SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 68
1
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
LAPORAN AWAL/SEMENTARA
RISET AKSI PENGELOLAAN TPST
BANTARGEBANG, KOTA BEKASI
WAHANA LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA
(WALHI) JAKARTA
12 Februari 2015
Alamat Sekretariat:
Jl. Tanah Merdeka IX No. 31 Pasar Rebo/Ciracas, Jakarta Timur
Tel/Fax: 021.87787319
E-mail: walhi.dkijakarta@gmail.com
Friend
of the Earth
Indonesia
BS/WALHI Jkt, 2014
2
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
LAPORAN AWAL/SEMENTARA
RISET AKSI PENGELOLAAN TPST
BANTARGEBANG, KOTA BEKASI
TIM RISET AKSI WALHI JAKARTA:
PUPUT TRIDHARMA PUTRA (Penanggungjawab)
BAGONG SUYOTO (Peneliti/Dewan Pakar)
RIZA V. TJAHJADI (Peneliti/Dewan Pakar)
HERU KUNDHIMIARSO (Peneliti)
RIZKI FAZRUR RAHMAN (Peneliti)
ANTAMA LASADEA (Peneliti)
ARON CHANDRA HUTASOIT (Umum)
WAHANA LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA
(WALHI) JAKARTA
12 Februari 2015
Alamat Sekretariat:
Jl. Tanah Merdeka IX No. 31 Pasar Rebo/Ciracas, Jakarta Timur
Tel/Fax: 021.87787319
E-mail: walhi.dkijakarta@gmail.com
Friend
of the Earth
Indonesia
3
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tempat pembuangan akhir (TPA) Bantargebang seluas 108 ha dioperasikan sejak
1986, kemudian dalam perkembangannya mengalami penambahan lahan menjadi 110,
3 ha. TPA Bantargebang adalah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Letak lahan
TPA di tiga kelurahan, yaitu meliputi wilayah Kelurahan Cikiwul, Ciketingudik dan
Sumurbatu Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi.
Setiap hari diperkirakan sekitar 5.000-5.500 ton sampah dibawa dan dikelola di
TPA Bantargebang. Sampah tersebut terdiri dari sampah organik 55%, an-organik 45%.
Sampah yang masuk ke TPA Bantergebang harus melalui penimbangan secara
computerized, yang dikelola oleh otoritias atau perusahaan rekanan Dinas Kebersihan
DKI Jakarta di luar pengelola TPA Bantargebang. Hasil penimbangan selanjutnya
menjadi dasar pembayaran tipping fee kepada pengelola TPA Bantergebang.
Pengelola TPA Bantargebang silih berganti karena adanya gerakan resistensi
terhadap TPA dan konflik sosial akibat pencemaran lingkungan dan ancaman kesehatan.
Hampir setiap akhir tahun terjadi demo massif penutupan TPA Bantargebang. Kasus-
kasus gerakan resistensi TPA itu berlangsung sejak tahun 1999 hingga 2007, bahkan
Gubernur DKI pernah mengeluarkan pernyataan “Darurat Sampah”. Dalam perjalanan
waktu, TPA Bantargebang sangat dibutuhkan oleh DKI Jakarta dalam mengatasi
penampungan sampahnya, karena daerah lain menolaknya, seperti kasus TPST Bojong,
Ciangir, dll. Oleh karena itu tokoh dan warga sekitar menuntut agar pengelolaan TPA
Bantargebang menggunakan teknologi ramah lingkungan, sampah harus diolah dengan
multi-teknologi, melibatan warga sekitar, adanya pemberian manfaat berupa uang bau,
adanya fasilitas air bersih, kesehatan gratis, perbaikan pengelolaan lingkungan, dan
sebagainya.
Berdasarkan tuntutan warga dan perkembangan yang terjadi, pada Desember 2008
TPA Bantargebang dikelola oleh pihak ketiga, yaitu PT Godang Tua Jaya joint
operation (JO) PT Navigat Organic Energy Indonesia. Untuk memperbaiki image nama
TPA berubah menjadi tempat pengolahan sampah terpadu (TPST). Dasar hukum
pengelolaan tersebut berdasarkan tender yang sangat ketat dan fair play ditetapkan
sebagai pengelola TPST Bantargebang dengan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.
4
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
1700 tahun 2008, yang dilanjutkan dengan penanda-tanganan kontrak Pengelolaan
TPST Bantargebang pada 5 Desember 2008. Pengelolaan TPST Bantargebang
dilaksanakan atas dasar proses tender peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan dan
pengoperasian Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Bantargebang yang mengacu pada
Pepres No. 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam
Pembangunan Infrastruktur.
Volume sampah yang semakin besar di TPST Bantargebang jika tidak dikelola
dengan baik melalui sistem 3R (reduce, reuse, recycle) sebagaimana di amanatkan UU
No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah dan kaitannya dengan UU No. 32/1999
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup maka akan menimbulkan
malapetaka pencemaran, gangguan kesehatan dan konflik sosial. Sejarah masa lalu
pengelolaan TPA/TPST ini disarati oleh gejolak sosial akibat kurang terurus dan
sampah tanpa diolah dan hanya ditumpuk begitu. Saat itu pendekatan pengelolaan
sampah bersifat konvesional atau gaya lama sangat merugikan lingkungan dan warga
sekitar.
Sejak 2009 TPST Bantargebang ditangani oleh pengelola baru mulai tampak ada
perubahan-perubahan secara signifikan, terutama pembangunan berbagai sarana fisik
pengolahan sampah, seperti composting, recycling, power house atau pembangkit listrik
tenaga sampah, penataan dan pemadatan sampah, dan perbaikan infrastruktur TPST,
penghijauan, dll. Perubahan ini tampak pada 2012-2014, belum pernah terjadi pada
periode-periode sebelumnya. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan tahapan perbaikan
pengelolaan TPST Bantargebang berdasarkan kontrak kerjasama antara Pemprov DKI,
Pemkot Bekasi dan pihak pengelola TPST, PT GTJ dan NOEI.
Namun belakangan (2014) muncul isu miring mengenai pemanfaatan dana
pengelolaan sampah, termasuk tipping fee dan alokasinya yang dilansir sejumlah media
ibukota, implikasinya dapat mengganggu kinerja dan image pengelolaan TPST
Bantargebang. Akibatnya Pemprov DKI Jakarta, khususnya Wagub DKI
mempertanyakan permasalahan tersebut, dan belum memperoleh jawaban yang
memuaskan. Oleh karena itu WALHI Jakarta membentuk tim riset atau semacam tim
finding mission guna mendapat kejelasan terhadap persoalan tersebut dihubungkan
dengan fakta faktual di tingkat lapangan.
5
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
Perkembangan ini menjadi penting dan sebagai titik masuk dilakukannya riset
aksi tersebut. WALHI Jakarta akan melakukan investigasi terhadap sejumlah kegiatan
yang telah disepakati dan berapa besar capainnya. Hal ini untuk mendapat hasil secara
akurat, valid dan jelas berdasarkan fakta-fakta empiris/lapangan. Juga akan digali
permasalahan yang berkaitan dengan percepatan pencapaian target program-program
yang telah disepakati dalam kontrak. Selanjutnya WALHI Jakarta akan memberikan
solusi konstruktif dalam memperbaiki pengelolaan TPST Bantargebang ke depan.
Karena riset aksi pengelolaan TPST Bantargebang yang dilakukan WALHI Jakarta ini
merupakan bagian sangat esensial dari Upaya Penataan Pengelolaan Lingkungan dan
Sampah di Wilayah DKI Jakarta.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Permasalahan yang menjadi fokus riset aksi ini yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Adakah manfaat keberadaan TPST Bantargebang terhadap masyarakat sekitar?
2. Mengapa terjadi kesimpangan-siuran mengenai jumlah volume sampah yang masuk
ke TPST Bantargebang melalui jembatan timbang sebagai dasar pembayaran tipping
fee dan alokasinya?
3. Sejauhmana target-target dan prosentase pencapaian program-program implementasi
pengelolaan TPST Bantargebang berdasar kontrak kerjasama antara Pemprov DKI,
Pemkot Bekasi dan pihak ketiga, yaitu PT GTJ dan NOEI?
4. Berapa besar hambatan-hambatan yang dialami pengelola TPST Bantargebang dalam
rangka memenuhi target kontrak tersebut?
C. Tujuan Riset Aksi
Tujuan riset adalah:
1. Mengidentifikasi dan mengetahui gambaran sistem dan tahapan pengelolaan TPST
Bantargebang dan infrastrukturnya secara menyeluruh.
2. Mengetahui jumlah sampah yang masuk ke TPST Bantargebang sebagai dasar
pembayaran tipping fee dan alokasinya.
6
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
3. Mengetahui manfaat keberadaan TPST Bantargebang terhadap masyarakat sekitar?
4. Mengetahui, mengkaji dan menganalisa pengelolaan lingkungan hidup di kawasan
TPST Bantargebang.
5. Melakukan komparasi dan analisa pengelolaan TPST Bantargebang berdasarkan
kesepakatan kontrak kerjasama dengan implementasi tingkat lapangan. Intinya
mengetahui progress implementasi kontrak pengelolaan TPST Bantargebang.
6. Memberikan masukan dan solusi kepada Pemprov DKI Jakarta.
7. Memberikan dampingan pengelolaan lingkungan di sekitar wilayah TPST
Bantargebang.
D. Manfaat/Signifikansi
Manfaat/signifikansi riset aksi, yaitu:
1. Secara praktis menentukan posisi WALHI Jakarta tentang perkembangan
pengelolaan TPST Bantargebang, yang selanjutnya akan disosialisasikan lewat
kegiatan seminar dengan melibatkan berbagai stakholders.
2. Secara kebijakan berguna untuk memberikan masukan kepada Pemprov DKI Jakarta
dalam memperbaiki Penataan Pengelolaan Sampah di Wilayah DKI Jakarta dan
TPST Bantargebang.
E. Metode Penelitian
Dalam kalangan NGOs sebagaimana WALHI Jakarta memandang, bahwa
penelitian-cepat sebagai bahan untuk menyusun factsheet sebagai bagian dari kegiatan
advokasi kebijakan dikenal dengan riset aksi. Sehingga konsep, pendekatan dan strategi
yang dijalankan lebih praktis dan cepat. Berbagai informasi/data baik primer maupun
skunder, baik bersumber dari human-resource maupun non-human resources, tokoh-
toko kunci (key-persons), masyarakat terkena dampak maupun data laboratorium sangat
mendukung kualitas riset aksi tersebut.
Dalam penggalian data, Tim WALHI Jakarta akan menggunakan berbagai
pendekatan dan strategi mendalam. Tim riset WALHI Jakarta melakukan sosialisasi
7
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
kepada seluruh jaringan kerja dan para ahli di bidang pengelolaan lingkungan dan
sampah, bahwa WALHI Jakarta akan melakukan riset aksi pengelolaan TPST
Bantargebang. Juga mengkomunikasikan kepada instansi terkait, seperti Pemprov DKI
Jakarta, Dinas Kebersihan DKI, pengelola TPST Bantargebang, dll. Juga melakukan
pengorganisasian terhadap sumberdaya dan kebutuhan yang diperlukan sebelum terjun
ke lapangan.
Alur selanjutnya Tim WALHI Jakarta akan melakukan penggalian infromasi/data
primer dan sekunder serta pengambilan gambar/foto pada tingkat lapangan, yang
diagendakan selama seminggu, 2-7 Juni 2014. Secara ringkas Tim WALHI Jakarta akan
melihat kemajuan (progress) implementasi berdasar kontrak kerjasama pengelolaan,
meliputi:
a. Melakukan dialog dengan pengelolaa TPST Bantargebang:
1. Gambaran sistem pengelolaan TPST Bantargebanag secara menyeluruh.
2. Hasil capaian-capaian pelaksanaan kontrak.
3. Hambatan-hambatan yang ada.
b. Melakukan observasi dan penggalian data lapangan dengan fokus:
1. Fasilitas Kompos,
2. Pembangunan Fasilitas Galvad,
3. Bangunan Pemilahan Sampah,
4. Gasification (Pirolysis),
5. Fasilitas Daur Ulang,
6. Pembangunan Sanitary Landfill (Gas Collection),
7. Pembangkit Listrik (Power Plant) berkapasitas 26 MW dan selanjutnya
pelaksanaan Clean Development Mechanism (CDM).
8. Sarana penunjang seperti IPAS, saluran air, infrastruktur jalan, dll.
9. Penghijauan di kawasan TPST.
Hasil penggalian data lapangan akan diklasifikasikan dan dianalisa guna
menyusun laporan sementara. Laporan ini akan diperkaya melalui diskusi kecil
dengan berbagai stakeholder, terutama internal Tim WALHI Jakarta, para ahli,
institusi terkait dan pengelola TPST Bantargebang. Tujuannya untuk mendapatkan
8
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
masuk-masukan (inputs) guna menyempurnakan laporan. Selanjutnya laporan
sementara yang telah dibahaskan dengan berbagai pihak dan Tim WALHI Jakarta
akan menjadi laporan akhir. Laporan akhir dalam versi Indonesia dan Inggris.
II. TINJAUAN HISTORIS
A. Pengertian Sampah
Usaha pengelolaan sampah yang ramah lingkungan adalah bagian dari kegiatan
pengendalian pencemaran lingkungan. Maka UUPPLH mempunyai kaitan erat dengan
UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah. Oleh karena itu perlu pemahaman mulai
istilah yang digunakan sampai tingkat teknis/implementasinya.
Dalam kegiatan ini pendefisian sampah merujuk pada Undang-Undang No.18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Undang-Undang tersebut dimuat dalam
Lembaran Negara RI Tahun 2008 No. 69. Pasal 1 ayat (1) menyebut; ”Sampah adalah
sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat”.
Sedangkan sampah yang dikelola pada Bagian Kedua, Ruang Lingkup (Pasal
2) dinyatakan:
(1) Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang ini terdiri atas:
a. sampah rumah tangga;
b. sampah sejenis sampah rumah tangga; dan
c. sampah spesifik.
(2) Sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berasal dari
kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
(3) Sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial,
fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.
(4) Sampah spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun;
b. sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun;
c. sampah yang timbul akibat bencana;
9
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
d. puing bongkaran bangunan;
e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau
f. sampah yang timbul secara tidak periodik.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis sampah spesifik di luar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup.
Gambar 2.1. Pembagian Domain Antara Limbah dan Sampah (KLH, 2009)
B. Pengertian TPA
Dalam UU tersebut tidak dikenal istilah Tempat Pembuangan Akhir, tetapi
Tempat Pemprosesan Akhir, sama-sama disingkat TPA. Dalam Bab XVI Ketentuan
Peralihan, Pasal 44 disebutkan:
(1) Pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat
pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka
paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
LIMBAH DAN SAMPAH
UU SAMPAH
KEGIATAN
PROSES KONSUMSI
LIMBAH
PADAT
CAIR, GAS, DSB
CAIR
PADAT SAMPAH
USAHA
PROSES PRODUKSI
UU 23/1997,
PP AIR, PP B3,
PERMEN LH
PROSES ALAM
UU SD AIR, PP
16/2005,
PERMEN PU
POLLUTER PAY PRINCIPLE
PUBLIC SERVICE PRINCIPLE
KLH, 2008
10
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
(2) Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang
menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun
terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Dalam Pasal 44 UU No. 18/2008 tersebut dapat ditafsirkan sebagai berikut:
1. Tidak lagi dikenal istilah tempat pembuangan akhir, yang memiliki makna
berhentinya suatu proses ketika sampah telah dibuang ke TPA.
2. Pemkot/Pemkab harus memiliki perencanaan yang jelas penutupan tempat
pembuangan akhir sampah. Artinya sudah mulai tampak ada usaha konkrit merubah
sistem pengelolan TPA.
3. TPA dengan sistem terbuka (open-dumping) harus ditutup total paling lama 5 (lima)
tahun sejak diberlakunya UU tersebut.
C. Pengelolaan TPA sebagai Pengendalian Pencemaran
Setelah mengalami pergulatan panjang menghadapi persoalan dan tantangan
sangat berat dalam pengelolaan sampah, maka muncul upaya-upaya keras agar keluar
dari belenggu sejarah kelam itu. Sejumlah metropolitan dan kota besar di Indonesia
dilanda banjir sampah. Prahara sampah telah mengguratkan citra dan derajat martabat
yang rendah, di bawah batas kemuliaan manusia. Persoalan sampah sudah merambah
para aras malapetaka, seperti kasus sampah meledak dan longsor di TPA Leuwigajah,
TPS Lembah Ampera Lembang Kabupaten Bandung, zona III TPA Bantargebang, dll.
Semua menelan korban manusia dan harta benda. (Bagong Suyoto, Fenomena Gerakan
Mengolah Sampah, 2008).
Namun era baru Pengelolaan Sampah di Indonesia mulai bersinar terang. Gagasan
ini muncul pada tahun 2002-an dan menggema pada 2005-an. Dan semakin marak pada
tahun 2007 dan 2008-an, yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang tentang
Pengelolaan Sampah pada 7 April 2008.
Gagasan ini menggantikan konsep, pendekatan, strategi kumpul – angkut –
buang (end of pipe solution) menjadi kurangi – gunakan kembali – daur ulang –
11
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
proses (residu di TPA). Inti dari Era Baru Pengelolaan Sampah seperti yang
dikemukakan Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2007), yaitu:
1. Merupakan Pelayanan Publik namun masih membuka untuk profit oriented (swasta).
2. Mengutamakan pendekatan pengurangan sampah dengan konsep 3R pada tataran
hulu sampai hilir.
3. Tidak single method.
4. Pengendalian pencemaran.
5. Berbasis masyarakat menuju perubahan gaya hidup (life style).
Pasal 3 UU No. 18/2008 Pasal 3, Asas dan tujuan menyatakan, bahwa
pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas
berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas
keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi. Selanjutnya Pasal 4, menyebutkan
pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.
D. Era Lama Kelola TPA Bantargebang
Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Bantargebang, Kota Bekasi
dioperasikan tahun 1989-an dalam perjalanannya perlu suatu pengakajian yang
mendalam dan obyektif. Hal ini sebagai bagian dari upaya memperbaiki dan
meningkatkan kualitas pengelolaan secara menyeluruh dengan pendekatan time-seris.
Berbagai peristiwa yang berkaitan dengan keberadaan TPA Bantargebang akan dapat
diingat dan diambil hikmahnya.
Berikut ini akan disajikan kasus TPA Bantargebang sejak rencana
pembangunannya 1985/1986 sampai 2007.1
Perjalanannya seringkali menyesakan,
penuh konfliks kepentingan, resistensi atau penolakan kelompok anti-TPA, sangat
mencekam, mengerikan dan tak pelak memakan korban jiwa manusia. Hal ini bertujuan
1
Bagong Suyoto, Kasus-Kasus Persampahan di Indonesia, PIDUS-Zero Waste Indonesia & Koalisi LSM
Untuk Persampahan Nasional, Bantargebang, 2007. Bagong Suyoto, Dibalik Tragedi Maut TPA Bantargebang,
PIDUS-Zero Waste Indonesia & Koalisi LSM Untuk Persampahan Nasional, Bantargebang, 2007, Bagong Suyoto,
Malapetaka Sampah – Kasus TPA Bantargebang, Kasus TPA/IPLT Sumurbatu, Kasus TPST Bojong, diterbitkan oleh
PIDUS, Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Demokrasi (YAPPIKA), Jakarta, 2008. Masih banyak materi sejarah
perjalanan pengelolaan TPA Bantargebang masa lalu yang dibukukan oleh Bagong Suyoto, dkk.
12
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
untuk memberikan gambaran historis perjalanan TPA terbesar di Indonesia tersebut.
Rekam jejak ini sebagian besar didasarkan pada hasil dan dokumentasi pendampingan
yang dilakukan WALHI Jakarta, Koalisi LSM Untuk Persampahan dan Koalisi
Pemantau Limbah B3 Indonesia dan networking-nya sejak tahun 1999.
1. Tragedi TPA Bantargebang Part I (1999)
Pada 5 Nopember 1985. Pembangunan TPA Bantargebang, Bekasi berdasarkan
studi Pemprop DKI dan Japan International Coorporation Agency (JICA). Permintaan
izin pada Pemprov Jawa Barat pada 5 Nopember 1985. Pada 1986 Pemprov Jabar
memberikan izin penggunaan lahan 108 hektar, dimana lahan yang secara aktual dipakai
untuk pembuangan lahan seluas 81,58 Ha dan sisanya digunakan untuk sarana kantor,
pergudangan, dan lain-lain. Tempat pembuangan sampah tersebut dibagi menjadi 5
zona.
 Zona I seluas 18,3 Ha ( IIA = 4,2 Ha; IIB = 6,5 Ha; IIC = 7 Ha).
 Zona II seluas 17,7 Ha (IIIA = 8,4 Ha; IIIB1 = 2,96 Ha; IIIB2 = 3,39 Ha; IIIC1 =
3,9 Ha; IIIC2 = 3,2 Ha).
 Zona III seluas 25,08 (IVA1 = 4 Ha; IVA2 = 1 Ha; IVB1 = 4,5 Ha; IVB2 = 1 Ha;
IVB3 = 0,5 Ha).
 Zona IV selua 11 Ha.
 Zona V seluas 9,5 Ha.
Desember 1992. Sistem sanitary landfill yang akan dilaksanakan, dengan ketentuan
bagian dasar harus ditutupi lapisan lempung yang dipadatkan hingga mencapai K=10-8
Cm/dt (sangat kedap air). Hingga Desember 1992 sistem sanitary landfill tidak
dilakukan, justru sebaliknya praktek open-dumping. Semakin tahun kondisi pengelolaan
sampah TPA Bantargebang semakin memburuk. Akibatnya pada tahun 1999 terjadi
kebakaran yang meluas, leachate (air lindi) mengalir ke mana-mana mencemari sawah,
pekarangan dan sumur warga. Berbagai penyakit menyerang masyarakat sekitar.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Bekasi tahun
1998/1999 menunjukkan gambaran sebagai berikut.
13
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
Tabel 2.2. Potret Pencemaran Lingkungan dan Kesehatan Warga Bantargebang
No Gambaran tingkat lapangan
1 Kualitas air secara kimiawi menunjukkan 40 persen dari total sampel, ternyata tingkat
keasamannya tinggi/ di atas ambang batas.
2 Kualitas air secara bakteriologis 95 persen dari total sampel mengandung bakteri e-coli.
3 Pemeriksaan rectal swab (usap dubur) menunjukkan 60 persen mengandung bakteri
patogen seperti coli (62 persen), salmonella 36 persen, dan shinegella 2 persen.
4 Tingkat kepadatan lalat menunjukkan 6 hingga 20,9 ekor per boxgrill per 30”.
5 Hasil pemeriksaan sputum terdapat 100 orang tahun 1998 menunjukkan dua orang
positip TB-Paru dan tahun 1999 sebanyak 16 orang positip sputum.
6 Dari tahun ke tahun, penderita ISPA terus meningkat.
7 Hasil pemeriksaan foto rontgen menunjukkan 34 persen responden menunjukkan adanya
kelainan paru-paru, TB-paru kronis, dan sejenisnya.
Sumber: Dinas Kesehatan Kodya Bekasi, 1999
Maret-April. 1999. Pada awalnya warga sekitar pasrah, hanya beberapa gelintir
yang peduli termausk warga yang ditinggal di perumahan Zamrud (Kota Legenda).
Mereka mengadukan nasibnya ke WALHI Jakarta. Pengaduan ini segera direspon dan
WALHI Jakarta membentuk Tim Investigasi. Pada Maret dan April 1999 turun ke
lokasi TPA Bantargebang. Kemudian berbagai network-nya digerakkan dan berdirilah
Komite Pemantau Sampah (KPS) – WALHI Jakarta.
13 Oktober 1999. Pencemaran TPA Bantargebang segera mendapat reaksi
meluas ketika media massa mem-blow up kasus ini secara besar-besaran. Setelah KPS
dan WALHI Jakarta melakukan investigasi beberapa kali di TPA Bantargebang, maka
pada 13 Oktober 1999 warga sekitar melakukan protes massif di depan Kantor
Gubernur DKI Jakarta. Demontrasi tersebut didampingi KPS, Walhi Jakarta, YLBHI,
LBH Jakarta, Zero Population Growth (ZPG) Indonesia, Sahabat Persada Alam (SPA),
Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), ISJ, MIASI, HIMASI, sejumlah
warga sekitar TPA, dll.
14
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
Ketika itu KPS mengeluarkan pernyataan, bahwa terjadinya pencemaran di TPA
Bantargebang merupakan suatu kesalahan pengelolaan sampah oleh Pemda DKI
Jakarta. Sistem sanitary landfill tidak diterapkan secara sungguh-sungguh sesuai dengan
standar bakunya, sehingga memunculkan musibah pencemaran (asap) dan air yang
menimpa ribuan warga. Untuk itu kami menuntut semua pihak yang menyebabkan
terjadinya pencemaran di TPA Bantargebang yaitu khususnya pihak Pemda DKI Jakarta
dan Jawa Barat juga Pemda Bekasi agar:
1. Segera menghentikan pencemaran asap;
2. Menyediakan air bersih baik untuk minum maupun untuk mandi, cuci, kakus
(MCK) sesuai kebutuhan masyarakat;
3. Melakukan pemeriksaan, pengobatan dan pemulihan kesehatan masyarakat, serta
mendirikan Rumah Sakit/ Puskesmas 24 jam dengan fasilitas rawat inap;
4. Memperbaiki kinerja sanitary landfill sesuai dengan standar yang semestinya secara
transparan dan partisipatif;
5. Memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi lingkungan dan masyarakat.
Pencemaran itu terjadi karena pada intinya Pemprov DKI Jakarta tidak mematuhi
perjanjian atau MoU yang ditandatangi dengan Pemprov Jawa Barat. Banyak
pelanggaran yang dilakukan tetapi tidak ada sanksi tegas yang dijatuhkan kepada si
pelanggar. Masyarakat sekitar TPA Bantargebang menjadi korban.
2. Tragedi TPA Bantargebang Part II (2001)
15 Desember 2001. Pemprov DKI Jakarta membuang sampah sebanyak 6.000 ton
atau 25.600 m³ per hari ke TPA Bantargebang. Dari total itu sebanyak 70% merupakan
sampah organik dan 30% dari total timbulan sampahnya. Ratusan truk hilir-mudik
membuang sampah lewat jalan-jalan Raya Narogong, Cibubur, dll sepanjang 24 jam
tanpa henti. Sebagian besar terdiri dari dumptruck, arm roll truck, truck with crane dan
hanya ditutupi terpal dan sebagian kecil compactor truck/kapsul, sementara itu air
lindinya menetes di jalan-jalan. Kondisi seperti ini menyebabkan aroma busuk, jorok
dan memancing lalat. Seharusnya Dinas Kebersihan DKI dan Kota Bekasi
menggunakan special vehicle atau compactor.
15
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
Pengelolaan TPA Bantargebang dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun tidak
mengalami perbaikan signifikan meskipun telah mendapat kecaman dan kritik sangat
keras serta demontrasi, justru kondisi lingkungan dan kesehatan masyarakat semakin
menyedihkan. Warga sekitar TPA Bantargebang, yaitu Kelurahan Cikiwul,
Ciketingudik, Sumurbatu dan Taman Rahayu Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi tidak
mampu menanggung derita dan beban pencemaran lingkungan berupa bau, asap, dan
leachate. Belum lagi koloni lalat bertambah banyak, tikus, kecoak, dan jenis serangga
lain. Sementara itu pembuangan sampah di luar TPA atau TPA liar semakin menggila.
Kondisi ini menambah beban pencemaran lingkungan dan kesehatan warga semakin
menyedihkan.
Kemarahan warga sekitar TPA Bantargebang sudah mencapai klimaksnya,
secepat kilat mereka melakukan demontrasi di posko TPA Jalan Pangkalan pada tanggal
15 Desember 2001. Demontrasi tersebut disertai pengrusakan dan pembakaran sejumlah
kendaraan dinas, truk sampah, fasilitas kantor, dll. Implikasi langsung pada saat itu
ratusan gubuk pemulung dibakar massa. Buntut dari unjuk rasa ini sebanyak 26 warga
Kelurahan Sumur Batu digerebek, ditangkap, dikandangkan dan dipermak selama
seminggu di rumah tahanan Polres Bekasi dan Polda Metro Jaya. Selanjutnya selama
beberapa hari polisi dan intelejen melakukan sweeping ke kampung-kampung kisaran
TPA Bantargebang mencari 42 orang yang disinyalir sebagai tokoh dan penggerak
demo. Warga ketakutan dan lari tunggang langgang ke luar kampung mencari
perlindungan. Kampung menjadi sangat sepi bagaikan kampung hantu. Perisitiwa
Sabtu Kelabu ini dikenang sebagai Tragedi TPA Bantargebang Part II tahun 2001.
Tragedi Sabtu Kelabu masih dikenang sebagai mimpik buruk hingga sekarang terutama
oleh kalangan pemuda sekitar TPA.
Ketika itu DKI Jakarta tidak membuang sampahnya ke Bantargebang lebih dari
seminggu. Sampah menumpuk di berbagi sisi kota seperti perkantoran, pemukiman,
pasar, dan fasilitas umum lainnya. Aroma busuk menebar ke berbagai penjuru kota dan
tampak begitu jorok, belum lagi hujan terus-menerus mengguyur Jakarta. Dengan serta-
merta Gubernur DKI Jakarta menyatakan ”keadaan darurat sampah”. Jalan keluar
yang bisa ditempuh Pemprov DKI Jakarta ketika itu, yang didera persoalan sampah dan
sebagian wilayahnya terkena banjir bandang.
16
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
Sementara itu para tahanan ini dijadikan ”komoditi politis” atau ”sandera” oleh
Premprov DKI Jakarta. Ketika itu warga bertekad akan menutup secara total TPA
Bantargebang jika warganya tetap ditahan. Dalam kondisi sulit warga didampingi LSM
Pusat Industri Daur Ulang Sampah (PIDUS) bersama LBH Jakarta dan KPS untuk
menyelesaikan masalah ini. Beberapa kali PIDUS – Zero Waste Indonesia bersama
tokoh masyarakat, tokoh agama, warga, pemulung dan pelapak mengadakan dialog
dengan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nabiel Makarim guna mencari solusi
kemelut ini. Kemudian Menneg LH melakukan mediasi antara Pemprov DKI Jakarta,
Pemkot Bekasi dengan warga anti TPA.
Ketika itu Menneg LH Nabiel Makarim sangat aktif dan menonjol perannya
dalam menyelesaikan kasus TPA Bantargebang. Selain menjadi mediator, Menteri juga
sebagai resource person POKJA Penyelesaian Kasus TPA Sampah Bantargebang.
Pokja bertanggungjawab dan memberikan laporan langsung kepada Menteri
Lingkungan Hidup, Nabiel Makarim. POKJA dikoordinatori Bagong Suyoto, yang juga
project officer proyek communty development pengelolaan sampah secara partisipatif di
Bantargebang. Proyek kerjasama KPS – WALHI Jakarta, Community Recovery
Program (CRP) dan United Nations Development Program (UNDP). Ketika meninjau
TPA Bantargebang dan melakukan dialog dengan warga, Menteri Nabiel Makarim
menyatakan, tidak menemui adanya sistem sanitary landfill di sini. Yang terjadi adalah
salah kelola dan premanisme. Kunjungan Menteri diekspos hampir semua media di
ibukota.
Dalam menyikapi kemelut ini Gubernur DKI Sutiyoso datang dan bersilaturahmi
dengan warga sekitar TPA Bantargebang. Gubernur menjanjikan dana kompensasi. Tak
lama berselang perjanjian tambahan (addendum) kerjasama pengelolaan TPA
Bantargebang ditandatangani antara Pemprov DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi,
disaksikan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Selanjutnya Pemprov DKI memberikan
dana kompensasi sebesar Rp 22 milyar selama 2 tahun anggaran (2002/2003) untuk
pembangunan sarana jalan, jembatan, olah raga, pendidikan, ibadah, dana permodalan
koperasi, perlengkapan kantor keluarahan. Berbarengan dengan itu dilakukan
pembangunan Puskesmas Rawat Inap di Kecamatan Bantargebang. Situasi kisaran TPA
Bantargebang kembali bergairah dan hampir seluruh penduduknya berkonsentrasi
17
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
merealisasikan dana kompesasi tersebut. Sayangnya, dalam implementasi dana
kompensasi itu disunat sana-sisi mulai tingkat Pemkot hingga kelurahan. Mafia dana
kompensasi sampah semakin menggila di tengah-tengah kemiskinan, kebodohan,
ketertinggalan dan pencemaran lingkungan kisaran TPA Bantargebang.
3. Tragedi Bantargebang Part III (2003)
22 Desember 2002. Polemik buka tutup TPA Bantargebang terus berlangsung
setiap menjelang akhir tahun. Sementara itu Pemkot Bekasi sedang menyusun anggaran
pendapatan dan belanja daerah APBD. TPA Bantargebang bagian dari sumber
pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bekasi. Oleh karena itu sampah dijadikan
komoditas politik oleh kalangan eksekutif, legislatif dan Parpol serta sejumlah kekuatan
penting di Kota Bekasi. TPA Bantargebang adalah ”tambang emas hitam” untuk
didulang demi kemakmuran sebagian orang.
Berdasarkan MoU tahun 2002 yang ditandatangani Gubernur DKI Sutiyoso dan
Walikota Bekasi Nonon Sontahnie masa penggunaan TPA Bantargebang berakhir
hingga 31 Desember 2003. Tak lama kemudian Walikota Bekasi diganti oleh Ahmad
Zurfaih. Walikota baru ini secara diam-diam pada tanggal 22 Desember 2002 bersama
Gubernur DKI Jakarta menandatangani perpanjangan penggunaan TPA dengan
kompensasi tertentu. Perpanjangan penggunaan TPA Bantargebang didasarkan pada
skenario hasil studi Tim Independen, yang terdiri dari Pusat Penelitian Sumberdaya
Manusia dan Lingkungan Universitas Indonesia (UI), Pusat Studi Pembangunan dan
Lingkungan Universitas Islam ”45” Bekasi bekerjasama dengan Dinas Kebersihan DKI
Jakarta. Studi sebagai evaluasi ini tidak melibatkan berbagai elemen masyarakat kisaran
TPA Bantargebang.
Dalam buku Malapeta Sampah (Bagong Suyoto, 2004) ditulis; ”Nasib buka
tutupnya TPA Bantargebang ditentukan oleh skenario yang disusun oleh Konsultan
Independen tersebut bersama kekuatan politik, birokrasi DKI Jakarta dan Pemkot
Bekasi. Mesin politik memiliki tangan-tangan yang kuat hingga pelosok kampung-
kampung dan gubuk-gubuk TPA Bantargebang. Skenario ini dibuat berdasarkan kondisi
kritis di satu pihak, sementara di pihak lain masyarakat sudah terlalu jenuh dengan
konflik vertikal dan horizontal yang bermuara pada regulasi, menejemen sampah yang
18
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
buruk. Akibatnya lingkungan, air dalam tanah dan permukaan, kesehatan masyarakat
menjadi korban. Berdasarkan skenario-skenario itu ternyata pengelola TPA
Bantargebang tidak memiliki standar baku yang dilaksanakan secara profesional dan
ketat, tidak bersandar pada proper pengelolaan sampah dan lingkungan hidup yang
berkualitas tinggi ...”.
Akhirnya warga marah karena tidak dilibatkan dan tidak diberitahu tentang
perpanjangan pemanfaatan TPA tersebut. Warga sekitar TPA Bantargebang melakukan
demontrasi dengan menutup jalan akses masuk ke pintu gerbang TPA selama beberapa
hari. Pemprop DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi tidak bisa membuang sampahnya. Lebih
dari seminggu kedua Pemda tak bisa membuang sampah. Karena jalan utama masuk ke
TPA Bantargebang milik DKI Jakarta maupun TPA Sumur Batu milik Pemkot Bekasi
hanya melalui Jalan Pangkalan V dan masuk ke Pos Penimbangan, lalu ke zona
pembuangan sampah.
Bagi DKI Jakarta sulit mencari alternatif lain, dimana beberapa calon pengganti
TPA Bantargebang tidak bisa difungsikan karena ditolak warga, seperti Bojong - Bogor,
Ciangir - Tangerang, Marunda – Jakarta Utara. Lalu mengambil langkah mengalihkan
pembuangan sampahnya ke Cilincing dan Cakung Jakarta. TPA Cilincing dan Cakung
kondisinya lebih parah dan memiliki potensi yang besar terhadap pencemaran air
tanah/perairan umum. Setelah berjalan beberapa minggu warga melakukan protes
kepada Pemprov DKI Jakarta.
Lalu Walikota Bekasi mengadakan beberapa kali dialog dengan tokoh masyarakat,
pemerintah lokal, dan warga guna mencari penyelesaian kasus tersebut. Pada 3 Januari
2003 diadakan silaturahi Muspika Kecamatan Bantargebang dengan tokoh masyarakat
mengenai TPA Bantargebang dan TPA Sumurbatu. Pertemuan ini disaksikan oleh
Lurah Cikiwul, Ciketingudik, Sumurbatu, Camat, Danramil, Kapolsek dan Wakil
Walikota Mochtar Mohamad. Dalam pertemuan itu disepakati TPA dibuka kembali
dengan ketentuan keinginan masyarakat diakomodir, yaitu:
1. Dana kesejahteraan menyeluruh masyarakat dalam pendistribusiannya agar diatur
antara warga yang berdekatan lokasi TPA supaya dibedakan dengan warga yang jauh
dari lokasi TPA.
19
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
2. Agar masyarakat yang sakit atau berobat ke Puskesmas dan atau Puskesmas
Pembantu tidak dikenakan biaya dan diberikan pelayanan baik.
3. Isi perjanjian yang belum dilaksanakan oleh Pemerintah DKI Jakarta sebagaimana
tercantum dalam MoU antara Pemerintah DKI dan Kota Bekasi agar dilaksanakan
oleh Pemerintah Kota Bekasi seperti: Pembangunan Puskesmas Pembantu,
pemagaran batas TPA dengan tanah milik warga, sumur artesis, pembuangan sampah
liar, dll.
4. Masyarakat menginginkan putra-putrinya yang belajar di bangku sekolah SD, SMP,
SMU dapat dibebaskan dari biaya SPP dan uang pembangunan.
5. Bagi warga masyarakat yang akan membuat KTP dan Kartu Keluarga minta agar
dibebaskan dari segala biaya.
6. Dikarenakan sumur artesis tidak berfungsi masyarakat minta dibuatkan sumur
jetpump serta biaya operasionalnya.
7. Dalam segala kegiatan yang berkaitan dengan masalah sampah masyarakat
menginginkan agar dilibatkan dan memberdayakan masyarakat setempat.
8. Kasus TPA Sumur Batu masyarakat minta agar dibuat instalasi pengolah air limbah
sampah (leachet/ lindi) sehingga air yang keluar dari lokasi TPA Sumurbatu sudah
menjadi bersih dan mohon sepanjang saluran air dibuatkan turap.
9. Selain ketiga kelurahan lokasi TPA masyarakat meminta agar masyarakat Taman
Rahayu Kecamatan Setu yang berdekatan dengan lokasi TPA Bantargebang kiranya
juga mendapat perhatian dalam pembagian kompensasi termasuk 5 (lima) kelurahan
lainnya yang ada di Kecamatan Bantargebang.
Tuntutan warga kisaran TPA Bantargebang akhirnya dikabulkan dengan
dikeluarkan uang bau Rp 50.000 per KK. Untuk pertama kalinya uang bau dikenal dan
sangat populer hingga saat ini. Sebanyak 12.000 KK dari tiga kelurahan (Cikiwul,
Ciketingudik dan Sumurbatu) warganya mendapat uang bau. Pembagian uang bau
berlangsung selama 5 bulan pada tahun 2003. Kemudian sejumlah tokoh masyarakat,
pemerintah keluarahan dan lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) merubah
penggunaan uang bau (uang kontan) menjadi proyek fisik. Karena pemberian uang bau
tunai ini dianggap tidak produktif. Permintaan ini mendapat respon Walikota.
20
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
Selanjutnya uang bau tidak diberikan masyarakat tetapi dipakai untuk pembangunan
berbagai fasilitas fisik seperti jalan, jembatan, tempat ibadah, kantor RW, kantor polisi,
dan lain-lain.
Setiap kelurahan mendapat uang sampah/tipping fee sebesar Rp 212 juta per
bulan. Uang kompensasi tersebut diambil dari tipping fee sebesar Rp 52.000 per ton x
5.000 ton – di mana DKI Jakarta membuang sampah sebanyak 5.000 ton. Uang tipping
fee disetor kepada pengelola TPA Bantargebang, PT. Patriot Bekasi Bangkit (PBB).
Hanya 20% yang disetor ke kas Pemkot Bekasi dari total tipping fee, selanjutnya
ditransfer ke rekening ketua-ketua LPM/lurah.
4. Trgaedi TPA Bantargebang Part IV (2005)
Dalam implementasi penggunaan uang bau ditemukan banyak penyelewengan,
tidak transparan dan hasil pembangunan pisik buruk. Malah berkembangbiak mafia
pengelola dana kompensasi sampah. Uang sampah jadi jarahan. Akibatnya warga
meradang dan melakukan protes berkali-kali pada pengelola proyek dan pemerintah
lokal, namun tidak mendapat tanggapan yang memuaskan. Beberapa kali datang ke
kantor Walikota, DPRD Kota Bekasi dan Polres Kota Bekasi namun tuntutan warga
belum dikabulkan.
November 2005. Akhirnya, pada November 2005 warga menutup akses jalan
masuk Pangkalan V menuju pintu gerbang TPA Bantargebang. Gerakan ini dipelopori
oleh ibu-ibu, kaum tani, buruh/kuli dan pekerja srabutan. Akibatnya Pemprov DKI dan
Pemkot Bekasi tidak dapat membuang sampahnya ke TPA Bantargebang dan TPA
Sumurbatu. Akhirnya Walikota Bekasi meloloskan kelompok pro-uang kontan. Artinya
uang bau dikembalikan seperti semula. Namun demikian pertengkaran antara kelompok
pro-uang kontan versus proyek fisik terus berlangsung sampai sekarang. Pertengkaran
itu berimpikasi terhadap berbagai kebijakan di tingkat kisaran TPA Bantargebang.
Terjadinya perebutan uang kompensasi di kisaran TPA sampah Bantargebang
disebab tidak jelasnya program-program pengembangan masyarakat (community
development). Maksudnya, Pemprov DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi tidak memiliki
konsep yang jelas tentang community development. Program ini mestinya melekat
dengan pengelolaan sampah kota, yang dirancang secara transparan dengan melibatkan
21
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
masyarakat kisaran TPA. Konflik vertikal dan horizontal akan terus berlanjut mewarnai
pengelolaan TPA Bantargebang bila tidak ditempuh terobosan-terobosan segar dan
partisipatif.
April 2006. Kondisi aktual TPA Bantargebang berdasarkan investigasi lapangan
terdapat kekurangan sebagai indikasi buruknya pengelolaan berbagai fasilitas TPA.
Sampah yang menggunung dan tidak ditutup dengan tanah secara merata (padat)
menimbulkan kebakaran, demikian juga tidak adanya pengelolaan gas metan. Tidak
semua air lindi mampu dikelola pada IPAS yang tersedia, lebih-lebih pada musim hujan
akibatnya mengalir langsung ke perairan umum. Pengelolaan anggaran yang dipungut
dari tipping fee yang tidak transparan menyebabkan operator alat-alat berat
menghentikan operasinya, buntutnya ratusan truk menumpuk, juga tidak memenuhi
setoran tipping fee pada kas Pemkot, yang dipungut hanya 20% dari total setoran
Pemprov DKI Jakarta. Belum lagi adanya protes pegawai yang terlambat dibayar. Dan
sejumlah masalah yang melilit TPA Bantargebang.
PT. PBB tampaknya tidak memiliki kemampuan yang memadai dalam mengelola
TPA Bantargebang. Oleh karena itu sebaiknya, Pemprov DKI Jakarta dan Pemkot
Bekasi membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BMUD) atau holding company untuk
mengelola TPA secara profesional. Koalisi LSM Untuk Persampahan Nasional, PIDUS
– Zero Waste Indonesia, ECU dan sejumlah LSM mengusulkan sebaiknya, tidak hanya
TPA Bantargebang yang dikelola oleh holding company, juga TPA Sumurbatu. Jadi
kedua TPA dikelola secara bersama-sama dengan satu atap agar lebih efektif, efesien
dan memberikan manfaat yang optimal pada masyarakat sekitar. Pemprov DKI Jakarta
dan Pemkot Bekasi hendaknya memberikan perhatian istimewa terhadap semua sektor
pembangunan di kisaran TPA Bantargebang. Masyarakat di sini telah memberikan
konrtibusi yang luar biasa terhadap Ibukota Jakarta, dengan menampung sampahnya.
5. Tragedi TPA Bantargebang Part V (2006)
Nopember-Desember 2005. TPA Bantargebang dengan luas 108 Ha menjadi
pembuangan sampah yang terbesar di Indonesia. Jakarta membuang sampah 5.500 ton/
hari, yang dikenai tipping fee 5.000 ton/hari. Demontrasi terhadap pengelolaan TPA
Bantargebang mencuat pada Oktober 1999, dan tahun-tahun belakangan semakin santer.
22
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
Demontrasi didasari oleh pengelolaan TPA yang buruk hingga perebutan uang bau atau
dana kompensasi.
Kompok pro uang tunai yang menuntut uang bau (Rp 50.000/KK/bulan) agar
dikembalikan pada warga mendapat kemenangan setelah melakukan demontrasi massif
pada bulan November – Desember 2005. Kelompok ini menduduki pintu gerbang TPA
Bantargebang selama 2 hari. Dan, akhirnya Walikota Bekasi, Akhmad Zurfaih
mengabulkan tuntutan mereka. Gerakan ini juga dikuti adanya reformasi terhadap
lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) sekitar TPA. LPM, pihak kelurahan dan
kelompok pro fisik sebagai pengelola bau dilaporkan kepada Polres Bekasi karena
dinilai telah menyelewengan uang bau yang difisikkan lebih dari setahun. Sementara
kualitas pembangunannya sangat buruk.
Pada Maret – April 2006 dilakukan persiapan dan pemilihan ketua dan wakil
ketua LPM di Kelurahan Sumurbatu dan Ciketingudik. Pemilihan ini menggambarkan
konflik besar antara kelompok pro uang tunai versus kelompok fisik. Pada tahun-tahun
sebelumnya kelompok pisik mengelola uang Rp 112 juta/ bulan/ kelurahan. Uang ini
bagian dari tipping fee, dari Pemprov DKI Jakarta yang disalurkan melalui PT. PBB
menyalurkan langsung kepada LPM dan pemerintah kelurahan. Kemudian dirubah dari
PT. PBB masuk ke kas Pemkot Bekasi selanjutnya diterima LPM dan pemerintah
kelurahan. Pada periode tersebut warga sekitar hanya memperebutkan uang bau, namun
mengabaikan pengelolaan TPA Bantargebang.
Juli 2006. Kontrak pengelolaan TPA Bantargebang antara PT PBB selesai pada
akhir Juli 2006. tetapi fakta di lapangan, PT PBB diperpanjang selama 6 bulan ke
depan. Perpanjangan itu disinyalir adanya ”uang suap” terhadap sejumlah anggota
DPRD dan pejabat Pemkot Bekasi. Padahal kinerja PT PBB sangat buruk. Berbagai
persoalan melilit pengelola tersebut, seperti demo warga, demo pekerja, tidak
dilaksanakakannya SOP, dsb.
23
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
Gambar 1-4. Sampah longsor di Zona III TPA Bantar Gebang memakan korban nyawa dan harta, hal ini akibat
pengelolaan TPA yang buruk. (Dok: BS/KLH, 2006).
Sejumlah kalangan telah memperingatkan pengelolaan TPA Bantargebang yang
amburadul. Sayangnya tidak ditanggapi secara serius, malah pengelola TPA berdalih
kekurangan dana untuk melaksanakan sesuai dengan ketentuan. Artinya, pengelola TPA
Bantargebang tidak berkontribusi berupa investasi dana, teknologi maupun lahan.
Pada 8 September 2006 Zona III TPA sampah Bantargebang longsor. TPA
Bantargeebang seluas 108 Ha milik DKI Jakarta itu dikelola dengan sistem quasi-open
dumping. TPA itu dikelola pihak ketiga, yaitu PT PT PBB sejak tahun 2004. Sayangnya
PT PBB mengabaikan standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditetapkan.
Berkali-kali sepajang tahun 2006 TPA ini diguncang oleh berbagai demo massif baik
dari dalam maupun luar. Akibat ketidakbecusan mengelola sampah di TPA tersebut,
ujung-ujungnya sampah longsor dan menelan korban nyawa.
Ratusan orang dari wilayah kisaran TPA Bantargebang maupun dari Jabodetabek
datang melihat langsung peristiwa tragis itu. Tiga hari berturut-turut tempat itu tak
24
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
pernah sepi dari manusia. Polisi, tentara, Satpol PP, Tim SAR, kalangan pemerintah, dll
menjaga dan ikut melakukan evakuasi. Pihak DKI Jakarta pun menurunkan Satpol PP.
Sebanyak 6 hingga 7 backhoe, 2 buldozer, dan beberapa truk sampah dikerahkan untuk
mengangkat sampah yang longsor dari teras 4 (paling atas), 3, 2 dan 1. Longsoran
sampah menerjang badan jalan kampung di wilayah RT 03/RW Kelurahan
Ciketingudik.
Peristiwa tragis ini terjadi pada Jumat dini hari, 8 September 2006 lalu. Jumat dini
hari, atau Kamis malam Jumat menjadi hari yang naas bagi pemulung yang sedang
mengais sampah. Menurut penuturan sejumlah pemulung, ketika sampah longsor lebih
dari 50 pemulung sedang istirahat sembari menikmati kopi dan teh hangat atau makan
supermie instant pada warung-warung kecil yang berjajar di tepi zona III tersebut.
Sedangkan pemulung lain ada yang mengais sampah secara bergerombolan. Demikian
juga ada alat berat yang beroperasi karena ada truk sampah yang datang dan truk
lainnya akan pergi sehabis menumpahkan sampah.
Sementara itu beberapa warung kecil yang berada di bawah hancur tergulung
sampah. Sebagian pemulung dapat melarikan diri, lainnya terseret sampah masuk
kedalam saluran lindi bercampur sampah dan terluka. Kedalaman air leachet kali itu
lebih dari 1,5 meter. Tiga tiang listrik roboh dan patah. Puluhan gerobak dan keranjang
pemulung ikut tergulung sampah dan masuk ke dalam kali/saluran air. Gerobak-gerobak
pemulung itu hancur, roda-rodanya terpisah dari baknya. Juga ada satu truk sampah
yang terlempar ke selatan pinggir kali, dan body kendaraan hancur. Menurut warga truk
sampah tersebut dipotong-potong karena ada korban yang terjepit truk sampah tersebut.
Korban berada di dasar kali leachet dan tergencet truk sampah.
Ketika terjadi longsor susananya gelap gulita, karena tiang listrik roboh dan
sejumlah lampu yang ada mati sehingga sulit mengenali korban, sementara itu ribuan
ton sampah bertebaran di badan jalan, kali, hingga jalan kampung. Sejumlah pemulung
hanya bisa teriak-teriak minta tolong. Mereka berusaha menyelamatkan diri sebisanya.
Sampah longsor itu hanya dalam hitung detik. Mereka tak membayangkan hidupnya
akan habis pada malam itu, malam Jumat yang membawa maut. Malapetaka sampah
menjadi realitas sangat memilukan! Trauma ini menghantui pemulung dalam menatapi
hidupnya.
25
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
Sampah longsor itu menelan jiwa pemulung. Tiga korban musibah Jumat dini hari
adalah Miswan (17 tahun) berasal dari Indramayu, Marsijah (21 tahun) dari Karawang,
dan Sonip (35 tahun) dari Indaramayu. Marsijah alias Mamay tengah hamil lima bulan.
Wanita hamil ini yang tubuhnya tergencet truk sampah, sangat menyayat hati. Ketiga
korban divisum di RSUD Bekasi. Orok dalam kandungan Mamay pun ikut mati
mengenaskan. Sedangkan korban luka-luka yang sempat dirawat di rumah sakit antara
lain Musdi (28 tahun), Adi (30 tahun),Yana. Karena kondisinya yang parah, Yana
dirujuk ke RSCM Jakarta.
Pada 9 September 2006 sekitar pukul 03.00 WIB jenazah Marsijah, wanita yang
malang itu ditemukan. Perempuan yang sedang hamil itu ditemukan dalam kondisi
tubuh berlumuran lumpur hitam pekat. Dua jam kemudian ditemukan jenazah Miswan.
Lalu pada Jumat siang sekitar pukul 11.30 WIB, tim evakuasi menemukan Sonip yang
sudah tak bernyawa. Sonip diketemukan di selokan/kali yang dipenuhi sampah dan
leachet. Kondisinya sangat mengenaskan. Sekujur tubuhnya terbungkus leachet, sangat
bau dan kaku. Jasad Sonip diketemukan setelah pencarian panjang. Ketika jasad Sonip
diangkat, keluarganya menangis meraung-raung, sejadi-jadinya dan menyayat hati.
KLH, BPPT dan sejumlah instansi level pusat setelah melakukan investigasi
lapangan dan memberikan penilaian, bahwa pengelolaan TPA Bantargebang tidak
mengikuti standar sanitary lanfill. Mereka mendiskusi penyebab sampah longsor dan
memberikan usulan-usulan agar SOP sanitary landfill dilaksankaan secara ketat. Hal ini
juga perlu adanya pengawasan dari berbagai pihak.
Kalangan DPRD Kota Bekasi, Koalisi LSM Untuk Persampahan Nasional
(KLPN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Environment Community
Union (ECO), dan lembaga lainnyal meminta PT PBB sebagai pengelola TPA, Pemprov
DKI Jakarta, Pemkot Bekasi bertanggungjawab atas tragedi sampah longsor itu. Namun
sejauh ini (per Nopember 2006) belum ada pihak yang dijadikan tersangka oleh Polres
Metro Bekasi meskipun korban sudah berjatuhan. Kasus ini dikenal dengan Tragedi
TPA Bantargebang Part V (2006).
Meskipun kontrak Tripartit Pengelolaan TPA Bantargebang berakhir pada akhir
Juli 2006 tetapi sampai Desember 2006 belum ada perpanjangan konrak, yang ada MoU
antara Pemprov DKI Jakarta dengan Pemkot Bekasi. Ini bagian dari keburukan
26
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
pengelolaan TPA Bantargebang, selain ganasnya KKN, premanisme dan vandalisme.
Perpanjangan selama 6 bulan telah habis dan kontrak belum diperpanjang tetapi PT.
PBB tetap bercokol di Bantargebang, ada apa? Padahal semua zona sudah penuh sesak!!
Sampah longsor di TPA Bantargebang bukan sesuatu yang baru dan bukan
sesuatu yang aneh. Sebelumnya selama 2 bulan telah terjadi 4 kali sampah longsor.
Kondisi ini mengindikasikan tumpukan-tumpukan atau gunungan-gunungan sampah di
zona-zona yang aktif mudah longsor, dan tentu sangat membahayakan bagi pekerja,
pemulung, dan warga sekitar. Belum lagi beberapa kali sampah terbakar akibat
buruknya pengelolaan gas methane (CH4). Kata orang Ciketing Sumurbatu; ”Geneng
jorok banget cara ngelola sampah bulok Bantargebang. Ora mustahil, sering
kebakaran, longsor, dan bau banget ora ketulungan ...”
Sepanjang tahun 2006-2008 pengelolaan TPA Bantargebang dipandang
masyarakat dan berdasarkan fakta lapangan, fakta yang obyektif, dapat disimpulkan,
bahwa pengelolaan sampah belum sesuai dengan standar operasional prosedur
dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sangat jelas, disini tidak ada
infrastruktur atau fasilitas-fasilitas pengolahan sampah sistem 3R. Artinya
sampah sama sekali tidak diolah, tidak dikurangi, tidak diperlakukan sebagai
sumber daya yang bisa dimanfaatkan kembali sebagai penghematan dan
perlindungan lingkungan. TPA Bantargebang pada masa-masa itu bagaikan
tempat para jin dan “Hantu Belang”. Oleh karena itu TPA Bantargebang itu
menjadi sumber dan bagian dari Malapetaka Sampah!?!
E. Era Baru Kelola TPST Bantargebang
Pada tahun 1999 hingga tahun 2008 pengelolaan tempat pembuangan akhir
(TPA) sampah Bantargebang dengan luas 108 ha kini menjadi 110,3 ha
menggambarkan situasi yang kurang peduli terhadap pencemaran dan kerusakan
lingkungan, ancaman kesehatan dan mengabaikan partisipasi masyarakat. Sehingga
terjadi protes dan penolakan massif warga sekitar. Image terhadap TPA Bantargebang
sangat buruk. Waktu pun berlalu, era lama pengelolaan sampah mulai berubah
bersamaan dengan tuntutan masyarakat dan kebijakan baru. Kemudian lahirlah Undang-
27
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
Undang No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah. Merupakan tonggak sejarah era baru
pengelolaan sampah di Indonesia. Berbarengan dengan itu terjadi pergantian pengelola
TPA Bantargebang dari yang lama ke otoritas yang baru.
Istilah TPA selanjutnya dirubah menjadi TPST (tempat pengolahan sampah
terpadu). TPST Bantargebang menjadi tumpuan utama Pemerintah DKI Jakarta. Pilihan
alternatif pembuangan sampah di daerah lain sulit diwujudkan. Kondisi akhir 2007 dan
awal 2008 melihat kondisi TPST Bantargebang yang menampakan image buruk. Maka
tidak ada opsi lain yang lebih signifikan selain diterapkan prinsip 3R (reduce, reuse,
recycle) menuju Recovery Estate. TPST Bantargebang sebagai pusat daur ulang,
composting, penelitian, pelatihan, rekreasi, dll. Kemudian dilakukan perluasan lahan,
pemanfaatan kembali zona-zona yang sampahnya mengalami dekomposisi, upaya-
upaya pemanfaatan teknologi pengolah sampah, dan rencana pemanfaatan gas methane
(CH4) untuk energi melalui mekanisme pembangunan bersih (clean development
mechanism, CDM).2
Upaya menangani persoalan TPST Bantargebang secara terencana, terpadu dan
bertahap dengan melibatkan berbagai stakeholder merupakan solusi terbaik, ditambah
dengan dukungan teknologi ramah lingkungan, investasi anggaran, alat-alat berat dan
lahan/tanah. ”Bantargebang merupakan barometer pengelolaan sampah di Indonesia,
baik buruknya penanganan sampah di sini akan berpengaruh secara nasional dan
internasional”. Upaya membangun citra baik dan mengimplementasikan rencana-
rencana yang inovatif, progresif dan adaftif sangat tepat.
Mengelola timbulan sampah begitu besar, jelas membutuhkan peraturan,
perencanaan, kelembagaan, partisipasi masyarakat, pendanaan dan teknologi.
Kesemrawutan pengelolaan sampah di tanah air lebih banyak dipicu oleh ketidak-
adanya undang-undang. Sejak lahirnya UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah,
disusul beberapa tahun kemudian PP No. 81/tentang Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah sejenis Rumah Tangga dan kebijakan atau peraturan yang kuat,
sudah tidak ada alasan lain, bahwa sampah harus diolah dengan sistem 3R. Bahwa
2
“Ikon Baru” TPST Bantargebang, Barometer Pengelolaan Sampah di Indonesia, Jurnal Semesta Alam Vol.1
No. 1/2014, hal. 5
28
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
setiap produsen sampah wajib mengolah sampahnya. Lembaga, perusahaan yang
memproduksi sampah lebih banyak diberikan beban lebih besar, dikenal dengan
extended producer responsibility (EPR).
DKI mencoba mengurangi beban TPST Bantargebang, dengan membangun TPST
Bojong, diharapkan dapat mengolah sampah 1.500 ton/hari. Tapi ditolak warga karena
dianggap melanggar tata ruang dan kebohongan publik. Pembangunan TPST Bojong
menimbulkan eskalasi konflik vertikal dan horizontal yang sangat mencekam,
implikasinya memakan korban nyawa dan harta benda serta menjadi bentuk Malapetaka
Sampah. Akhirnya TPST Bojong ditutup demi hukum, dan dilupakan orang. Bojong
memiliki sejarah tersendiri.
Sementara itu Pemprov DKI merencanakan membangun 4 buah TPST di wilayah
indoor, yaitu di Ragunan Jakarta Selatan, Duri Kosambi Jakarta Barat, Marunda Jakarta
Utara dan Pulogebang Jakarta Timur. Rencana pembangunan TPST merupakan bagian
substansi dari review master plan, dimana sampah akan diolah menjadi energi (waste to
energy), composting dan recycling. Program itu dikenal dengan ITF (intermediate
treatment facility). Belakangan Pemprov DKI Jakarta gencar mempromosikan ITF
tersebut. Kita berharap implementasi ITF melibatkan partisipasi masyarakat seluas-
luasnya agar cita-cita itu dapat diwujudkan. Dan pada akhirnya kemelut persoalan
sampah di Jakarta hingga TPST Bantargebang bisa diselesaikan dan menjadi
percontohan pengelolaan sampah di Indonesia dan dunia.
Upaya merealisasi ITF di sejumlah tempat di wilayah indoor DKI tidak berhasil.
Karena masyarakat sangat was-was terhadap pembuangan sampah, yang selama ini
identik dengan TPA open-dumping. Sampah hanya dibuang dan ditumpuk begitu saja
menjadi bukit-bukit sampah dan seterusnya menjadi gunung-gunung sampah. Kemudian
leachate, udara busuk, udara kotor, asap menebar ke mana-mana,ditambah koloni lalat,
belatung dan tikus bertambah banyak. Seterusnya warga sekitar terserang berbagai
penyakit. Inilah yang menimbulkan sindrom NIMBY (Not In My Back Yard). Jangan
buang sampah di pekarangku.
Dari tahun ke tahun pengelola TPST Bantargebang silih berganti, pasca-akhir
2008, muncul pengelola baru, yakni PT Godang Tua Jaya Jo Navigat Organic
Indonesia. Mereka akan mengelola TPST Bantargebang sesuai dengan standar yang
29
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
berkualitas tinggi. Bantargebang akan dikembalikan menjadi “ikon baru” pengelolaan
sampah yang ramah lingkungan dan memberikan kesejahteraan pemulung dan warga
sekitar.
Usaha merevitalisasi pengelolaan TPA Bantargebang merupakan perjalanan
panjang menembus ”ikon baru” atau era baru penanganan sampah di Indonesia. Hal ini
sejalan dengan lahirnya UU No. 18/2008. Payung hukum yang dinanti berbagai
kalangan, baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat. Sehingga ada kepastian
hukum dalam berinvestasi di sektor persampahan di Indonesia. Juga sebagai upaya
penghematan sumberdaya, melindungi lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat.
Termasuk mendorong dan menguatkan partisipasi sektor swasta dan masyarakat dalam
pengelolaan sampah dalam berbagai level.
Keseriusan pengelola baru dapat dilihat dari pidato dan statement yang
disampaikan pada sejumlah pers domestik dan internasional. Berikut kutipan sambutan
dan press release yang disampaikan Direktur Utama PT Godang Tua Jaya, Rekson
Sitorus pada peletakan batu pertama TPST Bantargebang pada 2 April 2009. Dalam
peletakan batu itu dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dan Walikota
Bekasi Mochtar Mohamad. Acara tersebut dihadiri sejumlah pihak baik wakil dari
Pemprov DKI Jakarta, Pemkot Bekasi, Kementerian Negara Lingkungan Hidup,
Departemen Pekerjaan Umum, Menristek/BPPT, pengusaha, pakar persampahan, pers,
tokoh masyarakat, warga Bantargebang, dll.
Rekson Sitorus mengawali sambutan dengan menyatakan, hampir dua dekade
TPA Bantargebang digunakan sebagai sarana pembuangan sampah di Jakarta dengan
volume 4.500 – 5.000 ton/hari. Teknologi yang dipergunakan dalam pengelolaan TPA
menggunakan teknologi Sanitary Landfill. Sampah yang dibuang ke TPA selanjutnya
ditutup dengan tanah merah (cover soil). Sehingga sampah tidak terbentang secara
terbuka. Penutupan tanah merah mencegah terjadinya pencemaran lingkungan yang
membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan. Sementara air lindi diolah di
instalatsi pengolahan air sampah (IPAS). Gas methane yang terkumpul dibuang melalui
ventilasi untuk mencegah terjadinya pemadatan gas di dalam tumpukan sampah yang
di-cover soil.
30
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
Teknologi Sanitary Landfill ini membutuhkan deposit tanah merah yang sangat
besar, sementara itu juga ketersediaan lahan TPA Bantargebang terbatas, di samping
usia pakai TPA sangat terbatas. Sementara sampah yang dibuang di 5 zona sampai saat
ini terus bertambah volumenya. Sehingga permasalahan sampah di Bantargebang perlu
dikurangi volumenya agar tidak menimbulkan dampak lingkungan. Dibutuhkannya
pengelolaan sampah yang menghasilkan sumber daya baru, bukan sampah
menghasilkan sampah maka diperlukan fungsi TPA Bantargebang. Perubahan fungsi
ini dengan mengolah sampah lama dan baru menjadi sumber daya yang memiliki
nilai ekonomis, sosial dan ramah lingkungan. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
menjadi Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST). TPST diartikan sebagai
Kawasan Industri Sampah (Waste Industrial Estate) yang menggunakan teknologi
tinggi (hi-tech). TPA Bantar Gebang memiliki: Fasilitas Kompos, Pembangunan
Fasilitas Galvad, Bangunan Pemilahan Sampah, Gasification (Pirolysis), Fasilitas
Daur Ulang, Pembangunan Sanitary Landfill (Gas Collection), Pembangkit Listrik
(Power Plant) berkapasitas 26 MW dan selanjutnya pelaksanaan Clean Development
Mechanism (CDM).
Perubahan paradigma TPA menjadi TPST sebagai Kawasan Industri Sampah
menjadi “ikon baru” dalam pengelolaan sampah di Indonesia. Hal ini diartikan bukan
saja mengelola sampah kota namun menjadi Pusat Pengelolaan Sampah Kota, yang
menggunakan teknologi tinggi pertama di Indonesia. Pengelolaan TPST Bantargebang
dilaksanakan atas dasar proses tender peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan dan
pengoperasian Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Bantargebang yang mengacu pada
Pepres No. 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam
Pembangunan Infrastruktur.
PT Godang Tua Jaya joint operation (JO) PT Navigat Organic Energy Indonesia,
Sindicatum Carbon Capital (Inggris), Organic International Ltd sebagai investor
memenangkan tender yang sangat ketat dan fair play ditetapkan sebagai pengelola
TPST Bantargebang dengan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 1700 tahun 2008,
yang dilanjutkan dengan penanda-tanganan kontrak Pengelolaan TPST Bantargebang
pada tanggal 5 Desember 2008.
31
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
Peletakan batu pertama TPST Bantargebang, oleh Fauzi Bowo, Gubernur DKI
Jakarta sebagai wujud nyata dukungan Pemprov DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi
mengubah fungsi TPA menjadi Sentra Industrialisasi Sampah yang ramah lingkungan
pertama di Indonesia dengan luas 110,3 ha (setelah 2,3 ha – lahan enclave dibebaskan).
TPST Bantargebang merupakan jawaban Pemprov DKI Jakarta atas UU No. 18/2008
tanggal 7 April 2008, bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertugas menjamin
terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan. PT
Godang Tua Jaya JO PT Navigat Organic Energy Indonesia, Sindicatum Carbon Capital
(Inggris), Organik International Ltd akan mengelola TPST Bantargebang selama 15
tahun sebagaimana tertuang dalam kontrak kerja sama.
III.TEMUAN LAPANGAN ANALISIS
A. Manajemen Transportasi Sampah
Awal 2014 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta didera kesulitan penyediaan truk
untuk mengangkut sampah ke tempat pengolahan sampah terpadu (TPST)
Bantargebang, Kota Bekasi. Pada saat normal DKI harus mengangkut sampahnya
sekitar 5.000-5.500 ton/hari ke TPST. Ketika banjir maka terjadi tambahan sampah
yang jumlahnya ribuan ton per hari. Berbarengan dengan kasus itu, adanya pemutusan
hubungan kontrak kerja dengan 29 perusahaan rekanan DKI pada akhir Desember 2014.
Sehingga untuk mengatasinya harus mendatangkan sejumlah dump truck dari luar
Jakarta, yakni Pulau Sumatera.
Baru pada tahun 2014 ini Pemporv DKI terkendala dengan armada pengangkut
sampah. Akibatnya sampah di sejumlah titik dan tempat penampungan sementara (TPS)
menumpuk karena tidak terlayani secara optimal. Sejumlah warga DKI mengeluhkan
kondisi tumpukan sampah tersebut, karena menimbulkan bau tidak sedap, jorok,
semakin banyak belatung dan lalat.
Informasi dari beberapa sopir menyatakan, bahwa sekarang ada pembatasan
frekuensi pengangkutan sampah dari wilayah DKI ke TPST Bantargebang. Pihak swasta
hanya diberikan ijin mengangkut sampah satu rit per hari, sedang truk Dinas Kebesihan
32
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
DKI dua rit sehari. Pembatasan tersebut menimbulkan masalah, yakni menumpuknya
sampah di sejumlah titik dan TPS. Pembatasan juga menimbulkan beban yang semakin
berat terhadap ongkos operasional truk sampah.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jakarta dan Koalisi LSM Untuk
Persampahan Nasional (KLUPN) dalam investigasi lapangan selama 4 (empat) hari, 2-5
Maret 2014 menemukan sejumlah dump truck yang ber-nomor polisi atau plat polisi
BD (Bengkulu), BA (Padang). Belum diketahui berapa jumlah armada tipe dump truck
pengangkut sampah yang didatangkan dari luar DKI, khususnya Pulau Sumatera.
Sejumlah dump truk itu dulu tampaknya digunakan di daerah pertambangan.
Sebenarnya dump truck tersebut bukan diperuntukan untuk mengangkut sampah.
Hasil investigasi pada 3 Maret 2014 ditemukan 8 dump truck luar DKI, khususnya
dari Sumatera namun yang dapat ditulis plat nomor polisinya sebanyak 7 unit, dengan
jadwal investigasi pukul 11.45 – 19.00 WIB. Pada 4 Maret ditemukan 6 unit, dengan
jadwal investigasi pukul 11.00 -17.00 WIB.
Tabel 3.1. Dump Truk Pengangkut Sampah yang Didatangkan dari luar DKI
NO NOPOL DAERAH
ASAL
JAM
TIMBANG
JAM
BALIK
JENIS
KENDARAAN
1 BD 8107 P Bengkulu 13.51 WIB 15.06 WIB DUMP TRUCK
2 BD 8029 P Bengkulu 14.36 WIB 15.40 WIB DUMP TRUCK
3 BD 8886 AO Bengkulu 15.00 WIB 16.00 WIB DUMP TRUCK
4 BD 8919 AO Bengkulu 15.45 WB 16.55 WIB DUMP TRUCK
5 BD 8903 AO Bengkulu 15.48 WIB 17.00 WIB DUMP TRUCK
6 BD 8108 P Bengkulu 17.05 WIB 18.15 WIB DUMP TRUCK
7 BA 9198 ZU Padang 17.36 WIB 18.50 WIB DUMP TRUCK
Sumber: Hasil investigasi lapangan, WALHI Jakarta & KLUPN, 3 Maret 2014
33
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
Tabel 3.2. Dump Truk Pengangkut Sampah yang Didatangkan dari luar DKI
NO NOPOL DAERAH
ASAL
JAM
TIMBANG
JAM
BALIK
JENIS
KENDARAAN
1 BD 8107 P Bengkulu 13.55 WIB 15.35 WIB DUMP TRUCK
2 BD 8885 AO Bengkulu 14.07 WIB 15.10 WIB DUMP TRUCK
3 BD 8916 AO Bengkulu 14.30 WIB 15.35 WIB DUMP TRUCK
4 BD 8108 P Bengkulu 14.48 WB 15.55 WIB DUMP TRUCK
5 BD 8919 AO Bengkulu 15.15 WIB 16.20 WIB DUMP TRUCK
6 BD 8886 P Bengkulu 15.18 WIB 16.25 WIB DUMP TRUCK
Sumber: Hasil investigasi lapangan, WALHI Jakarta & KLUPN, 4 Maret 2014
Tampaknya Pemprov DKI Jakarta ingin membenahi manajemen transportasi
sampah. Pembenahan manajemen tersebut juga berkaitan dengan penghematan
anggaran. Keputusan ini mestinya berdasarkan studi kelayakan. Sayangnya, pada
tingkat keputusan dan implementasi tidak mencerminkan standar operasional prosedur
dan standar berpijak pada ketentuan perundang-undangan. Berdasarkan fakta-fakta
lapangan itu ditarik sintesis sebagai berikut.
Pertama, usaha mendatangkan sejumlah dump truck dari luar pulau, yang
disebutnya sebagai “Kendaraan Bantuan Angkutan Sampah DKI Jakarta”
mencerminkan sikap yang tidak berkaca pada kemampuan swasta lokal DKI. Padahal
masalah sampah adalah urusan dan tanggung jawab seluruh warga DKI, termasuk para
pengusahanya. Tindakan ini merefleksikan sikap kerdil dan tidak percaya kepada
rakyatnya sendiri. Atau ada motif bisnis dibalik topeng sebagai birokrat atau pelayan
masyarakat.
Kedua, oleh karena itu warga DKI Jakarta harus mempertanyakan apa yang
dimaksud dengan “Kendaraan Bantuan Angkutan Sampah DKI Jakarta”? Kalimat
tersebut dapat ditafsirkan sebagai bentuk bantuan murni alias gratis, bukan arti lain! Jika
ujung-ujungnya minta pembayaran jasa angkut maka artinya hanya kedok bisnis semata.
Ketiga, sejumlah dump truck yang digunakan untuk mengangkut sampah sudah
menyalahi aturan. Seharusnya kendaraan yang digunakan yaitu truk khusus pengangkut
34
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
sampah (special vehicle) seperti compactor. Mengapa dump truck dari Pulau Sumatera
digunakan? Sebenarnya milik siapa dump truck-dump truck tersebut? Dan siapa otak
dibalik semua itu? Apakah sudah tidak ada lagi pengusaha yang memiliki truk
compactor di wilayah DKI Jakarta?
Keempat, perlu dipertanyakan, apakah sejumlah dump truck tersebut sudah
memiliki ijin operasional sebagai pengangkut sampah di wilayah DKI dan ijin buang ke
TPA Bantargebang? Jika tidak memiliki ijin maka telah terjadi pelanggaran serius. Dan
pihak pengelola/pemilik dan inisiator dibalik semua itu harus bertanggungjawab, karena
sikap dan tindak bisnis jenis ini sangat memalukan dan tidak bisa dijadikan contoh
sebagai pendobrak perubahan yang baik.
Kelima, jika cara pikir, sikap dan tindakan seperti ini masih ada, maka DKI
selamanya tidak bisa menyelesaikan masalah manajemen transportasi sampah. Boleh
jadi masalah kesemrawutan transportasi sampah DKI semakin mununjukkan gambaran
buruk tata kelola sampah di wilayah DKI Jakarta.
Keenam, dalam master plan pengelolaan sampah DKI Jakarta 2005 – 2015
dinyatakan, bahwa pengangkutan sampah akan diserahkan kepada pihak ketiga.
Maksudnya ada arah proses swastanisasi dan modernisasi transportasi sampah, dengan
kendaraan khusus pengangkut sampah, seperti jenis compactor.
Ketujuh, Master plan DKI itu harus dijalankan sebagaimana amanat UU No.
18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, PP. 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga, dan Perda DKI tentang Pengelolaan
Sampah. Hal ini dalam rangka memperbaiki pengelolaan sampah dari sumber (hulu)
hingga TPST (hilir).
B. Akses Jalan dan Penimbangan Sampah
Selama investigasi berlangsung, diperhatikan juga akses jalan yang dilewati truk-
truk sampah menuju TPST Bantargebang. Ternyata mendekati arah TPST semua
kendaraan yang melalui jalan Narogong Kota Bekasi maupun jalur alternatif Cibubur –
Cileungsi bertemu di satu titik, yakni jalan Pangkalan 5 Kelurahan Ciketingudik,
selanjutnya menuju jembatan timbang TPST.
35
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
Perlu diketahui, bahwa truk-truk sampah itu berasal dari wilayah DKI Jakarta dan
Kota Bekasi. Semua truk sampah DKI harus melalui jembatan timbang sebagaimana
disebutkan dalam kontrak kerja antara DKI dan pengelola TPST. Sedang truk Pemkot
Bekasi tidak melalui jembatan timbang. Jenis dan bentuk truk-truk sampah Kota Bekasi
mayoritas kecil (engkel). Sampah Kota Bekasi itu akan dibuang ke TPA Sumurbatu.
Posisinya berada di sebelah timur TPST Bantargebang.
Semua truk sampah yang telah memiliki ijin sebagai pengangkut sampah DKI dan
ijin buang TPA Bantargebang secara otomatis akan diterima oleh otoritas penimbangan.
Perusahaan penimbangan adalah partner Dinas Kebersihan DKI, di luar manajemen dan
otoritas pengelola TPST Bantargebang. Karena semua nomor kendaraan itu telah
tercatat secara computerized. Ketika kendaraan masuk ke jembatan timbang, tinggal
ditekan nomor PIN-nya akan diketahui berat kotor (gross), yaitu kendaraan dan volume
sampah, kemudian dikurangi berat kendaraan akan diketahui berat bersih (netto).
Sistem komputerisasi itu telah berjalan dengan baik, ketika ada truk-truk sampah baru
tanpa ijin ikut membuang sampah ke TPST makan akan mengganggu sistem yang telah
berjalan. Selanjutnya akan mengganggu sistem pengelolaan TPST Bantargebang.
C. Tipping Fee
Jumlah volume sampah dan besaran tipping fee yang digali adalah tipping fee
yang telah dibayarkan oleh Pemprov DKI Jakarta kepada pengelola TPST Bantargebang
dari tahun 2010 hingga 2014. Besaran tipping fee diperoleh Tim WALHI Jakarta baru
tiga bulan, yakni bulan Januari-Maret 2014, padahal kini telah memasuki bulan Juni
2014.
Jumlah volume sampah yang masuk timbangan rata-rata 5.000-5.500 ton per hari.
Berdasarkan data yang diperoleh dari tahun 2010 hingga 2014 jumlah volume sampah
yang masuk ke TPST Bantargebang tidak pernah mencapai 6.000 ton per hari. Nilai
tersebut hanya asumsi kebanyakan pemerhati persampahan. Perhatikan jumlah volume
sampah ke TPST Bantargebang dari tahun ke tahun berikut ini.
36
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
Tabel 3.3. Jumlah Volume Sampah Via Jembatan Timbang TPST Bantargebang –
Tahun 2010
NO BULAN JLH VOLUME/
TON
BESARAN TIPPING
FEE/TON
JUMLAH
1 Januari 168.687,11 Rp 105.840
2 Februari 149.328,58
3 Maret 161.409,94
4 April 147.844,78
5 Mei 156.957,25
6 Juni 149.105,39
7 Juli 152.275,68
8 Agustus 158.421,58
9 September 133.786,20
10 Oktober 161.481,78
11 November 155.057,56
12 Desember 153.319,72
Sumber: Pengelola TPST Bantargebang/PT GTJ JO NOEI, data diolah, Juni 2014
Tabel 3.4. Jumlah Volume Sampah Via Jembatan Timbang TPST Bantargebang –
Tahun 2011
NO BULAN JLH VOLUME/
TON
BESARAN TIPPING
FEE/TON
JUMLAH
1 Januari 157.392,10 Rp 105.840
2 Februari 152.249,78
3 Maret 160.985,00
4 April 156.642,72
5 Mei 170.318,12
6 Juni 150.209,92
7 Juli 160.548,66
8 Agustus 153.268,02
9 September 140.594,26
10 Oktober 162.105,88
11 November 158.866,16
12 Desember 164.965,00
Sumber: Pengelola TPST Bantargebang/PT GTJ JO NOEI, Juni 2014
37
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
Tabel 3.5. Jumlah Volume Sampah Via Jembatan Timbang TPST Bantargebang –
Tahun 2012
NO BULAN JLH VOLUME/
TON
BESARAN TIPPING
FEE/TON
JUMLAH
1 Januari 169.897,49 Rp 144.307
2 Februari 150.272,08
3 Maret 164.272,08
4 April 153.546,63
5 Mei 163.598,51
6 Juni 157.903,98
7 Juli 157.491,64
8 Agustus 146.877,87
9 September 164.052,25
10 Oktober 159.611,56
11 November 164.714,97
12 Desember 168.981,81
Sumber: Pengelola TPST Bantargebang/PT GTJ JO NOEI, Juni 2014
Tabel 3.6. Jumlah Volume Sampah Via Jembatan Timbang TPST Bantargebang –
Tahun 2013
NO BULAN JLH VOLUME/
TON
BESARAN TIPPING
FEE/TON
JUMLAH
1 Januari 180.807,74 Rp 114.307
2 Februari 165.570,42
3 Maret 172.728,80
4 April 167.768,60
5 Mei 175.806,04
6 Juni 162.861,16
7 Juli 175.037,46
8 Agustus 155.788,84
9 September 168.778,74
10 Oktober 174.543,58
11 November 178.192,78
12 Desember
Sumber: Pengelola TPST Bantargebang/PT GTJ JO NOEI, Juni 2014
38
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
Tabel 3.7. Jumlah Volume Sampah Via Jembatan Timbang TPST Bantargebang –
Tahun 2014
NO BULAN JLH VOLUME/
TON
BESARAN TIPPING
FEE/TON
JUMLAH
1 Januari 180.948,58 Rp 123.452
2 Februari 172.975,20
3 Maret
4 April
5 Mei
6 Juni
7 Juli
8 Agustus
9 September
10 Oktober
11 November
12 Desember
Sumber: Pengelola TPST Bantargebang/PT GTJ JO NOEI, Juni 2014
Pengelolaan sampah di TPST membutuhkan anggaran besar agar semua
infrastuktur atau sistem-sistem pengolahan sampah dapat dioperasikan secara optimal
berpijak pada master plan dan SOP. Juga dikaitkan dengan implementasi aspek hukum,
kelembagaan, anggaran, partisipasi, dan teknologi ramah lingkungan.
Anggaran yang diterima dimanfaatkan untuk mengelola sampah di TPST dan
hal-hal non-teknis yang berkaitan dengan kepentingan warga sekitar. Warga sekitar
TPST meliputi Kelurahan Cikiwul, Ciketingudik dan Sumurbatu mendapat manfaat
nyata, yaitu menerima uang bau sebesar Rp 100.000/KK/bulan. Belakangan sebagian
warga meminta agar uang bau dinaikan menjadi Rp 200.000 – 300.000/KK/bulan.
Permintaan kenaikan uang bau tersebut telah sampai di telinga DPRD dan Pemkot
Bekasi.
Uang bau merupakan bentuk bagian dari kompensasi karena adanya TPST,
sebagaimana disebut dalam Pasal 25 UU No. 18/2008. Selain uang bau, masyarakat
sekitar juga mendapat pelayanan kesehatan gratis di Pustu tiga kelurahan dan
Puskesmas Rawat Inap Kecamatan Bantargebang, pelayanan air bersih sumur dalam
39
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
(artesis), pembangunan sarana/infrastruktur jalan hingga gang-gang kampung, saluran
air, sarana ibadah, sarana olah raga, dll.
Uang tersebut berasal dari tipping fee yang dibayar oleh Pemprov DKI Jakarta
sebesar Rp 114.000/ton sampah. Pembagian tipping fee dibagi menjadi:
1. Sebelum dibagikan ada potongan pajak sebesar 12%, yakni PPn sebesar 10% dan
PPh sebesar 2%.
2. Setelah itu sebesar 20% diserahkan kepada Pemkot Bekasi diteruskan kepada warga
sekitar;
3. Sebesar 80% diterima oleh pengelola TPST.
Artinya, tipping fee yang diberikan sebesar 88%, selanjutnya dialokasikan untuk
Pemkot Bekasi dan diteruskan kepada warga sekitar TPST Bantargebang (Kelurahan
Cikiwul, Ciketingudik dan Sumurbatu) sebesar Rp 20% dan pengelola TPST, yakni PT
GTJ JO PT NOIE sebesar 80%.
Berdasarkan hasil studi tipping fee yang ada di Indonesia, yaitu untuk TPST
Bantargebang sebesar Rp 114.000/ton dan tahun 2014 menjadi Rp 124.00/ton, jika
dibandingkan dengan negara-negara lain tampaknya masih sangat rendah. Bandingkan
dengan Bandung, tipping fee sampah mencapai Rp 150.00/ton, dan Surabaya sebesar Rp
165.000/ton. Bandingkan dengan negara lain, seperti Singapura, Australia, Spanyol
tipping fee pengelolaan sampah sebesar Rp 750.000/ton. Sedang tipping fee lebih tinggi
lagi berlaku di Inggris, Polandia, Italia, Irlandia, Belgia, Belanda, Jerman mencapai Rp
1.500.000 – 2.000.000/ton sampah. Tipping fee di Swedia mencapai Rp 2.500.000/ton
sampah. Sedangkan tipping fee tertinggi adalah Tokyo Jepang mencapai Rp
5.400.000/ton sampah.
D. Program Pengelolaan Sampah di TPST Bantargebang
Prasarana dan sarana baru yang akan dikembangkan dimaksudkan untuk
meningkatkan TPA Bantargebang menjadi TPST dengan tujuan memperpanjang usia
pakai TPST minimal hingga 15 tahun dan meningkatkan pengelolaan sampah serta
pengendalian dampak lingkungan dan sosial. Prasarana dan sarana tersebut dirancang
40
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
secara terpadu dan saling mendukung untuk menghasilkan kinerja yang optimal.
Prasarana dan sarana baru yang akan dibangun adalah:
1. Fasilitas Pengomposan
Luas lahan composting sekitar 4,1 Ha. Komponen program ini pada 2014 telah
dilaksanakan mencapai 100%. Progam pengomposan dirintis tahun 2004 oleh PT.
Godang Tua Jaya. Saat ini dapat mengolah sampah organik sebanyak 300 ton/hari
dengan produksi kompos rata-rata 60 ton/hari. Kapasitas pengomposan akan
ditingkatkan menjadi 1.000 ton/hari sampah kota atau 550 ton/hari sampah organik
(terpilah) dengan komponen utama yang akan dibangun terdiri dari:
1. Tempat Penerimaan Sampah (Waste Receiving Area)
2. Bangunan Pemilahan (Sorting Plant).
3. Bangunan Pencampuran (Mixing Pile)
4. Bangunan Windrows
5. Bangunan Pencacahan dan Pengayakan
6. Peralatan Pengemasan (Packaging)
Proses pengomposan yang dilakukan adalah dengan metode Aerobic (Open
Windrows) dengan mekanisme, pemilahan, pencacahan, pembalikan, pengayakan,
penyimpanan sementara dan pengemasan (packaging), dan sistem tersebut
dikembangkan dengan cara menyebarkan dengan mikro organism (bio activator).
Kompos yang dihasilkan dari proses pengomposan tersebut berupa kompos serbuk
(powder), granul dan organic soil treatment (OST) dengan kualitas yang telah
bersertifikat uji perlakukan dan efektivitas kompos, terdaftar sebagai produsen
pupuk kompos dan memiliki hak paten dengan merk “Green Botane”.
Wilayah pemasaran ke Perkebunan Kelapa sawit di Sumatera, Tanaman jati di
Jawa, untuk tambak udang dan kelapa sawit di Kalimantan, PT. Pertani (Program
Bantuan Langsung Pupuk (BLP) Departemen Pertanian).
41
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
Hambatan atau kendala dalam pengomposan sampah
Permasalahan umum yang dialami oleh produsen atau pembuatan pupuk organik
akan dibahas secara singkat, kemudian akan diberikan solusi yang bisa dilakukan
agar kegiatan produksi kompos tetap berjalan. Dalam suatu indeep interview Tim
Riset WALHI Jakarta dengan Rekson Sitorus dan petinggi pengelola TPST
Bantargebang ada beberapa permasalahan yang berhubungan dengan proses
produksi hingga pemasaran kompos, yaitu:
1. Masalah Manejemen
Sebagian orang kurang paham mengatakan, bahwa manajemen seringkali
dianggap sederhana dan tidak penting. Apalagi usaha yang dilakukan sebagai
usaha pribadi, kelompok, skala komunitas, home-industry atau skala kecil.
Pandangan yang keliru atau belum tahu sama sekali harus dirubah, bahwa
manajemen dalam suatu usaha sangat penting. Manajemen akan menciptakan
pembagian tugas dan wewenang secara jelas dan tegas. Manajemen yang baik
akan mempercepat kelancaran kerja dan keberhasilan usaha. Dalam kegiatan
pengomposan perlu manajen modern yang rapi dan bagus.
2. Masalah Kualitas dan Sertifikasi Kompos
Kualitas produk kompos atau pupuk organik merupakan salah satu masalah yang
menyebabkan ketidakberhasilan dalam bidang tersebut. Kualitas produk kompos
yang bermutu tinggi harus mengikuti proses dan tahapan pengomposan secara
ketat. Kegiatan pengomposan merupakan proses kegiatan ilmiah, teknis dan
terapan. Misalnya pembuatan pile kompos harus dihitung volumenya,
pengukuran temperatur kompos secara rutin, pembalikan pile, dll. Setelah
menjadi kompos matang kemudian dilakukan uji laboratorium untuk mengetahui
apa kompos yang dihasilkan telah sesuai standar yang berlaku dan sesuai
permintaan konsumen. Bahkan kompos harus mempunyai surat
rekomendasi dan sertifikasi dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit atau
otoritas penelitian khusus lainnya, dengan biaya ratusan juta rupiah (Rp
500 juta) tanpa jamin layak dibeli. Kemudian diuji-cobakan untuk sejumlah
42
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
tanaman dalam beberapa musim tanam. Dalam konteks ini harus bekerjasama
dengan para ahli pertanian.
3. Masalah Kesinambungan dan Kapasitas Produksi
Kontiyuitas dan kapasitas produksi pun menjadi salah satu persoalan yang sering
terjadi pada tingkat lapangan. Sebagian produsen pupuk organik tidak mampu
menjaga kesinambungan dan kemapanan produksi. Ketika terjadi kontrak dan
adanya DO (delivery order) oleh suatu rekanan kalau tidak mampu melayani
dengan baik, tepat waktu pengirim dengan jumlah volume yang telah disepakati
maka akan terjadi persoalan. Dampak negatifnya kita akan kehilangan
kepercayaan dan langanan. Tentu sangat merugikan usaha kita.
4. Masalah Pengemasan
Kemasan suatu produk juga menjadi persoalan tersendiri, sehingga perlu adanya
perhatian khusus supaya masalah kemasan ini ditangani oleh tenaga profesional.
Kita minta bantuan dan asistensi, atau membayar khusus tenaga ahli di bidang
ini. Pengemasan yang menarik pun perlu bantuan teknologi. Karena kemasan
yang indah, inovatif, kreatif dan unik akan mengundang ketertarikan konsumen
untuk segera membeli barang tersebut. Kemasan harus ditempatkan pada posisi
yang penting, setelah produk yang bermutu dipertahankan semaksimal mungkin.
5. Masalah Marketing
Marketing merupakan suatu yang sangat penting setelah kita menghasilkan
produk barang atau pupuk organik. Para pemula kesulitan menemukan pangsa
pasar. Jika produk pupuk organik menumpuk dan tidak terjual akan timbul
masalah. Maka yang perlu dipikirkan dalam rangkaian pengelolaan produksi
pupuk organik adalah tentang perencanaan dan implementasi pemasaran.
43
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
6. Masalah Kurangnya Dukungan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif
Para produsen kompos dari material sampah kota merasa bahwa apa yang telah
dilakukan dengan dengan kerja keras dan investasi sangat besar kurang
mendapat perhatian sungguh-sungguh dari eksekutif atau pemerintah pusat dan
daerah. Juga kurangnya dukungan dari kalangan legislatif atau DPR RI maupun
DPRD. Demikian pula dukungan dari kalangan yudikatif. Puluhan bahkan
ratusan produsen kompos terkapar mati bersamaan dengan robohnya bangunan
kompos mereka. Seharusnya eksekutif, legislatif dan yudikatif memberikan
jaminan hukum dan kenyaman berusaha pengomposan sampah, recycling
maupun kegiatan lain yang memanfaatkan sampah, seperti membuat bata, briket
dan bahan bakar dari sampah. Seharusnya mereka memberikan dukungan dan
fasilitasi pendanaan dalam bentuk subsidi atai format lain, tenologi, promosi,
marketing produk kompos dan daur ulang, informasi dan lainnya sehingga
kegiatan olah sampah menjadi peluang yang menjanjikan di Indonesia.
2. Pembangunan Fasilitas Galvad
Komponen program pembangunan fasilitas Galvad belum dilaksanakan.
3. Bangunan Pemilahan Sampah
Komponen program pemilahan sampah, dengan luas lahan yang direncanakan
sekitar 2,592 M², belum dilaksanakan.
4. Gasification (Pirolysis)
Luas lahan yang disediakan sekitar 2.880 M² untuk komponen program gasification
(piroysis). Pembangunan fisiknya telah dilaksanakan namun belum dioperasikan.
44
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
5. Fasilitas Daur-Ulang
Luas lahan untuk komponen program recycling sekitar 1.728 M². Program
recycling telah dilaksanakan mencapai 100%. Target produksi mencapai 4 ton/hari.
Kegiatan ini melibatkan lebih dari 200 pemulung dan sejumlah pelapak di kawasan
TPST Bantargebang. Keberhasilan program daur ulang sampah an-organik juga
merupakan keberhasilan kerjasama mutual-simbosis antara pengelola TPST dengan
pemulung dan pelapak.
Hambatan pada kegiatan daur ulang sampah plastik
Pengelola TPST Bantargebang telah melakukan sosialisasi program-programnya
kepada tokoh masyarakat, pemulung, pelapak, LSM/NGOs, perguruan tinggi, pers,
dan pemangku kepentingan lainnya. Hal ini sebagai bentuk keterbukaan informasi
dan pelibatan dalam pengelolaan TPST.
Sayangnya program daur-ulang plastik ini mendapat protes dan tantangan dari
pemulung, pelapak dan Ikatan Pemulung Indonesia (IPI). Mereka khawatir kegiatan
plastic reclycing akan menggusur ladang atau periuk rezeki terutama pada pelapak/
bos sampah yang telah mengucurkan ratusan juta hingga milyaran rupiah kepada
pemulung. Mereka cemas usahanya akan bangkrut. Kegiatan daur ulang plastik ini
dimaknai sebagai ancaman baru terhadap keberlangsungan usaha mereka.
6. Pembangunan Sanitary Landfill (Gas Collection)
Pengoperasian sanitary landfill dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Penimbangan sampah
2. Pembongkaran sampah
3. Penyebaran sampah
4. Pemadatan sampah
5. Penutupan tanah (cover soil)
6. Pengoperasian Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS).
45
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
7. Pembangkit Listrik (Power Plant)
Luas lahan untuk komponen program power plant sekitar 2.420 M². Program ini
merupakan bagian dari implementasi Clean Development Mechanisme (CDM).
Pelaksanaan program saat ini telah menghasilkan listrik 16,5 MW dari target 26
MW pada tahun 2023.
Di TPST Bantargebang direncanakan akan dibangun fasilitas pembangkit listrik
tenaga sampah yang akan menghasilkan listrik sebesar 26 MW. Pada tahun 2010
direncanakan akan terpasang 10 unit Gas-Engine dengan kapasitas menghasilkan
10 MW listrik.Sampah (Proses produksi listrik) menjadi Energi Listrik adalah
sebagai berikut:
a. Melalui sumur-sumur gas, gas methane (CH4) yang dihasilkan dari tumpukan
sampah (sampah organik) yang ditangani dengan cara yang baik serta ramah
lingkungan sebagaimana disyaratkan dalam CDM (Clean Development
Mechanism) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC) dengan proses
sanitary landfill, disedot dan diproses sehingga menjadi bahan bakar Generator
(Gas-Engine) pembangkit listrik.
b. Dari sumur-sumur gas, gas dialirkan melalui pipa-pipa penyalur dan dilakukan
pemisahan kandungan air dan gas sebelum masuk ke Fuelskid.
c. Dari Fuelskid gas disalurkan ke pipa saluran utama bahan bakar generator untuk
kemudian diproses menjadi tenaga listrik.
d. Adapun kelebihan suplai gas ke generator akan disalurkan ke Flare-Stack untuk
dibakar guna mengurangi emisi dari gas methane menjadi karbon dioksida.
Sumur Gas. Pada saat ini jumlah sumur gas yang sudah selesai dikerjakan adalah
sumur gas di Zona II sebanyak 62 sumur gas, di Zona III sebanyak 37 sumur gas.
Sedangkan di Zona I baru selesai dikerjakan sebanyak 4 sumur gas dari + 110
sumur gas yang direncanakan akan dibuat. Untuk seterusnya akan dibuat sumur-
sumur gas di Zona III, Enclave, Zona IV dan V. Pada Juni 2014 jumlah sumur gas
lebih dari 200 buah.
46
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
Listrik dari gas sampah tersebut dibeli PT PLN senilai Rp 850 per KWH. Saat ini 4
MW yang terikat kontrak dengan PT PLN. Setiap tahun diprediksi pengolahan gas
sampah (gas metana) menjadi listrik di TPST Bantargebang mampu mengurangi
800 ribu ton emisi gas rumah kaca. Sementara sumur gas yang telah berhasil dibor
lebih dari 200 sumur. Zona yang dimanfaatkan semua di-cover soil kemudian
ditutup dengan geomembrant untuk mencegah gas-gas sampah menguap ke udara.
Selanjutnya dipasang pipa-pipa untuk mengalirkan gas-gas tersebut ke blower di
power house. Nantinya semua zona gasnya akan dimanfaatkan untuk listrik.
Hambatan dan Program CDM Perlu Dukungan Konkrit
Investasi di sektor listrik dari gas sampah masih menemui jalan buntu atau
hambatan yang konkrit. Dalam interview dengan Direktur PT. NOEI pengelola
power house di TPST Bantargebang, dapat disimpulkan sejauh ini investasi yang
dikeluarkan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (power house)
dan sarana pendukungnya di TPST Bantargebang telah menelan biaya cukup
besar, lebih dari Rp 800 milyar namun hasilnya sangat rendah. Bahkan harga
carbon dalam framework pembangunan bersih (Clean Development Mechanism,
CDM) di dunia internasional semakin jatuh. Pada awalnya 2008 harga carbon
dipatok sekitar 15 euro turun draktis menjadi 0,3 euro/ton pada tahun 2014.
Hal ini sangat merisaukan investor yang sedang berkutat dalam pengurangan
emisi di TPST Bantargebang. Tidak ada pihak yang memberikan garansi ekonomi
dan masa depan lingkungan.
Kemudian pembelian listrik oleh PT. PLN belum optimal baru 4 MW dari
kapasitas 12 MW yang telah dihasilkan power plant tersebut. Jika tidak ada
pembelian berarti energi listrik terbuang percuma. Padahal untuk mendapat gas-
gas sampah ini membutuhkan kerja keras, karena sampah boleh terpilah, masih
terdapat sampah organik seperti plastik sehingga kandungan air yang masuk ke
sumur-sumur gas masih banyak.
47
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
Pengelola TPST Bantargebang dalam upaya menurunkan emisi semestinya
mendapat dukungkan konkrit dari Pemerintah Pusat, yaitu Kementerian
Lingkungan Hidup RI, Menristek/BPPT, PT. PLN Persero, Dewan Nasional
Perubahan Iklim (DNPI), dll. Peran pengurangan emisi tersebut sangat jelas,
karena berkontribusi riel terhadap upaya pengurangan laju pemanasan global
(global warming) dan perubahan iklim (climate change).
Pemerintah Indonesia pada Pertemuan COP-15 di Copenhagen Denmark,
menyatakan akan menurunkan emisi 26% sampai tahun 2020 melalui mekanisme
REDD Plus. Sebagai bentuk pertanggungjawaban Indonesia yang telah melepas
emisi gas rumah kaca dari tahun 2005 sebesar 2,2 GtCO2e diperkirakan
meningkat sebesar 3,5 GtCO2e tahun 2030 (DNPI, Agustus 2009).
Dalam mekanisme tersebut menyebutkan bahwa penurunan tersebut akan dicapai
melalui beberapa sektor vital seperti sektor kehutanan, gambut dan
perkebunan/pertanian (14%), energi yang meliputi pembakaran bahan bakar baik
aktifitas transportasi, pembangkit listrik, maupun penambangan (6%) dan
limbah/sampah (6%). Berbagai pandangan menyatakan bahwa pernyataaan ini
ambivalen terhadap agenda lain yang justru meningkatkan potensi pelepasan
carbon. (WALHI, 2010).
Pelepasan sumber emisi yang berasal dari sektor energi berasal dari rumah tangga
dengan menggunakan sumber energi biomassa 79%, minyak tanah 17% dan LPG
3%, meningkatkan emisi CO2 kurang lebih 178 ton per tahun dari penggunaan
biomassa saja. Sumber peningkatan emisi CO2 kedua berasal dari industri yang
menggunakan bahan bakar batubara. Terdapat 20.000 industri yang menggunakan
bahan bakar solar, minyak tanah dan batubara. Dari penggunaan ketiga bahan
bakar tersebut, Pulau Jawa menempati urutan pertama penyumbang emisi terbesar
dari sektor industri yang menggunakan ketiga bahan bakar tersebut sebagai
energi. Tercatat 13 juta ton emisi CO2 pada tahun 2003 meningkat tajam
mencapai 24 juta ton pada tahun 2005.
48
Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta
Tabel 3.8. Target Capaian Komponen Kegiatan Pengelolaan TPST Bantargebang
Jangka waktu: 2008 – 2023 (15 tahun)
NO KOMPONEN KEGIATAN
(DALAM KONTRAK)
LUAS
LAHAN
OPERASIONAL
SUDAH/BELUM
TARGET DLM
KONTRAK
CAPAIAN (%)
TH. 2014
KETERANGAN
1 Fasilitas Pengomposan 4,1 Ha Sudah 100% Lokasi bersebelahan dengan daur
ulang plastik
2 Pembangunan Fasilitas Galvad - - -
3 Bangunan Pemilahan Sampah 2,592 M² Belum 100%
4 Gasification (Pirolysis) 2.880 M² Belum - Sarana fisik sudah dibangun
5 Fasilitas Daur Ulang 1.728 M² Sudah 100% Lokasi bersebelahan dengan
composting
6 Pembangunan Sanitary Landfill (Gas
Collection)
2,3 Ha Sudah 100% Zona enclave dekat zona
III/kepala burung
7 Pembangkit Listrik (Power Plant)
kapasitas 26 MW dan pelaksanaan Clean
Development Mechanisme (CDM)
2.420 M² Sudah 100% 16,5 MW dari target akhir 26
MW
Sumber: Data sekunder dari Pengelola TPST Bantargebang/PT GTJ JO NOEI, Juni 2014
Keterangan: Lahan yang digunakan untuk pembangunan fasilitas pengolahan sampah dengan prinsip BOT (build, operate and transfer) adalah milik
pengelola TPST, yakni PT GTJ Jo NOEI yang nantinya pada masa akhir kontrak akan diserahkan kepada Pemprov DKI Jakarta.
42
E. Infrastruktur Pendukung
Infrastruktur pendukung yang esensial menjadi perhatian Tim Riset WALHI
Jakarta adalah:
1. Kantor administrasi
Pembenahan dan perawatan kantor administrasi TPST. Keberadaan kantor
yang layak dan penataan ruang kerja yang fungsional akan meningkat
kredibilitas dan performance manajemen. Fungsi manajemen TPST tampak
jelas baik top, midlle dan low management, pembagian divisi, tugas dan
kewenangannya semakin jelas dibandingkan beberapa tahun lalu. Mulai
tampak adanya open management dalam proses pengambilan keputusan.
Penerapan absen sidik jari computerized sehingga para pekerja tidak bisa hanya
“gantung baju” dan mengambil gaji buta tiap bulan.
Pembenahan administrasi dan otoritas keamanan. Bahwa setiap tamu yang
akan mengunjungi atau melakukan aktivitas di TPST Bantargebang harus
mengajukan ijin tertulis kepada manajemen. Setelah disetujui, pada saat
kunjungan lapangan, aktivitas penelitian, pemotretan, pembuatan film, dan
lainnya didampingi oleh securtiy TPST. Otoritas manajemen TPST dan
security bertanggungjawab terhadap keamanan para tamu. Database para
pengunjung dan tujuannya tertata rapi.
2. Pencucian kendaraan
Penyediaan pencucian kendaraan. Keberadaan pencucian kendaraan pun
penting fungsi. Setiap kendaraan setelah dipakai harus dibersihkan dari kotoran
dan bau sampah. Hal ini untuk menjadi kesehatan sopir, dan untuk menjaga
ketahanan kendaraan dari karat agar tidak cepat keropos.
3. Bengkel/workshop
Penyediaan workshop. Kelengkapan lain yang penting adalah keberadaan
workshop/bengkel. Fungsinya adalah untuk memperbaiki dan merawat
kendaraan secara rutin dan cepat. Workshop ini dilengkapi dengan peralaratan
43
kerja, spare part dan peralatan mekanik lainnya. Sehingga kegiatan TPST
berjalan lancar dan lebih efesien atau ekonomis.
4. Sarana saluran air hujan
Kondisi sarana drainase TPST Bantargebang sebagian besar mengalami
kerusakan akibat tertimbun tanah, sampah, dan terkena operasi alat-alat berat
dan truk sampah, serta ditumbuhi berbagai jenis rumput. Perlu perawatan dan
peningkatan sistem drainase antar zona. Juga perlunya rehabilitasi dan
perawatan sistem drainase keliling TPST Bantargebang. Buruknya sistem
drainase tersebut akan mempengaruhi citra TPST Bantargebang secara
keseluruhan.
5. Sarana Jalan
Demikian pula kondisi prasarana dan sarana jalan TPST Bantargebang
membutuhkan perhatian serius. Sebagian jalan penghubung antara zona TPST
Bantargebang ada yang rusak dan hancur, misal jalan pada zona depan power
plant dan sepajang zona I-IV. Sudah waktunya ada perbaikan (pekerjaan teknik
sipil) dan perawatan secara rutin. Juga perawatan dan pembersihan sampah dan
rumput. Karena kondisi ini secara kasat mata akan mempengaruhi image TPST
Bantargebang.
F. Pengelolaan Lingkungan
Infrastruktur pengelolan lingkungan di TPST Bantargebang, yaitu:
1. Sarana dan Fungsi IPAS
TPST Bantargebang memiliki 4 IPAS kini tinggal 3 unit untuk mengelola lindi,
namun dapat dikatakan, bahwa seluruh lindi. Menurut pengelola TPST,
kapasitas olah lindi dari 3 IPAS skitar 1.800 M³ dengan rincian IPAS 1
memiliki kapasitas tampung air lindi sebanyak 600 M³; IPAS 2 sebanyak 600
M³; dan IPAS 3 sebanyak 600 M³. Dalam proses pengolahan air lindi pada
IPAS ada tiga tahapan, yaitu:
44
a. Pengolahan Pendahuluan
Pada tahap ini sebagian materi organik yang berupa suspensi akan
mengendap. Juga dilakukan pengaturan debit aliran yang masuk ke
pengolahan berikutnya agar tercipta konsentrasi lindi yang rata sehingga
pengolahan berlangsung dengan baik, proses yang digunakan ekulasi,
netralisasi.
b. Pengolahan Biologi
Prose pengolahan ini ditujukan untuk mengurangi padatan lelarut dan
senyawa-senyawa organik. Pada tahap ini materi organik akan dimakan dan
diuraikan oleh aktivitas mikroorganisme menjadi senyawa lain yang lebih
sederhana baik secara anaerob (tanpa suplai oksisgen) maupun areob
(dengan suplai oksigen). Proses yang digunakan Fakultatif, aerasi.
c. Pengolahan Kimia Fisik
Pengolahan ini ditujukan untuk mengurangi kandungana logam berat,
kekeruhan dan Eshcerchia.coli (E-coli), pada proses ini dilakukan
penambahan bahan kimia dan pengendapan. Proses yang digunakan
koagulasi-flokulasi, filtrasi dan sedimentasi.
Permasalahan di lapangan. Dalam investigasi Tim WALHI Jakarta
menemukan, bahwa secara kasat mata air yang mengalir pada Kali Ciketing
berwarna hitam pekat dan berbau menyengat. Kondisi air permukaan ini
mengindikasikan, bahwa Kali Ciketing menuju Kali Asem tercemar. Sumber
pencemar itu bisa bersal dari TPST Bantargebang, TPA Sumurbatu, IPLT
Sumurbatu maupun titik-titik kegiatan pencucian dan pengolahan sampah an-
organik yang dilakukan pemulung, pelapak dan industri di sekitar TPST.
Kondisi air permukaan ini merupakan permasalahan tersendiri dan sangat
riskan.
45
Solusi integratif dan komprehensif. Oleh karena itu perlu penambahan IPAS
Akhir, yang penempatan berada setelah TPA Sumurbatu atau di sebelah hulu
Kali Asem. Luas lahan yang dibutuhkan 1-2 Ha. IPAS Akhir akan mengolah
lindi yang tak terkelola dari TPST Bantargebang dan TPA Sumurbatu dan
selanjutnya dibuang ke perairan umum, yakni Kali Asem, Kali Pedurenan, dan
seterusnya. Program ini merupakan tanggung jawab pengelola TPA
Bantargebang, TPA Sumur Batu, IPLT Sumurbatu dan para pemulung, pelapan
dan pabrikan di sekitar TPST dengan dukungan Pemprov DKI Jakarta, Pemkot
Bekasi dan DPRD Kota Bekasi.
2. RTH
Dalam Amdal TPST Bantargebang tahun 2010, khususnya yang tertuang dalam
RKL Kegiatan Pembangunan TPST Bantargebang disebutkan sebagai berikut:
- Menyediakan ruang terbuka hijau (RTH) seluas ± 11.270 m² sebagai Green
Boundary (pagar hijau pelindung). Perencanaan Green Boundary harus
mempunyai fungsi menciptakan suasana segar, sejuk dan tenang untuk
mereduksi gas polutan, bau dan suasana bising pada saat TPST beroperasi.
- Jenis tanaman yang akan ditanam di area TPST adalah tanaman yang
memiliki fungsi ekologis berupa:
 Mahoni dan lamtoro untuk menyerap genangan air
 Cemara laut (Casuarina sp) dan bunga kupu-kupu untuk menyerap
SO2
 Damar, asem londo dan mahoni untuk menyerap Pb
 Cemara kipas, kersen dan sawo kecik untuk menyerap partikel padat
 Cempaka, tanjung (Mimusops elengi), damar, bambu, dan kenanga
untuk menyerap bau busuk
 Bambu, kendondong, cemara laut dan cemara kipas untuk
menurunkan kebisingan.
Adapun tanaman hias yang rencananya akan ditanam di area tanam antara
lain kembang kertas (Bougenvilea sp), soka (Ixora Coccinea), hanjuang
46
(Dracaean deremensis), palem kuning (Chrysalidocarpus lutescens), teh-
tehan hijau (Acalypha siamensis), sambang dara (Hemigraphis alternata),
dan alamanda (Allamaanda cathartica).
- Pada areal lahan yang berbatasan dengan penduduk, akan ditanami jenis
tanaman yang bernilai ekologis (buffer zone), seperti penanaman pohon
bambu secara berlapis.
- Melakukan pemeliharaan dengan penyiraman dan pemupukan secara teratur.
Selayaknya target RTH yang tertuang dalam Amdal dan RKL pembangunan
TPA Bantargebang dilaksanakan dengan baik. Karena RTH mempunyai fungsi
yang sangat penting dalam pengentian udara dan menjadi paru-paru TPST
Bantargebang.
3. Wilayah penyangga (Buffer zone)
TPST Bantargebang belum memiliki wilayah penyangga dan sabuk hijau yang
berfungsi sebagai pengendali pencemaran dan untuk memisahkan antara TPST
dengan pemukiman warga. Sebagian pagar permanen arcon TPST ada yang
rusak atau hilang akibat vandalisme segera perlu perbaikan. Juga perlu
meningkatkan penghijauan atau penanaman berbagai pepohonan terutama
sekeliling TPST Bantargebang. Untuk mempercepat program ini pengelola
TPST telah memiliki berbagai bibit tanaman.
G. Keterlibatan Masyarakat Sekitar
Keterlibatan atau partisipasi masyarakat sekitar terhadap TPST Bantargebang.
Pengelola TPST Bantargebang memberikan peluang kepada warga sekitar baik
Kelurahan Cikiwul, Ciketingudik maupun Sumurbatu. Keterlibatan masyarakat
ditelusuri dalam berbagai format.
1. Tokoh dan warga sekitar memberikan berbagai masukan terhadap
pengelolaan TPST Bantargebang, seperti agar tumpukan sampah ditata rapi
dan di-cover soil dengan tanah merah, sampah harus diolah dengan
Riset TPST Bantargebang
Riset TPST Bantargebang
Riset TPST Bantargebang
Riset TPST Bantargebang
Riset TPST Bantargebang
Riset TPST Bantargebang
Riset TPST Bantargebang
Riset TPST Bantargebang
Riset TPST Bantargebang
Riset TPST Bantargebang
Riset TPST Bantargebang
Riset TPST Bantargebang
Riset TPST Bantargebang
Riset TPST Bantargebang
Riset TPST Bantargebang

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Desain Kemitraan Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Regional Ka...
Desain Kemitraan Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Regional Ka...Desain Kemitraan Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Regional Ka...
Desain Kemitraan Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Regional Ka...infosanitasi
 
Atasi problem sampah jakarta
Atasi problem sampah jakartaAtasi problem sampah jakarta
Atasi problem sampah jakartafathurohman7
 
Hbl,kevinbiondy,hapzi ali,hukum lingkungan,universitasmercubuana,2018
Hbl,kevinbiondy,hapzi ali,hukum lingkungan,universitasmercubuana,2018Hbl,kevinbiondy,hapzi ali,hukum lingkungan,universitasmercubuana,2018
Hbl,kevinbiondy,hapzi ali,hukum lingkungan,universitasmercubuana,2018Kevin Biondy
 
Matriks Hasil-Hasil Rapat Kerja Nasional - Target Pencapaian Rencana Kerja 20...
Matriks Hasil-Hasil Rapat Kerja Nasional - Target Pencapaian Rencana Kerja 20...Matriks Hasil-Hasil Rapat Kerja Nasional - Target Pencapaian Rencana Kerja 20...
Matriks Hasil-Hasil Rapat Kerja Nasional - Target Pencapaian Rencana Kerja 20...Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 
Praktek Baik Program NUSP-2
Praktek Baik Program NUSP-2Praktek Baik Program NUSP-2
Praktek Baik Program NUSP-2Bagus ardian
 
4_Kontroversi Izin Lingkungan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
4_Kontroversi Izin Lingkungan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung4_Kontroversi Izin Lingkungan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
4_Kontroversi Izin Lingkungan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandungsakuramochi
 
Profil NSD Kota Palopo 2019
Profil NSD Kota Palopo 2019Profil NSD Kota Palopo 2019
Profil NSD Kota Palopo 2019Bagus ardian
 
UPAYA MERUBAH WAJAH PERMUKIMAN DAN PEMANFAATAN RUANG PUBLIK UNTUK KEGIATAN LU...
UPAYA MERUBAH WAJAH PERMUKIMAN DAN PEMANFAATAN RUANG PUBLIK UNTUK KEGIATAN LU...UPAYA MERUBAH WAJAH PERMUKIMAN DAN PEMANFAATAN RUANG PUBLIK UNTUK KEGIATAN LU...
UPAYA MERUBAH WAJAH PERMUKIMAN DAN PEMANFAATAN RUANG PUBLIK UNTUK KEGIATAN LU...Bagus ardian
 
MOu green arts pantai nganteb - 2021
MOu green arts  pantai nganteb - 2021MOu green arts  pantai nganteb - 2021
MOu green arts pantai nganteb - 2021juni apri
 

Mais procurados (16)

Desain Kemitraan Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Regional Ka...
Desain Kemitraan Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Regional Ka...Desain Kemitraan Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Regional Ka...
Desain Kemitraan Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Regional Ka...
 
Atasi problem sampah jakarta
Atasi problem sampah jakartaAtasi problem sampah jakarta
Atasi problem sampah jakarta
 
Plastik & sampah plastik pantau april 21
Plastik & sampah plastik pantau april 21Plastik & sampah plastik pantau april 21
Plastik & sampah plastik pantau april 21
 
Proyek pritilan untuk kurangi sampah jakarta
Proyek pritilan untuk kurangi sampah jakartaProyek pritilan untuk kurangi sampah jakarta
Proyek pritilan untuk kurangi sampah jakarta
 
Hbl,kevinbiondy,hapzi ali,hukum lingkungan,universitasmercubuana,2018
Hbl,kevinbiondy,hapzi ali,hukum lingkungan,universitasmercubuana,2018Hbl,kevinbiondy,hapzi ali,hukum lingkungan,universitasmercubuana,2018
Hbl,kevinbiondy,hapzi ali,hukum lingkungan,universitasmercubuana,2018
 
Siaran Pers : Kegiatan Pertambangan Harus Transparan dan Akuntabel
Siaran Pers : Kegiatan Pertambangan Harus Transparan dan AkuntabelSiaran Pers : Kegiatan Pertambangan Harus Transparan dan Akuntabel
Siaran Pers : Kegiatan Pertambangan Harus Transparan dan Akuntabel
 
Matriks Hasil-Hasil Rapat Kerja Nasional - Target Pencapaian Rencana Kerja 20...
Matriks Hasil-Hasil Rapat Kerja Nasional - Target Pencapaian Rencana Kerja 20...Matriks Hasil-Hasil Rapat Kerja Nasional - Target Pencapaian Rencana Kerja 20...
Matriks Hasil-Hasil Rapat Kerja Nasional - Target Pencapaian Rencana Kerja 20...
 
Praktek Baik Program NUSP-2
Praktek Baik Program NUSP-2Praktek Baik Program NUSP-2
Praktek Baik Program NUSP-2
 
330
330330
330
 
4_Kontroversi Izin Lingkungan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
4_Kontroversi Izin Lingkungan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung4_Kontroversi Izin Lingkungan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
4_Kontroversi Izin Lingkungan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
 
Lingkungan
LingkunganLingkungan
Lingkungan
 
Lap temu ilmiah rev2
Lap temu ilmiah rev2Lap temu ilmiah rev2
Lap temu ilmiah rev2
 
Profil NSD Kota Palopo 2019
Profil NSD Kota Palopo 2019Profil NSD Kota Palopo 2019
Profil NSD Kota Palopo 2019
 
UPAYA MERUBAH WAJAH PERMUKIMAN DAN PEMANFAATAN RUANG PUBLIK UNTUK KEGIATAN LU...
UPAYA MERUBAH WAJAH PERMUKIMAN DAN PEMANFAATAN RUANG PUBLIK UNTUK KEGIATAN LU...UPAYA MERUBAH WAJAH PERMUKIMAN DAN PEMANFAATAN RUANG PUBLIK UNTUK KEGIATAN LU...
UPAYA MERUBAH WAJAH PERMUKIMAN DAN PEMANFAATAN RUANG PUBLIK UNTUK KEGIATAN LU...
 
Plastik n sampah plastik pantau maret 20i21
Plastik n sampah plastik pantau maret 20i21Plastik n sampah plastik pantau maret 20i21
Plastik n sampah plastik pantau maret 20i21
 
MOu green arts pantai nganteb - 2021
MOu green arts  pantai nganteb - 2021MOu green arts  pantai nganteb - 2021
MOu green arts pantai nganteb - 2021
 

Semelhante a Riset TPST Bantargebang

Sumber Pendanaan Hibah untuk Program Sanitasi Kota dan Kabupaten
Sumber Pendanaan Hibah untuk Program Sanitasi Kota dan KabupatenSumber Pendanaan Hibah untuk Program Sanitasi Kota dan Kabupaten
Sumber Pendanaan Hibah untuk Program Sanitasi Kota dan Kabupateninfosanitasi
 
Sampah Jakarta, Peluang Pengelolaannya bagi Swasta; diskusi publik
Sampah Jakarta, Peluang Pengelolaannya bagi Swasta; diskusi publikSampah Jakarta, Peluang Pengelolaannya bagi Swasta; diskusi publik
Sampah Jakarta, Peluang Pengelolaannya bagi Swasta; diskusi publikBiotani & Bahari Indonesia
 
Jakstra Pengelolaan Air Limbah Dan Persampahan (Indowater 18 Juni 09)
Jakstra Pengelolaan Air Limbah Dan Persampahan (Indowater 18 Juni 09)Jakstra Pengelolaan Air Limbah Dan Persampahan (Indowater 18 Juni 09)
Jakstra Pengelolaan Air Limbah Dan Persampahan (Indowater 18 Juni 09)ESP Indonesia
 
PENGUATAN ETIKA DAN INTEGRITAS DENGAN BERFIKIR SYSTEMIK DI ERA VUCA.pptx
PENGUATAN ETIKA DAN INTEGRITAS DENGAN BERFIKIR SYSTEMIK DI ERA VUCA.pptxPENGUATAN ETIKA DAN INTEGRITAS DENGAN BERFIKIR SYSTEMIK DI ERA VUCA.pptx
PENGUATAN ETIKA DAN INTEGRITAS DENGAN BERFIKIR SYSTEMIK DI ERA VUCA.pptxSimpegBKDDIY
 
Kelembagaan pengelolaan sampah di masyarakat
Kelembagaan pengelolaan sampah di masyarakatKelembagaan pengelolaan sampah di masyarakat
Kelembagaan pengelolaan sampah di masyarakatSugeng Budiharsono
 
Energi terbarukan PLTSa< pantauan & promosi
Energi terbarukan PLTSa< pantauan & promosiEnergi terbarukan PLTSa< pantauan & promosi
Energi terbarukan PLTSa< pantauan & promosiBiotani & Bahari Indonesia
 
tahapan program tps 3R-2.pptx
tahapan program tps 3R-2.pptxtahapan program tps 3R-2.pptx
tahapan program tps 3R-2.pptxgalih369040
 
Ekspose LapAntara Sampah Banggai Laut.pptx
Ekspose LapAntara Sampah Banggai Laut.pptxEkspose LapAntara Sampah Banggai Laut.pptx
Ekspose LapAntara Sampah Banggai Laut.pptxanggiemagie14
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Oswar Mungkasa
 
Paparan penguatan kelembagaan front hotel.pptx
Paparan penguatan kelembagaan  front hotel.pptxPaparan penguatan kelembagaan  front hotel.pptx
Paparan penguatan kelembagaan front hotel.pptxpurwanto761
 
Hari Peduli Sampah Nasional 2016, HPSN; Aksinya Walhi Jakarta, Laporan
Hari Peduli Sampah Nasional 2016, HPSN; Aksinya Walhi Jakarta, LaporanHari Peduli Sampah Nasional 2016, HPSN; Aksinya Walhi Jakarta, Laporan
Hari Peduli Sampah Nasional 2016, HPSN; Aksinya Walhi Jakarta, LaporanBiotani & Bahari Indonesia
 
7 a pengaruh tpst bantar gebang terhadap penurunan kualitas lingkungan sekitar
7 a pengaruh tpst bantar gebang terhadap penurunan kualitas lingkungan sekitar7 a pengaruh tpst bantar gebang terhadap penurunan kualitas lingkungan sekitar
7 a pengaruh tpst bantar gebang terhadap penurunan kualitas lingkungan sekitarDwitantri Rezkiandini
 

Semelhante a Riset TPST Bantargebang (20)

tabel tatanan 1.pdf
tabel tatanan 1.pdftabel tatanan 1.pdf
tabel tatanan 1.pdf
 
Sumber Pendanaan Hibah untuk Program Sanitasi Kota dan Kabupaten
Sumber Pendanaan Hibah untuk Program Sanitasi Kota dan KabupatenSumber Pendanaan Hibah untuk Program Sanitasi Kota dan Kabupaten
Sumber Pendanaan Hibah untuk Program Sanitasi Kota dan Kabupaten
 
Sampah Jakarta, Peluang Pengelolaannya bagi Swasta; diskusi publik
Sampah Jakarta, Peluang Pengelolaannya bagi Swasta; diskusi publikSampah Jakarta, Peluang Pengelolaannya bagi Swasta; diskusi publik
Sampah Jakarta, Peluang Pengelolaannya bagi Swasta; diskusi publik
 
Jakstra Pengelolaan Air Limbah Dan Persampahan (Indowater 18 Juni 09)
Jakstra Pengelolaan Air Limbah Dan Persampahan (Indowater 18 Juni 09)Jakstra Pengelolaan Air Limbah Dan Persampahan (Indowater 18 Juni 09)
Jakstra Pengelolaan Air Limbah Dan Persampahan (Indowater 18 Juni 09)
 
Tempat pembuangan akhir sampah
Tempat pembuangan akhir sampahTempat pembuangan akhir sampah
Tempat pembuangan akhir sampah
 
8. inne.paparan citi changer 29.09.14
8. inne.paparan citi changer 29.09.148. inne.paparan citi changer 29.09.14
8. inne.paparan citi changer 29.09.14
 
Mck
MckMck
Mck
 
PENGUATAN ETIKA DAN INTEGRITAS DENGAN BERFIKIR SYSTEMIK DI ERA VUCA.pptx
PENGUATAN ETIKA DAN INTEGRITAS DENGAN BERFIKIR SYSTEMIK DI ERA VUCA.pptxPENGUATAN ETIKA DAN INTEGRITAS DENGAN BERFIKIR SYSTEMIK DI ERA VUCA.pptx
PENGUATAN ETIKA DAN INTEGRITAS DENGAN BERFIKIR SYSTEMIK DI ERA VUCA.pptx
 
Kelembagaan pengelolaan sampah di masyarakat
Kelembagaan pengelolaan sampah di masyarakatKelembagaan pengelolaan sampah di masyarakat
Kelembagaan pengelolaan sampah di masyarakat
 
Energi terbarukan PLTSa< pantauan & promosi
Energi terbarukan PLTSa< pantauan & promosiEnergi terbarukan PLTSa< pantauan & promosi
Energi terbarukan PLTSa< pantauan & promosi
 
jurnal 1.pdf
jurnal 1.pdfjurnal 1.pdf
jurnal 1.pdf
 
tahapan program tps 3R-2.pptx
tahapan program tps 3R-2.pptxtahapan program tps 3R-2.pptx
tahapan program tps 3R-2.pptx
 
Ekspose LapAntara Sampah Banggai Laut.pptx
Ekspose LapAntara Sampah Banggai Laut.pptxEkspose LapAntara Sampah Banggai Laut.pptx
Ekspose LapAntara Sampah Banggai Laut.pptx
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
 
Paparan penguatan kelembagaan front hotel.pptx
Paparan penguatan kelembagaan  front hotel.pptxPaparan penguatan kelembagaan  front hotel.pptx
Paparan penguatan kelembagaan front hotel.pptx
 
Hari Peduli Sampah Nasional 2016, HPSN; Aksinya Walhi Jakarta, Laporan
Hari Peduli Sampah Nasional 2016, HPSN; Aksinya Walhi Jakarta, LaporanHari Peduli Sampah Nasional 2016, HPSN; Aksinya Walhi Jakarta, Laporan
Hari Peduli Sampah Nasional 2016, HPSN; Aksinya Walhi Jakarta, Laporan
 
Plastik dan sampah pantauan september 2020
Plastik dan sampah pantauan september 2020Plastik dan sampah pantauan september 2020
Plastik dan sampah pantauan september 2020
 
7 a pengaruh tpst bantar gebang terhadap penurunan kualitas lingkungan sekitar
7 a pengaruh tpst bantar gebang terhadap penurunan kualitas lingkungan sekitar7 a pengaruh tpst bantar gebang terhadap penurunan kualitas lingkungan sekitar
7 a pengaruh tpst bantar gebang terhadap penurunan kualitas lingkungan sekitar
 
Model Kerjasama Regional
Model Kerjasama RegionalModel Kerjasama Regional
Model Kerjasama Regional
 
POLICY PAPER
POLICY PAPERPOLICY PAPER
POLICY PAPER
 

Mais de Biotani & Bahari Indonesia

april23 Plastik n Sampah Pantauan april 2023.pdf
april23 Plastik n Sampah Pantauan april 2023.pdfapril23 Plastik n Sampah Pantauan april 2023.pdf
april23 Plastik n Sampah Pantauan april 2023.pdfBiotani & Bahari Indonesia
 
Plastik n Sampah Pantauan Okt 2022 - Copy (2).pdf
Plastik n Sampah Pantauan Okt 2022 - Copy (2).pdfPlastik n Sampah Pantauan Okt 2022 - Copy (2).pdf
Plastik n Sampah Pantauan Okt 2022 - Copy (2).pdfBiotani & Bahari Indonesia
 

Mais de Biotani & Bahari Indonesia (20)

Plastik n Sampah Pantauan Maret 2024.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Maret 2024.pdfPlastik n Sampah Pantauan Maret 2024.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Maret 2024.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Februari 2024.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Februari 2024.pdfPlastik n Sampah Pantauan Februari 2024.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Februari 2024.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Januari 2024.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Januari 2024.pdfPlastik n Sampah Pantauan Januari 2024.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Januari 2024.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Desember 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Desember 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan Desember 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Desember 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan November 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan November 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan November 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan November 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Oktober 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Oktober 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan Oktober 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Oktober 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan September 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan September 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan September 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan September 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Agustus 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Agustus 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan Agustus 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Agustus 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Juli 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Juli 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan Juli 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Juli 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Juni 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Juni 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan Juni 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Juni 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Juni 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Juni 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan Juni 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Juni 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Mei 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Mei 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan Mei 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Mei 2023.pdf
 
april23 Plastik n Sampah Pantauan april 2023.pdf
april23 Plastik n Sampah Pantauan april 2023.pdfapril23 Plastik n Sampah Pantauan april 2023.pdf
april23 Plastik n Sampah Pantauan april 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Maret 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Maret 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan Maret 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Maret 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Feb 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Feb 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan Feb 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Feb 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Jan 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Jan 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan Jan 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Jan 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Des 2022.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Des  2022.pdfPlastik n Sampah Pantauan Des  2022.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Des 2022.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Nov2022.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Nov2022.pdfPlastik n Sampah Pantauan Nov2022.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Nov2022.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Okt 2022 - Copy (2).pdf
Plastik n Sampah Pantauan Okt 2022 - Copy (2).pdfPlastik n Sampah Pantauan Okt 2022 - Copy (2).pdf
Plastik n Sampah Pantauan Okt 2022 - Copy (2).pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Sept 2022 (1).pdf
Plastik n Sampah Pantauan Sept  2022 (1).pdfPlastik n Sampah Pantauan Sept  2022 (1).pdf
Plastik n Sampah Pantauan Sept 2022 (1).pdf
 

Riset TPST Bantargebang

  • 1. 1 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta LAPORAN AWAL/SEMENTARA RISET AKSI PENGELOLAAN TPST BANTARGEBANG, KOTA BEKASI WAHANA LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA (WALHI) JAKARTA 12 Februari 2015 Alamat Sekretariat: Jl. Tanah Merdeka IX No. 31 Pasar Rebo/Ciracas, Jakarta Timur Tel/Fax: 021.87787319 E-mail: walhi.dkijakarta@gmail.com Friend of the Earth Indonesia BS/WALHI Jkt, 2014
  • 2. 2 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta LAPORAN AWAL/SEMENTARA RISET AKSI PENGELOLAAN TPST BANTARGEBANG, KOTA BEKASI TIM RISET AKSI WALHI JAKARTA: PUPUT TRIDHARMA PUTRA (Penanggungjawab) BAGONG SUYOTO (Peneliti/Dewan Pakar) RIZA V. TJAHJADI (Peneliti/Dewan Pakar) HERU KUNDHIMIARSO (Peneliti) RIZKI FAZRUR RAHMAN (Peneliti) ANTAMA LASADEA (Peneliti) ARON CHANDRA HUTASOIT (Umum) WAHANA LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA (WALHI) JAKARTA 12 Februari 2015 Alamat Sekretariat: Jl. Tanah Merdeka IX No. 31 Pasar Rebo/Ciracas, Jakarta Timur Tel/Fax: 021.87787319 E-mail: walhi.dkijakarta@gmail.com Friend of the Earth Indonesia
  • 3. 3 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempat pembuangan akhir (TPA) Bantargebang seluas 108 ha dioperasikan sejak 1986, kemudian dalam perkembangannya mengalami penambahan lahan menjadi 110, 3 ha. TPA Bantargebang adalah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Letak lahan TPA di tiga kelurahan, yaitu meliputi wilayah Kelurahan Cikiwul, Ciketingudik dan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi. Setiap hari diperkirakan sekitar 5.000-5.500 ton sampah dibawa dan dikelola di TPA Bantargebang. Sampah tersebut terdiri dari sampah organik 55%, an-organik 45%. Sampah yang masuk ke TPA Bantergebang harus melalui penimbangan secara computerized, yang dikelola oleh otoritias atau perusahaan rekanan Dinas Kebersihan DKI Jakarta di luar pengelola TPA Bantargebang. Hasil penimbangan selanjutnya menjadi dasar pembayaran tipping fee kepada pengelola TPA Bantergebang. Pengelola TPA Bantargebang silih berganti karena adanya gerakan resistensi terhadap TPA dan konflik sosial akibat pencemaran lingkungan dan ancaman kesehatan. Hampir setiap akhir tahun terjadi demo massif penutupan TPA Bantargebang. Kasus- kasus gerakan resistensi TPA itu berlangsung sejak tahun 1999 hingga 2007, bahkan Gubernur DKI pernah mengeluarkan pernyataan “Darurat Sampah”. Dalam perjalanan waktu, TPA Bantargebang sangat dibutuhkan oleh DKI Jakarta dalam mengatasi penampungan sampahnya, karena daerah lain menolaknya, seperti kasus TPST Bojong, Ciangir, dll. Oleh karena itu tokoh dan warga sekitar menuntut agar pengelolaan TPA Bantargebang menggunakan teknologi ramah lingkungan, sampah harus diolah dengan multi-teknologi, melibatan warga sekitar, adanya pemberian manfaat berupa uang bau, adanya fasilitas air bersih, kesehatan gratis, perbaikan pengelolaan lingkungan, dan sebagainya. Berdasarkan tuntutan warga dan perkembangan yang terjadi, pada Desember 2008 TPA Bantargebang dikelola oleh pihak ketiga, yaitu PT Godang Tua Jaya joint operation (JO) PT Navigat Organic Energy Indonesia. Untuk memperbaiki image nama TPA berubah menjadi tempat pengolahan sampah terpadu (TPST). Dasar hukum pengelolaan tersebut berdasarkan tender yang sangat ketat dan fair play ditetapkan sebagai pengelola TPST Bantargebang dengan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.
  • 4. 4 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta 1700 tahun 2008, yang dilanjutkan dengan penanda-tanganan kontrak Pengelolaan TPST Bantargebang pada 5 Desember 2008. Pengelolaan TPST Bantargebang dilaksanakan atas dasar proses tender peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan dan pengoperasian Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Bantargebang yang mengacu pada Pepres No. 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Pembangunan Infrastruktur. Volume sampah yang semakin besar di TPST Bantargebang jika tidak dikelola dengan baik melalui sistem 3R (reduce, reuse, recycle) sebagaimana di amanatkan UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah dan kaitannya dengan UU No. 32/1999 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup maka akan menimbulkan malapetaka pencemaran, gangguan kesehatan dan konflik sosial. Sejarah masa lalu pengelolaan TPA/TPST ini disarati oleh gejolak sosial akibat kurang terurus dan sampah tanpa diolah dan hanya ditumpuk begitu. Saat itu pendekatan pengelolaan sampah bersifat konvesional atau gaya lama sangat merugikan lingkungan dan warga sekitar. Sejak 2009 TPST Bantargebang ditangani oleh pengelola baru mulai tampak ada perubahan-perubahan secara signifikan, terutama pembangunan berbagai sarana fisik pengolahan sampah, seperti composting, recycling, power house atau pembangkit listrik tenaga sampah, penataan dan pemadatan sampah, dan perbaikan infrastruktur TPST, penghijauan, dll. Perubahan ini tampak pada 2012-2014, belum pernah terjadi pada periode-periode sebelumnya. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan tahapan perbaikan pengelolaan TPST Bantargebang berdasarkan kontrak kerjasama antara Pemprov DKI, Pemkot Bekasi dan pihak pengelola TPST, PT GTJ dan NOEI. Namun belakangan (2014) muncul isu miring mengenai pemanfaatan dana pengelolaan sampah, termasuk tipping fee dan alokasinya yang dilansir sejumlah media ibukota, implikasinya dapat mengganggu kinerja dan image pengelolaan TPST Bantargebang. Akibatnya Pemprov DKI Jakarta, khususnya Wagub DKI mempertanyakan permasalahan tersebut, dan belum memperoleh jawaban yang memuaskan. Oleh karena itu WALHI Jakarta membentuk tim riset atau semacam tim finding mission guna mendapat kejelasan terhadap persoalan tersebut dihubungkan dengan fakta faktual di tingkat lapangan.
  • 5. 5 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta Perkembangan ini menjadi penting dan sebagai titik masuk dilakukannya riset aksi tersebut. WALHI Jakarta akan melakukan investigasi terhadap sejumlah kegiatan yang telah disepakati dan berapa besar capainnya. Hal ini untuk mendapat hasil secara akurat, valid dan jelas berdasarkan fakta-fakta empiris/lapangan. Juga akan digali permasalahan yang berkaitan dengan percepatan pencapaian target program-program yang telah disepakati dalam kontrak. Selanjutnya WALHI Jakarta akan memberikan solusi konstruktif dalam memperbaiki pengelolaan TPST Bantargebang ke depan. Karena riset aksi pengelolaan TPST Bantargebang yang dilakukan WALHI Jakarta ini merupakan bagian sangat esensial dari Upaya Penataan Pengelolaan Lingkungan dan Sampah di Wilayah DKI Jakarta. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Permasalahan yang menjadi fokus riset aksi ini yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Adakah manfaat keberadaan TPST Bantargebang terhadap masyarakat sekitar? 2. Mengapa terjadi kesimpangan-siuran mengenai jumlah volume sampah yang masuk ke TPST Bantargebang melalui jembatan timbang sebagai dasar pembayaran tipping fee dan alokasinya? 3. Sejauhmana target-target dan prosentase pencapaian program-program implementasi pengelolaan TPST Bantargebang berdasar kontrak kerjasama antara Pemprov DKI, Pemkot Bekasi dan pihak ketiga, yaitu PT GTJ dan NOEI? 4. Berapa besar hambatan-hambatan yang dialami pengelola TPST Bantargebang dalam rangka memenuhi target kontrak tersebut? C. Tujuan Riset Aksi Tujuan riset adalah: 1. Mengidentifikasi dan mengetahui gambaran sistem dan tahapan pengelolaan TPST Bantargebang dan infrastrukturnya secara menyeluruh. 2. Mengetahui jumlah sampah yang masuk ke TPST Bantargebang sebagai dasar pembayaran tipping fee dan alokasinya.
  • 6. 6 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta 3. Mengetahui manfaat keberadaan TPST Bantargebang terhadap masyarakat sekitar? 4. Mengetahui, mengkaji dan menganalisa pengelolaan lingkungan hidup di kawasan TPST Bantargebang. 5. Melakukan komparasi dan analisa pengelolaan TPST Bantargebang berdasarkan kesepakatan kontrak kerjasama dengan implementasi tingkat lapangan. Intinya mengetahui progress implementasi kontrak pengelolaan TPST Bantargebang. 6. Memberikan masukan dan solusi kepada Pemprov DKI Jakarta. 7. Memberikan dampingan pengelolaan lingkungan di sekitar wilayah TPST Bantargebang. D. Manfaat/Signifikansi Manfaat/signifikansi riset aksi, yaitu: 1. Secara praktis menentukan posisi WALHI Jakarta tentang perkembangan pengelolaan TPST Bantargebang, yang selanjutnya akan disosialisasikan lewat kegiatan seminar dengan melibatkan berbagai stakholders. 2. Secara kebijakan berguna untuk memberikan masukan kepada Pemprov DKI Jakarta dalam memperbaiki Penataan Pengelolaan Sampah di Wilayah DKI Jakarta dan TPST Bantargebang. E. Metode Penelitian Dalam kalangan NGOs sebagaimana WALHI Jakarta memandang, bahwa penelitian-cepat sebagai bahan untuk menyusun factsheet sebagai bagian dari kegiatan advokasi kebijakan dikenal dengan riset aksi. Sehingga konsep, pendekatan dan strategi yang dijalankan lebih praktis dan cepat. Berbagai informasi/data baik primer maupun skunder, baik bersumber dari human-resource maupun non-human resources, tokoh- toko kunci (key-persons), masyarakat terkena dampak maupun data laboratorium sangat mendukung kualitas riset aksi tersebut. Dalam penggalian data, Tim WALHI Jakarta akan menggunakan berbagai pendekatan dan strategi mendalam. Tim riset WALHI Jakarta melakukan sosialisasi
  • 7. 7 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta kepada seluruh jaringan kerja dan para ahli di bidang pengelolaan lingkungan dan sampah, bahwa WALHI Jakarta akan melakukan riset aksi pengelolaan TPST Bantargebang. Juga mengkomunikasikan kepada instansi terkait, seperti Pemprov DKI Jakarta, Dinas Kebersihan DKI, pengelola TPST Bantargebang, dll. Juga melakukan pengorganisasian terhadap sumberdaya dan kebutuhan yang diperlukan sebelum terjun ke lapangan. Alur selanjutnya Tim WALHI Jakarta akan melakukan penggalian infromasi/data primer dan sekunder serta pengambilan gambar/foto pada tingkat lapangan, yang diagendakan selama seminggu, 2-7 Juni 2014. Secara ringkas Tim WALHI Jakarta akan melihat kemajuan (progress) implementasi berdasar kontrak kerjasama pengelolaan, meliputi: a. Melakukan dialog dengan pengelolaa TPST Bantargebang: 1. Gambaran sistem pengelolaan TPST Bantargebanag secara menyeluruh. 2. Hasil capaian-capaian pelaksanaan kontrak. 3. Hambatan-hambatan yang ada. b. Melakukan observasi dan penggalian data lapangan dengan fokus: 1. Fasilitas Kompos, 2. Pembangunan Fasilitas Galvad, 3. Bangunan Pemilahan Sampah, 4. Gasification (Pirolysis), 5. Fasilitas Daur Ulang, 6. Pembangunan Sanitary Landfill (Gas Collection), 7. Pembangkit Listrik (Power Plant) berkapasitas 26 MW dan selanjutnya pelaksanaan Clean Development Mechanism (CDM). 8. Sarana penunjang seperti IPAS, saluran air, infrastruktur jalan, dll. 9. Penghijauan di kawasan TPST. Hasil penggalian data lapangan akan diklasifikasikan dan dianalisa guna menyusun laporan sementara. Laporan ini akan diperkaya melalui diskusi kecil dengan berbagai stakeholder, terutama internal Tim WALHI Jakarta, para ahli, institusi terkait dan pengelola TPST Bantargebang. Tujuannya untuk mendapatkan
  • 8. 8 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta masuk-masukan (inputs) guna menyempurnakan laporan. Selanjutnya laporan sementara yang telah dibahaskan dengan berbagai pihak dan Tim WALHI Jakarta akan menjadi laporan akhir. Laporan akhir dalam versi Indonesia dan Inggris. II. TINJAUAN HISTORIS A. Pengertian Sampah Usaha pengelolaan sampah yang ramah lingkungan adalah bagian dari kegiatan pengendalian pencemaran lingkungan. Maka UUPPLH mempunyai kaitan erat dengan UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah. Oleh karena itu perlu pemahaman mulai istilah yang digunakan sampai tingkat teknis/implementasinya. Dalam kegiatan ini pendefisian sampah merujuk pada Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Undang-Undang tersebut dimuat dalam Lembaran Negara RI Tahun 2008 No. 69. Pasal 1 ayat (1) menyebut; ”Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat”. Sedangkan sampah yang dikelola pada Bagian Kedua, Ruang Lingkup (Pasal 2) dinyatakan: (1) Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang ini terdiri atas: a. sampah rumah tangga; b. sampah sejenis sampah rumah tangga; dan c. sampah spesifik. (2) Sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. (3) Sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya. (4) Sampah spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun; b. sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun; c. sampah yang timbul akibat bencana;
  • 9. 9 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta d. puing bongkaran bangunan; e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau f. sampah yang timbul secara tidak periodik. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis sampah spesifik di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup. Gambar 2.1. Pembagian Domain Antara Limbah dan Sampah (KLH, 2009) B. Pengertian TPA Dalam UU tersebut tidak dikenal istilah Tempat Pembuangan Akhir, tetapi Tempat Pemprosesan Akhir, sama-sama disingkat TPA. Dalam Bab XVI Ketentuan Peralihan, Pasal 44 disebutkan: (1) Pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini. LIMBAH DAN SAMPAH UU SAMPAH KEGIATAN PROSES KONSUMSI LIMBAH PADAT CAIR, GAS, DSB CAIR PADAT SAMPAH USAHA PROSES PRODUKSI UU 23/1997, PP AIR, PP B3, PERMEN LH PROSES ALAM UU SD AIR, PP 16/2005, PERMEN PU POLLUTER PAY PRINCIPLE PUBLIC SERVICE PRINCIPLE KLH, 2008
  • 10. 10 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta (2) Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini. Dalam Pasal 44 UU No. 18/2008 tersebut dapat ditafsirkan sebagai berikut: 1. Tidak lagi dikenal istilah tempat pembuangan akhir, yang memiliki makna berhentinya suatu proses ketika sampah telah dibuang ke TPA. 2. Pemkot/Pemkab harus memiliki perencanaan yang jelas penutupan tempat pembuangan akhir sampah. Artinya sudah mulai tampak ada usaha konkrit merubah sistem pengelolan TPA. 3. TPA dengan sistem terbuka (open-dumping) harus ditutup total paling lama 5 (lima) tahun sejak diberlakunya UU tersebut. C. Pengelolaan TPA sebagai Pengendalian Pencemaran Setelah mengalami pergulatan panjang menghadapi persoalan dan tantangan sangat berat dalam pengelolaan sampah, maka muncul upaya-upaya keras agar keluar dari belenggu sejarah kelam itu. Sejumlah metropolitan dan kota besar di Indonesia dilanda banjir sampah. Prahara sampah telah mengguratkan citra dan derajat martabat yang rendah, di bawah batas kemuliaan manusia. Persoalan sampah sudah merambah para aras malapetaka, seperti kasus sampah meledak dan longsor di TPA Leuwigajah, TPS Lembah Ampera Lembang Kabupaten Bandung, zona III TPA Bantargebang, dll. Semua menelan korban manusia dan harta benda. (Bagong Suyoto, Fenomena Gerakan Mengolah Sampah, 2008). Namun era baru Pengelolaan Sampah di Indonesia mulai bersinar terang. Gagasan ini muncul pada tahun 2002-an dan menggema pada 2005-an. Dan semakin marak pada tahun 2007 dan 2008-an, yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang tentang Pengelolaan Sampah pada 7 April 2008. Gagasan ini menggantikan konsep, pendekatan, strategi kumpul – angkut – buang (end of pipe solution) menjadi kurangi – gunakan kembali – daur ulang –
  • 11. 11 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta proses (residu di TPA). Inti dari Era Baru Pengelolaan Sampah seperti yang dikemukakan Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2007), yaitu: 1. Merupakan Pelayanan Publik namun masih membuka untuk profit oriented (swasta). 2. Mengutamakan pendekatan pengurangan sampah dengan konsep 3R pada tataran hulu sampai hilir. 3. Tidak single method. 4. Pengendalian pencemaran. 5. Berbasis masyarakat menuju perubahan gaya hidup (life style). Pasal 3 UU No. 18/2008 Pasal 3, Asas dan tujuan menyatakan, bahwa pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi. Selanjutnya Pasal 4, menyebutkan pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. D. Era Lama Kelola TPA Bantargebang Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Bantargebang, Kota Bekasi dioperasikan tahun 1989-an dalam perjalanannya perlu suatu pengakajian yang mendalam dan obyektif. Hal ini sebagai bagian dari upaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas pengelolaan secara menyeluruh dengan pendekatan time-seris. Berbagai peristiwa yang berkaitan dengan keberadaan TPA Bantargebang akan dapat diingat dan diambil hikmahnya. Berikut ini akan disajikan kasus TPA Bantargebang sejak rencana pembangunannya 1985/1986 sampai 2007.1 Perjalanannya seringkali menyesakan, penuh konfliks kepentingan, resistensi atau penolakan kelompok anti-TPA, sangat mencekam, mengerikan dan tak pelak memakan korban jiwa manusia. Hal ini bertujuan 1 Bagong Suyoto, Kasus-Kasus Persampahan di Indonesia, PIDUS-Zero Waste Indonesia & Koalisi LSM Untuk Persampahan Nasional, Bantargebang, 2007. Bagong Suyoto, Dibalik Tragedi Maut TPA Bantargebang, PIDUS-Zero Waste Indonesia & Koalisi LSM Untuk Persampahan Nasional, Bantargebang, 2007, Bagong Suyoto, Malapetaka Sampah – Kasus TPA Bantargebang, Kasus TPA/IPLT Sumurbatu, Kasus TPST Bojong, diterbitkan oleh PIDUS, Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Demokrasi (YAPPIKA), Jakarta, 2008. Masih banyak materi sejarah perjalanan pengelolaan TPA Bantargebang masa lalu yang dibukukan oleh Bagong Suyoto, dkk.
  • 12. 12 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta untuk memberikan gambaran historis perjalanan TPA terbesar di Indonesia tersebut. Rekam jejak ini sebagian besar didasarkan pada hasil dan dokumentasi pendampingan yang dilakukan WALHI Jakarta, Koalisi LSM Untuk Persampahan dan Koalisi Pemantau Limbah B3 Indonesia dan networking-nya sejak tahun 1999. 1. Tragedi TPA Bantargebang Part I (1999) Pada 5 Nopember 1985. Pembangunan TPA Bantargebang, Bekasi berdasarkan studi Pemprop DKI dan Japan International Coorporation Agency (JICA). Permintaan izin pada Pemprov Jawa Barat pada 5 Nopember 1985. Pada 1986 Pemprov Jabar memberikan izin penggunaan lahan 108 hektar, dimana lahan yang secara aktual dipakai untuk pembuangan lahan seluas 81,58 Ha dan sisanya digunakan untuk sarana kantor, pergudangan, dan lain-lain. Tempat pembuangan sampah tersebut dibagi menjadi 5 zona.  Zona I seluas 18,3 Ha ( IIA = 4,2 Ha; IIB = 6,5 Ha; IIC = 7 Ha).  Zona II seluas 17,7 Ha (IIIA = 8,4 Ha; IIIB1 = 2,96 Ha; IIIB2 = 3,39 Ha; IIIC1 = 3,9 Ha; IIIC2 = 3,2 Ha).  Zona III seluas 25,08 (IVA1 = 4 Ha; IVA2 = 1 Ha; IVB1 = 4,5 Ha; IVB2 = 1 Ha; IVB3 = 0,5 Ha).  Zona IV selua 11 Ha.  Zona V seluas 9,5 Ha. Desember 1992. Sistem sanitary landfill yang akan dilaksanakan, dengan ketentuan bagian dasar harus ditutupi lapisan lempung yang dipadatkan hingga mencapai K=10-8 Cm/dt (sangat kedap air). Hingga Desember 1992 sistem sanitary landfill tidak dilakukan, justru sebaliknya praktek open-dumping. Semakin tahun kondisi pengelolaan sampah TPA Bantargebang semakin memburuk. Akibatnya pada tahun 1999 terjadi kebakaran yang meluas, leachate (air lindi) mengalir ke mana-mana mencemari sawah, pekarangan dan sumur warga. Berbagai penyakit menyerang masyarakat sekitar. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Bekasi tahun 1998/1999 menunjukkan gambaran sebagai berikut.
  • 13. 13 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta Tabel 2.2. Potret Pencemaran Lingkungan dan Kesehatan Warga Bantargebang No Gambaran tingkat lapangan 1 Kualitas air secara kimiawi menunjukkan 40 persen dari total sampel, ternyata tingkat keasamannya tinggi/ di atas ambang batas. 2 Kualitas air secara bakteriologis 95 persen dari total sampel mengandung bakteri e-coli. 3 Pemeriksaan rectal swab (usap dubur) menunjukkan 60 persen mengandung bakteri patogen seperti coli (62 persen), salmonella 36 persen, dan shinegella 2 persen. 4 Tingkat kepadatan lalat menunjukkan 6 hingga 20,9 ekor per boxgrill per 30”. 5 Hasil pemeriksaan sputum terdapat 100 orang tahun 1998 menunjukkan dua orang positip TB-Paru dan tahun 1999 sebanyak 16 orang positip sputum. 6 Dari tahun ke tahun, penderita ISPA terus meningkat. 7 Hasil pemeriksaan foto rontgen menunjukkan 34 persen responden menunjukkan adanya kelainan paru-paru, TB-paru kronis, dan sejenisnya. Sumber: Dinas Kesehatan Kodya Bekasi, 1999 Maret-April. 1999. Pada awalnya warga sekitar pasrah, hanya beberapa gelintir yang peduli termausk warga yang ditinggal di perumahan Zamrud (Kota Legenda). Mereka mengadukan nasibnya ke WALHI Jakarta. Pengaduan ini segera direspon dan WALHI Jakarta membentuk Tim Investigasi. Pada Maret dan April 1999 turun ke lokasi TPA Bantargebang. Kemudian berbagai network-nya digerakkan dan berdirilah Komite Pemantau Sampah (KPS) – WALHI Jakarta. 13 Oktober 1999. Pencemaran TPA Bantargebang segera mendapat reaksi meluas ketika media massa mem-blow up kasus ini secara besar-besaran. Setelah KPS dan WALHI Jakarta melakukan investigasi beberapa kali di TPA Bantargebang, maka pada 13 Oktober 1999 warga sekitar melakukan protes massif di depan Kantor Gubernur DKI Jakarta. Demontrasi tersebut didampingi KPS, Walhi Jakarta, YLBHI, LBH Jakarta, Zero Population Growth (ZPG) Indonesia, Sahabat Persada Alam (SPA), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), ISJ, MIASI, HIMASI, sejumlah warga sekitar TPA, dll.
  • 14. 14 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta Ketika itu KPS mengeluarkan pernyataan, bahwa terjadinya pencemaran di TPA Bantargebang merupakan suatu kesalahan pengelolaan sampah oleh Pemda DKI Jakarta. Sistem sanitary landfill tidak diterapkan secara sungguh-sungguh sesuai dengan standar bakunya, sehingga memunculkan musibah pencemaran (asap) dan air yang menimpa ribuan warga. Untuk itu kami menuntut semua pihak yang menyebabkan terjadinya pencemaran di TPA Bantargebang yaitu khususnya pihak Pemda DKI Jakarta dan Jawa Barat juga Pemda Bekasi agar: 1. Segera menghentikan pencemaran asap; 2. Menyediakan air bersih baik untuk minum maupun untuk mandi, cuci, kakus (MCK) sesuai kebutuhan masyarakat; 3. Melakukan pemeriksaan, pengobatan dan pemulihan kesehatan masyarakat, serta mendirikan Rumah Sakit/ Puskesmas 24 jam dengan fasilitas rawat inap; 4. Memperbaiki kinerja sanitary landfill sesuai dengan standar yang semestinya secara transparan dan partisipatif; 5. Memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi lingkungan dan masyarakat. Pencemaran itu terjadi karena pada intinya Pemprov DKI Jakarta tidak mematuhi perjanjian atau MoU yang ditandatangi dengan Pemprov Jawa Barat. Banyak pelanggaran yang dilakukan tetapi tidak ada sanksi tegas yang dijatuhkan kepada si pelanggar. Masyarakat sekitar TPA Bantargebang menjadi korban. 2. Tragedi TPA Bantargebang Part II (2001) 15 Desember 2001. Pemprov DKI Jakarta membuang sampah sebanyak 6.000 ton atau 25.600 m³ per hari ke TPA Bantargebang. Dari total itu sebanyak 70% merupakan sampah organik dan 30% dari total timbulan sampahnya. Ratusan truk hilir-mudik membuang sampah lewat jalan-jalan Raya Narogong, Cibubur, dll sepanjang 24 jam tanpa henti. Sebagian besar terdiri dari dumptruck, arm roll truck, truck with crane dan hanya ditutupi terpal dan sebagian kecil compactor truck/kapsul, sementara itu air lindinya menetes di jalan-jalan. Kondisi seperti ini menyebabkan aroma busuk, jorok dan memancing lalat. Seharusnya Dinas Kebersihan DKI dan Kota Bekasi menggunakan special vehicle atau compactor.
  • 15. 15 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta Pengelolaan TPA Bantargebang dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun tidak mengalami perbaikan signifikan meskipun telah mendapat kecaman dan kritik sangat keras serta demontrasi, justru kondisi lingkungan dan kesehatan masyarakat semakin menyedihkan. Warga sekitar TPA Bantargebang, yaitu Kelurahan Cikiwul, Ciketingudik, Sumurbatu dan Taman Rahayu Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi tidak mampu menanggung derita dan beban pencemaran lingkungan berupa bau, asap, dan leachate. Belum lagi koloni lalat bertambah banyak, tikus, kecoak, dan jenis serangga lain. Sementara itu pembuangan sampah di luar TPA atau TPA liar semakin menggila. Kondisi ini menambah beban pencemaran lingkungan dan kesehatan warga semakin menyedihkan. Kemarahan warga sekitar TPA Bantargebang sudah mencapai klimaksnya, secepat kilat mereka melakukan demontrasi di posko TPA Jalan Pangkalan pada tanggal 15 Desember 2001. Demontrasi tersebut disertai pengrusakan dan pembakaran sejumlah kendaraan dinas, truk sampah, fasilitas kantor, dll. Implikasi langsung pada saat itu ratusan gubuk pemulung dibakar massa. Buntut dari unjuk rasa ini sebanyak 26 warga Kelurahan Sumur Batu digerebek, ditangkap, dikandangkan dan dipermak selama seminggu di rumah tahanan Polres Bekasi dan Polda Metro Jaya. Selanjutnya selama beberapa hari polisi dan intelejen melakukan sweeping ke kampung-kampung kisaran TPA Bantargebang mencari 42 orang yang disinyalir sebagai tokoh dan penggerak demo. Warga ketakutan dan lari tunggang langgang ke luar kampung mencari perlindungan. Kampung menjadi sangat sepi bagaikan kampung hantu. Perisitiwa Sabtu Kelabu ini dikenang sebagai Tragedi TPA Bantargebang Part II tahun 2001. Tragedi Sabtu Kelabu masih dikenang sebagai mimpik buruk hingga sekarang terutama oleh kalangan pemuda sekitar TPA. Ketika itu DKI Jakarta tidak membuang sampahnya ke Bantargebang lebih dari seminggu. Sampah menumpuk di berbagi sisi kota seperti perkantoran, pemukiman, pasar, dan fasilitas umum lainnya. Aroma busuk menebar ke berbagai penjuru kota dan tampak begitu jorok, belum lagi hujan terus-menerus mengguyur Jakarta. Dengan serta- merta Gubernur DKI Jakarta menyatakan ”keadaan darurat sampah”. Jalan keluar yang bisa ditempuh Pemprov DKI Jakarta ketika itu, yang didera persoalan sampah dan sebagian wilayahnya terkena banjir bandang.
  • 16. 16 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta Sementara itu para tahanan ini dijadikan ”komoditi politis” atau ”sandera” oleh Premprov DKI Jakarta. Ketika itu warga bertekad akan menutup secara total TPA Bantargebang jika warganya tetap ditahan. Dalam kondisi sulit warga didampingi LSM Pusat Industri Daur Ulang Sampah (PIDUS) bersama LBH Jakarta dan KPS untuk menyelesaikan masalah ini. Beberapa kali PIDUS – Zero Waste Indonesia bersama tokoh masyarakat, tokoh agama, warga, pemulung dan pelapak mengadakan dialog dengan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nabiel Makarim guna mencari solusi kemelut ini. Kemudian Menneg LH melakukan mediasi antara Pemprov DKI Jakarta, Pemkot Bekasi dengan warga anti TPA. Ketika itu Menneg LH Nabiel Makarim sangat aktif dan menonjol perannya dalam menyelesaikan kasus TPA Bantargebang. Selain menjadi mediator, Menteri juga sebagai resource person POKJA Penyelesaian Kasus TPA Sampah Bantargebang. Pokja bertanggungjawab dan memberikan laporan langsung kepada Menteri Lingkungan Hidup, Nabiel Makarim. POKJA dikoordinatori Bagong Suyoto, yang juga project officer proyek communty development pengelolaan sampah secara partisipatif di Bantargebang. Proyek kerjasama KPS – WALHI Jakarta, Community Recovery Program (CRP) dan United Nations Development Program (UNDP). Ketika meninjau TPA Bantargebang dan melakukan dialog dengan warga, Menteri Nabiel Makarim menyatakan, tidak menemui adanya sistem sanitary landfill di sini. Yang terjadi adalah salah kelola dan premanisme. Kunjungan Menteri diekspos hampir semua media di ibukota. Dalam menyikapi kemelut ini Gubernur DKI Sutiyoso datang dan bersilaturahmi dengan warga sekitar TPA Bantargebang. Gubernur menjanjikan dana kompensasi. Tak lama berselang perjanjian tambahan (addendum) kerjasama pengelolaan TPA Bantargebang ditandatangani antara Pemprov DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi, disaksikan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Selanjutnya Pemprov DKI memberikan dana kompensasi sebesar Rp 22 milyar selama 2 tahun anggaran (2002/2003) untuk pembangunan sarana jalan, jembatan, olah raga, pendidikan, ibadah, dana permodalan koperasi, perlengkapan kantor keluarahan. Berbarengan dengan itu dilakukan pembangunan Puskesmas Rawat Inap di Kecamatan Bantargebang. Situasi kisaran TPA Bantargebang kembali bergairah dan hampir seluruh penduduknya berkonsentrasi
  • 17. 17 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta merealisasikan dana kompesasi tersebut. Sayangnya, dalam implementasi dana kompensasi itu disunat sana-sisi mulai tingkat Pemkot hingga kelurahan. Mafia dana kompensasi sampah semakin menggila di tengah-tengah kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan dan pencemaran lingkungan kisaran TPA Bantargebang. 3. Tragedi Bantargebang Part III (2003) 22 Desember 2002. Polemik buka tutup TPA Bantargebang terus berlangsung setiap menjelang akhir tahun. Sementara itu Pemkot Bekasi sedang menyusun anggaran pendapatan dan belanja daerah APBD. TPA Bantargebang bagian dari sumber pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bekasi. Oleh karena itu sampah dijadikan komoditas politik oleh kalangan eksekutif, legislatif dan Parpol serta sejumlah kekuatan penting di Kota Bekasi. TPA Bantargebang adalah ”tambang emas hitam” untuk didulang demi kemakmuran sebagian orang. Berdasarkan MoU tahun 2002 yang ditandatangani Gubernur DKI Sutiyoso dan Walikota Bekasi Nonon Sontahnie masa penggunaan TPA Bantargebang berakhir hingga 31 Desember 2003. Tak lama kemudian Walikota Bekasi diganti oleh Ahmad Zurfaih. Walikota baru ini secara diam-diam pada tanggal 22 Desember 2002 bersama Gubernur DKI Jakarta menandatangani perpanjangan penggunaan TPA dengan kompensasi tertentu. Perpanjangan penggunaan TPA Bantargebang didasarkan pada skenario hasil studi Tim Independen, yang terdiri dari Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan Universitas Indonesia (UI), Pusat Studi Pembangunan dan Lingkungan Universitas Islam ”45” Bekasi bekerjasama dengan Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Studi sebagai evaluasi ini tidak melibatkan berbagai elemen masyarakat kisaran TPA Bantargebang. Dalam buku Malapeta Sampah (Bagong Suyoto, 2004) ditulis; ”Nasib buka tutupnya TPA Bantargebang ditentukan oleh skenario yang disusun oleh Konsultan Independen tersebut bersama kekuatan politik, birokrasi DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi. Mesin politik memiliki tangan-tangan yang kuat hingga pelosok kampung- kampung dan gubuk-gubuk TPA Bantargebang. Skenario ini dibuat berdasarkan kondisi kritis di satu pihak, sementara di pihak lain masyarakat sudah terlalu jenuh dengan konflik vertikal dan horizontal yang bermuara pada regulasi, menejemen sampah yang
  • 18. 18 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta buruk. Akibatnya lingkungan, air dalam tanah dan permukaan, kesehatan masyarakat menjadi korban. Berdasarkan skenario-skenario itu ternyata pengelola TPA Bantargebang tidak memiliki standar baku yang dilaksanakan secara profesional dan ketat, tidak bersandar pada proper pengelolaan sampah dan lingkungan hidup yang berkualitas tinggi ...”. Akhirnya warga marah karena tidak dilibatkan dan tidak diberitahu tentang perpanjangan pemanfaatan TPA tersebut. Warga sekitar TPA Bantargebang melakukan demontrasi dengan menutup jalan akses masuk ke pintu gerbang TPA selama beberapa hari. Pemprop DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi tidak bisa membuang sampahnya. Lebih dari seminggu kedua Pemda tak bisa membuang sampah. Karena jalan utama masuk ke TPA Bantargebang milik DKI Jakarta maupun TPA Sumur Batu milik Pemkot Bekasi hanya melalui Jalan Pangkalan V dan masuk ke Pos Penimbangan, lalu ke zona pembuangan sampah. Bagi DKI Jakarta sulit mencari alternatif lain, dimana beberapa calon pengganti TPA Bantargebang tidak bisa difungsikan karena ditolak warga, seperti Bojong - Bogor, Ciangir - Tangerang, Marunda – Jakarta Utara. Lalu mengambil langkah mengalihkan pembuangan sampahnya ke Cilincing dan Cakung Jakarta. TPA Cilincing dan Cakung kondisinya lebih parah dan memiliki potensi yang besar terhadap pencemaran air tanah/perairan umum. Setelah berjalan beberapa minggu warga melakukan protes kepada Pemprov DKI Jakarta. Lalu Walikota Bekasi mengadakan beberapa kali dialog dengan tokoh masyarakat, pemerintah lokal, dan warga guna mencari penyelesaian kasus tersebut. Pada 3 Januari 2003 diadakan silaturahi Muspika Kecamatan Bantargebang dengan tokoh masyarakat mengenai TPA Bantargebang dan TPA Sumurbatu. Pertemuan ini disaksikan oleh Lurah Cikiwul, Ciketingudik, Sumurbatu, Camat, Danramil, Kapolsek dan Wakil Walikota Mochtar Mohamad. Dalam pertemuan itu disepakati TPA dibuka kembali dengan ketentuan keinginan masyarakat diakomodir, yaitu: 1. Dana kesejahteraan menyeluruh masyarakat dalam pendistribusiannya agar diatur antara warga yang berdekatan lokasi TPA supaya dibedakan dengan warga yang jauh dari lokasi TPA.
  • 19. 19 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta 2. Agar masyarakat yang sakit atau berobat ke Puskesmas dan atau Puskesmas Pembantu tidak dikenakan biaya dan diberikan pelayanan baik. 3. Isi perjanjian yang belum dilaksanakan oleh Pemerintah DKI Jakarta sebagaimana tercantum dalam MoU antara Pemerintah DKI dan Kota Bekasi agar dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bekasi seperti: Pembangunan Puskesmas Pembantu, pemagaran batas TPA dengan tanah milik warga, sumur artesis, pembuangan sampah liar, dll. 4. Masyarakat menginginkan putra-putrinya yang belajar di bangku sekolah SD, SMP, SMU dapat dibebaskan dari biaya SPP dan uang pembangunan. 5. Bagi warga masyarakat yang akan membuat KTP dan Kartu Keluarga minta agar dibebaskan dari segala biaya. 6. Dikarenakan sumur artesis tidak berfungsi masyarakat minta dibuatkan sumur jetpump serta biaya operasionalnya. 7. Dalam segala kegiatan yang berkaitan dengan masalah sampah masyarakat menginginkan agar dilibatkan dan memberdayakan masyarakat setempat. 8. Kasus TPA Sumur Batu masyarakat minta agar dibuat instalasi pengolah air limbah sampah (leachet/ lindi) sehingga air yang keluar dari lokasi TPA Sumurbatu sudah menjadi bersih dan mohon sepanjang saluran air dibuatkan turap. 9. Selain ketiga kelurahan lokasi TPA masyarakat meminta agar masyarakat Taman Rahayu Kecamatan Setu yang berdekatan dengan lokasi TPA Bantargebang kiranya juga mendapat perhatian dalam pembagian kompensasi termasuk 5 (lima) kelurahan lainnya yang ada di Kecamatan Bantargebang. Tuntutan warga kisaran TPA Bantargebang akhirnya dikabulkan dengan dikeluarkan uang bau Rp 50.000 per KK. Untuk pertama kalinya uang bau dikenal dan sangat populer hingga saat ini. Sebanyak 12.000 KK dari tiga kelurahan (Cikiwul, Ciketingudik dan Sumurbatu) warganya mendapat uang bau. Pembagian uang bau berlangsung selama 5 bulan pada tahun 2003. Kemudian sejumlah tokoh masyarakat, pemerintah keluarahan dan lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) merubah penggunaan uang bau (uang kontan) menjadi proyek fisik. Karena pemberian uang bau tunai ini dianggap tidak produktif. Permintaan ini mendapat respon Walikota.
  • 20. 20 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta Selanjutnya uang bau tidak diberikan masyarakat tetapi dipakai untuk pembangunan berbagai fasilitas fisik seperti jalan, jembatan, tempat ibadah, kantor RW, kantor polisi, dan lain-lain. Setiap kelurahan mendapat uang sampah/tipping fee sebesar Rp 212 juta per bulan. Uang kompensasi tersebut diambil dari tipping fee sebesar Rp 52.000 per ton x 5.000 ton – di mana DKI Jakarta membuang sampah sebanyak 5.000 ton. Uang tipping fee disetor kepada pengelola TPA Bantargebang, PT. Patriot Bekasi Bangkit (PBB). Hanya 20% yang disetor ke kas Pemkot Bekasi dari total tipping fee, selanjutnya ditransfer ke rekening ketua-ketua LPM/lurah. 4. Trgaedi TPA Bantargebang Part IV (2005) Dalam implementasi penggunaan uang bau ditemukan banyak penyelewengan, tidak transparan dan hasil pembangunan pisik buruk. Malah berkembangbiak mafia pengelola dana kompensasi sampah. Uang sampah jadi jarahan. Akibatnya warga meradang dan melakukan protes berkali-kali pada pengelola proyek dan pemerintah lokal, namun tidak mendapat tanggapan yang memuaskan. Beberapa kali datang ke kantor Walikota, DPRD Kota Bekasi dan Polres Kota Bekasi namun tuntutan warga belum dikabulkan. November 2005. Akhirnya, pada November 2005 warga menutup akses jalan masuk Pangkalan V menuju pintu gerbang TPA Bantargebang. Gerakan ini dipelopori oleh ibu-ibu, kaum tani, buruh/kuli dan pekerja srabutan. Akibatnya Pemprov DKI dan Pemkot Bekasi tidak dapat membuang sampahnya ke TPA Bantargebang dan TPA Sumurbatu. Akhirnya Walikota Bekasi meloloskan kelompok pro-uang kontan. Artinya uang bau dikembalikan seperti semula. Namun demikian pertengkaran antara kelompok pro-uang kontan versus proyek fisik terus berlangsung sampai sekarang. Pertengkaran itu berimpikasi terhadap berbagai kebijakan di tingkat kisaran TPA Bantargebang. Terjadinya perebutan uang kompensasi di kisaran TPA sampah Bantargebang disebab tidak jelasnya program-program pengembangan masyarakat (community development). Maksudnya, Pemprov DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi tidak memiliki konsep yang jelas tentang community development. Program ini mestinya melekat dengan pengelolaan sampah kota, yang dirancang secara transparan dengan melibatkan
  • 21. 21 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta masyarakat kisaran TPA. Konflik vertikal dan horizontal akan terus berlanjut mewarnai pengelolaan TPA Bantargebang bila tidak ditempuh terobosan-terobosan segar dan partisipatif. April 2006. Kondisi aktual TPA Bantargebang berdasarkan investigasi lapangan terdapat kekurangan sebagai indikasi buruknya pengelolaan berbagai fasilitas TPA. Sampah yang menggunung dan tidak ditutup dengan tanah secara merata (padat) menimbulkan kebakaran, demikian juga tidak adanya pengelolaan gas metan. Tidak semua air lindi mampu dikelola pada IPAS yang tersedia, lebih-lebih pada musim hujan akibatnya mengalir langsung ke perairan umum. Pengelolaan anggaran yang dipungut dari tipping fee yang tidak transparan menyebabkan operator alat-alat berat menghentikan operasinya, buntutnya ratusan truk menumpuk, juga tidak memenuhi setoran tipping fee pada kas Pemkot, yang dipungut hanya 20% dari total setoran Pemprov DKI Jakarta. Belum lagi adanya protes pegawai yang terlambat dibayar. Dan sejumlah masalah yang melilit TPA Bantargebang. PT. PBB tampaknya tidak memiliki kemampuan yang memadai dalam mengelola TPA Bantargebang. Oleh karena itu sebaiknya, Pemprov DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BMUD) atau holding company untuk mengelola TPA secara profesional. Koalisi LSM Untuk Persampahan Nasional, PIDUS – Zero Waste Indonesia, ECU dan sejumlah LSM mengusulkan sebaiknya, tidak hanya TPA Bantargebang yang dikelola oleh holding company, juga TPA Sumurbatu. Jadi kedua TPA dikelola secara bersama-sama dengan satu atap agar lebih efektif, efesien dan memberikan manfaat yang optimal pada masyarakat sekitar. Pemprov DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi hendaknya memberikan perhatian istimewa terhadap semua sektor pembangunan di kisaran TPA Bantargebang. Masyarakat di sini telah memberikan konrtibusi yang luar biasa terhadap Ibukota Jakarta, dengan menampung sampahnya. 5. Tragedi TPA Bantargebang Part V (2006) Nopember-Desember 2005. TPA Bantargebang dengan luas 108 Ha menjadi pembuangan sampah yang terbesar di Indonesia. Jakarta membuang sampah 5.500 ton/ hari, yang dikenai tipping fee 5.000 ton/hari. Demontrasi terhadap pengelolaan TPA Bantargebang mencuat pada Oktober 1999, dan tahun-tahun belakangan semakin santer.
  • 22. 22 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta Demontrasi didasari oleh pengelolaan TPA yang buruk hingga perebutan uang bau atau dana kompensasi. Kompok pro uang tunai yang menuntut uang bau (Rp 50.000/KK/bulan) agar dikembalikan pada warga mendapat kemenangan setelah melakukan demontrasi massif pada bulan November – Desember 2005. Kelompok ini menduduki pintu gerbang TPA Bantargebang selama 2 hari. Dan, akhirnya Walikota Bekasi, Akhmad Zurfaih mengabulkan tuntutan mereka. Gerakan ini juga dikuti adanya reformasi terhadap lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) sekitar TPA. LPM, pihak kelurahan dan kelompok pro fisik sebagai pengelola bau dilaporkan kepada Polres Bekasi karena dinilai telah menyelewengan uang bau yang difisikkan lebih dari setahun. Sementara kualitas pembangunannya sangat buruk. Pada Maret – April 2006 dilakukan persiapan dan pemilihan ketua dan wakil ketua LPM di Kelurahan Sumurbatu dan Ciketingudik. Pemilihan ini menggambarkan konflik besar antara kelompok pro uang tunai versus kelompok fisik. Pada tahun-tahun sebelumnya kelompok pisik mengelola uang Rp 112 juta/ bulan/ kelurahan. Uang ini bagian dari tipping fee, dari Pemprov DKI Jakarta yang disalurkan melalui PT. PBB menyalurkan langsung kepada LPM dan pemerintah kelurahan. Kemudian dirubah dari PT. PBB masuk ke kas Pemkot Bekasi selanjutnya diterima LPM dan pemerintah kelurahan. Pada periode tersebut warga sekitar hanya memperebutkan uang bau, namun mengabaikan pengelolaan TPA Bantargebang. Juli 2006. Kontrak pengelolaan TPA Bantargebang antara PT PBB selesai pada akhir Juli 2006. tetapi fakta di lapangan, PT PBB diperpanjang selama 6 bulan ke depan. Perpanjangan itu disinyalir adanya ”uang suap” terhadap sejumlah anggota DPRD dan pejabat Pemkot Bekasi. Padahal kinerja PT PBB sangat buruk. Berbagai persoalan melilit pengelola tersebut, seperti demo warga, demo pekerja, tidak dilaksanakakannya SOP, dsb.
  • 23. 23 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta Gambar 1-4. Sampah longsor di Zona III TPA Bantar Gebang memakan korban nyawa dan harta, hal ini akibat pengelolaan TPA yang buruk. (Dok: BS/KLH, 2006). Sejumlah kalangan telah memperingatkan pengelolaan TPA Bantargebang yang amburadul. Sayangnya tidak ditanggapi secara serius, malah pengelola TPA berdalih kekurangan dana untuk melaksanakan sesuai dengan ketentuan. Artinya, pengelola TPA Bantargebang tidak berkontribusi berupa investasi dana, teknologi maupun lahan. Pada 8 September 2006 Zona III TPA sampah Bantargebang longsor. TPA Bantargeebang seluas 108 Ha milik DKI Jakarta itu dikelola dengan sistem quasi-open dumping. TPA itu dikelola pihak ketiga, yaitu PT PT PBB sejak tahun 2004. Sayangnya PT PBB mengabaikan standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditetapkan. Berkali-kali sepajang tahun 2006 TPA ini diguncang oleh berbagai demo massif baik dari dalam maupun luar. Akibat ketidakbecusan mengelola sampah di TPA tersebut, ujung-ujungnya sampah longsor dan menelan korban nyawa. Ratusan orang dari wilayah kisaran TPA Bantargebang maupun dari Jabodetabek datang melihat langsung peristiwa tragis itu. Tiga hari berturut-turut tempat itu tak
  • 24. 24 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta pernah sepi dari manusia. Polisi, tentara, Satpol PP, Tim SAR, kalangan pemerintah, dll menjaga dan ikut melakukan evakuasi. Pihak DKI Jakarta pun menurunkan Satpol PP. Sebanyak 6 hingga 7 backhoe, 2 buldozer, dan beberapa truk sampah dikerahkan untuk mengangkat sampah yang longsor dari teras 4 (paling atas), 3, 2 dan 1. Longsoran sampah menerjang badan jalan kampung di wilayah RT 03/RW Kelurahan Ciketingudik. Peristiwa tragis ini terjadi pada Jumat dini hari, 8 September 2006 lalu. Jumat dini hari, atau Kamis malam Jumat menjadi hari yang naas bagi pemulung yang sedang mengais sampah. Menurut penuturan sejumlah pemulung, ketika sampah longsor lebih dari 50 pemulung sedang istirahat sembari menikmati kopi dan teh hangat atau makan supermie instant pada warung-warung kecil yang berjajar di tepi zona III tersebut. Sedangkan pemulung lain ada yang mengais sampah secara bergerombolan. Demikian juga ada alat berat yang beroperasi karena ada truk sampah yang datang dan truk lainnya akan pergi sehabis menumpahkan sampah. Sementara itu beberapa warung kecil yang berada di bawah hancur tergulung sampah. Sebagian pemulung dapat melarikan diri, lainnya terseret sampah masuk kedalam saluran lindi bercampur sampah dan terluka. Kedalaman air leachet kali itu lebih dari 1,5 meter. Tiga tiang listrik roboh dan patah. Puluhan gerobak dan keranjang pemulung ikut tergulung sampah dan masuk ke dalam kali/saluran air. Gerobak-gerobak pemulung itu hancur, roda-rodanya terpisah dari baknya. Juga ada satu truk sampah yang terlempar ke selatan pinggir kali, dan body kendaraan hancur. Menurut warga truk sampah tersebut dipotong-potong karena ada korban yang terjepit truk sampah tersebut. Korban berada di dasar kali leachet dan tergencet truk sampah. Ketika terjadi longsor susananya gelap gulita, karena tiang listrik roboh dan sejumlah lampu yang ada mati sehingga sulit mengenali korban, sementara itu ribuan ton sampah bertebaran di badan jalan, kali, hingga jalan kampung. Sejumlah pemulung hanya bisa teriak-teriak minta tolong. Mereka berusaha menyelamatkan diri sebisanya. Sampah longsor itu hanya dalam hitung detik. Mereka tak membayangkan hidupnya akan habis pada malam itu, malam Jumat yang membawa maut. Malapetaka sampah menjadi realitas sangat memilukan! Trauma ini menghantui pemulung dalam menatapi hidupnya.
  • 25. 25 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta Sampah longsor itu menelan jiwa pemulung. Tiga korban musibah Jumat dini hari adalah Miswan (17 tahun) berasal dari Indramayu, Marsijah (21 tahun) dari Karawang, dan Sonip (35 tahun) dari Indaramayu. Marsijah alias Mamay tengah hamil lima bulan. Wanita hamil ini yang tubuhnya tergencet truk sampah, sangat menyayat hati. Ketiga korban divisum di RSUD Bekasi. Orok dalam kandungan Mamay pun ikut mati mengenaskan. Sedangkan korban luka-luka yang sempat dirawat di rumah sakit antara lain Musdi (28 tahun), Adi (30 tahun),Yana. Karena kondisinya yang parah, Yana dirujuk ke RSCM Jakarta. Pada 9 September 2006 sekitar pukul 03.00 WIB jenazah Marsijah, wanita yang malang itu ditemukan. Perempuan yang sedang hamil itu ditemukan dalam kondisi tubuh berlumuran lumpur hitam pekat. Dua jam kemudian ditemukan jenazah Miswan. Lalu pada Jumat siang sekitar pukul 11.30 WIB, tim evakuasi menemukan Sonip yang sudah tak bernyawa. Sonip diketemukan di selokan/kali yang dipenuhi sampah dan leachet. Kondisinya sangat mengenaskan. Sekujur tubuhnya terbungkus leachet, sangat bau dan kaku. Jasad Sonip diketemukan setelah pencarian panjang. Ketika jasad Sonip diangkat, keluarganya menangis meraung-raung, sejadi-jadinya dan menyayat hati. KLH, BPPT dan sejumlah instansi level pusat setelah melakukan investigasi lapangan dan memberikan penilaian, bahwa pengelolaan TPA Bantargebang tidak mengikuti standar sanitary lanfill. Mereka mendiskusi penyebab sampah longsor dan memberikan usulan-usulan agar SOP sanitary landfill dilaksankaan secara ketat. Hal ini juga perlu adanya pengawasan dari berbagai pihak. Kalangan DPRD Kota Bekasi, Koalisi LSM Untuk Persampahan Nasional (KLPN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Environment Community Union (ECO), dan lembaga lainnyal meminta PT PBB sebagai pengelola TPA, Pemprov DKI Jakarta, Pemkot Bekasi bertanggungjawab atas tragedi sampah longsor itu. Namun sejauh ini (per Nopember 2006) belum ada pihak yang dijadikan tersangka oleh Polres Metro Bekasi meskipun korban sudah berjatuhan. Kasus ini dikenal dengan Tragedi TPA Bantargebang Part V (2006). Meskipun kontrak Tripartit Pengelolaan TPA Bantargebang berakhir pada akhir Juli 2006 tetapi sampai Desember 2006 belum ada perpanjangan konrak, yang ada MoU antara Pemprov DKI Jakarta dengan Pemkot Bekasi. Ini bagian dari keburukan
  • 26. 26 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta pengelolaan TPA Bantargebang, selain ganasnya KKN, premanisme dan vandalisme. Perpanjangan selama 6 bulan telah habis dan kontrak belum diperpanjang tetapi PT. PBB tetap bercokol di Bantargebang, ada apa? Padahal semua zona sudah penuh sesak!! Sampah longsor di TPA Bantargebang bukan sesuatu yang baru dan bukan sesuatu yang aneh. Sebelumnya selama 2 bulan telah terjadi 4 kali sampah longsor. Kondisi ini mengindikasikan tumpukan-tumpukan atau gunungan-gunungan sampah di zona-zona yang aktif mudah longsor, dan tentu sangat membahayakan bagi pekerja, pemulung, dan warga sekitar. Belum lagi beberapa kali sampah terbakar akibat buruknya pengelolaan gas methane (CH4). Kata orang Ciketing Sumurbatu; ”Geneng jorok banget cara ngelola sampah bulok Bantargebang. Ora mustahil, sering kebakaran, longsor, dan bau banget ora ketulungan ...” Sepanjang tahun 2006-2008 pengelolaan TPA Bantargebang dipandang masyarakat dan berdasarkan fakta lapangan, fakta yang obyektif, dapat disimpulkan, bahwa pengelolaan sampah belum sesuai dengan standar operasional prosedur dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sangat jelas, disini tidak ada infrastruktur atau fasilitas-fasilitas pengolahan sampah sistem 3R. Artinya sampah sama sekali tidak diolah, tidak dikurangi, tidak diperlakukan sebagai sumber daya yang bisa dimanfaatkan kembali sebagai penghematan dan perlindungan lingkungan. TPA Bantargebang pada masa-masa itu bagaikan tempat para jin dan “Hantu Belang”. Oleh karena itu TPA Bantargebang itu menjadi sumber dan bagian dari Malapetaka Sampah!?! E. Era Baru Kelola TPST Bantargebang Pada tahun 1999 hingga tahun 2008 pengelolaan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Bantargebang dengan luas 108 ha kini menjadi 110,3 ha menggambarkan situasi yang kurang peduli terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan, ancaman kesehatan dan mengabaikan partisipasi masyarakat. Sehingga terjadi protes dan penolakan massif warga sekitar. Image terhadap TPA Bantargebang sangat buruk. Waktu pun berlalu, era lama pengelolaan sampah mulai berubah bersamaan dengan tuntutan masyarakat dan kebijakan baru. Kemudian lahirlah Undang-
  • 27. 27 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta Undang No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah. Merupakan tonggak sejarah era baru pengelolaan sampah di Indonesia. Berbarengan dengan itu terjadi pergantian pengelola TPA Bantargebang dari yang lama ke otoritas yang baru. Istilah TPA selanjutnya dirubah menjadi TPST (tempat pengolahan sampah terpadu). TPST Bantargebang menjadi tumpuan utama Pemerintah DKI Jakarta. Pilihan alternatif pembuangan sampah di daerah lain sulit diwujudkan. Kondisi akhir 2007 dan awal 2008 melihat kondisi TPST Bantargebang yang menampakan image buruk. Maka tidak ada opsi lain yang lebih signifikan selain diterapkan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) menuju Recovery Estate. TPST Bantargebang sebagai pusat daur ulang, composting, penelitian, pelatihan, rekreasi, dll. Kemudian dilakukan perluasan lahan, pemanfaatan kembali zona-zona yang sampahnya mengalami dekomposisi, upaya- upaya pemanfaatan teknologi pengolah sampah, dan rencana pemanfaatan gas methane (CH4) untuk energi melalui mekanisme pembangunan bersih (clean development mechanism, CDM).2 Upaya menangani persoalan TPST Bantargebang secara terencana, terpadu dan bertahap dengan melibatkan berbagai stakeholder merupakan solusi terbaik, ditambah dengan dukungan teknologi ramah lingkungan, investasi anggaran, alat-alat berat dan lahan/tanah. ”Bantargebang merupakan barometer pengelolaan sampah di Indonesia, baik buruknya penanganan sampah di sini akan berpengaruh secara nasional dan internasional”. Upaya membangun citra baik dan mengimplementasikan rencana- rencana yang inovatif, progresif dan adaftif sangat tepat. Mengelola timbulan sampah begitu besar, jelas membutuhkan peraturan, perencanaan, kelembagaan, partisipasi masyarakat, pendanaan dan teknologi. Kesemrawutan pengelolaan sampah di tanah air lebih banyak dipicu oleh ketidak- adanya undang-undang. Sejak lahirnya UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, disusul beberapa tahun kemudian PP No. 81/tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah sejenis Rumah Tangga dan kebijakan atau peraturan yang kuat, sudah tidak ada alasan lain, bahwa sampah harus diolah dengan sistem 3R. Bahwa 2 “Ikon Baru” TPST Bantargebang, Barometer Pengelolaan Sampah di Indonesia, Jurnal Semesta Alam Vol.1 No. 1/2014, hal. 5
  • 28. 28 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta setiap produsen sampah wajib mengolah sampahnya. Lembaga, perusahaan yang memproduksi sampah lebih banyak diberikan beban lebih besar, dikenal dengan extended producer responsibility (EPR). DKI mencoba mengurangi beban TPST Bantargebang, dengan membangun TPST Bojong, diharapkan dapat mengolah sampah 1.500 ton/hari. Tapi ditolak warga karena dianggap melanggar tata ruang dan kebohongan publik. Pembangunan TPST Bojong menimbulkan eskalasi konflik vertikal dan horizontal yang sangat mencekam, implikasinya memakan korban nyawa dan harta benda serta menjadi bentuk Malapetaka Sampah. Akhirnya TPST Bojong ditutup demi hukum, dan dilupakan orang. Bojong memiliki sejarah tersendiri. Sementara itu Pemprov DKI merencanakan membangun 4 buah TPST di wilayah indoor, yaitu di Ragunan Jakarta Selatan, Duri Kosambi Jakarta Barat, Marunda Jakarta Utara dan Pulogebang Jakarta Timur. Rencana pembangunan TPST merupakan bagian substansi dari review master plan, dimana sampah akan diolah menjadi energi (waste to energy), composting dan recycling. Program itu dikenal dengan ITF (intermediate treatment facility). Belakangan Pemprov DKI Jakarta gencar mempromosikan ITF tersebut. Kita berharap implementasi ITF melibatkan partisipasi masyarakat seluas- luasnya agar cita-cita itu dapat diwujudkan. Dan pada akhirnya kemelut persoalan sampah di Jakarta hingga TPST Bantargebang bisa diselesaikan dan menjadi percontohan pengelolaan sampah di Indonesia dan dunia. Upaya merealisasi ITF di sejumlah tempat di wilayah indoor DKI tidak berhasil. Karena masyarakat sangat was-was terhadap pembuangan sampah, yang selama ini identik dengan TPA open-dumping. Sampah hanya dibuang dan ditumpuk begitu saja menjadi bukit-bukit sampah dan seterusnya menjadi gunung-gunung sampah. Kemudian leachate, udara busuk, udara kotor, asap menebar ke mana-mana,ditambah koloni lalat, belatung dan tikus bertambah banyak. Seterusnya warga sekitar terserang berbagai penyakit. Inilah yang menimbulkan sindrom NIMBY (Not In My Back Yard). Jangan buang sampah di pekarangku. Dari tahun ke tahun pengelola TPST Bantargebang silih berganti, pasca-akhir 2008, muncul pengelola baru, yakni PT Godang Tua Jaya Jo Navigat Organic Indonesia. Mereka akan mengelola TPST Bantargebang sesuai dengan standar yang
  • 29. 29 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta berkualitas tinggi. Bantargebang akan dikembalikan menjadi “ikon baru” pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dan memberikan kesejahteraan pemulung dan warga sekitar. Usaha merevitalisasi pengelolaan TPA Bantargebang merupakan perjalanan panjang menembus ”ikon baru” atau era baru penanganan sampah di Indonesia. Hal ini sejalan dengan lahirnya UU No. 18/2008. Payung hukum yang dinanti berbagai kalangan, baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat. Sehingga ada kepastian hukum dalam berinvestasi di sektor persampahan di Indonesia. Juga sebagai upaya penghematan sumberdaya, melindungi lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat. Termasuk mendorong dan menguatkan partisipasi sektor swasta dan masyarakat dalam pengelolaan sampah dalam berbagai level. Keseriusan pengelola baru dapat dilihat dari pidato dan statement yang disampaikan pada sejumlah pers domestik dan internasional. Berikut kutipan sambutan dan press release yang disampaikan Direktur Utama PT Godang Tua Jaya, Rekson Sitorus pada peletakan batu pertama TPST Bantargebang pada 2 April 2009. Dalam peletakan batu itu dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dan Walikota Bekasi Mochtar Mohamad. Acara tersebut dihadiri sejumlah pihak baik wakil dari Pemprov DKI Jakarta, Pemkot Bekasi, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Departemen Pekerjaan Umum, Menristek/BPPT, pengusaha, pakar persampahan, pers, tokoh masyarakat, warga Bantargebang, dll. Rekson Sitorus mengawali sambutan dengan menyatakan, hampir dua dekade TPA Bantargebang digunakan sebagai sarana pembuangan sampah di Jakarta dengan volume 4.500 – 5.000 ton/hari. Teknologi yang dipergunakan dalam pengelolaan TPA menggunakan teknologi Sanitary Landfill. Sampah yang dibuang ke TPA selanjutnya ditutup dengan tanah merah (cover soil). Sehingga sampah tidak terbentang secara terbuka. Penutupan tanah merah mencegah terjadinya pencemaran lingkungan yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan. Sementara air lindi diolah di instalatsi pengolahan air sampah (IPAS). Gas methane yang terkumpul dibuang melalui ventilasi untuk mencegah terjadinya pemadatan gas di dalam tumpukan sampah yang di-cover soil.
  • 30. 30 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta Teknologi Sanitary Landfill ini membutuhkan deposit tanah merah yang sangat besar, sementara itu juga ketersediaan lahan TPA Bantargebang terbatas, di samping usia pakai TPA sangat terbatas. Sementara sampah yang dibuang di 5 zona sampai saat ini terus bertambah volumenya. Sehingga permasalahan sampah di Bantargebang perlu dikurangi volumenya agar tidak menimbulkan dampak lingkungan. Dibutuhkannya pengelolaan sampah yang menghasilkan sumber daya baru, bukan sampah menghasilkan sampah maka diperlukan fungsi TPA Bantargebang. Perubahan fungsi ini dengan mengolah sampah lama dan baru menjadi sumber daya yang memiliki nilai ekonomis, sosial dan ramah lingkungan. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) menjadi Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST). TPST diartikan sebagai Kawasan Industri Sampah (Waste Industrial Estate) yang menggunakan teknologi tinggi (hi-tech). TPA Bantar Gebang memiliki: Fasilitas Kompos, Pembangunan Fasilitas Galvad, Bangunan Pemilahan Sampah, Gasification (Pirolysis), Fasilitas Daur Ulang, Pembangunan Sanitary Landfill (Gas Collection), Pembangkit Listrik (Power Plant) berkapasitas 26 MW dan selanjutnya pelaksanaan Clean Development Mechanism (CDM). Perubahan paradigma TPA menjadi TPST sebagai Kawasan Industri Sampah menjadi “ikon baru” dalam pengelolaan sampah di Indonesia. Hal ini diartikan bukan saja mengelola sampah kota namun menjadi Pusat Pengelolaan Sampah Kota, yang menggunakan teknologi tinggi pertama di Indonesia. Pengelolaan TPST Bantargebang dilaksanakan atas dasar proses tender peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan dan pengoperasian Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Bantargebang yang mengacu pada Pepres No. 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Pembangunan Infrastruktur. PT Godang Tua Jaya joint operation (JO) PT Navigat Organic Energy Indonesia, Sindicatum Carbon Capital (Inggris), Organic International Ltd sebagai investor memenangkan tender yang sangat ketat dan fair play ditetapkan sebagai pengelola TPST Bantargebang dengan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 1700 tahun 2008, yang dilanjutkan dengan penanda-tanganan kontrak Pengelolaan TPST Bantargebang pada tanggal 5 Desember 2008.
  • 31. 31 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta Peletakan batu pertama TPST Bantargebang, oleh Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta sebagai wujud nyata dukungan Pemprov DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi mengubah fungsi TPA menjadi Sentra Industrialisasi Sampah yang ramah lingkungan pertama di Indonesia dengan luas 110,3 ha (setelah 2,3 ha – lahan enclave dibebaskan). TPST Bantargebang merupakan jawaban Pemprov DKI Jakarta atas UU No. 18/2008 tanggal 7 April 2008, bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan. PT Godang Tua Jaya JO PT Navigat Organic Energy Indonesia, Sindicatum Carbon Capital (Inggris), Organik International Ltd akan mengelola TPST Bantargebang selama 15 tahun sebagaimana tertuang dalam kontrak kerja sama. III.TEMUAN LAPANGAN ANALISIS A. Manajemen Transportasi Sampah Awal 2014 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta didera kesulitan penyediaan truk untuk mengangkut sampah ke tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi. Pada saat normal DKI harus mengangkut sampahnya sekitar 5.000-5.500 ton/hari ke TPST. Ketika banjir maka terjadi tambahan sampah yang jumlahnya ribuan ton per hari. Berbarengan dengan kasus itu, adanya pemutusan hubungan kontrak kerja dengan 29 perusahaan rekanan DKI pada akhir Desember 2014. Sehingga untuk mengatasinya harus mendatangkan sejumlah dump truck dari luar Jakarta, yakni Pulau Sumatera. Baru pada tahun 2014 ini Pemporv DKI terkendala dengan armada pengangkut sampah. Akibatnya sampah di sejumlah titik dan tempat penampungan sementara (TPS) menumpuk karena tidak terlayani secara optimal. Sejumlah warga DKI mengeluhkan kondisi tumpukan sampah tersebut, karena menimbulkan bau tidak sedap, jorok, semakin banyak belatung dan lalat. Informasi dari beberapa sopir menyatakan, bahwa sekarang ada pembatasan frekuensi pengangkutan sampah dari wilayah DKI ke TPST Bantargebang. Pihak swasta hanya diberikan ijin mengangkut sampah satu rit per hari, sedang truk Dinas Kebesihan
  • 32. 32 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta DKI dua rit sehari. Pembatasan tersebut menimbulkan masalah, yakni menumpuknya sampah di sejumlah titik dan TPS. Pembatasan juga menimbulkan beban yang semakin berat terhadap ongkos operasional truk sampah. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jakarta dan Koalisi LSM Untuk Persampahan Nasional (KLUPN) dalam investigasi lapangan selama 4 (empat) hari, 2-5 Maret 2014 menemukan sejumlah dump truck yang ber-nomor polisi atau plat polisi BD (Bengkulu), BA (Padang). Belum diketahui berapa jumlah armada tipe dump truck pengangkut sampah yang didatangkan dari luar DKI, khususnya Pulau Sumatera. Sejumlah dump truk itu dulu tampaknya digunakan di daerah pertambangan. Sebenarnya dump truck tersebut bukan diperuntukan untuk mengangkut sampah. Hasil investigasi pada 3 Maret 2014 ditemukan 8 dump truck luar DKI, khususnya dari Sumatera namun yang dapat ditulis plat nomor polisinya sebanyak 7 unit, dengan jadwal investigasi pukul 11.45 – 19.00 WIB. Pada 4 Maret ditemukan 6 unit, dengan jadwal investigasi pukul 11.00 -17.00 WIB. Tabel 3.1. Dump Truk Pengangkut Sampah yang Didatangkan dari luar DKI NO NOPOL DAERAH ASAL JAM TIMBANG JAM BALIK JENIS KENDARAAN 1 BD 8107 P Bengkulu 13.51 WIB 15.06 WIB DUMP TRUCK 2 BD 8029 P Bengkulu 14.36 WIB 15.40 WIB DUMP TRUCK 3 BD 8886 AO Bengkulu 15.00 WIB 16.00 WIB DUMP TRUCK 4 BD 8919 AO Bengkulu 15.45 WB 16.55 WIB DUMP TRUCK 5 BD 8903 AO Bengkulu 15.48 WIB 17.00 WIB DUMP TRUCK 6 BD 8108 P Bengkulu 17.05 WIB 18.15 WIB DUMP TRUCK 7 BA 9198 ZU Padang 17.36 WIB 18.50 WIB DUMP TRUCK Sumber: Hasil investigasi lapangan, WALHI Jakarta & KLUPN, 3 Maret 2014
  • 33. 33 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta Tabel 3.2. Dump Truk Pengangkut Sampah yang Didatangkan dari luar DKI NO NOPOL DAERAH ASAL JAM TIMBANG JAM BALIK JENIS KENDARAAN 1 BD 8107 P Bengkulu 13.55 WIB 15.35 WIB DUMP TRUCK 2 BD 8885 AO Bengkulu 14.07 WIB 15.10 WIB DUMP TRUCK 3 BD 8916 AO Bengkulu 14.30 WIB 15.35 WIB DUMP TRUCK 4 BD 8108 P Bengkulu 14.48 WB 15.55 WIB DUMP TRUCK 5 BD 8919 AO Bengkulu 15.15 WIB 16.20 WIB DUMP TRUCK 6 BD 8886 P Bengkulu 15.18 WIB 16.25 WIB DUMP TRUCK Sumber: Hasil investigasi lapangan, WALHI Jakarta & KLUPN, 4 Maret 2014 Tampaknya Pemprov DKI Jakarta ingin membenahi manajemen transportasi sampah. Pembenahan manajemen tersebut juga berkaitan dengan penghematan anggaran. Keputusan ini mestinya berdasarkan studi kelayakan. Sayangnya, pada tingkat keputusan dan implementasi tidak mencerminkan standar operasional prosedur dan standar berpijak pada ketentuan perundang-undangan. Berdasarkan fakta-fakta lapangan itu ditarik sintesis sebagai berikut. Pertama, usaha mendatangkan sejumlah dump truck dari luar pulau, yang disebutnya sebagai “Kendaraan Bantuan Angkutan Sampah DKI Jakarta” mencerminkan sikap yang tidak berkaca pada kemampuan swasta lokal DKI. Padahal masalah sampah adalah urusan dan tanggung jawab seluruh warga DKI, termasuk para pengusahanya. Tindakan ini merefleksikan sikap kerdil dan tidak percaya kepada rakyatnya sendiri. Atau ada motif bisnis dibalik topeng sebagai birokrat atau pelayan masyarakat. Kedua, oleh karena itu warga DKI Jakarta harus mempertanyakan apa yang dimaksud dengan “Kendaraan Bantuan Angkutan Sampah DKI Jakarta”? Kalimat tersebut dapat ditafsirkan sebagai bentuk bantuan murni alias gratis, bukan arti lain! Jika ujung-ujungnya minta pembayaran jasa angkut maka artinya hanya kedok bisnis semata. Ketiga, sejumlah dump truck yang digunakan untuk mengangkut sampah sudah menyalahi aturan. Seharusnya kendaraan yang digunakan yaitu truk khusus pengangkut
  • 34. 34 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta sampah (special vehicle) seperti compactor. Mengapa dump truck dari Pulau Sumatera digunakan? Sebenarnya milik siapa dump truck-dump truck tersebut? Dan siapa otak dibalik semua itu? Apakah sudah tidak ada lagi pengusaha yang memiliki truk compactor di wilayah DKI Jakarta? Keempat, perlu dipertanyakan, apakah sejumlah dump truck tersebut sudah memiliki ijin operasional sebagai pengangkut sampah di wilayah DKI dan ijin buang ke TPA Bantargebang? Jika tidak memiliki ijin maka telah terjadi pelanggaran serius. Dan pihak pengelola/pemilik dan inisiator dibalik semua itu harus bertanggungjawab, karena sikap dan tindak bisnis jenis ini sangat memalukan dan tidak bisa dijadikan contoh sebagai pendobrak perubahan yang baik. Kelima, jika cara pikir, sikap dan tindakan seperti ini masih ada, maka DKI selamanya tidak bisa menyelesaikan masalah manajemen transportasi sampah. Boleh jadi masalah kesemrawutan transportasi sampah DKI semakin mununjukkan gambaran buruk tata kelola sampah di wilayah DKI Jakarta. Keenam, dalam master plan pengelolaan sampah DKI Jakarta 2005 – 2015 dinyatakan, bahwa pengangkutan sampah akan diserahkan kepada pihak ketiga. Maksudnya ada arah proses swastanisasi dan modernisasi transportasi sampah, dengan kendaraan khusus pengangkut sampah, seperti jenis compactor. Ketujuh, Master plan DKI itu harus dijalankan sebagaimana amanat UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, PP. 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga, dan Perda DKI tentang Pengelolaan Sampah. Hal ini dalam rangka memperbaiki pengelolaan sampah dari sumber (hulu) hingga TPST (hilir). B. Akses Jalan dan Penimbangan Sampah Selama investigasi berlangsung, diperhatikan juga akses jalan yang dilewati truk- truk sampah menuju TPST Bantargebang. Ternyata mendekati arah TPST semua kendaraan yang melalui jalan Narogong Kota Bekasi maupun jalur alternatif Cibubur – Cileungsi bertemu di satu titik, yakni jalan Pangkalan 5 Kelurahan Ciketingudik, selanjutnya menuju jembatan timbang TPST.
  • 35. 35 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta Perlu diketahui, bahwa truk-truk sampah itu berasal dari wilayah DKI Jakarta dan Kota Bekasi. Semua truk sampah DKI harus melalui jembatan timbang sebagaimana disebutkan dalam kontrak kerja antara DKI dan pengelola TPST. Sedang truk Pemkot Bekasi tidak melalui jembatan timbang. Jenis dan bentuk truk-truk sampah Kota Bekasi mayoritas kecil (engkel). Sampah Kota Bekasi itu akan dibuang ke TPA Sumurbatu. Posisinya berada di sebelah timur TPST Bantargebang. Semua truk sampah yang telah memiliki ijin sebagai pengangkut sampah DKI dan ijin buang TPA Bantargebang secara otomatis akan diterima oleh otoritas penimbangan. Perusahaan penimbangan adalah partner Dinas Kebersihan DKI, di luar manajemen dan otoritas pengelola TPST Bantargebang. Karena semua nomor kendaraan itu telah tercatat secara computerized. Ketika kendaraan masuk ke jembatan timbang, tinggal ditekan nomor PIN-nya akan diketahui berat kotor (gross), yaitu kendaraan dan volume sampah, kemudian dikurangi berat kendaraan akan diketahui berat bersih (netto). Sistem komputerisasi itu telah berjalan dengan baik, ketika ada truk-truk sampah baru tanpa ijin ikut membuang sampah ke TPST makan akan mengganggu sistem yang telah berjalan. Selanjutnya akan mengganggu sistem pengelolaan TPST Bantargebang. C. Tipping Fee Jumlah volume sampah dan besaran tipping fee yang digali adalah tipping fee yang telah dibayarkan oleh Pemprov DKI Jakarta kepada pengelola TPST Bantargebang dari tahun 2010 hingga 2014. Besaran tipping fee diperoleh Tim WALHI Jakarta baru tiga bulan, yakni bulan Januari-Maret 2014, padahal kini telah memasuki bulan Juni 2014. Jumlah volume sampah yang masuk timbangan rata-rata 5.000-5.500 ton per hari. Berdasarkan data yang diperoleh dari tahun 2010 hingga 2014 jumlah volume sampah yang masuk ke TPST Bantargebang tidak pernah mencapai 6.000 ton per hari. Nilai tersebut hanya asumsi kebanyakan pemerhati persampahan. Perhatikan jumlah volume sampah ke TPST Bantargebang dari tahun ke tahun berikut ini.
  • 36. 36 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta Tabel 3.3. Jumlah Volume Sampah Via Jembatan Timbang TPST Bantargebang – Tahun 2010 NO BULAN JLH VOLUME/ TON BESARAN TIPPING FEE/TON JUMLAH 1 Januari 168.687,11 Rp 105.840 2 Februari 149.328,58 3 Maret 161.409,94 4 April 147.844,78 5 Mei 156.957,25 6 Juni 149.105,39 7 Juli 152.275,68 8 Agustus 158.421,58 9 September 133.786,20 10 Oktober 161.481,78 11 November 155.057,56 12 Desember 153.319,72 Sumber: Pengelola TPST Bantargebang/PT GTJ JO NOEI, data diolah, Juni 2014 Tabel 3.4. Jumlah Volume Sampah Via Jembatan Timbang TPST Bantargebang – Tahun 2011 NO BULAN JLH VOLUME/ TON BESARAN TIPPING FEE/TON JUMLAH 1 Januari 157.392,10 Rp 105.840 2 Februari 152.249,78 3 Maret 160.985,00 4 April 156.642,72 5 Mei 170.318,12 6 Juni 150.209,92 7 Juli 160.548,66 8 Agustus 153.268,02 9 September 140.594,26 10 Oktober 162.105,88 11 November 158.866,16 12 Desember 164.965,00 Sumber: Pengelola TPST Bantargebang/PT GTJ JO NOEI, Juni 2014
  • 37. 37 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta Tabel 3.5. Jumlah Volume Sampah Via Jembatan Timbang TPST Bantargebang – Tahun 2012 NO BULAN JLH VOLUME/ TON BESARAN TIPPING FEE/TON JUMLAH 1 Januari 169.897,49 Rp 144.307 2 Februari 150.272,08 3 Maret 164.272,08 4 April 153.546,63 5 Mei 163.598,51 6 Juni 157.903,98 7 Juli 157.491,64 8 Agustus 146.877,87 9 September 164.052,25 10 Oktober 159.611,56 11 November 164.714,97 12 Desember 168.981,81 Sumber: Pengelola TPST Bantargebang/PT GTJ JO NOEI, Juni 2014 Tabel 3.6. Jumlah Volume Sampah Via Jembatan Timbang TPST Bantargebang – Tahun 2013 NO BULAN JLH VOLUME/ TON BESARAN TIPPING FEE/TON JUMLAH 1 Januari 180.807,74 Rp 114.307 2 Februari 165.570,42 3 Maret 172.728,80 4 April 167.768,60 5 Mei 175.806,04 6 Juni 162.861,16 7 Juli 175.037,46 8 Agustus 155.788,84 9 September 168.778,74 10 Oktober 174.543,58 11 November 178.192,78 12 Desember Sumber: Pengelola TPST Bantargebang/PT GTJ JO NOEI, Juni 2014
  • 38. 38 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta Tabel 3.7. Jumlah Volume Sampah Via Jembatan Timbang TPST Bantargebang – Tahun 2014 NO BULAN JLH VOLUME/ TON BESARAN TIPPING FEE/TON JUMLAH 1 Januari 180.948,58 Rp 123.452 2 Februari 172.975,20 3 Maret 4 April 5 Mei 6 Juni 7 Juli 8 Agustus 9 September 10 Oktober 11 November 12 Desember Sumber: Pengelola TPST Bantargebang/PT GTJ JO NOEI, Juni 2014 Pengelolaan sampah di TPST membutuhkan anggaran besar agar semua infrastuktur atau sistem-sistem pengolahan sampah dapat dioperasikan secara optimal berpijak pada master plan dan SOP. Juga dikaitkan dengan implementasi aspek hukum, kelembagaan, anggaran, partisipasi, dan teknologi ramah lingkungan. Anggaran yang diterima dimanfaatkan untuk mengelola sampah di TPST dan hal-hal non-teknis yang berkaitan dengan kepentingan warga sekitar. Warga sekitar TPST meliputi Kelurahan Cikiwul, Ciketingudik dan Sumurbatu mendapat manfaat nyata, yaitu menerima uang bau sebesar Rp 100.000/KK/bulan. Belakangan sebagian warga meminta agar uang bau dinaikan menjadi Rp 200.000 – 300.000/KK/bulan. Permintaan kenaikan uang bau tersebut telah sampai di telinga DPRD dan Pemkot Bekasi. Uang bau merupakan bentuk bagian dari kompensasi karena adanya TPST, sebagaimana disebut dalam Pasal 25 UU No. 18/2008. Selain uang bau, masyarakat sekitar juga mendapat pelayanan kesehatan gratis di Pustu tiga kelurahan dan Puskesmas Rawat Inap Kecamatan Bantargebang, pelayanan air bersih sumur dalam
  • 39. 39 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta (artesis), pembangunan sarana/infrastruktur jalan hingga gang-gang kampung, saluran air, sarana ibadah, sarana olah raga, dll. Uang tersebut berasal dari tipping fee yang dibayar oleh Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp 114.000/ton sampah. Pembagian tipping fee dibagi menjadi: 1. Sebelum dibagikan ada potongan pajak sebesar 12%, yakni PPn sebesar 10% dan PPh sebesar 2%. 2. Setelah itu sebesar 20% diserahkan kepada Pemkot Bekasi diteruskan kepada warga sekitar; 3. Sebesar 80% diterima oleh pengelola TPST. Artinya, tipping fee yang diberikan sebesar 88%, selanjutnya dialokasikan untuk Pemkot Bekasi dan diteruskan kepada warga sekitar TPST Bantargebang (Kelurahan Cikiwul, Ciketingudik dan Sumurbatu) sebesar Rp 20% dan pengelola TPST, yakni PT GTJ JO PT NOIE sebesar 80%. Berdasarkan hasil studi tipping fee yang ada di Indonesia, yaitu untuk TPST Bantargebang sebesar Rp 114.000/ton dan tahun 2014 menjadi Rp 124.00/ton, jika dibandingkan dengan negara-negara lain tampaknya masih sangat rendah. Bandingkan dengan Bandung, tipping fee sampah mencapai Rp 150.00/ton, dan Surabaya sebesar Rp 165.000/ton. Bandingkan dengan negara lain, seperti Singapura, Australia, Spanyol tipping fee pengelolaan sampah sebesar Rp 750.000/ton. Sedang tipping fee lebih tinggi lagi berlaku di Inggris, Polandia, Italia, Irlandia, Belgia, Belanda, Jerman mencapai Rp 1.500.000 – 2.000.000/ton sampah. Tipping fee di Swedia mencapai Rp 2.500.000/ton sampah. Sedangkan tipping fee tertinggi adalah Tokyo Jepang mencapai Rp 5.400.000/ton sampah. D. Program Pengelolaan Sampah di TPST Bantargebang Prasarana dan sarana baru yang akan dikembangkan dimaksudkan untuk meningkatkan TPA Bantargebang menjadi TPST dengan tujuan memperpanjang usia pakai TPST minimal hingga 15 tahun dan meningkatkan pengelolaan sampah serta pengendalian dampak lingkungan dan sosial. Prasarana dan sarana tersebut dirancang
  • 40. 40 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta secara terpadu dan saling mendukung untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Prasarana dan sarana baru yang akan dibangun adalah: 1. Fasilitas Pengomposan Luas lahan composting sekitar 4,1 Ha. Komponen program ini pada 2014 telah dilaksanakan mencapai 100%. Progam pengomposan dirintis tahun 2004 oleh PT. Godang Tua Jaya. Saat ini dapat mengolah sampah organik sebanyak 300 ton/hari dengan produksi kompos rata-rata 60 ton/hari. Kapasitas pengomposan akan ditingkatkan menjadi 1.000 ton/hari sampah kota atau 550 ton/hari sampah organik (terpilah) dengan komponen utama yang akan dibangun terdiri dari: 1. Tempat Penerimaan Sampah (Waste Receiving Area) 2. Bangunan Pemilahan (Sorting Plant). 3. Bangunan Pencampuran (Mixing Pile) 4. Bangunan Windrows 5. Bangunan Pencacahan dan Pengayakan 6. Peralatan Pengemasan (Packaging) Proses pengomposan yang dilakukan adalah dengan metode Aerobic (Open Windrows) dengan mekanisme, pemilahan, pencacahan, pembalikan, pengayakan, penyimpanan sementara dan pengemasan (packaging), dan sistem tersebut dikembangkan dengan cara menyebarkan dengan mikro organism (bio activator). Kompos yang dihasilkan dari proses pengomposan tersebut berupa kompos serbuk (powder), granul dan organic soil treatment (OST) dengan kualitas yang telah bersertifikat uji perlakukan dan efektivitas kompos, terdaftar sebagai produsen pupuk kompos dan memiliki hak paten dengan merk “Green Botane”. Wilayah pemasaran ke Perkebunan Kelapa sawit di Sumatera, Tanaman jati di Jawa, untuk tambak udang dan kelapa sawit di Kalimantan, PT. Pertani (Program Bantuan Langsung Pupuk (BLP) Departemen Pertanian).
  • 41. 41 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta Hambatan atau kendala dalam pengomposan sampah Permasalahan umum yang dialami oleh produsen atau pembuatan pupuk organik akan dibahas secara singkat, kemudian akan diberikan solusi yang bisa dilakukan agar kegiatan produksi kompos tetap berjalan. Dalam suatu indeep interview Tim Riset WALHI Jakarta dengan Rekson Sitorus dan petinggi pengelola TPST Bantargebang ada beberapa permasalahan yang berhubungan dengan proses produksi hingga pemasaran kompos, yaitu: 1. Masalah Manejemen Sebagian orang kurang paham mengatakan, bahwa manajemen seringkali dianggap sederhana dan tidak penting. Apalagi usaha yang dilakukan sebagai usaha pribadi, kelompok, skala komunitas, home-industry atau skala kecil. Pandangan yang keliru atau belum tahu sama sekali harus dirubah, bahwa manajemen dalam suatu usaha sangat penting. Manajemen akan menciptakan pembagian tugas dan wewenang secara jelas dan tegas. Manajemen yang baik akan mempercepat kelancaran kerja dan keberhasilan usaha. Dalam kegiatan pengomposan perlu manajen modern yang rapi dan bagus. 2. Masalah Kualitas dan Sertifikasi Kompos Kualitas produk kompos atau pupuk organik merupakan salah satu masalah yang menyebabkan ketidakberhasilan dalam bidang tersebut. Kualitas produk kompos yang bermutu tinggi harus mengikuti proses dan tahapan pengomposan secara ketat. Kegiatan pengomposan merupakan proses kegiatan ilmiah, teknis dan terapan. Misalnya pembuatan pile kompos harus dihitung volumenya, pengukuran temperatur kompos secara rutin, pembalikan pile, dll. Setelah menjadi kompos matang kemudian dilakukan uji laboratorium untuk mengetahui apa kompos yang dihasilkan telah sesuai standar yang berlaku dan sesuai permintaan konsumen. Bahkan kompos harus mempunyai surat rekomendasi dan sertifikasi dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit atau otoritas penelitian khusus lainnya, dengan biaya ratusan juta rupiah (Rp 500 juta) tanpa jamin layak dibeli. Kemudian diuji-cobakan untuk sejumlah
  • 42. 42 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta tanaman dalam beberapa musim tanam. Dalam konteks ini harus bekerjasama dengan para ahli pertanian. 3. Masalah Kesinambungan dan Kapasitas Produksi Kontiyuitas dan kapasitas produksi pun menjadi salah satu persoalan yang sering terjadi pada tingkat lapangan. Sebagian produsen pupuk organik tidak mampu menjaga kesinambungan dan kemapanan produksi. Ketika terjadi kontrak dan adanya DO (delivery order) oleh suatu rekanan kalau tidak mampu melayani dengan baik, tepat waktu pengirim dengan jumlah volume yang telah disepakati maka akan terjadi persoalan. Dampak negatifnya kita akan kehilangan kepercayaan dan langanan. Tentu sangat merugikan usaha kita. 4. Masalah Pengemasan Kemasan suatu produk juga menjadi persoalan tersendiri, sehingga perlu adanya perhatian khusus supaya masalah kemasan ini ditangani oleh tenaga profesional. Kita minta bantuan dan asistensi, atau membayar khusus tenaga ahli di bidang ini. Pengemasan yang menarik pun perlu bantuan teknologi. Karena kemasan yang indah, inovatif, kreatif dan unik akan mengundang ketertarikan konsumen untuk segera membeli barang tersebut. Kemasan harus ditempatkan pada posisi yang penting, setelah produk yang bermutu dipertahankan semaksimal mungkin. 5. Masalah Marketing Marketing merupakan suatu yang sangat penting setelah kita menghasilkan produk barang atau pupuk organik. Para pemula kesulitan menemukan pangsa pasar. Jika produk pupuk organik menumpuk dan tidak terjual akan timbul masalah. Maka yang perlu dipikirkan dalam rangkaian pengelolaan produksi pupuk organik adalah tentang perencanaan dan implementasi pemasaran.
  • 43. 43 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta 6. Masalah Kurangnya Dukungan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif Para produsen kompos dari material sampah kota merasa bahwa apa yang telah dilakukan dengan dengan kerja keras dan investasi sangat besar kurang mendapat perhatian sungguh-sungguh dari eksekutif atau pemerintah pusat dan daerah. Juga kurangnya dukungan dari kalangan legislatif atau DPR RI maupun DPRD. Demikian pula dukungan dari kalangan yudikatif. Puluhan bahkan ratusan produsen kompos terkapar mati bersamaan dengan robohnya bangunan kompos mereka. Seharusnya eksekutif, legislatif dan yudikatif memberikan jaminan hukum dan kenyaman berusaha pengomposan sampah, recycling maupun kegiatan lain yang memanfaatkan sampah, seperti membuat bata, briket dan bahan bakar dari sampah. Seharusnya mereka memberikan dukungan dan fasilitasi pendanaan dalam bentuk subsidi atai format lain, tenologi, promosi, marketing produk kompos dan daur ulang, informasi dan lainnya sehingga kegiatan olah sampah menjadi peluang yang menjanjikan di Indonesia. 2. Pembangunan Fasilitas Galvad Komponen program pembangunan fasilitas Galvad belum dilaksanakan. 3. Bangunan Pemilahan Sampah Komponen program pemilahan sampah, dengan luas lahan yang direncanakan sekitar 2,592 M², belum dilaksanakan. 4. Gasification (Pirolysis) Luas lahan yang disediakan sekitar 2.880 M² untuk komponen program gasification (piroysis). Pembangunan fisiknya telah dilaksanakan namun belum dioperasikan.
  • 44. 44 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta 5. Fasilitas Daur-Ulang Luas lahan untuk komponen program recycling sekitar 1.728 M². Program recycling telah dilaksanakan mencapai 100%. Target produksi mencapai 4 ton/hari. Kegiatan ini melibatkan lebih dari 200 pemulung dan sejumlah pelapak di kawasan TPST Bantargebang. Keberhasilan program daur ulang sampah an-organik juga merupakan keberhasilan kerjasama mutual-simbosis antara pengelola TPST dengan pemulung dan pelapak. Hambatan pada kegiatan daur ulang sampah plastik Pengelola TPST Bantargebang telah melakukan sosialisasi program-programnya kepada tokoh masyarakat, pemulung, pelapak, LSM/NGOs, perguruan tinggi, pers, dan pemangku kepentingan lainnya. Hal ini sebagai bentuk keterbukaan informasi dan pelibatan dalam pengelolaan TPST. Sayangnya program daur-ulang plastik ini mendapat protes dan tantangan dari pemulung, pelapak dan Ikatan Pemulung Indonesia (IPI). Mereka khawatir kegiatan plastic reclycing akan menggusur ladang atau periuk rezeki terutama pada pelapak/ bos sampah yang telah mengucurkan ratusan juta hingga milyaran rupiah kepada pemulung. Mereka cemas usahanya akan bangkrut. Kegiatan daur ulang plastik ini dimaknai sebagai ancaman baru terhadap keberlangsungan usaha mereka. 6. Pembangunan Sanitary Landfill (Gas Collection) Pengoperasian sanitary landfill dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Penimbangan sampah 2. Pembongkaran sampah 3. Penyebaran sampah 4. Pemadatan sampah 5. Penutupan tanah (cover soil) 6. Pengoperasian Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS).
  • 45. 45 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta 7. Pembangkit Listrik (Power Plant) Luas lahan untuk komponen program power plant sekitar 2.420 M². Program ini merupakan bagian dari implementasi Clean Development Mechanisme (CDM). Pelaksanaan program saat ini telah menghasilkan listrik 16,5 MW dari target 26 MW pada tahun 2023. Di TPST Bantargebang direncanakan akan dibangun fasilitas pembangkit listrik tenaga sampah yang akan menghasilkan listrik sebesar 26 MW. Pada tahun 2010 direncanakan akan terpasang 10 unit Gas-Engine dengan kapasitas menghasilkan 10 MW listrik.Sampah (Proses produksi listrik) menjadi Energi Listrik adalah sebagai berikut: a. Melalui sumur-sumur gas, gas methane (CH4) yang dihasilkan dari tumpukan sampah (sampah organik) yang ditangani dengan cara yang baik serta ramah lingkungan sebagaimana disyaratkan dalam CDM (Clean Development Mechanism) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC) dengan proses sanitary landfill, disedot dan diproses sehingga menjadi bahan bakar Generator (Gas-Engine) pembangkit listrik. b. Dari sumur-sumur gas, gas dialirkan melalui pipa-pipa penyalur dan dilakukan pemisahan kandungan air dan gas sebelum masuk ke Fuelskid. c. Dari Fuelskid gas disalurkan ke pipa saluran utama bahan bakar generator untuk kemudian diproses menjadi tenaga listrik. d. Adapun kelebihan suplai gas ke generator akan disalurkan ke Flare-Stack untuk dibakar guna mengurangi emisi dari gas methane menjadi karbon dioksida. Sumur Gas. Pada saat ini jumlah sumur gas yang sudah selesai dikerjakan adalah sumur gas di Zona II sebanyak 62 sumur gas, di Zona III sebanyak 37 sumur gas. Sedangkan di Zona I baru selesai dikerjakan sebanyak 4 sumur gas dari + 110 sumur gas yang direncanakan akan dibuat. Untuk seterusnya akan dibuat sumur- sumur gas di Zona III, Enclave, Zona IV dan V. Pada Juni 2014 jumlah sumur gas lebih dari 200 buah.
  • 46. 46 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta Listrik dari gas sampah tersebut dibeli PT PLN senilai Rp 850 per KWH. Saat ini 4 MW yang terikat kontrak dengan PT PLN. Setiap tahun diprediksi pengolahan gas sampah (gas metana) menjadi listrik di TPST Bantargebang mampu mengurangi 800 ribu ton emisi gas rumah kaca. Sementara sumur gas yang telah berhasil dibor lebih dari 200 sumur. Zona yang dimanfaatkan semua di-cover soil kemudian ditutup dengan geomembrant untuk mencegah gas-gas sampah menguap ke udara. Selanjutnya dipasang pipa-pipa untuk mengalirkan gas-gas tersebut ke blower di power house. Nantinya semua zona gasnya akan dimanfaatkan untuk listrik. Hambatan dan Program CDM Perlu Dukungan Konkrit Investasi di sektor listrik dari gas sampah masih menemui jalan buntu atau hambatan yang konkrit. Dalam interview dengan Direktur PT. NOEI pengelola power house di TPST Bantargebang, dapat disimpulkan sejauh ini investasi yang dikeluarkan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (power house) dan sarana pendukungnya di TPST Bantargebang telah menelan biaya cukup besar, lebih dari Rp 800 milyar namun hasilnya sangat rendah. Bahkan harga carbon dalam framework pembangunan bersih (Clean Development Mechanism, CDM) di dunia internasional semakin jatuh. Pada awalnya 2008 harga carbon dipatok sekitar 15 euro turun draktis menjadi 0,3 euro/ton pada tahun 2014. Hal ini sangat merisaukan investor yang sedang berkutat dalam pengurangan emisi di TPST Bantargebang. Tidak ada pihak yang memberikan garansi ekonomi dan masa depan lingkungan. Kemudian pembelian listrik oleh PT. PLN belum optimal baru 4 MW dari kapasitas 12 MW yang telah dihasilkan power plant tersebut. Jika tidak ada pembelian berarti energi listrik terbuang percuma. Padahal untuk mendapat gas- gas sampah ini membutuhkan kerja keras, karena sampah boleh terpilah, masih terdapat sampah organik seperti plastik sehingga kandungan air yang masuk ke sumur-sumur gas masih banyak.
  • 47. 47 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta Pengelola TPST Bantargebang dalam upaya menurunkan emisi semestinya mendapat dukungkan konkrit dari Pemerintah Pusat, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup RI, Menristek/BPPT, PT. PLN Persero, Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), dll. Peran pengurangan emisi tersebut sangat jelas, karena berkontribusi riel terhadap upaya pengurangan laju pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim (climate change). Pemerintah Indonesia pada Pertemuan COP-15 di Copenhagen Denmark, menyatakan akan menurunkan emisi 26% sampai tahun 2020 melalui mekanisme REDD Plus. Sebagai bentuk pertanggungjawaban Indonesia yang telah melepas emisi gas rumah kaca dari tahun 2005 sebesar 2,2 GtCO2e diperkirakan meningkat sebesar 3,5 GtCO2e tahun 2030 (DNPI, Agustus 2009). Dalam mekanisme tersebut menyebutkan bahwa penurunan tersebut akan dicapai melalui beberapa sektor vital seperti sektor kehutanan, gambut dan perkebunan/pertanian (14%), energi yang meliputi pembakaran bahan bakar baik aktifitas transportasi, pembangkit listrik, maupun penambangan (6%) dan limbah/sampah (6%). Berbagai pandangan menyatakan bahwa pernyataaan ini ambivalen terhadap agenda lain yang justru meningkatkan potensi pelepasan carbon. (WALHI, 2010). Pelepasan sumber emisi yang berasal dari sektor energi berasal dari rumah tangga dengan menggunakan sumber energi biomassa 79%, minyak tanah 17% dan LPG 3%, meningkatkan emisi CO2 kurang lebih 178 ton per tahun dari penggunaan biomassa saja. Sumber peningkatan emisi CO2 kedua berasal dari industri yang menggunakan bahan bakar batubara. Terdapat 20.000 industri yang menggunakan bahan bakar solar, minyak tanah dan batubara. Dari penggunaan ketiga bahan bakar tersebut, Pulau Jawa menempati urutan pertama penyumbang emisi terbesar dari sektor industri yang menggunakan ketiga bahan bakar tersebut sebagai energi. Tercatat 13 juta ton emisi CO2 pada tahun 2003 meningkat tajam mencapai 24 juta ton pada tahun 2005.
  • 48. 48 Laporan Sementara Riset Aksi Pengelolaan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Tahun 2014 – WALHI Jakarta Tabel 3.8. Target Capaian Komponen Kegiatan Pengelolaan TPST Bantargebang Jangka waktu: 2008 – 2023 (15 tahun) NO KOMPONEN KEGIATAN (DALAM KONTRAK) LUAS LAHAN OPERASIONAL SUDAH/BELUM TARGET DLM KONTRAK CAPAIAN (%) TH. 2014 KETERANGAN 1 Fasilitas Pengomposan 4,1 Ha Sudah 100% Lokasi bersebelahan dengan daur ulang plastik 2 Pembangunan Fasilitas Galvad - - - 3 Bangunan Pemilahan Sampah 2,592 M² Belum 100% 4 Gasification (Pirolysis) 2.880 M² Belum - Sarana fisik sudah dibangun 5 Fasilitas Daur Ulang 1.728 M² Sudah 100% Lokasi bersebelahan dengan composting 6 Pembangunan Sanitary Landfill (Gas Collection) 2,3 Ha Sudah 100% Zona enclave dekat zona III/kepala burung 7 Pembangkit Listrik (Power Plant) kapasitas 26 MW dan pelaksanaan Clean Development Mechanisme (CDM) 2.420 M² Sudah 100% 16,5 MW dari target akhir 26 MW Sumber: Data sekunder dari Pengelola TPST Bantargebang/PT GTJ JO NOEI, Juni 2014 Keterangan: Lahan yang digunakan untuk pembangunan fasilitas pengolahan sampah dengan prinsip BOT (build, operate and transfer) adalah milik pengelola TPST, yakni PT GTJ Jo NOEI yang nantinya pada masa akhir kontrak akan diserahkan kepada Pemprov DKI Jakarta.
  • 49. 42 E. Infrastruktur Pendukung Infrastruktur pendukung yang esensial menjadi perhatian Tim Riset WALHI Jakarta adalah: 1. Kantor administrasi Pembenahan dan perawatan kantor administrasi TPST. Keberadaan kantor yang layak dan penataan ruang kerja yang fungsional akan meningkat kredibilitas dan performance manajemen. Fungsi manajemen TPST tampak jelas baik top, midlle dan low management, pembagian divisi, tugas dan kewenangannya semakin jelas dibandingkan beberapa tahun lalu. Mulai tampak adanya open management dalam proses pengambilan keputusan. Penerapan absen sidik jari computerized sehingga para pekerja tidak bisa hanya “gantung baju” dan mengambil gaji buta tiap bulan. Pembenahan administrasi dan otoritas keamanan. Bahwa setiap tamu yang akan mengunjungi atau melakukan aktivitas di TPST Bantargebang harus mengajukan ijin tertulis kepada manajemen. Setelah disetujui, pada saat kunjungan lapangan, aktivitas penelitian, pemotretan, pembuatan film, dan lainnya didampingi oleh securtiy TPST. Otoritas manajemen TPST dan security bertanggungjawab terhadap keamanan para tamu. Database para pengunjung dan tujuannya tertata rapi. 2. Pencucian kendaraan Penyediaan pencucian kendaraan. Keberadaan pencucian kendaraan pun penting fungsi. Setiap kendaraan setelah dipakai harus dibersihkan dari kotoran dan bau sampah. Hal ini untuk menjadi kesehatan sopir, dan untuk menjaga ketahanan kendaraan dari karat agar tidak cepat keropos. 3. Bengkel/workshop Penyediaan workshop. Kelengkapan lain yang penting adalah keberadaan workshop/bengkel. Fungsinya adalah untuk memperbaiki dan merawat kendaraan secara rutin dan cepat. Workshop ini dilengkapi dengan peralaratan
  • 50. 43 kerja, spare part dan peralatan mekanik lainnya. Sehingga kegiatan TPST berjalan lancar dan lebih efesien atau ekonomis. 4. Sarana saluran air hujan Kondisi sarana drainase TPST Bantargebang sebagian besar mengalami kerusakan akibat tertimbun tanah, sampah, dan terkena operasi alat-alat berat dan truk sampah, serta ditumbuhi berbagai jenis rumput. Perlu perawatan dan peningkatan sistem drainase antar zona. Juga perlunya rehabilitasi dan perawatan sistem drainase keliling TPST Bantargebang. Buruknya sistem drainase tersebut akan mempengaruhi citra TPST Bantargebang secara keseluruhan. 5. Sarana Jalan Demikian pula kondisi prasarana dan sarana jalan TPST Bantargebang membutuhkan perhatian serius. Sebagian jalan penghubung antara zona TPST Bantargebang ada yang rusak dan hancur, misal jalan pada zona depan power plant dan sepajang zona I-IV. Sudah waktunya ada perbaikan (pekerjaan teknik sipil) dan perawatan secara rutin. Juga perawatan dan pembersihan sampah dan rumput. Karena kondisi ini secara kasat mata akan mempengaruhi image TPST Bantargebang. F. Pengelolaan Lingkungan Infrastruktur pengelolan lingkungan di TPST Bantargebang, yaitu: 1. Sarana dan Fungsi IPAS TPST Bantargebang memiliki 4 IPAS kini tinggal 3 unit untuk mengelola lindi, namun dapat dikatakan, bahwa seluruh lindi. Menurut pengelola TPST, kapasitas olah lindi dari 3 IPAS skitar 1.800 M³ dengan rincian IPAS 1 memiliki kapasitas tampung air lindi sebanyak 600 M³; IPAS 2 sebanyak 600 M³; dan IPAS 3 sebanyak 600 M³. Dalam proses pengolahan air lindi pada IPAS ada tiga tahapan, yaitu:
  • 51. 44 a. Pengolahan Pendahuluan Pada tahap ini sebagian materi organik yang berupa suspensi akan mengendap. Juga dilakukan pengaturan debit aliran yang masuk ke pengolahan berikutnya agar tercipta konsentrasi lindi yang rata sehingga pengolahan berlangsung dengan baik, proses yang digunakan ekulasi, netralisasi. b. Pengolahan Biologi Prose pengolahan ini ditujukan untuk mengurangi padatan lelarut dan senyawa-senyawa organik. Pada tahap ini materi organik akan dimakan dan diuraikan oleh aktivitas mikroorganisme menjadi senyawa lain yang lebih sederhana baik secara anaerob (tanpa suplai oksisgen) maupun areob (dengan suplai oksigen). Proses yang digunakan Fakultatif, aerasi. c. Pengolahan Kimia Fisik Pengolahan ini ditujukan untuk mengurangi kandungana logam berat, kekeruhan dan Eshcerchia.coli (E-coli), pada proses ini dilakukan penambahan bahan kimia dan pengendapan. Proses yang digunakan koagulasi-flokulasi, filtrasi dan sedimentasi. Permasalahan di lapangan. Dalam investigasi Tim WALHI Jakarta menemukan, bahwa secara kasat mata air yang mengalir pada Kali Ciketing berwarna hitam pekat dan berbau menyengat. Kondisi air permukaan ini mengindikasikan, bahwa Kali Ciketing menuju Kali Asem tercemar. Sumber pencemar itu bisa bersal dari TPST Bantargebang, TPA Sumurbatu, IPLT Sumurbatu maupun titik-titik kegiatan pencucian dan pengolahan sampah an- organik yang dilakukan pemulung, pelapak dan industri di sekitar TPST. Kondisi air permukaan ini merupakan permasalahan tersendiri dan sangat riskan.
  • 52. 45 Solusi integratif dan komprehensif. Oleh karena itu perlu penambahan IPAS Akhir, yang penempatan berada setelah TPA Sumurbatu atau di sebelah hulu Kali Asem. Luas lahan yang dibutuhkan 1-2 Ha. IPAS Akhir akan mengolah lindi yang tak terkelola dari TPST Bantargebang dan TPA Sumurbatu dan selanjutnya dibuang ke perairan umum, yakni Kali Asem, Kali Pedurenan, dan seterusnya. Program ini merupakan tanggung jawab pengelola TPA Bantargebang, TPA Sumur Batu, IPLT Sumurbatu dan para pemulung, pelapan dan pabrikan di sekitar TPST dengan dukungan Pemprov DKI Jakarta, Pemkot Bekasi dan DPRD Kota Bekasi. 2. RTH Dalam Amdal TPST Bantargebang tahun 2010, khususnya yang tertuang dalam RKL Kegiatan Pembangunan TPST Bantargebang disebutkan sebagai berikut: - Menyediakan ruang terbuka hijau (RTH) seluas ± 11.270 m² sebagai Green Boundary (pagar hijau pelindung). Perencanaan Green Boundary harus mempunyai fungsi menciptakan suasana segar, sejuk dan tenang untuk mereduksi gas polutan, bau dan suasana bising pada saat TPST beroperasi. - Jenis tanaman yang akan ditanam di area TPST adalah tanaman yang memiliki fungsi ekologis berupa:  Mahoni dan lamtoro untuk menyerap genangan air  Cemara laut (Casuarina sp) dan bunga kupu-kupu untuk menyerap SO2  Damar, asem londo dan mahoni untuk menyerap Pb  Cemara kipas, kersen dan sawo kecik untuk menyerap partikel padat  Cempaka, tanjung (Mimusops elengi), damar, bambu, dan kenanga untuk menyerap bau busuk  Bambu, kendondong, cemara laut dan cemara kipas untuk menurunkan kebisingan. Adapun tanaman hias yang rencananya akan ditanam di area tanam antara lain kembang kertas (Bougenvilea sp), soka (Ixora Coccinea), hanjuang
  • 53. 46 (Dracaean deremensis), palem kuning (Chrysalidocarpus lutescens), teh- tehan hijau (Acalypha siamensis), sambang dara (Hemigraphis alternata), dan alamanda (Allamaanda cathartica). - Pada areal lahan yang berbatasan dengan penduduk, akan ditanami jenis tanaman yang bernilai ekologis (buffer zone), seperti penanaman pohon bambu secara berlapis. - Melakukan pemeliharaan dengan penyiraman dan pemupukan secara teratur. Selayaknya target RTH yang tertuang dalam Amdal dan RKL pembangunan TPA Bantargebang dilaksanakan dengan baik. Karena RTH mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pengentian udara dan menjadi paru-paru TPST Bantargebang. 3. Wilayah penyangga (Buffer zone) TPST Bantargebang belum memiliki wilayah penyangga dan sabuk hijau yang berfungsi sebagai pengendali pencemaran dan untuk memisahkan antara TPST dengan pemukiman warga. Sebagian pagar permanen arcon TPST ada yang rusak atau hilang akibat vandalisme segera perlu perbaikan. Juga perlu meningkatkan penghijauan atau penanaman berbagai pepohonan terutama sekeliling TPST Bantargebang. Untuk mempercepat program ini pengelola TPST telah memiliki berbagai bibit tanaman. G. Keterlibatan Masyarakat Sekitar Keterlibatan atau partisipasi masyarakat sekitar terhadap TPST Bantargebang. Pengelola TPST Bantargebang memberikan peluang kepada warga sekitar baik Kelurahan Cikiwul, Ciketingudik maupun Sumurbatu. Keterlibatan masyarakat ditelusuri dalam berbagai format. 1. Tokoh dan warga sekitar memberikan berbagai masukan terhadap pengelolaan TPST Bantargebang, seperti agar tumpukan sampah ditata rapi dan di-cover soil dengan tanah merah, sampah harus diolah dengan