80 2.82 30.53 28.79 29.92 36.28 55.82 45.21 38.21 42.8 E. HIJAUAN Bahan pakan alami untuk ternak ruminansia adalah hijauan baik berupa rumput-rumputan maupun leguminosa. Sebagian hijauan terutama leguminosa juga bisa diberikan pada ternak monogastrik (unggas) dalam jumlah tertentu setelah mengalami pengolahan sebelumnya (pengeringan dan penggilingan). Tanaman hijauan makanan ternak yang secara garis besar dapat dibagi menjadi
  • 38. dua bagian yaitu ; 1. Tanaman hijauan makanan ternak yang tidak dibudidayakan seperti rumput lapang, padang rumput alami, semak dan pohon-pohonan, 2. Tanaman hijauan makanan ternak yang secra sengaja dibudidayakan baik secara permanen ataupun temporer. Padang rumput alami umumnya mancakup berbagai jenis/species rumput-rumputan atau leguminosa, sedangkan padang rumput yang dibudidayakan biasanya hanya terdiri dari satu jenis/species atau campuran dari hanya beberapa/sedikit jenis saja. Di negara yang bermusim dingin (temperate) rumput-rumputan mulai tumbuh pada saat suhu tanah mencapai 4-6o C (musim bunga) yang mencapai puncak pertumbuhannya pada saat musim panas. Sedangkan di negara tropis karena suhu tanah cukup panas rumput-rumputan bisa tumbuh sepanjang tahun. Karena hanya terbagi musim hujan dan kemarau, biasanya puncak produksinya terjadi pada saat musim hujan. Komposisi nutrisi hijauan makanan ternak sangat bervariasi dan tergantung pada banyak hal diantaranya adalah : species tanaman, umur tanaman, iklim dan pemupukan. Sebagai contoh kandungan protein kasar bisa dibawah 3% pada rumput yang sudah tua sebaliknya pada rumput yang masih muda dengan pemupukan yang intensif bisa mencapai lebih dari 30%. Kandungan air hijauan makanan ternak juga sangat penting diperhatikan pada saat pemanenan terutama apabila mau diawetkan baik menjadi silase ataupun hay. Pada tanaman yang masih muda kandungan airnya bisa mencapai 75-90% dan menurun pada tanaman yang tua (65%). Kandungan karbohidrat mudah larut dalam air (Water Soluble Carbohydrate atau WSC) pada rumput-rumputan umumnya adalah fruktan dan beberapa komponen gula seperti glukosa, sukrosa dan raffinosa. Rumput-rumputan asal temperate kandungan karbohidratnya lebih banyak dalam bentuk fruktan sebagai bahan yang mudah larut dala air (WSC) yang umumnya disimpan dalam batang, sedangkan jenis rumput-rumputan asal tropis dan subtropics umumnya lebih banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk pati daripada fruktan dan umumnya disimpan dalam bagian daun. Dibanding fruktan, pati lebih sulit larut dalam air sehingga kandungan WSC rumput-rumputan asal tropis sangat rendah (<6%) dibandingkan rumput-rumputan asal temperate (>7%). Kandungan nutrisi hijauan tersebut perlu diperhatikan sehubungan dengan proses pengawetan hijauan baik berupa pengawetan kering (hay) maupun pada proses pengawetan basah/segar (silase). Rumput-rumputan (Graminae) 1. Rhodesgrass, rumput Rodhes (Chloris gayana Kunt) Indonesia : Ada di Jawa, Irian dan Sumut. Asal : Afrika timur, tengah dan selatan.
  • 39. Gambar 13. Chloris gayana Kunt Protein kasar umumnya berkisar antara 4-13%, walaupun demikian daun yang muda bisa mencapai 16-17% dan yang paling rendah kandungannya 3%. Kandungan protein kasar ini tergantung pada umur, cuaca dan pemupukan nitrogen. Serat kasarnya bervariasi antara 30-40%, tetapi bisa mencapai 25% pada saat pemotongan awal dan bisa mencapai lebih dari 45% pada pemotongan akhir. Beta-N umumnya berkisar antara 40-50% dengan lemak kasar antara 1.0- 2.5%. Kandungan karoten umumnya tersedia cukup tinggi untuk kebutuhan sapi. Kalsium (Ca) dan phosphor (P) konsentrasinya sama dengan rumput tropis lainnya, tetapi kandungan K dan Mg umumnya rendah. Palatabilitasnya umumnya baik dengan kecernaan bahan kering yang cukup rendah yaitu sekitar 40-60%. 2. Guinea grass, green panic (Panicummaximum Jacq) Indonesia : Rumput benggala, suket londo. Asal : Afrika tersebar ke Asia, Australia dan Eropa. Gambar 14. Panicum maximum Jacq Rumput ini sangat disukai ternak. Protein kasarnya (PK) berkisar 4-14% dengan serat kasar (SK) antara 28-36%. Kandungan PK dan SK ini tergantung pada frekwensi pemotongan serta umur tanaman. Beta-N bervariasi dari 40-50%
  • 40. dan lemak kasar 0.6-2.8%. Kandungan P umumnya lebih besar dari 0.15% dan sudah memenuhi kebutuhan sapi pada umumnya. Kandungan TDN bervariasi dari 38-61% dengan kecernaan bahan kering (BK) sekitar 40-62%. 3. Australia grass, Common paspalum (Paspalum dilatatum poiret) Indonesia : rumput australi, rumput dallies. Asal : Brazil, Argentina, Uruguay (Amerika Selatan). Gambar 15. Paspalum dilatatum poiret Kandungan protein kasar berkisar antara 13.4 -18.5%, lemak kasar 1.3-2.4%, serat kasar 24.4-34.8% dan Beta-N 40.1-48.6%. Hijauan ini mempunyai kecernaan BK sekitar 50-63%. Rumput dallis pernah dilaporkan memberikan pengaruh yang berbahaya pada domba karena pengaruh dari cyanogenic glucosides dalam rumput ini walaupun HCNnya relatif rendah (42 ppm). Kelebihan konsumsi dapat mengakibatkan ternak mengalami diare. 4. Elephan grass, Napier grass (Pennisetum purpureum Schumach) Indonesia : Rumput gajah. Asal : Afrika daerah tengah. Gambar 16. Pennisetum purpureum Schumach
  • 41. Rumput gajah umumnya mengandung Bahan Kering yang rendah yaitu 12- 18%, tetapi kandungan BK ini dengan cepat meningkat seiring dengan meningkatnya umur tanaman. Kandungan serat kasar berkisar dari 26.0-40.5%, Beta-N sekitar 30.4-49.6% dengan kandungan lemak kasar 1.0-3.6%. Kandungan Phosphornya cukup tinggi yaitu 0.28-0.39% dan pada batang 0.38-0.52%. Sedangkan Ca masing-masing 0.43-048% dan 0.14-0.23% pada daun dan batang. Kandungan TDN berkisar dari 40-67% dengan kecernaan Bahan Kering sekitar 48-71%. 5. King grass (Pennisetum purpurhoides) Persilangan P. purpureum dan P. americanum (Amerika tropis) Indonesia : rumput raja Asal : Afrika daerah tropis. Kualitas hijauan ini lebih tinggi dibandingkan dengan rumput gajah terutama protein kasarnya 25% lebih tinggi dari rumput gajah demikian juga dengan kandungan gulanya yang lebih tinggi. Kandungan protein kasar berkisar 5.3- 22.8%, tapi ada juga yang melaporkan sekitar 8-11%. Kecernaan BK hijauan ini adalah sekitar 65.6%. 6. Signal grass, (Brachiaria decumbens Stapf) Indonesia : Rumput signal (Malaysia), rumput BD (Jabar). Asal : Afrika Timur (Uganda, Rwanda, Tanzania dll) Gambar 17. Brachiaria decumbensStapf Kualitas yang baik pernah dilaporkan dari hampir semua negara yang pernah melakukan percobaan dengan rumput ini. Kandungan protein kasarnya 6.1-10.1%, tergantung pada pemupukan nitrogen yang digunakan. Serat kasarnya bisa mencapai 37%.
  • 42. 7. Sudan grass, rumput sudan Shorgum x Drummoncodii (steud) Millsp & Chase. Asal : Arfika Tropis. Rumput sudan mempunyai kandungan protein berkisar 12-16%. Kecernaan proteinnya juga tinggi sekitar 65-70%. Kandungan Beta-N umumnya berkisar 40- 45%, dengan serat kasar yang tidak terlalu tinggi dan jarang melebihi 30%. Rumput ini sangat disukai ternak khususnya sapi. Sama seperti shorgum, rumput sudan mengandung HCN yang dapat berbahaya bagi ternak (sekitar 750 ppm), namun kandungannya pada rumput sudan jarang mencapai level yang membahayakan. Kandungan HCN ini akan meningkat dengan adanya pemupukan nitrogen. 8. Blady grass (Imperata cilindrica (L) Raeuschel) Indonesia : Alang-alang, ilalang. Asal : Tropis dunia. Komposisi kimia rumput ilalang umumnya bervariasi. Laboratorium Agrostrologi Fapet-IPB melaporkan bahwa rumput lapang umumnya mengandung protein kasar yang cukup tinggi yaitu 8.20-12.49% dengan kandungan serat kasar berkisar 31.7-32.97%. Kandungan Beta-Nnya berkisar 39.76-44.16%. Gambar 18. Alang-alang 9. Rumput lapang, alam, liar Kandungan nutrisi : bervariasi tergantung komposisi rumputnya. Komposisi rumput lapang : (sumber : Lab. Agrostrologi) 1.Gigirinting 4.2% 6. Sintrong 4.9% 11. Eragrotis Sp 15% 2.Teki 1.0% 7. Jukut kebo 24.68% 12. Digitaria Sp 14.5% 3.Putri malu 4.3% 8. Paspalium 5.0% 13. bereg -bereg 5.0% 4.Babadotan 4.4% 9. Jukut jampang 1.9% 14. Jukut lampuyang 5.0% 5.Jukut ibun 3.8% 10. Brachiaria Sp. 2.6% 15. Lain-lain 3.8%
  • 43. Gambar 19. Rumput Lapang Kacang-kacangan (Leguminosa) 1. Sentro, butterfly pee (Centrosema pubescent Benth) Indonesia : Kacang sentro Asal : Amerika tengah dan selatan tropis. Gambar 20. Centrosema pubescent Sangat disukai ternak dan merupakan Green manure. Hijauan ini mengandung protein kasar 11-24%. Sentro mengandung oxalat sekitar 2.27%, tetapi hanya 0.1% yang berbentuk oxalat larut air.
  • 44. 2. Calopogonium (Colopogonium mucunoides Desv) Indonesia : Kacang asu. Asal : Amerika tropis Gambar 21. Colopogonium mucunoidesDesv Hijauan ini mengandung protein kasar sekitar 15% dengan kandungan serat kasar yang cukup tinggi sekitar 35.20%. Colopo ini kurang disukai ternak sapi karena adanya bulu-bulu pada batang dan daunnya. 3. Puero (Pueraria phaseoloides (Roxb.) Benth) Tropik kudzu. Indonesia : Kacang-kacangan (Jawa) Asal : Asia timur dan tenggara. Gambar 22. Pueraria phaseoloides(Roxb.) Benth
  • 45. Kandungan protein kasarnya bervariasi dari 11.8-19% dengan kandungan serat kasar yang tinggi yaitu 36.9-41.1%. Konsentrasi Ca dan P adalah masing- masing 0.85% dan 0.25%. Walaupun tanaman ini berbulu, tapi masih cukup disukai ternak sapi. 4. Stylo (Stylosanthes guianensis (Aublet) Swartz) Indonesia : Kacang stilo Asal : Bagian utara Argentina sampai ke mexico. Kandungan protein kasarnya tidak terlalu tinggi berkisar 12-18% dari BK. Stylo juga mengandung oxalat sekitar 1.72% dimana oxalat yang larut air cukup rendah yaitu 0.15%. Palatabilitasnya bervariasi, tapi umumnya hijauan muda kurang disukai ternak. Kecernaan BK-nya bervariasi 40% pada hijauan tua dan bisa mencapai 70% pada hijauan yang masih muda. 5. Carribian Stylo (Stylosanthes hamata (L.) Taub) Indonesia : Kacang verano Asal : P. Carribia, Amerika tengah dan selatan. Hijuan ini kualitasnya hampir mirip dengan stylo dan cukup disukai oleh ternak. Kecernaan Bahan Keringnya berkisar 60.8-66.9%. 6. Glycine wightii (Wight & Arnot) Indonesia : Glycine javanica Asal : Afrika dan Asia. Gambar 23. Glycine wightii Tanaman ini mengandung protein kasar yang umumnya tinggi yaitu sekitar 11-20%. Bahkan kadang-kadang bisa mencapai 30%. Serat kasarnya umumnya cukup tinggi dimana bisa mencapai 42.6% dengan beta-N bisa mencapai 40%. Kandungan Ca dan P adalah masing-masing 1.5% dan 0.29%. Selain rumput untuk digembalakan tanaman ini bisa juga diberikan dalam bentuk segar atau hay. TDN hijauan segar adalah 57.3% sedangkan dalam bentuk hay 53.3%. Hijauan ini sangat disukai ternak ruminansia.
  • 46. 7. Calliandra calothyrsus (Messn) Indonesia : Kaliandra Asal : Amerika tengah Gambar 24. Calliandra calothyrsus Kaliandra merupakan tanaman yang sudah tersebar ke seluruh Indonesia. Proteinnya cukup tinggi terutama daunnya yaitu sekitar 24%, sedangkan serat kasarnya sekitar 27%. Umumnya tidak mengandung racun, kecuali adanya tannin yang cukup tinggi yang bisa mencapai 11%. 8. Gliciridia sepium ( Jacq.) Indonesia : Gamal, Liriksidia. Asal Amerika Tengah. Gambar 25. Gliciridia sepium ( Jacq.)
  • 47. Gamal mempunyai kualitas yang bervariasi tergantung pada umur, bagian tanaman, cuaca dan genotif. Kandungan proteinnya sekitar 18.8%, dimana kandungan protein ini akan menurun dengan bertambahnya umur, namun demikian kandungan serat kasarnya akan mengalami peningkatan. Palatabilitas daun gamal merupakan masalah karena adanya kandungan antinutrisi flavano 1 – 3.5% dan total phenol sekitar 3-5% berdasarkan BK. Ruminansia yang tidak bisaa mengkonsumsi daun gamal umumnya tidak akan memakannnya untuk yang pertama kali bila dicampurkan pada ransum. Dalam pemberiannya sebaiknya dilayukan dulu. Kecernaan BK daun gamal adalah 48-77%. 9. Leucana leucocephala (Lamk) de Wit Indonesia : Klandingan, Lamtoro. Asal Guatemala. Lamtoro mempunyai kandungan protein kasar berkisar antara 14 – 19%, sedangkan kandungan serat kasarnya umumnya berfluktuasi dari 33 hingga 66%, dengan kandungan Beta-N berkisar antara 35 – 44%. Daun lamtoro umumnya defisien asam amino yang mengandung sulfur. Kandungan vitamin A dan C biasanya tinggi. Tabel 13.Komposisi kimia rumput-rumputan Nama Bahan BK Abu PK Lemak SK Beta -N Ca P A. Rumput-rumputan. 1. Rumput Rhodes (Chloris gayana kunt.) 2. Rumput benggala (Panicum maximum jacq) 3. Rumput gajah (Pennisetum purpereum schumach) 4. Rumput signal (Brachiaria decumbens Staps) 5. Alang-alang (Imperata silindrica (L) R) 6. Rumput lapang B. Kacang-kacangan. 1. Kacang Sentro (Centrosema pubescen Benth) 2. Kacang Asu (Colopogonium mucunoides Desv) 3. Kacang Stilo (Stylosantes quianensis Sw artz) 4. Rumput Kudzu (Pueraria phaseoloides Benth) 5. Kacang Bulu (Glicine weightii) 6. Kaliandra (Caliandra calothyrsus) 7. Gamal (Gliricidia sepuem (Jacq)) 8. Lamtoro (Leucaena leucephala de wit) 9. Turi (Sesbania glandifora (L) Poiret) 25.8 26.0 28.0 27.5 50.0 23.5 24.0 29.4 21.4 31.0 25.0 36.0 27.0 25.4 18.3 9.54 10.6 10.0 7.07 10.0 14.3 9.43 8.81 8.86 7.01 10.2 5.9 9.7 7.6 10.2 6.84 4.9 4.6 9.83 5.4 8.82 16.8 15.8 15.6 7.5 19.2 25.0 19.1 24.3 29.2 1.73 2.3 2.1 2.36 1.0 1.46 4.04 3.24 2.09 2.23 2.9 2.48 3.0 3.68 3.41 38.2 39.4 38.2 28.9 35.4 32.5 33.2 33.7 31.8 6.9 33.1 19.8 18.0 22.1 17.1 43.7 42.8 45.0 51.8 48.2 42.8 36.5 38.4 41.6 36.3 34.7 47.2 50.2 42.2 40.1 0.43 0.38 0.12 0.24 0.13 0.40 1.20 1.21 1.16 0.7 1.88 0.77 0.67 1.68 1.60 0.24 0.31 0.18 0.18 0.09 0.25 0.38 0.23 0.42 0.19 0.37 0.35 0.19 0.22 0.53
  • 48. Gambar 26. Leucana leucocephala(Lamk) de Wit Biji dan daun lamtoro mengandung galactomannan yang dapat membentuk ekstraksi protein dari kemungkinan penggunaannya oleh ternak. Zat ini mungkin mempunyai potensi sebagai bahan biomedical. Lamtoro juga mengandung racun asam mimosin yang mempunyai efek anti mitotic dan depilatory pada ternak. Sehingga daun lamtoro tidak aman diberikan pada ternak non ruminansia pada level diatas 5%. Pada ruminansia mimosin dapat diubah menjadi 3 hidroxy-4(H)-pyridone (DHP) bersifat goitrogenik dan jika tidak didegradasi dapat menimbulkan rendahnya level thyroxine dalam serum darah, ulceration dari oesophagus dan retikulorumen, saliva berlebihan dan pertambahan bobot badan rendah, khususnya bila diberikan lebih dari 30% dalam ransum. Walaupun demikian mikroba rumen dapat menghilangkan racun mimosin dan DHP. 10. Sesbania grandiflora (L.) Poiret Indonesia : Turi, Toroy, Tuwi. Asal : Asia tenggara Daun sesbania sangat disukai ternak ruminansia. Kandungan protein kasarnya cukup tinggi, sehingga bisa membantu untuk memperbaiki kualitas ransum yang jelek. Kecernaan Bknya juga cukup tinggi yaitu 65-73% dengan serat kasar yang rendah yaitu 5 – 18%. Kandungan P cukup tinggi berkisar 0.30 – 0.45%. Hujauan ini mengandung saponin dan tannin yang pada ruminansia tidak memperlihatkan tanda-tanda keracunan. Meskipun demikian bila diberikan pada monogastrik seperti pada unggas dapat menyebabkan meningkatnya mortalitas.
  • 49. Gambar 27. Sesbania grandiflora (L.) Poiret
  • 50. BAB IV BAHAN MAKANAN TERNAK HEWANI Telah diketahui bahwa pakan nabati dari bijian dan limbah industrinya sering dipergunakan sebagai sumber protein dalam ransum ternak. Pakan ternak berasal dari hewani biasanya dipergunakan untuk meningkatkan kadar protein pada ransum basal karena pakan nabati merupakan sumber protein yang biasanya miskin asam amino antara lain lysine dan methionin. Sumber protein hewani dapat berasal dari ternak darat (ruminansia dan unggas serta limbahnya) dan hewan air beserta limbahnya. Ciri-ciri spesifik dari sumber protein hewani antara lain kadar protein kasar berselang 34-82% dan lemak kasar 0-15% dan kandungan Ca dan P pada beberapa jenis tinggi. Bahan makanan ternak sumber protein adalah bahan pakan yang mengandung protein lebih dari 20%. Sumber protein terbagi dua yaitu sumber protein nabati dan hewani, Sumber protein hewani berasal dari hewan dan hewan air. Bahan makanan ternak sumber protein berasal darat diantaranya tepung daging, tepung daging dan tulang (meat bone meal/MBM); limbah rumah potong hewan yaitu tepung darah, tepung hati; susu dan limbah pengolahannya; dan tepung bulu ayam. I. Asal Ternak dan Limbah Ternak 1. Tepung Daging Tepung daging berasal dari sisa-sisa daging yang tidak dikonsumsi manusia, biasanya melekat pada kulit dan tulang dalam bentuk tetelan sehingga seringkali dalam bentuk tepung daging dan tulang (MBM). Pengolahan tepung daging dapat dilakukan dengan : a. Dibuat dengan pemasakan dengan tangki terbuka (Meat Scrap) Dengan pengolahan ini air dapat terus keluar, setelah itu bahan baku diperas, dikeringkan dan digiling. Kandungan protein meat scrap berkisar 50-55% dan bila meat scrap ini mengandung mineral phosphor sebanyak >4.4% maka namanya meat and bone scrap. Gambar 28. Tepung Daging dan Tulangserta Penyimpanannya b. Bahan Baku dimasak pada tangki tertutup. (Tankage) Setelah dimasak dalam tangki tertutup kemudian disaring lalu residu diperas. Filtrat diuapkan akan didapat serbuk-serbuk. Residu yang diperas
  • 51. menghasilkan ampas dan dicampur dengan hasil penguapan, dekeringkan lalu digiling maka diperoleh tankage. Kandungan protein tankage berkisar 60% dan banyak mengandung vitamin B diantaranya asam pantotenat, niacin, riboflavin dan vitamin B12. Bahan baku tankage tidak boleh berisi bulu, kuku, tanduk, kotoran dan isi perut. Penggunaan untuk ternak unggas berkisar 10% dan kurang disukai karena dapat menimbulkan bau pada produk ternak (daging, telur dan susu). Komposisi tepung daging adalah sebagai berikut : Bahan kering 88.5%; Abu 27.73%; protein 61.13%; lemak 11.75%; serat kasar 2.71% dan Beta-N 0.68%. 2. Tepung Darah Tepung darah diperoleh dari darah ternak yang bersih dan segar, berwarna coklat kehitaman dan relative sulit larut dalam air. Rasio pembuatan tepung darah berkisar 5:1 dimana untuk mendapatkan 1 kg tepung darah memerlukan 5 kg darah segar. Kandungan protein berkisar 85% dengan kadar air 10%. Tepung darah rendah kandungan kalsium, phosphor dan asam amino isoleusin dan glysin. Kurang disukai ternak, sehingga penggunaanya untuk ternak unggas dan babi dibatasi berkisar 5%. Pemberian tepung darah harus dihentikan sebulan sebelum ternak dipotong supaya daging tidak bau. Tepung darah bersifat protein Bypass dalam rumen yaitu 82%, sehingga dapat dipergunakan sebagai sumber protein untuk ternak ruminansia Komposisi gizi tepung darah adalah sebagai berikut : bahan kering 90.00%; Abu 4.00%; protein 85.00%; lemak 1.60%; serat kasar 1.00% dan Beta N 8.40%. 3. Tepung Hati Tepung hati dibuat dari hati ternak atau ikan yang tidak dikonsumsi manusia (afkir). Proses pembuatannya melalui tiga tahap yaitu hati diiris-iris, dikeringkan dan digiling menjadi tepung. Tepung hati mengandung protein berkisar 60-62%; lemak 16-17% dan banyak mengandung zat besi Fe, Mg dan Cu serta vitamin B1, riboflavin, niacin dan asam panthotenat. II. Susu dan Limbah Pengolahan Susu Anak sapi baru lahir memerlukan susu pertama produksi induk sapi yang disebut Collestrum, berwarna krem, kental dan bau amis. Collestrum ini diberikan selama satu minggu dan berfungsi untuk pembentukan antibody untuk daya immunitas (kekebakan) tubuh. Susu induk mengandung casein dan zat-zat lain yang dibutuhkan ternak yang sedang berkembang yaitu laktalbumin, mineral dan globulin. Juga mengandung asam lemak essensial yaitu asam oleat, linoleat dan arachodonat serta karbohidrat susu yaitu lactosa. Susu banayak mengandung vitamin yang larut dalam lemak yaitu A,D,E dan K. Susu banyak Tabel 14. Komposisi Zat Makanan beberapa Pakan Sumber Protein. Abu Prot. Lemak SK BETN Ca P NaCl Tp. ikan impor 23.04 62.79 10.15 2.58 5.64 5.37 2.77 1.95 Tp. ikan lokal 30.22 55.51 9.38 1.73 3.57 5.24 2.54 6.95 Tepung udang 18.65 45.29 6.62 17.69 1.53 7.76 1.31
  • 52. mengandung mineral kalsium dan phosphor serta sedikit minral Fe, Mn, Cu dan I. Produk sampingan pengolahan susu (Milk by product) yaitu susu skim, butter milk dan whey. 1. Susu Skim Susu skim adalah bagian dari susu setelah diambil lemaknya, sehingga kandungan lemaknya hanya berkisar 0.1 -0.2%. Susu skim banyak mengandung vitamin B terutama vitamin B12 dan riboflavin. Kualitas susu tergantung dari umur ternak dan tipe ternak. Komposisi gizi susu skim dalam keadaan kering mengandung protein 34-35% dengan nilai biologis mencapai 94%. Susu skim dipergunakan sebagai sumber protein untuk anak sapi baru lahir setelah periode pemberian Collestrum dan penggemukan untuk produksi veal (daging anak sapi muda). 2. Butter Milk Butter milk merupakan sisa pembuatan mentega dengan kadar lemak lebih banyak dari susu skim yaitu 0.6-0.7%. Kandungan protein butter milk dalam keadaan kering yaitu 32-33%. Penggunaan untuk anak sapi berkisar 0.5 kg dalam ransum komplit. 3. Whey Whey merupakan sisa pembuatan keju. Biasanya protein sudah terbawa ke dalam produk keju dan tersisa laktabumin. Kurang disukai karena rasanya pahit dan tidak bisa diberikan sebagai pakan tunggal. Kandungan protein whey dalam keadaan kering berkisar 12%. Kandungan gizi whey menyerupai susu skim dengan kadar lemak lebih tinggi yaitu 0.8%. Pemberian whey untuk ayam sebagai sumber riboflavin. III. Limbah Peternakan Ayam Tepung bulu ayam terbuat dari bulu ayam yang bersih, segar dan belum mengalami pembusukan, dengan proses hidrolisa. Rasio bobot bulu untuk setiap jenis unggas berkisar 4-6% dengan rata-rata 6% dari bobot hidup unggas. Tepung bulu ayam berpotensi sebagai sumber protein untuk ternak. Proses pembuatan tepung bulu ayam meliputi proses autoclave, perlakuan kimia dan enzimatis serta fermentasi dengan mikroorganisme. Adanya kandungan keratin pada bulu ayam menyebabkan daya utilisasi dan daya cerna bulu ayam masih rendah, sehingga pada proses pembuatan Tepung bulu ayam tidak hanya dengan proses hidrolisa atau tekanan saja. Indikator lain kualitas Tepung bulu ayam selain protein kasar adalah kecernaan pepsin. Dibandingkan tepung ikan, kandungan protein bulu ayam lebih tinggi yaitu 85-90%, energi metabolis (ME) 2287 kkal/kg, dengan kadar serat kasar 1-3%. Defisien terhadap asam amino lysine, tryptophan, histidin, dan methionin. Dengan kandungan protein kasar yang tinggi, kadar air tepung bulu ayam tidak melebihi 10%. Taraf penggunaan tepung bulu ayam untuk ternak berkisar 5-8 % untuk non ruminansia dan 10-15% untuk ruminansia. IV. Tepung Ikan Tepung ikan dapat berasal dari ikan jenis kecil maupun jenis besar atau limbah/sisa bagian-bagian ikan yang tidak diikutsertakan dalam pengalengan.
  • 53. Kendala yang sering dijumpai adalah bahwa kadar lemak yang tinggi dari tepung ikan karena bahan baku awal tinggi lemak atau dalam proses pengolahan tidak dilakukan pembuangan lemaknya. Tepung ikan yang baik bila kadar lemak 10% dan tidak asin. Rasa asin ini terjadi karena penambahan NaCl sebagai pengawet sering ditambahkan pada bahan baku ikan yang kurang segar. Tepung ikan yang ada di Indonesia dibedakan antara impor dan lokal. Sementara ini tepung impor dianggap lebih baik karena protein kasar lebih dari 60% dan kadar lemak rendah, sedangkan tepung ikan lokal dengan konversi randemen 20% dari bahan baku hanya mempunyai kadar protein kasar 55-58% dan termasuk grade C. pemakaian tepung ikan untuk ransum unggas berkisar 10-15% dengan syarat sumbangan lemak ransum dari tepung ikan maksimal 1%. Komposisi zat makanan dapat dilihat pada Tabel 8. Gambar 29. Tepung Ikan dan Penyimpanannya V. Tepung Kepala Udang Tepung kepala udang adalah tepung yang dibuat dari bagian udang yang tidak dikonsumsi manusia/ekspor terdiri atas kepala dan kulit secara keseluruhan dan dengan konversi 30-40% dari total tubuh udang. Mutu pakan lebih rendah dari tepung ikan (protein kasar 43-47%). Kelemahan tepung udang adanya khitin (yang sulit dicerna) suatu ikatan polisacharida-protein dalam kulit kelompok udang/crustaceae sebesar 20-30% dengan kecernaan yang rendah 28%. Kecernaan pakan bisa tinggi (meningkat) bila pengolahan dilakukan dengan ekstrasi dengan basa. Pemakaian tepung udang dalam ransum ungas maksimal 10%. Komposisi zat makanan dapat dilihat pada Tabel 13.