Proses produksi wood pellet meliputi tiga tahap utama yaitu: (1) pengurangan ukuran bahan baku, (2) pelletisasi, dan (3) pendinginan. Tahap kritisnya adalah pelletisasi yang memerlukan kadar air bahan baku yang tepat agar dihasilkan wood pellet berkualitas. Kadar air terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan kegagalan proses.
2. Sekilas Tentang Pellet
Berbagai tipe pellet (wood pellet, torrefied wood
pellet & charcoal pellet) Biomass decomposition regimes
-White pellet = wood pellet are made of sawdust or planer shavings without bark
-Brown pellet = wood pellet are made of bark containing raw materials
-Black pellet = torrefied wood pellet
Wood pellet : Property class A1 represents the highest quality level that is particularly relevant for private end
users. In property class A2, the limiting values for the ash content, the NCV, the nitrogen and chlorine content and
the ash melting behaviour are less strict. This property class is mainly relevant for commercial users operating
pellet boilers with higher nominal capacity. Pellets according to property class B are relevant as industrial Pellets.
Faktor utama pembedanya: nilai kalor, kadar abu dan kimia abu
Pellets made from bark containing wood fractions such as forest wood chips, industrial wood chips with bark
and short rotation coppice (SRC) would comply with A2 pellet class.
3. Sekilas Tentang Pellet
Biasanya pellet berwarna cerah dari kayu lunak, dan yang gelap
dari kayu keras. Tetapi pellet yang dibuat dari kayu lunak dari
seluruh bagian pohonnya (“whole tree”) termasuk kulitnya akan
membuat pellet lebih gelap. Sehingga sulit untuk menentukan
kualitas wood pellet dari warnanya saja.
Panjang pellet yang beredar di pasaran sangat bervariasi dari berbagai
produsen. Produksi wood pellet membutuhkan panjang yang konsisten dan
meminimalisir variasi panjang tersebut.
Standard grade fuel is usually up to 3% ash content, while premium grade is less than 1
percent. Premium pellets are usually produced from hardwood or softwood sawdust
containing no tree bark.
Diameter wood pellet bervariasi mulai dari 6 mm hingga 20 mm.
Diameter 6 mm umumnya digunakan untuk pemanas ruangan rumah
tangga (home heating), sedangkan diameter 8 mm ke atas biasa
digunakan oleh industri dan pembangkit listrik.
Umumnya pellet dari kayu keras lebih disukai terutama untuk
kompor dan perapian/tungku karena secara alami memiliki kadar
air lebih rendah, lebih padat, terbakar lebih lama dan panasnya
seperti batubara.
4. Sekilas Tentang Pellet
Wood
*Analisa proksimate dan ultimate untuk mengetahui senyawa-senyawa dan unsur-
unsur kimia wood pellet juga bisa dilakukan untuk melengkapi product knowledge
Source : Pellet Fuel Institute, US
6. Esensi Proses Pembuatan Wood Pellet
• Esensi / Philosopy proses pembuatan wood pellet adalah
pemadatan (densifikasi) biomasa sehingga memudahkan
handling, transportasi dan pemanfaatannya seperti
pembakaran, pirolisis dan gasifikasi. Supaya dihasilkan produk
handling, transportasi dan pemanfaatannya seperti
pembakaran, pirolisis dan gasifikasi. Supaya dihasilkan produk
yang berkualitas (standar dan stabil) maka perlu pemilihan
jenis bahan baku, preparasi bahan baku seperti
penyeragaman ukuran partikel dan tingkat kekeringan,
conditioning, menambah perekat dan sebagainya sebelum
dipadatkan (pelletizing). Bahan baku dikategorikan limbah
biomasa ataupun kayu-kayu yang seharga limbah.
7. • Jenis Bahan Baku
• Ukuran Bahan Baku
• Kadar air
• Kekerasan
• Densitas
• Ukuran Produk (Wood Pellet)
Variabel-Variabel Proses
• Ukuran Produk (Wood Pellet)
• Kadar abu
• Single atau mixed material?
• Kimia Bahan Baku
• Kimia Abu
• Kontaminan
• Spesifikasi Die
• Operational Pelletiser
These variables have tended to make pelleting
more of an “art” than a “science”, through
significant strides are being made in the
sophistication of this process, bringing these
variables under more control.
8. Teknologi Proses Produksi Pabrik Wood Pellet
• Proses Standar Pabrik Wood Pellet Skala Besar
*optional
• Komponen biaya terbesar pada :
-Bahan Baku
-Pengeringan
9. Perbandingan Pabrik Wood Pellet
Tipikal pabrik wood pellet skala besar. Kiri : 750rb TPY– Georgia, US ; Kanan : 5 TPH – Tenesse, US
Tipikal pabrik wood pellet skala kecil. Kiri : 500kg/h– Cina ; Tengah : 500kg/h – Argentina; Kiri : 350kg/h; Cina
10. Statistik Produksi Wood Pelet Dunia
• Total produksi Russia 3,093 juta
ton/tahun dengan pabrik terbesar di
Leningrad kapasitas 900.000 ton/tahun,
terkecil di Galway 2500 ton/tahun (2011).
• Total produksi US 5,481 juta ton/tahun,
dengan pabrik terbesar di Georgia
kapasitas 750.000 ton/tahun, terkecil
10.000 ton/tahun ditemukan di banyak
tempat (2011).tempat (2011).
• Total produksi Kanada 2,958 juta
ton/tahun; Total produksi Cina 792.000
ton/tahun; Total produksi Jepang 110.000
ton/tahun;Total produksi Indonesia
80.000 ton/tahun (2012).
• Prediksi demand wood pellet terus
meningkat. Tahun 2010 konsumsi global
16 juta ton/tahun; tahun 2015 diprediksi
37 juta ton/tahun dan tahun 2020
diprediksi 59 juta ton/tahun.
13. Potensi Biomasa Asia Tenggara
Potensi biomasa Indonesia tertinggi dari sejumlah negara di ASEAN sehingga
peluang pengembangan industri wood pellet sangat besar.
14. Raw Material
Tingkat kekeringan (MC) memegang peran vital dalam proses produksi wood pellet. Limbah dari kayu
olahan seperti industri mebel umumnya sudah kering, sedangkan dari hutan atau kebun masih basah,
sehingga perlu pengeringan sebelum diproses menjadi wood pellet.
15. Proses Pengeringan Bahan Baku
• Ditinjau dari penggunaannya ; kayu dibedakan menjadi : 1. kayu
pertukangan dan kerajinan; 2. kayu industri; 3. kayu bakar.
Semuanya membutuhkan pengeringan sebelum digunakan.
• Kayu memegang kelembaban dalam dua cara: sebagai air bebas
dalam rongga sel dan air terikat dalam cellwalls. Yang dimaksud air
bebas yaitu air yang terkandung didalam rongga sel, dimana air ini
mudah keluar masuk, ( higroskopis ).Sedangkan air terikat adalah
air yang terkandung didalam dinding sel, dimana air ini agak
lamban keluar dan masuk.
• Variabel-variabel yang berpengaruh pada proses pengeringan kayu:
1. Kayu, 2. kadar air, 3. panas, 4. media pembawa panas, 5.
sirkulasi udara, 6. suhu udara, 7. kelembaban udara, 8. alat
(mesin) pengering, 9. teknik pengeringan dan 10. waktu.(mesin) pengering, 9. teknik pengeringan dan 10. waktu.
• Proses pengeringan kayu akan berjalan semakin cepat apabila suhu udara semakin tinggi,
kelembaban udara semakin rendah dan kecepatan sirkulasi udara disekitar permukaan
kayu semakin cepat.
• Kayu yang lebih ringan pada umumnya akan mengering lebih cepat daripada kayu yang
lebih berat, karena porositas kayu ringan lebih tinggi daripada porusitas kayu berat.
• Teknik pengeringan yang dipakai akan mengoptimalkan variabel-variabel proses tersebut,
antara lain : menaikkan suhu udara, menurunkan kelembaban udara (menggunakan udara
kering), menaikkan kecepatan sirkulasi udara kering, memperluas kontak antara kayu yang
dikeringkan dengan udara kering, sehingga didapat kayu kering dengan waktu relatif cepat.
•Pengeringan dengan matahari dengan suhu relatif rendah (40-60 C) juga meminimalkan
emisi senyawa organik (VOC=Volatile Organic Compound) berbau dari kayu.
16. B. Pengaruh Kadar Air Dalam
Proses Produksi Wood PelletProses Produksi Wood Pellet
18. Size Reduction Stage
• Hammer mill umumnya hanya mampu bekerja pada
kadar air maks. 20%.
• Kayu hasil panen umumnya memiliki kadar air tinggi
sekitar 50% sehingga perlu pengeringan terlebih
dahulu sebelum bisa diumpankan ke hammer mill.dahulu sebelum bisa diumpankan ke hammer mill.
• Ukuran batang kaliandra yang kecil rata-rata hanya 5-10
cm cukup dengan 1-step process dengan wood crusher
(wood chipper + Hammer Mill)
• Sedangkan apabila ukurannya lebih dari itu bisa
menggunakan chipper lalu hammer mill atau tipe drum
cutter.
21. Berbagai Jenis Alat Pemellet
Untuk pelletizing highly fibrous biomass L/D = 8,5-9 : 1
Untuk pelletizing wood L/D = 8-10 :1
Untuk kapasitas
kecil <500kg/jam Untuk kapasitas
menengah dan besar;
paling populer
Jarang digunakan,
aplikasi Skala
laboratorium
Jarang digunakan,
aplikasi Skala
laboratorium
For flat die machine the length of of hole is shorter than ring die machine, that’s mean
durability of pellets from ring die machine is better than flat die machine
22. Pelletiser Komersial
Pelletiser Komersial: ada 2
macam, yakni flat die dan
ring die. Flat die : high
operational cost (alat
cepat aus dan lebih
banyak maintenance),
biasa dipakai untuk pakan
ternak atau wood pellet
skala kecil (<500kg/hari),
Flat Die Ring Die
skala kecil (<500kg/hari),
harga alat murah. Ring
die: low operational cost,
alat (tidak cepat aus dan
sedikit perawatan),
populer dan banyak
dipakai untuk produksi
wood pellet kapasitas
sedang hingga besar
(>500kg/jam), harga alat
lebih mahal.
23. Analogi Flat Die Vs Ring Die = Motor Vs Mobil
x
Vs
Pada konteks sebagai alat angkut dengan beban tertentu : Mesin sepeda motor
umumnya cc-nya kecil (100-500 cc) sehingga kapasitas angkutnya juga kecil, sedangkan
apabila kapasitas mesinnya besar misalnya 1500 cc atau diatasnya, maka lebih cocok
dipasang atau dibuat mobil untuk efektivitas dan efisiensi pengangkutan, estetika,
handling, keamanan dan sebagainya daripada dibuat moge (motor gedhe).
x
24. -Carbon steel alloy : die terkuat, harga murah, tidak
tahan korosi, permukaan die kasar sehingga friksi
dan kompresi lebih besar sehingga wood pellet
yang dihasilkan lebih keras.
Material Die Hampir semua produsen wood pellet press
juga produksi ring die dan roller dan ada juga
yang menjualnya khusus seperti dibawah ini
:
-Stainless steel alloy : lebih tahan korosi, harga lebih
mahal, karena permukaan die lebih halus,maka
butuh kedalaman die lebih panjang untuk
menghasilkan wood pellet yang keras.
-High chrome alloy : ketahanan korosi paling tinggi,
start up lebih mudah, karena die lebih halus
sehingga butuh kedalaman die lebih panjang untuk
hasil wood pellet yang keras, harga paling mahal.
25. Karakteristik Bahan Baku
Membutuhkan Bentuk dan
Ukuran Die Tersendiri
Setiap die (cetakan)
cocok untuk satu
jenis bahan baku!!!
Die tidak bisa “generik” untuk semua biomasa
26. Pelleting Stage
• Terlalu tinggi maupun terlalu rendahnya kadar air pada proses pemelletan kayu• Terlalu tinggi maupun terlalu rendahnya kadar air pada proses pemelletan kayu
akan menyebabkan gagalnya proses ini.
• Untuk mendapat kualitas pellet yang baik, suhu rata-rata di die 125 C; Kanada
mensyaratkan menjaga suhu 85 C untuk suhu minimum die. Semakin tinggi suhu
semakin baik kualitas pellet.
• Efisiensi pabrik wood pellet yang bisa diterima adalah 130-200 kWh/ton, tanpa
drying system.
• Fuels that are used during pellet production may produce a maximum greenhouse
gas (GHG) emission of 100 kg CO2 per tonne of pellets. This value can be achieved
as long as biomass fuels are used for raw material drying and can be lower if use
sun drying.
29. Ketika Bahan Baku Terlalu Basah
• Kadar air terlalu tinggi (terlalu basah) akan menyebabkan
tekanan (kompresi) yang sangat tinggi pada die. Hal ini
membuat suhunya meningkat dan menghasilkan steam
dalam jumlah banyak. Tingginya tekanan akan membuat
motor bekerja terlalu berat dan juga potential membuat die
mampet (ter-block). Kondisi ini juga berpengaruh pada
bearing di roller. Pellet yang dihasilkan juga akan lunak dan
mampet (ter-block). Kondisi ini juga berpengaruh pada
bearing di roller. Pellet yang dihasilkan juga akan lunak dan
sangat mudah pecah. Walaupun kompresi tinggi akan tetapi
suku yang memadai yang membuat lignin keluar sebagai
perekat tidak tercapai. Karena tingginya kadar air, maka
pellet akan mengembang dan mengeluarkan uap air,
akibatnya pellet tidak halus permukaannya dan berbentuk
silinder seperti seharusnya.
30. Ketika Bahan Baku Terlalu Basah
Wood Pellet akan rusak bahkan hancur pada tahap
pendinginan bila terlalu tinggi kadar airnya (terlalu
basah).
Wood pellet lunak dan mudah pecah ketika
menggunakan bahan baku terlalu basah (kadar air
tinggi).
Skema pendinginan wood
pellet dg aliran udara
lawan arah (counter flow)
31. Ketika Bahan Baku Terlalu Kering
• Karena bahan baku memiliki
kepadatan rendah dan kurangnya
kadar air (terlalu kering) maka roller
tidak mampu melakukan kompresi
yang memadai didalam die.
Kurangnya tekanan juga berakibat
kurangnya panas dan lignin tidakkurangnya panas dan lignin tidak
mampu keluar sebagai perekat
pada pellet tersebut. Karena bahan
baku tidak bisa menghasilkan friksi
yang cukup dan tekanan / kompresi
maka material akan akan meluncur
bebas di dalam die dan akibatnya
pellet tidak terbentuk.
Pellet tidak terbentuk (ambrol) ketika
menggunakan bahan baku terlalu kering (kadar
air rendah)
32. Mekanisme Pendinginan (Cooling)
Ketika wood pellet keluar dari pelletiser maka suhunya sangat panas,
lunak dan mengeluarkan uap air. Sebelum pellet bisa disimpan dan
digunakan maka kondisinya harus dingin dan kering. Cara paling mudah
pendinginan wood pellet adalah menghamparkannya dalam ruangan
sehingga dingin dengan sendirinya pada suhu ruang. Counter flow cooler
adalah jenis pendingin wood pellet yang umum di industri wood pellet
saat ini dengan arah udara pendingin dan produk wood pellet secara
lawan arah. Pendinginan bertahap akan meningkatkan kualitas,
mengurangi retakan-retakan di permukaan dan “fine”. Wood pellet keluar
dari cooler dengan kadar air menjadi sekitar 8% dengan suhu berkisar
+5-10C dari suhu kamar. Hampir semua cooler dilengkapi screen untuk+5-10C dari suhu kamar. Hampir semua cooler dilengkapi screen untuk
menyaring “fine”/”powder” dari wood pellet. “Fine” /”Powder” tersebut
kemudian dikembalikan ke pelletiser untuk bisa digunakan sebagai bahan
baku lagi.
Kiri : Skema alat
counter flow cooler;
Tengah : photo cooler
komersial; Kanan :
wood pellet yand
didinginkan secara
memadai
permukaannya halus
dan mengkilap.
34. 6 Pertimbangan Kunci Pemelletan
Pemelletan sukses = kualitas pellet
1. Hubungan antara kualitas bahan baku, kapasitas pemelletan
dari mesin dan proses pemelletan (kondisi operasi
pemelletan) harus sinkron.
2. Kapasitas friksi pada die. Semakin besar friksi maka densitas
pelet semakin tinggi.
3. Permukaan dan material die dan roller. Die dari stainless
steel memiliki permukaan halus dan tahan karat sehingga
start up lebih mudah dibandingkan die dari carbon steel,
tetapi memperbesar friksi maka diperdalam kedalamantetapi memperbesar friksi maka diperdalam kedalaman
lubangnya (die hole).
4. Rasio Panjang dan diameter lubang pada die.
5. Ketebalan lapisan bahan baku diatas die dan sehingga
ketebalan bahan tersebut yang dipress ke dalam die.
Ketebalan optimum umumnya adalah 1 mm
6. Frekuensi kompresi (kecepatan rotasinya).
35. Ketinggian Roller dan Carpet
Carpet adalah lapisan tipis bahan yang dipress, yang berada pada puncak permukaan die. Ketika bahan baku
masuk ke pelletiser maka akan terdorong oleh roller dan membentuk carpet. Semakin banyak bahan
dimasukkan ke pelletiser maka akan semakin menambah ke carpet. Carpet inilah kemudian yang ditekan ke
lubang die dan menghasilkan pellet. Sehingga untuk material yang bisa membentuk pellet, awalnya harus bisa
membentuk carpet.
1 mm Gap
Umumnya carpet dengan ketebalan 1 mm adalah kondisi optimum antara kualitas
pellet, konsumsi energi dan tingkat keausan alat.
>1mm Gap
Memperbesar gap antara roller dan die, akan meningkatkan kebutuhan energi yang
dibutuhkan. Jika roller diset diatas 1 mm, maka kemungkinan tekanan yang
dihasilkan tidak akan cukup antara die dan roller. Tanpa tekanan yang cukup makadihasilkan tidak akan cukup antara die dan roller. Tanpa tekanan yang cukup maka
tidak ada panas, sehingga tidak ada perekat yang dikeluarkan dan carpet tidak
terbentuk, sehingga pellet juga tidak terbentuk. Hanya pada kondisi sangat khusus
sehingga sangat jarang diaplikasikan untuk >1 mm gap pada produksi pellet.
< 1mm Gap
Ketika roller dan die bersentuhan berarti tidak ada ruang untuk membentuk carpet,
sehingga bahan ditekan langsung ke dalam luabng die, akibatnya kualitas pellet
akan menurun. Lebih penting lagi, ketika kontak antar logam terjadi maka akan
secara significant mengurangi umur roller dan die tersebut.
Tips : Ketika menyetting roller gap karakteristik bahan baku perlu dipertimbangkan, sebagai contoh densitas
material dan kemampuan perekatan. 1mm gap direkomendasikan untuk hampir semua bahan tetapi mencoba
variasi gap akan bermanfaat. Semua produksi pellet adalah masalah mengurangi kebutuhan energi dan tingkat
keausan peralatan sementara secara simultan meningkatkan kualitas pellet dan produktivitas. Hal ini mengapa
produksi kualitas pellet membutuhkan skill tersendiri.
36. Karakteristik Perekatan (Bonding
Mechanism) Dalam Produksi Wood Pellet
• Variabel bahan baku termasuk moisture content &, particle size,
shape, and distribution, hardness serta lignin content
mempunyai pengaruh besar thd kualitas pellet dan pemilihan
kondisi proses yang memadai. Adanya cairan seperti air selama
pelletisasi menghasilkan gaya antar muka (interfacial forces) dan
tekanan kapiler, shg meningkatkan ikatan partikel.tekanan kapiler, shg meningkatkan ikatan partikel.
• Ada 3 tahap pada pemadatan biomasa termasuk pellet. Tahap 1
: partikel menyusun formasi sendiri ke bentuk cukup padat.
Tahap 2 : partikel saling dorong dan terbentuk sifat seperti
plastik dan deformasi elastis, sehingga meningkatkan kontak
antar partikel secara signifikan; partikel menjadi diikat dengan
gaya electrostatic van der Waal. Tahap 3 : terjadi penurunan
volume yang signifikan akibat tingginya tekanan/kompresi
sehingga kepadatan/density pellet dapat dicapai
37. Mekanisme Deformasi Partikel Biomasa Pada Penekanan #1
Deformation mechanisms of biomass powder particles under compression
38. Mekanisme Deformasi Partikel Biomasa Pada Penekanan #2
Kurva kompresi partikel serbuk biomasa. Proses pemadatan dapat dipisahkan
dalam beberapa tahap : particle rearrangement, elastic & plastic deformation,
dan hardening .
40. Karakteristik Perekatan Dalam Produksi
Wood Pellet #1
Pemadatan biomassa seperti
pellet dengan tekanan/
kompresi tinggi akan
meningkatkan mechanical
interlocking dan adhesi antar
partikel, sehingga membentukpartikel, sehingga membentuk
ikatan antar molekul pada area
kontak. Pada bahan baku
biomasa seperti kayu
mekanisme perekatan dapat
dibagi menjadi gaya adhesi
dan kohesi , gaya tarik antara
partikel dan interlocking
bonds.
41. Karakteristik Perekatan Dalam Produksi
Wood Pellet #2
Tampilan permukaan patah-patah pada pellet dengan scanning electrone microscope
a. Tipikal permukaan patah-patah pada pellet yang mengindikasikan terjadinya adhesi
yang kuat
b. Tipikal permukaan patah-patah pada pellet yang mengindikasikan ahesi yang lemah
42. Karakteristik Perekatan Dalam Produksi
Wood Pellet #3
Tampilan light microscopy yang menunjukkan polymer melting dan interlocking pada fiber
(biomass)
43. Perekatan dan Kualitas Wood Pellet
Partikel “Fines” (bubuk) terbentuk akibat kurangnya perekatan sewaktu
pembentukan pellet. Sehingga kinerja dari pelletiser dan produk jadi pellet
berpengaruh terhadap persen fines. Pellet sangat kuat apabila ditekan secara
vertikal tetapi mudah pecah ketika ditekan secara horisontal. Kualitas pellet yang
jelek membuatnya hancur/pecah berkeping-keping dan menghasilkan banyak
bubuk. Tergantung target pasarnya, prosentase “fine” yang terbentuk perlu
dinyatakan atau tidak. Pada kualitas wood pellet premium target dari fines harus
kurang dari 1%. CEN European standard memiliki spesifikasi prosentase “fines” yang
diperbolehkan dan dalam banyak kasus prosentase fine harus dinyatakan ketika
dijual. Kapasitas pengemasan juga berpengaruh thd terjadinya prosentase fine,
semakin kecil wadah akan membuat prosentase fine lebih kecil.
44. Karakteristik Pelletiser
• Setiap bahan baku memiliki kualitas dan karakteristik yang berbeda.
Parameter tersebut adalah kadar air, kepadatan dan kualitas
perekatan.
• Ketika kualitas bahan baku telah sesuai untuk wood pellet
berkualitas, maka setelah masuk pelletiser dan berkontak dengan
roller dan mendapat panas serta tekanan yang sesuai maka pellet
akan keluar. Pisau bisa ditambahkan untuk mengeset panjang pellet.
Dan setelah didinginkan pellet akan keras dan siap digunakan.
45. Karakteristik Pelletiser
• Pemilihan bahan baku berkualitas berpengaruh besar
terhadap kualitas wood pellet, dan settingan pelletiser
meliputi ketebalan dan material die, pressing time, pressing
temperature dan pressure juga membantu meningkatkan
kualitas wood pellet. Tekanan (pressure) bisa diset dengan
pemilihan die, material die dan jarak dengan roller. Sehingga
untuk produksi wood pellet dari beragam bahan baku perluuntuk produksi wood pellet dari beragam bahan baku perlu
mengubah kecepatan pengumpanan ke pelletiser maupun
pemilihan pellet die-nya. Idealnya pemilihan die juga terkait
rasio kompresinya, misalnya mengolah bahan baku kayu lunak
membutuhkan die lebih tebal dibandingkan mengolah kayu
keras, untuk hasil kualitas pemelletan yang sama.
• Ada perbedaan antara hanya membuat wood pellet dengan
membuat wood pellet berkualitas dengan konsumsi energi
minimum dan maximum roller & die life.
46. Perawatan Peralatan Termasuk Pelletiser
Peralatan yang digunakan produksi wood pellet
terekspose suhu dan tekanan tinggi, sehingga
perawatan yang memadai menjadi esensi untuk
memaksimalkan umur peralatan dan mengurangi
konsumsi energi.
A. Perawatan BearingA. Perawatan Bearing
Peralatan khususnya crusher tipe hammer mill dan
pelletiser memiliki banyak bearing, yang mencapai
suhu tinggi selama operasi. Mengecek secara berkala
bearing dibutuhkan untuk menjaga kinerja dan umur
peralatan. Beberapa peralatan dilengkapi dengan
pelumasan otomatis untuk bearing.
47. Perawatan Peralatan Termasuk Pelletiser
B. Menjaga Konsumsi Energi Minimum
Periksalah hammer mill dan pelletiser bisa beroperasi tanpa
tahanan akan menjaga kebutuhan energi tetap
minimum.Sebagai contoh pengecekan bahwa tidak ada
material yang menyebabkan friksi tambahan sekitar
pelletiser dan roller.
C. Yang Harus Dilakukan Pada Akhir Produksi
Ketika akhir produksi sangat penting untuk memasukkanKetika akhir produksi sangat penting untuk memasukkan
bahan berminyak ke pelletiser sehingga produksi nantinya
bisa dimulai dengan mudah lagi contoh dedak atau katul
dengan minyak goreng. Jika bahan baku yang diproses
tertinggal di die, selanjutnya ketika die dingin bahan baku
di dalam die juga dingin dan akan mengeras. Jika hal itu
terjadi maka sangat sulit untuk memulai produksi lagi dan
mungkin perlu dibor die yang tersumbat tersebut.
49. Penerimaan Bahan Baku (Receiving Station)
• Bahan baku diterima di pabrik dengan dihitung dengan cara :
1. volume (kubikan). Menghitung volume kayu dalam bak mobil atau
truk lalu dikalikan dengan kepadatan (density) rata-rata kayu (100-
150 kg/m3)
2. Penimbangan. Kayu bisa dimasukkan dalam karung lalu ditimbang
dg timbangan duduk ataupun berat mobil dg kayu dikurangi berat
mobilnya yakni dg timbangan muatan mobil. Estimasi harga 100
juta rupiah.juta rupiah.
Cara 1 lebih murah dan praktis, tetapi akurasi berat atau bobot tidak
sebaik cara 2.
50. Packing Wood Pellet
• Disarankan untuk mengemas wood pellet dengan ukuran besar, shg
apabila tidak menggunakan mesin packing misalnya langsung dari cooler-
pun tidak masalah, karena jumlahnya sedikit.
• Kemasan model jumbo bag dengan kapasitas 1 ton atau 500 kg bisa
diterapkan.
Umumnya pabrik wood pellet
kapasitas kecil di Indonesia
Langsung packing dari cooler.
Jumbo bag untuk 500kg
wood pellet
Jumbo bag untuk 1 ton
wood pellet
53. Penyimpanan Produk (Product Storage)
• Penyimpanan produk wood pellet di tempat kering
ber-ventilasi. Sangat disarankan menggunakan pallet
untuk menjaga kekeringan produk. Beberapa
panduan lain seperti pada kolom disamping.
54. K3 Produksi Wood Pellet
• Hal-hal yang perlu diperhatikan di area pabrik:
-Mengenakan masker, sepatu, kaos tangan dan helm.
-Menghindari membakar sampah dan semacamnya
yang menimbulkan api.
-Dilarang merokok.
-Motor listrik dan peralatan relay harus terlindungi.
-Hati-hati bila mengelas dan memotong logam di area
banyak sawdust kering berpotensi bahaya.
-Hindari permukaan panas berkontak dengan sawdust
Based on US Data
-Hindari permukaan panas berkontak dengan sawdust
kering, karena berpotensi menimbulkan percikan
api.
-Wood pellet tidak boleh disimpan lama tanpa
monitoring suhu yang memadai*
-Waspadai terhadap gesekan, benturan dan percikan
api timbul karena bearing panas, komponen
bergerak, dsb yang menyebabkan kecelakaan
dengan sawdust kering.
*aktivitas mikroba akan meningkatkan suhu wood pellet sampai 90 C yang selanjutnya
bila teroksidasi bisa menyebabkan kebakaran. Kadar air yang tinggi serta proses
produksi sehingga bahan baku tidak terekspose suhu >100 C akan memacu aktivitas
mikroba.
57. Perbandingan Wood Pellet Dengan Batubara
No. Factors Wood Pellet Coal
1. Calorific Value 4000 kcal/kg and up 5000-5500 kcal/kg
2. Ash Content < 4% 20 to 40%
3. Pollution/Poisonous effluent Smoke No Smoke No Sulphur Sulphur,
phosphorous fumes
4. Moisture 8 %( max) 20 to 35%
5. Efficiency of boiler 75% 75%
6. Wastages/Loss 8-10% 15-20%
7. Labour usage Single person is enough Require two persons7. Labour usage Single person is enough Require two persons
8. Boiler efficiency Normal Fly ash deposit on tubes High wear & tear
9. Handling Easy because of packed material Tough material
10. Type of Fuel Carbon Neutral Carbon Positive
-Berbagai keuggulan wood pellet bisa dijadikan bargaining postion harga jual wood pellet untuk subtitusi
batubara di industri.
-Sebagai perbandingan : US hampir semua wood pellet digunakan untuk pemanas rumah tangga dengan
pellet stove, sedangkan mayoritas wood pellet di Asia digunakan untuk co-firing dengan batubara pada PLTU
(coal powerplant).
-Sebagian proses produksi wood pellet juga dengan debarking (menghilangkan kulit dari kayunya) utk
mengurangi kadar abu. Karena konsumen wood pellet di Indonesia adalah industri yang umumnya lebih
toleran utk kadar abu lebih tinggi maka tidak dengan debarking tidak menjadi masalah.
62. Perbandingan Produktivitas Tanaman
Trubusan Indonesia dengan Eropa/US
Poduktivitas biomasa kayu 1 tahun kaliandra di Indonesia (negara tropis) = 4
tahun willow di negara sub tropis.
64. Terimakasih
Eko SB Setyawan Mobile : 081328841805
Biomass to Energy Entrepreneur
eko.sbs@gmail.comeko.sbs@gmail.com
@ekosbs http://inovasibiomasa.blogspot.com/