2. Latar Belakang
• Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah
Susun (“UU Rumah Susun”) diundangkan pada tanggal
10 November 2011, dan berlaku sejak tanggal
diundangkan.
• Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah
Susun (“UU Lama”) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
• Semua peraturan pelaksanaan dari UU Lama dinyatakan
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum
diganti dengan peraturan pelaksanaan yang baru
berdasarkan Undang-Undang baru ini.
3. • Bangunan gedung bertingkat;
• Dibangun dalam satu lingkungan yang terbagi dalam
bagian-bagian;
• Distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah
horizontal maupun vertikal;
• Merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat
dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk
tempat hunian;
• Dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan
tanah bersama.
Rumah
Susun
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni
Satuan Rumah Susun (PPPSRS)
• Badan hukum
• Anggotanya adalah pemilik atau
penghuni Sarusun
Jenis
Rumah
Susun
Rumah
Susun
Umum
Rumah
Susun
Khusus
Rumah
Susun
Negara
Rumah
Susun
Komersial
4. Pembangunan Rusun oleh Perusahaan
Penanam Modal Asing
• Pengembangan Rusun komersial dapat dilaksanakan oleh setiap
orang, termasuk oleh perusahaan penanaman modal asing (Pasal 16
ayat (1) dan Pasal Pasal 41 UU Rumah Susun);
• Penanaman modal asing wajib dilakukan dalam bentuk perseroan
terbatas (“PT PMA”);
• Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (“KBLI”) yang cocok
bagi PT PMA dengan kegiatan pengembangan Rusun adalah KBLI
No. 68110 (Real Estat Yang Dimiliki Sendiri Atau Disewa).
5. Pembangunan Rusun oleh Perusahaan
Penanam Modal Asing (Cont’d)
• KBLI No. 68110 (Real Estat Yang Dimiliki Sendiri Atau Disewa):
“Kelompok ini mencakup usaha pembelian, penjualan, persewaan
dan pengoperasian real estat baik yang dimiliki sendiri maupun
disewa, seperti bangunan apartemen, bangunan tempat tinggal dan
bukan tempat tinggal. Termasuk kegiatan penjualan tanah dan
pengoperasian kawasan tempat tinggal yang bisa dipindah-pindah.”
• Penanam modal asing dapat memiliki 100 % (seratus persen) saham
di dalam PT PMA dengan KBLI No. 68110.
6. Sertifikat Hak Milik
Satuan Rumah
Susun (“SHM
Sarusun”)
Tanda bukti kepemilikan
atas satuan rumah susun
(Sarusun) di atas tanah
hak milik (HM), hak guna
bangunan (HGB) atau hak
pakai (HP) di atas tanah
negara, serta HGB atau
HP di atas tanah hak
pengelolaan (HPL).
Sertifikat Kepemilikan
Bangunan Gedung
Satuan Rumah Susun
(“SKBH satuan
Sarusun”)
Tanda bukti
kepemilikan atas
Sarusun di atas barang
milik negara/daerah
berupa tanah atau
tanah wakaf dengan
cara sewa.
• Angka yang menunjukkan perbandingan antara Sarusun terhadap hak atas
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang dihitung
berdasarkan nilai sarusun yang bersangkutan terhadap jumlah nilai rumah
susun secara keseluruhan pada waktu pelaku pembangunan pertama kali
memperhitungkan biaya pembangunannya secara keseluruhan untuk
menentukan harga jualnya
Nilai
Perbandingan
Proporsional
(NPP)
7. Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun
(SHM Sarusun)
Merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yang terdiri
dari:
a. Salinan buku tanah dan surat ukur atas tanah bersama sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan;
b. Gambar denah lantai pada tingkat rumah susun
bersangkutan yang menunjukkan Sarusun yang dimiliki; dan
c. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama bagi yang
bersangkutan.
Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
8. Sertifikat Kepemilikan Bagunan Gedung
Sarusun (SKBG Sarusun)
Merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
yang terdiri atas:
a. Salinan buku bangunan gedung;
b. Salinan surat perjanjian sewa atas tanah;
c. Gambar denah lantai pada tingkat Rusun yang
bersangkutan yang menunjukkan sarusun yang
dimiliki; dan
d. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas
bagian bersama dan benda bersama yang
bersangkutan.
Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani
fidusia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
9. Kewajiban Pelaku Pembangunan Rusun
Komersial untuk Menyediakan Rusun Umum
• Pelaku pembangunan Rusun komersial wajib untuk
menyediakan Rusun umum (yang dapat dilakukan di
luar lokasi Rusun komersial di dalam kabupaten/kota
yang sama) minimal 20% dari total luas lantai Rusun
komersial yang dibangun.
• Ketentuan lebih lanjut akan diatur di Peraturan
Pemerintah
10. • Hak Milik
• Hak Guna Bangunan atau Hak
Pakai di atas Tanah Negara
• Hak Guna Bangunan atau Hak
Pakai di atas Hak Pengelolaan
Rusun dapat
dibangun di atas
tanah:
11. Gambar dan Uraian
Pelaku pembangunan wajib memisahkan Rusun atas Sarusun
yang bersifat perorangan, dengan hak bersama bersama, benda
bersama dan tanah bersama
Pemisahan Rusun wajib dituangkan dalam
bentuk gambar dan uraian
Gambar dan uraian
menjadi dasar untuk
menetapkan NPP,
SHM sarusun atau
SKBG sarusun, dan
PPJB
Gambar dan
uraian dibuat
sebelum
pelaksanaan
pembangunan
Rusun
Ketentuan lebih
lanjut diatur
dengan peraturan
pemerintah
12. Gambar dan uraian
dituangkan dalam bentuk
akta pemisahan yang
disahkan oleh
bupati/walikota
Khusus untuk DKI
Jakarta, akta
pemisahan disahkan
oleh Gubernur
Status hak atas tanah
dan
Dalam melakukan
pembangunan Rusun,
pelaku pembangunan
harus memenuhi
ketentuan administratif
yang meliputi:
Izin mendirikan
bangunan (IMB)
13. Rencana fungsi dan
pemanfaatan Rusun
harus mendapatkan izin
dari bupati/walikota
Khusus untuk Provinsi DKI
Jakarta, rencana fungsi dan
pemanfaatan harus
mendapatkan izin dari
Gubernur.
Setelah mendapatkan izin, pelaku pembangunan wajib
meminta pengesahan dari pemerintah daerah tentang
pertelaan yang menunjukkan batas yang jelas dari setiap
Sarusun, bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama berserta uraian NPP.
14. Permohonan izin diajukan oleh pelaku pembangunan
dengan melampirkan persyaratan berikut:
• sertifikat hak atas tanah;
• surat keterangan rencana kabupaten/kota;
• gambar rencana tapak;
• gambar rencana arsitektur yang memuat denah,
tampak, dan potongan Rusun yang menunjukkan
dengan jelas batasan secara vertikal dan horizontal
dari Sarusun;
• gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama;
dan
• gambar rencana utilitas umum dan instalasi berserta
perlengkapannya.
• Perjanjian tertulis pemanfaatan dan pendayagunaan
tanah (bila dibangun di atas tanah sewa).
15. Perubahan Rencana Fungsi dan Pemanfaatan
Tanah Rusun
• Wajib mendapatkan izin dari bupati/ walikota;
• Perubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rusun tidak
mengurangi fungsi bagian bersama, benda bersama, dan
fungsi hunian.
• Dalam hal perubahan rencana fungsi dan pemanfaatan tanah
Rusun mengakibatkan perubahan NPP, maka pertelaannya
harus mendapatkan pengesahan kembali dari
bupati/walikota.
• Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, harus mendapatkan izin
dari Gubernur;
16. Sertifikat Laik Fungsi
• Pelaku pembangunan wajib mengajukan permohonan
Sertifikat Laik Fungsi (SLF) kepada bupati/walikota
setelah menyelesaikan seluruh atau sebagian
pembangunan rusun sepanjang tidak bertentangan dengan
IMB.
• Laik fungsi adalah berfungsinya seluruh atau sebagian
bangunan rusun yang dapat menjamin dipenuhinya
persyaratan tata bangunan dan keandalan bangunan rusun
sesuai dengan fungsi yang ditetapkan dalam IMB.
• Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, permohonan
diajukan kepada Gubernur.
17. Pemasaran Rusun
• Apabila pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rusun
dilaksanakan, pelaku pembangunan sekurang-kurangnya harus
memiliki (Pasal 42 ayat (2) UU Rusun):
a. kepastian peruntukan ruang;
b. kepastian hak atas tanah;
c. kepastian status penguasaan rusun;
d. perizinan pembangunan rusun; dan
e. jaminan atas pembangunan rusun dari lembaga penjamin.
• Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rusun
segala sesuatu yang dijanjikan oleh pelaku pembangunan
dan/atau agen pemasaran mengikat sebagai perjanjian
pengikatan jual beli bagi para pihak.
18. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
PPJB
dilakukan
setelah
memenuhi
persyaratan
atau
kepastian:
Status kepemilikan tanah
Kepemilikan IMB
Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
Keterbangunan paling
sedikit 20%
20% dari volume
konstruksi bangunan
rusun yang sedang
dipasarkan
Hal yang
diperjanjikan
Lokasi, bentuk,
spesifikasi, harga,
prasarana, sarana,
utilitas umum, waktu
serah terima
Dibuat di hadapan
notaris
19. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
Pedoman PPJB Rusun
Keputusan Menteri Negara Perumahan
Rakyat Nomor: 11/KPTS/1994 tentang
Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah
Susun (Kepmenpera No. 11/1994)
20. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
Ketentuan Material dalam PPJB
PPJB mengatur hal-hal berikut, antara lain:
Objek yang akan diperjualbelikan adalah hak milik atas Sarusun yang
meliputi bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama sesuai
dengan Nilai Perbandingan Proportional (NPP) dari Sarusun yang
bersangkutan. Rusun yang akan dijual wajib memiliki izin-izin seperti
izin lokasi, bukti penguasaan dan pembayaran tanah dan izin mendirikan
bangunan.
Pengelolaan Rusun menetapkan bahwa pembeli harus bersedia untuk
menjadi anggota Perimpunan Pemilik dan Penghuni Sarusun (sekarang
PPPSRS) dalam rangka untuk mengelola bagian bersama, benda bersama,
dan tanah bersama berserta fasilitasnya dengan memungut uang pangkal
dan iuran yang besarnya akan ditetapkan secara musyawarah.
21. PPJB (Cont’d)
Kewajiban Pengusaha Pembangunan Perumahan dan Permukiman:
1. Sebelum melakukan pemasaran perdana, perusahaan pembangunan
perumahan dan permukiman wajib melaporkan kepada Bupati/Walikota
dengan tembusan kepada Menteri Negara Perumahan Rakyat, dengan
melampirkan:
• salinan surat persetujuan izin prinsip;
• salinan surat keputusan pemberian izin lokasi;
• bukti pengadaan dan pelunasan tanah;
• salinan surat izin mendirikan bangunan;
• gambar denah pertelaan yang telah mendapat pengesahan dari pemerintah
daerah setempat.
Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalendar
terhitung sejak tanggal yang tercantum dalam tanda terima laporan tersebut
belum mendapat jawaban dari Bupati/Walikota yang bersangkutan, maka
pemasaran perdana tersebut dapat dilaksanakan.
Ketentuan dan syarat terkait pemasaran dalam UU Rusun bukanlah hal
yang baru, sebab sebelumnya telah diatur di dalam Kepmenpera No.
11/1994.
22. PPJB (Cont’d)
2. Menyediakan dokumen pembangunan perumahan antara lain :
• sertifikat hak atas tanah;
• rencana tapak;
• gambar rencana arsitektur yang memuat denah dan potongan
beserta pertelaannya yang menunjukkan dengan jelas batas
secara vertikal dan horizontal dari Sarusun;
• gambar rencana struktur beserta, perhitungannya;
• gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama;
• gambar rencana jaringan dan instalasi beserta perlengkapannya.
3. Menyelesaikan bangunan sesuai dengan standar yang telah
diperjanjikan;
4. Memperbaiki kerusakan yang terjadi dalam jangka waktu 100 hari
setelah tanggal ditandatangani berita acara penyerahan sarusun, dari
pengusaha kepada pemesan;
23. PPJB (Cont’d)
5. Bertanggung jawab terhadap adanya cacat tersembunyi yang
baru dapat diketahui di kemudian hari;
6. Menjadi pengelola sementara Rusun sebelum terbentuknya
perhimpunan penghuni dan membantu menunjuk pengelola
setelah perhimpunan penghuni terbentuk;
7. Mengasuransikan pekerjaan pembangunan tersebut selama
berlangsungnya pembangunan;
8. Jika selama berlangsungnya pembangunan terjadi force
majeur (keadaan kahar) yang di luar kemampuan para pihak,
Pengusaha dan Pembeli akan mempertimbangkan
penyelesaiannya sebaik-baiknya dengan dasar pertimbangan
utama adalah dapat diselesaikannya pembangunan sarusun;
24. PPJB (Cont’d)
9. Menyiapkan akta jual beli Sarusun kemudian bersama-sama dengan
pembeli menandatangani akta jual beli di hadapan Notaris/PPAT
pada tanggal yang ditetapkan. Kemudian, perusahaan pembangunan
perumahan dan permukiman dan/atau Notaris/PPAT yang ditunjuk
akan mengurus agar pembeli memperoleh sertifikat hak milik atas
Sarusun atas nama pembeli, yang biayanya ditanggung oleh
pembeli.
10. Menyerahkan Sarusun termasuk fasilitas umum dan fasilitas sosial
secara sempurna pada tanggal yang ditetapkan, dan jika pengusaha
belum dapat menyelesaikan pada waktu tersebut, maka diberi
kesempatan menyelesaikan pembangunan tersebut dalam jangka
waktu 120 (seratus dua puluh) hari kalendar, dihitung sejak tanggal
rencana penyerahan rusun tersebut.
25. PPJB (Cont’d)
Apabila penyerahan Sarusun ternyata masih tidak terlaksana sama
sekali, maka perikatan jual beli batal demi hukum, dan kebatalan ini
tidak perlu dibuktikan atau dimintakan keputusan pengadilan atau
badan arbitrase. Perusahaan pembangunan perumahan dan
permukiman diwajibkan mengembalikan pembayaran uang yang
telah diterima dari pembeli ditambah dengan denda dan bunga
setiap bulannya sesuai dengan suku bunga bank yang berlaku.
11. Penyelesaian perselisihan yang terjadi sehubungan dengan
perjanjian jual beli pendahuluan sarusun dilakukan melalui arbitrase
yang ditetapkan sesuai dengan aturan-aturan Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI) dengan biaya ditanggung renteng oleh
para pihak.
26. PPJB (Cont’d)
Kewajiban Pemesan adalah:
1. Menyatakan bahwa pemesan (calon pembeli) telah membaca, memahami, dan menerima
syarat-syarat dan ketentuan dari surat pesanan dan pengikatan jual beli serta akan tunduk
kepada syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan anggaran dasar perhimpunan pemilik dan
penghuni Sarusun dan dokumen-dokumen lain terkait, serta bahwa ketentuan dari
perjanjian-perjanjian dan dokumen-dokumen tersebut mengikat pembeli;
2. Setiap pemesan setelah menjadi pembeli Sarusun wajib membayar biaya pengelolaan
(management fee) dan biaya utilitas (utility charge) dan jika terlambat pembayarannya
dikenakan denda yang besarnya disesuaikan dengan keputusan perhimpunan penghuni;
3. Yang menjadi tanggung jawab pemesan meliputi:
a. biaya pembayaran akta-akta yang diperlukan
b. biaya jasa PPAT untuk pembuatan akta jual beli Sarusun;
c. biaya untuk memperoleh Hak Milik atas Sarusun, biaya pendaftaran jual beli atas
Sarusun
27. PPJB (Cont’d)
4. Setelah akta jual beli ditandatangani tetapi sebelum sertifikat hak milik
Sarusun diterbitkan oleh kantor pertanahan setempat:
a) Jika Sarusun tersebut dialihkan kepada pihak ketiga dikenakan biaya
administrasi yang ditetapkan perusahaan pembangunan dan perumahan
dan pemukiman, yang besarnya tidak lebih dari 1% dari harga jual.
b) Jika Sarusun dialihkan kepada pihak anggota keluarga karena sebab
apapun juga termasuk karena pewarisan menurut hukum dikenakan
biaya administrasi untuk Notaris/ PPAT yang besarnya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
5. Sebelum lunasnya pembayaran atas harga jual Sarusun yang dibelinya
pemesan tidak dapat mengalihkan atau menjadikan Sarusun tersebut
sebagai jaminan utang tanpa persetujuan tertulis dari perusahaan
pembangunan perumahan dan pemukiman.
28. SHM
Sarusun atau
SKBG
Sarusun
Sertifikat
Laik Fungsi
Pembangunan Rusun dinyatakan selesai
Setelah
Penerbitan
Pasal 44 Undang-
Undang Rumah
Susun
29. Pemanfaatan Rusun
• Hunian, atau
• Campuran
Pemanfaatan
Rusun:
“Fungsi campuran” adalah campuran antara fungsi hunian dan
bukan hunian
Terdapat kerancuan di dalam UU Rusun, sebab UU Rusun tidak
mengatur pemanfaatan Rusun untuk fungsi bukan hunian.
30. Pengelolaan Rusun
Pengelolaan Rusun meliputi kegiatan
operasional, pemeliharaan, dan perawatan
bagian bersama,
benda bersama, dan tanah bersama.
Pengelolaan Rusun harus dilaksanakan oleh
pengelola yang
berbadan hukum, kecuali Rusun umum
sewa, Rusun khusus, dan Rusun negara
Pengelola berhak
Pengelolaan Rusun
menerima sejumlah biaya pengelolaan yang
dibebankan kepada pemilik dan penghuni
secara proporsional.
Pengelola yang berbadan hukum tersebut
harus mendaftar dan mendapatkan izin
usaha dari
bupati/walikota. Khusus untuk Provinsi
DKI Jakarta, harus didapat dari Gubernur.
31. Pengelolaan Rusun (Cont)
Dapat bekerjasama dengan Pengelola
Pelaku Pembangunan, dalam masa transisi wajib mengelola
Rusun sebelum terbentuknya Perhimpunan pemilik dan
penghuni sarusun (PPPSRS)
• Masa transisi ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak penyerahan
pertama kali sarusun kepada pemilik.
• Besarnya biaya pengelolaan Rusun pada masa transisi ditanggung oleh
pelaku pembangunan dan pemilik sarusun berdasarkan Nilai Perbandingan
Proporsional (NPP) setiap sarusun
32. Pendirian PPPSRS Berdasarkan Undang
Undang Rusun
• Pelaku pembangunan wajib memfasilitasi
terbentuknya PPPSRS paling lambat sebelum masa
transisi berakhir;
• PPPSRS diberi kedudukan sebagai badan hukum
berdasarkan undang-undang;
• Pemilik sarusun wajib membentuk PPPSRS;
• PPPSRS beranggotakan pemilik atau penghuni yang
mendapat kuasa dari pemilik sarusun.
33. Pendirian PPPSRS Berdasarkan Undang
Undang Rusun (Cont’d)
• Dalam hal PPPSRS telah terbentuk, pelaku pembangunan
segera menyerahkan pengelolaan benda bersama, bagian
bersama, dan tanah bersama kepada PPPSRS.
• PPPSRS dapat membentuk atau menunjuk pengelola;
• Tata cara mengurus kepentingan para pemilik dan penghuni
yang bersangkutan dengan penghunian diatur dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPPSRS;
34. Pendirian PPPSRS Berdasarkan Kepmenpera
No. 06/1995
Keputusan Menteri NegaraPerumahan Rakyat
No. 06/KPTS/BKP4N/1995 tentang Pedoman
Penyusunan Akta Pendirian, Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan
Penghuni Rumah Susun
Mengatur tentang pendirian Perhimpunan
pemilik dan penghuni sarusun (PPPSRS)
35. Pendirian PPPSRS Berdasarkan Kepmenpera
No. 06/1995 (Cont’d)
• Para pemilik dan/atau penghuni Rusun mengadakan rapat
pembentukan PPPSRS, dan hasilnya dituangkan dalam risalah
(notulen) rapat;
• Rapat pembentukan PPPSRS menunjuk beberapa anggota atau
peserta rapat yang diberi kuasa untuk membuat pernyataan dari
segala yang diputuskan dalam rapat di hadapan notaris;
• Rapat pembentukan PPPSRS memutuskan dan menetapkan
anggaran dasar dari PPPSRS;
• Akta pembentukan disahkan oleh Bupati/Walikota, dan untuk
Daerah Khusus Ibukota Jakarta disahkan oleh Gubernur.
36. Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Sarusun
(PPPSRS) – Cont’d
• Dalam hal PPPSRS memutuskan sesuatu yang berkaitan
dengan kepemilikan dan pengelolaan Rusun, setiap anggota
mempunyai hak yang sama dengan NPP
• Dalam hal PPPSRS memutuskan sesuatu yang berkaitan
dengan kepentingan penghunian Rusun, setiap anggota berhak
memberikan satu suara. Ini berarti apabila sarusun telah
dihuni, suara pemilik dapat dikuasakan kepada setiap
penghuni sarusun. Sedangkan, apabila sarusun belum dihuni,
setiap nama pemilik hanya mempunyai satu suara walaupun
pemilik yang bersangkutan memiliki lebih dari satu sarusun.
37. Hak Suara Anggota PPPSRS
Hak Suara untuk Anggota PPPSRS
• Hak Suara Penghunian:
Hak suara untuk menentukan tata tertib, pemakaian fasilitas bersama dan kewajiban
pembayaran iuran atas pengelolaan dan asuransi kebakaran terhadap hak bersama
seperti pengelolaan benda bersama, bagian bersama dan tanah bersama
• Hak Suara Pengelolaan:
Hak suara untuk menentukan pemeliharaan, perbaikan dan pembangunan prasarana
lingkungan, serta fasilitas sosial, bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama
• Hak Suara Kepemilikan:
Hak suara untuk menentukan hal-hal yang menyangkut hubungan antara penghuni
Sarusun, pemilihan pengurus perhimpunan penghuni dan biaya-biaya atas sarusun.
Jenis hak suara tersebut di atas berpedoman pada Kepmenpera No. 06/1995
38. Hak Suara Anggota PPPSRS (Cont’d)
Kepemilikan
NPP
Pengelolaan
NPP
Penghunian
One unit one vote, apabila sarusun
sudah dihuni, suara pemilik dapat
dikuasakan kepada penghuni.
Apabila belum dihuni, pemilik
hanya punya satu suara meski
memiliki lebih dari satu sarusun
39. Ketentuan Pidana (Cont’d)
• Pelaku pembangunan rusun komersial yang
mengingkari kewajibannya untuk menyediakan
rusun umum minimal 20 % dari total rusun
komersial yang dibangun.
Dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2
tahun atau denda paling
banyak Rp 20 M
• Pelaku pembangunan yang membuat PPJB yang
tidak sesuai dengan yang dipasarkan
• atau belum memenuhi semua persyaratan kepastian
seperti yang tercantum di dalam UU sebagai
berikut:
• status kepemilikan tanah;
• kepemilikan IMB;
• ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas
umum;
• keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh
persen); dan
• hal yang diperjanjikan.
Dipidana penjara paling
lama 4 tahun atau denda
paling banyak Rp 4 M
40. Ketentuan Pidana (Cont’d)
Dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 1 tahun atau
denda paling banyak
Rp 50 juta
• Merusak atau mengubah prasarana, sarana, dan
utilitas umum;
• Melakukan perbuatan yang membahayakan orang
lain atau kepentingan umum;
• Mengubah fungsi dan pemanfaatan sarusun; atau
• Mengalihfungsikan prasarana, sarana, dan utilitas
umum, serta benda bersama, bagian bersama dan
tanah bersama dalam pembangunan atau pengelolaan
rusun.
Dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 tahun atau denda
paling banyak Rp 50 jutaRupiah
• mengubah peruntukan lokasi Rusun yang
sudah ditetapkan; atau
• mengubah fungsi dan pemanfaatan Rusun
41. Ketentuan Pidana yang dilakukan oleh Badan Hukum
• Selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana
dapat dijatuhkan terhadap badan hukum berupa pidana denda
dengan pemberatan 3 kali dari pidana denda terhadap orang
(Pasal 117 UU Rumah Susun)
• Badan hukum dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
Pencabutan Izin Usaha
Pencabutan Status Badan Hukum
Pembubaran suatu perseroan terbatas terjadi karena dicabutnya izin usaha
perseroan terbatas tersebut, sehingga mewajibkan perseroan terbatas tersebut
untuk melakukan likuidasi.
42. Sengketa Pembentukan PPPSRS
Sengketa Rapat Pembentukan PPRS Bellezza
• Perkara Perdata No. 235/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel
oleh Para Pemilik Sarusun PPRS Bellezza Permata
Hijau terhadap (i) PT Sumber Daya Nusaphala, (ii)
Notaris Mahendra Adinegara, dan (ii) Pengurus
PPRS The Bellezza.
• Gugatan Tata Usaha Negara oleh Para Pemilik
terhadap Gubernur DKI Jakarta. PPRS The
Bellezza Sebagai Tergugat Intervensi.
43. Flowchart Rapat Pembentukan Pembentukan
PPRS The Bellezza
Undangan Rapat
dan Agenda Rapat
Umum (min. H-7)
Verifikasi
oleh Panitia
Rapat
Pembukuan serta
penetapan tata tertib
Rapat Umum oleh
Ketua PPRS
Kuorum 2/3 atau
sama dengan 67%
dari jumlah peserta
Rapat Umum.
Tidak Tercapai Tercapai
Rapat ditunda
selama 2 x 30 menit
Pemilihan Pengurus
PPRS
Berapapun jumlah
yang hadir dapat
melangsungkan Rapat
Umum dan
mengambil keputusan
yang sah dan
mengikat semua
Peserta Rapat
44. Flowchart Rapat Pembentukan Pembentukan
PPRS The Bellezza (Cont’d)
Ketua PPRS
Sementara memimpin
agenda rapat
Aklamasi Voting (pemungutan suara)
Pengurus terpilih
Serah terima jabatan oleh
Ketua PPRS Sementara
kepada Ketua PPRS terpilih
Ketua PPPRS terpilih
mengajukan draft AD/ART
ditolak/keberatan,
maka voting
(pemungutan suara);
Penetapan AD/ART
PPRS
Permohonan
pengesahan ke
Gubernur DKI
Jakarta
Aklamasi
45. Sengketa Pembentukan P3SRS
Perkara Perdata No. 235/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel
Pengguggat Tergugat I
Tidak semua pemilik dan penghuni
Apartemen The Bellezza menerima
undangan Rapat Pembentukan PPRS The
Bellezza (Rapat Pembentukan);
Tergugat I telah mengirim undangan Rapat
Pembentukan kepada seluruh pemilik dan
penghuni Rusun The Bellezza;
Pengiriman undangan Rapat Pembentukan
tidak sesuai dengan Kepmenpera No.
06/1995, karena kurang dari 14 hari
sebelum Rapat Pembentukan;
Kepmenpera No. 06/1995 tidak mengatur
jangka waktu pengiriman undangan terkait
dengan Rapat Pembentukan. Pengaturan
jangka waktu undangan diatur dalam Lampiran
III Kepmenpera No. 06/1995, adalah pedoman
mengenai pembuatan ART.
Kuorum Rapat Pembentukan kurang dari
30% dari NPP;
Tidak terdapat pengaturan secara khusus yang
mengatur mengenai kuorum Rapat
Pembentukan untuk pertama kali. Pengesahan
Tata Tertib Rapat Pembentukan bukanlah
berdasarkan kuorum dari NPP, namun
berdasarkan aklamasi.
46. Sengketa Pembentukan P3SRS (Cont’d)
Perkara Perdata No. 235/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel
Berdasarkan kebiasaan, rapat umum luar
biasa untuk pertama kali dilakukan setelah
beberapa kali jeda waktu selama 30 menit,
dan apabila tidak kuorum maka ditunda
untuk kemudian diundang kembali;
Mekanisme Rapat Pembentukan telah
dilakukan berdasarkan ketentuan di dalam
Tata Tertib Rapat Pembentukan.
Rapat Pembentukan tidak mencapai
kuorum, namun Tergugat membahas dan
memutuskan Tata Tertib Rapat
Pembentukan;
Tata Tertib Rapat Pembentukan diperlukan
karena tidak terdapat pengaturan secara
khusus yang mengatur mekanisme
maupun kuorum Rapat Pembentukan
untuk pertama kali. Tata Tertib Rapat
Pembentukan dijadikan pedoman dan
dasar pelaksanaan dan jalannya Rapat
Pembentukan, selayaknya norma
pelaksanaan rapat yang ada di dalam
masyarakat.
47. Sengketa Pembentukan P3SRS (Cont’d)
Perkara Perdata No. 235/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel
Tergugat I tidak dapat menunjukkan surat
keputusan Gubernur DKI Jakarta tentang
pertelaan;
Pertelaan Apartemen The Bellezza telah
disahkan berdasarkan Kepgub DKI Jakarta
No. 2190/2010, tertanggal 17 Desember
2010.
AD/ART seharusnya disusun oleh
pengurus terpilih, dan disahkan dalam
rapat umum yang berbeda (bukan di dalam
Rapat Pembentukan tersebut).
Pengurus PPRS The Bellezza yang terpilih
menyampaikan usulan draft AD/ART yang
mengacu pada draft yang diberikan oleh
Dinas Perumahan DKI Jakarta. Dalam
undangan disebutkan bahwa draft tersebut
sebelumnya telah disampaikan kepada
para penghuni dan pemilik Apartemen The
Bellezza untuk dapat diambil dan
dipelajari. Kemudian, draft AD/ART
disahkan secara musyawarah untuk
mufakat di dalam Rapat Pembentukan.
48. Sengketa Pembentukan P3SRS (Cont’d)
Putusan Perkara Perdata No. 235/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel
Pertimbangan Hukum:
• Tergugat I telah mengajukan bukti surat undangan Rapat Pembentukan;
• Telah menjadi pengetahuan umum bahwa pemilik Rusun pada umumnya adalah orang-orang
yang mobilitasnya sangat tinggi;
• Kepmenpera No. 06/1995 tidak mengatur secara tegas kuorum Rapat Pembentukan;
• Saksi ahli Mo. Yahya Mulyarso, S.H., MSi menjelaskan bahwa tidak ada aturan yang
mengatur mengenai jangka waktu pengiriman undangan Rapat Pembentukan kepada
para penghuni dan pemilik Rusun;
• Tergugat II telah membacakan draft Tata Tertib Rapat Pembentukan, dan di dalam Rapat
Pembentukan peserta rapat telah diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan
terhadap draft, dan draft tersebut diterima secara aklamasi oleh peserta rapat;
• Pengurus PPRS The Bellezza terpilih telah diakui keabsahannya berdasarkan Keputusan
Gubernur DKI Jakarta tentang pengesahan akta pembentukan PPRS The Bellezza;
49. Sengketa Pembentukan P3SRS (Cont’d)
Putusan Perkara Perdata No. 235/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel
Amar Putusan:
• Menolak gugatan Penggugat.
• Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara.
Perangkat hukum pembentukan PPPSRS masih belum memadai, dan sebagai
akibatnya pembentukan PPPSRS menjadi sumber konflik antara pengembang dengan
penghuni, terutama terkait prosedur pembentukan PPPSRS untuk pertama kalinya.
50. Sengketa Pembentukan P3SRS
Perkara Tata Usaha Negara No. 226/G/2012/PTUN.JKT
Penggugat Tergugat II Intervensi
Kepgub DKI No. 1397/2011 telah
melanggar Kepmen No. 06/1995 jo. Pasal
71 PP No. 4/1998, antara lain mengenai
tata cara undangan, kuorum rapat beserta
Tata Tertib Rapat Pembentukan, sehingga
seluruh hasil Rapat Pembentukan harus
dinyatakan tidak sah
Terkait Rapat Pembentukan, tidak ada
satupun ketentuan dalam Kepmenpera No.
06/1995 yang mengatur mengenai tata
cara undangan, kuorum serta tata tertib
bagi Rapat Pembentukan untuk pertama
kali.
Di dalam susunan pengurus PPRS The
Bellezza terdapat juga pihak PT Sumber
Daya Nusaphala, sehingga melanggar
Pasal 57 ayat (4) PP No. 4/1988.
Pengurus PPRS The Bellezza terdiri dari
orang pribadi, bukan PT Sumber Daya
Nusaphala. Pengurus PPRS The Bellezza
dipilih berdasarkan asas kekeluargaan.
Penggugat juga mengajukan gugatan
perbuatan melawan hukum di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan.
Gugatan perbuatan melawan hukum oleh
Penggugat tidak ada hubungannya dengan
perkara ini, sebab tidak mengikutsertakan
Gubernur DKI Jakarta sebagai Tergugat.
51. Sengketa Pembentukan P3SRS
Perkara Tata Usaha Negara No. 226/G/2012/PTUN.JKT
Tindakan Tergugat yang menerbitkan
Kepgub No. 1397/2011 mengabaikan
keberatan Para Penggugat sehingga
bertentangan dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik.
Dinas Perumahan DKI Jakarta telah
menindaklanjuti surat keberatan Para
Penggugat.
Putusan Perkara Tata Usaha Negara No. 226/G/2012/PTUN.JKT
Pertimbangan Hukum:
• Majelis Hakim tidak menemukan adanya kewenangan Tergugat untuk menunda
pengesahan akta notaris, dan Tergugat justru terikat untuk tunduk pada pembentukan
PPRS berdasarkan akta notaris.
• Dalam ketentuan hukum materil, Tergugat tidak memiliki kewenangan untuk menunda
dan mengenyampingkan akta pembentukan.
• Putusan Peradilan Tata Usaha Negara tidak mungkin dapat menyelesaikan
permasalahan Para Penggugat sepanjang akta pembentukan tersebut tidak dibatalkan,
sehingga gugatan perdata yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah
tepat untuk menghindari disparitas putusan antara lembaga peradilan.
52. Sengketa Pembentukan P3SRS
Putusan Perkara Tata Usaha Negara No. 226/G/2012/PTUN.JKT
• Pokok permasalahan menyangkut mengenai keabsahan suatu akta notaris yang
pembatalannya merupakan kewenangan peradilan umum, dan oleh karenanya pokok
sengketa ini bukanlah sengketa tata usaha negara.
Amar Putusan:
• Menyatakan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tidak berwenang sengketa tata
usaha negara ini.
• Menghukum Para Penggugat untuk membayar biaya perkara.
53. Leks&Co
Menara Palma 17 Floor, Suite17-02B
Jl. HR. Rasuna Said Blok X2 Kav.6
Kuningan, Jakarta 12950, Indonesia
T. +62 21 5795 7550
F. +62 21 5795 7551
www.lekslawyer.com