Teori dan Gagasan Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zaid
Rasyid Ridha dan Mustafa Kemal Attaturk
1. D
I
S
U
S
U
N
OLEH KELOMPOK 4 :
Eka Agustina
Muhammad Ibnu Armanda
Muhammad Mauladi
Nurhalimah
Nurmala Dewi
Regina Wartin
MADRASAH ALIYAH NEGRI 1 INDRAGIRI HILIR
2017/2018
2. A. SAYYID MUHAMMAD RASYID RIDHA
A. Biografi Singkat
Sayyid Muhammad Rasyid Ridha adalah murid dari Muhammad
Abduh ia dilahirkan di Qalmun wilayah pemerintahan Tarablus Syam pada
tahun 1282 H/1865 M. Dia adalah Muhammad Rasyid Ibn Ali Ridha Ibn
Muhammad Syamsuddin Ibn Muhamad Bahauddin Ibn Manla Ali Khalifah.
Keluarganya dari keturunan terhormat berhijrah dari Bagdad dan
menetap di Qalmun. Kelahirannya tepat pada 27 Jumadil Tsani tahun 1282
H/18 Oktober tahun 1865 M. Kota kelahirannya adalah daerah dengan
tradisi kesalehan Sunni yang kuat, tempat tarekat-tarekat memainkan
peranan aktifnya. Ayah dan Ibu Sayyid Sayyid Muhammad Rasyid Ridha
berasal dari keturunan al-Husayn putra Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah,
Putri Rasulullah itu sebabnya Sayyid Muhammad Rasyid Ridha
menyandangg gelar al-sayyid di depan namanya dan sering menyebut
tohoh-tokoh ahl al-bayt seperti Ali ibn Abi Thalib, al-Husyan dan Ja’far al –
Shadiq dengan Jadduna (nenek moyang kami).
Setelah berjuang dengan segala kecerdasan dan kemampuan yang
ada padanya untuk kemajuan dan kejayaan Islam, Sayyid Muhammad
Rasyid Ridha berpulang ke rahmatullah dalam usia 70 tahun pada kamis, 23
Jumadil al-Ula 1354 H/ 22 Agustus 1935 M
3. B. Latar Belakang Pendidikan
Semasa kecilnya (usia tujuh tahun) , Rasyid Ridha dimasukkan oleh orang
tuanya ke madrasah tradisional di desanya, Qalamun, untuk belajar membaca
Alquran, belajar menulis, dan berhitung. Berbeda dengan anak-anak seusianya,
Rasyid kecil lebih sering menghabiskan waktunya untuk belajar dan membaca buku
daripada bermain, dan sejak kecil memang ia telah memiliki kecerdasan yang tinggi
dan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan.
Sayyid Muhammad Rasyid Ridha memperoleh pendidikan yang lebih modern
di Madrasah Ibtidaiyyah al –Rusydiyyah di Tripoli. Di madrasah itu diajarkan ilmu
nahwu, ilmu sharaf, ilmu tauhid, ilmu fiqih, ilmu bumi dan matematika. Bahasa
pengantar adalah bahasa turki, karena madrasan ini adalah milik pemerintah yang
bertujuan untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang akan menjadi pegawai
pemerintahan Turki Usmani. Oleh karena enggan menjadi pegawai pemerintah,
Rasyid Ridha kemudian keluar dari madrasah al –Rusydiyyah setelah lebih kurang
satu tahun belajar di sana. Selanjutnya, pada tahun 1299 atau 1300 H, Rasyid Ridha
memasuki Madrasah Wathaniyyah Islamiyyah yang didirikan dan dipimpin oleh
Syekh Husayn al-Jisr seorang ulama besar Libanon yang telah dipengaruhi oleh ide-
ide pembaruan yang digulirkan oleh Sayyid Jamal al-Din al-Afghani dan Syekh
Muhammad Abduh. Sang gurulah yang telah banyak berjasa dalam menumbuhkan
semangat ilmiah dan ide pembaruan dalam diri Rasyid Ridha di kemudian hari. Di
antara pikiran gurunya yang sangat berpengaruh adalah pernyataan bahwa satu-
satunya jalan yang harus ditempuh umat Islam untuk mencapai kemajuan adalah
memadukan pendidikan agama dan pendidikan umum dengan metode modern.
4. Hal tersebut didasari kenyataan sekolah-sekolah yang
didirikan bangsa Eropa saat ini banyak diminati oleh para pelajar
dari seluruh penjuru dunia, padahal tidak disajikan pelajaran agama
di dalamnya. Namun, Rasyid Ridha tidak dapat lama belajar di
sekolah ini karena sekolah tersebut terpaksa ditutup setelah
mendapat hambatan politik dari pemerintah Kerajaan Usmani.
Untuk tetap melanjutkan studinya, dia pun pindah ke salah satu
sekolah agama yang ada di Tripoli. Meskipun sudah pindah sekolah,
tetapi hubungan Ridha dengan guru utamanya saat di Madrasah Al-
Wathaniyyah Al-Islamiyyah terus berlanjut. Selain belajar pada
syekh Husayn al-Jisr, Rasyid Ridha juga pernah belajar pada ulama-
ulama besar yang lain, seperti Syekh ‘Abdulghani al-Rafi’i, Syekh
Muhammad al-Qawaqiji, dan Syekh Mahmud Nasyabah. Kepada
Syekh ‘Abdulghani al-Rafi’i, Syekh Muhammad al-Qawaqiji Rasyid
Ridha belajar ilmu-ilmu bahasa Arab beserta sastranya dan tasawuf,
sedangkan pada syekh Mahmud Nasyabah ia belajar fiqh al-Syafi’i
dan hadits. Berkat didikan syekh Mahmud Nasyabah itulah pula,
Rasyid Ridha kelak menjadi seorang pakar fiqh dan pakar hadits.
5. C. Pemikiran Rasyid Ridha
a) Dalam Bidang Teologi
1) Akal dan Wahyu
Menurut Rasyid Ridha, dalam masalah ketuhanan
menghendaki agar urusan keyakinan mengikuti petunjuk
dari wahyu. Sungguhpun demikian, akal tetap diperlukan
untuk memberikan penjelasan dan argumentasi terutama
kepada mereka yang masih ragu-ragu.
2) Sifat Tuhan
Dalam menilai sifat Tuhan, di kalangan pakar teologi
Islam terjadi perbedaan pendapat yang sangat signifikan,
terutama dari kalangan Mu’tazilah dan Asy’ariyah.
Mengenai masalah ini, Rasyid Ridha berpandangan
sebagaimana pandangan kaum Salaf, menerima adanya
sifat-sifat Tuhan seperti yang dinyatakan oleh nash, tanpa
memberikan tafsiran maupun takwil.
6. 3) Perbuatan Manusia
Pembahasan teologi tentang perbuatan manusia
bertolak dari pertanyaan apakah manusia memiliki
kebebasan atas perbuatannya (freewill) atau perbuatan
manusia hanyalah diciptakan oleh Tuhan (Predistination).
Perbuatan manusia menurut Rasyid Ridha sudah dipolakan
oleh suatu hukum yang telah ditetapkan Tuhan yang disebut
Sunatullah, yang tidak mengalami perubahan.
4) Konsep Iman
Rasyid Ridha mempunyai dasar pemikiran bahwa
kemunduran umat Islam disebabkan keyakinan dan amal
perbuatan mereka yang telah menyimpang dari ajaran Islam.
Pandangan Rasyid Ridha mengenai keimanan didasarkan
atas pembenaran hati (tasdiq) bukan didasarkan atas
pembenaran rasional.
7. b) Dalam Bidang Pendidikan
Di antara aktivitas beliau dalam bidang pendidikan antara lain membentuk
lembaga pendidikan yang bernama “al-Dakwah Wal Irsyad” pada tahun 1912 di
Kairo. Mula-mula beliau mendirikan madrasah tersebut di Konstantinopel terutama
meminta bantuan pemerintah setempat akan tetapi gagal, karena adanya keluhan-
keluhan dari negeri-negeri Islam, di antaranya Indonesia, tentang aktivitas misi
Kristen di negeri-negeri mereka. Untuk mengimbangi sekolah tersebut dipandang
perlu mengadakan sekolah misi Islam :
1) Muhammad Rasyid Ridha juga merasa perlu dilaksanakannya ide pembaharuan dalam
bidang pendidikan. untuk itu ia melihat perlu ditambahkan ke dalam kurikulum mata-
mata pelajaran berikut: teologi, pendidikan moral, sosiologi, ilmu bumi, sejarah,
ekonomi, ilmu hitung, ilmu kesehatan, bahasa-bahasa asing dan ilmu mengatur rumah
tangga (kesejahteraan keluarga), yaitu disamping fiqh, tafsir, hadits dan lain-lain yang
biasa diberikan di Madrasah-madrasah tradisional.
2) Pandangan Terhadap Ijtihad
Rasyid Ridha dalam beristimbat terlebih dahulu melihat nash, bial tidak ditemukan di
dalam nash di dalam nash, ia mencari pendapat sahabat, bila terdapat pertentangan ia
memilih pendapat yang paling dekat dengan dengan Al-Qur’an dan Sunnah dan bila
tidak ditemukan, ia berijtihad atas dasar Al-Qur’an dan Sunnah.
Dalam hal ini, Rasyid Ridha melihat perlu diadakah tafsir modern dari Al-Qur’an yaitu
tafsiran yang sesuai dengan ide-ide yang dicetuskan gurunya, Muhammad Abduh. Ia
menganjurkan kepada Muhammad Abduh supaya menulis tafsir modern. Kuliah-kuliah
tafsir itu dimulai pada tahun 1899 dan keterangan-keterangan yang diberikan oleh
Muhammad Abduh dalam kuliahnya inilah yang kemudian dikenal dengan tafsir al-
Manar.
8. c) Dalam bidang Politik
Dalam bidang politik, Muhammad Rasyid Rida
juga tidak ketinggalan, sewaktu beliau masih berada
di tanah airnya, ia pernah berkecimpung dalam
bidang ini, demikian pula setelah berada di Mesir,
akan tetapi gurunya Muhammad ‘Abduh
memberikan nasihat agar ia menjauhi lapangan
politik. Namun nasihat itu diturutinya hanya ketika
Muhammad ‘Abduh masih hidup, dan setelah ia
wafat, Muhammad Rasyid Rida aktif kembali,
terutama melalui majalah al-Manar.
9. D. Karya Karya Rasyid Ridha
Majalah al-Manar mulai terbit pada tanggal 22
Syawal 1315 H/ 15 Maret 1898 M. Pada mulanya majalah
tersebut terbit dalam bentuk tabloid. Majalah tersebut
dapat diterbitkan Rasyid Ridha seorang diri hingga akhir
hayatnya. Tafsir Al-Qur’an karya Rasyid Ridha itu
berjudul Tafsir al-Qur’an al Hakim (Tafsir Al-Manar),
Selama al-Manar terbit, sebayak 34 jilid besar dan setiap
jilidnya berisi 1000 halaman telah terkumpul seluruhnya.
Karya-karya yang dihasilkan semasa hidup Rasyid Ridha
pun cukup banyak. Antara lain :
1. Tarikh Al-Ustadz Al-Imama Asy-Syaikh ‘Abduh (Sejarah
Hidup Imam Syaikh Muhammad Abduh)
10. 2. Nida’ Li Al-Jins Al-Latif (Panggilan terhadap Kaum
Wanita)
3. Al-Wahyu Muhammad (Wahyu Allah yang diturunkan
kepada Muhammad SAW)
4. Yusr Al-Islam wa Usul At-Tasyri’ Al-‘Am (Kemudahan
Agama Islam dan dasar-dasar umum penetapan hukum
Islam)
5. Al-Khilafah wa Al-Imamah Al-Uzma (Kekhalifahan dan
Imam-imam besar)
6. Muhawarah Al-Muslih wa Al-Muqallid (dialog antara
kaum pembaharu dan konservatif)
7. Zikra Al-Maulid An-Nabawiy (Peringatan Kelahiran Nabi
Muhammad SAW), dan
8. Haquq Al-Mar’ah As-Salihah (hak-hak wanita Muslim).
11. E. Kemajuan Dan Kemuduran
1. Kemajuan
a) Dalam Dunia Pendidikan
Rasyid Ridha berpendapat, untuk mencapai kemajuan
dan menghadapi beratnya tantangan dunia modern maka umat
Islam harus memadukan pendidikan agama dan pendidikan
umum dengan menggunakan metode Eropa serta membangun
lembaga pendidikan.
Rasyid Ridha menganjurkan umat Islam, harus
memadukan pendidikan agama dan pendidikan umum dengan
menggunakan metode Eropa, dikarenakan pada masa itu umat
Islam lebih cenderung membahas masalah-masalah agama dan
melupakan pendidikan umum. Itulah yang menyebabkan umat
Islam mundur, karena pendidikan agama pada masa itu banyak
masyarakat yang bersifat taqlik tanpa mau mengkaji lebih dalam
tentang hal tersebut. Umat Islam tidak mau membuka cakrawala
berfikir, mereka hanya sibuk memikirkan masalah Ibadah dan
akhirat saja.
12. Oleh sebab itu, diperlukan adanya lembaga
pendidikan yang mengarahkan umat Islam
untuk berfikir kritis dan mau mempelajari ilmu
umum, berupa sains dan teknologi serta ilmu-
ilmu lainnya. Rasyid Ridha memang mengajak
umat Islam untuk menggunakan metode Barat
tetapi dia juga memperingatkan umat Islam
untuk tidak mengikuti peradaban Barat beserta
ajakan untuk mempelajari ilmu-ilmu Barat.
Dikarenakan peradaban Barat dan ilmu-ilmu
Barat tidak mencerminkan adanya nilai-nilai
keIslaman.
13. b) Di Bidang Agama
Menurut Rasyid, umat Islam akan maju apabila meninggalkan segala
khurafat dan bid’ah yang selama ini membelenggunya serta membrantas
taqlid, membebaskan fikiran daripada kepercayaan jelek, tahyul dan
memperbaharui tekad ke arah memantapkan solidaritas dan merapatkan
perselisihan mazhab serta kembali kepada ajaran Islam sebenarnya dengan
menggali kembali teks al-Qur’an dan Hadis.
Rasyid Ridha yang menganjurkan umat Islam harus menggali
kembali teks al-Qur’an dan Hadis. Agar menjadikan umat Islam mampu
berfikir kritis dan tidak bersifat taqlik dan mampu untuk menghasilkan para
pemikir serta ulama yang berilmu dan mempunyai wawasan yang luas.
Sehingga perselisihan mazhab dapat dihilangkan.
Dan mampu menyebarluaskan metode-metode yang baru dalam
penafsiran al-Qur’an, menyebarluaskan fatwa-fatwa kontemporer dan
menetapkan al-Qur’an antara fiqih kontemporer dan fiqih ahkam. Serta
mampu memberikan penerangan kepada umat tentang perbedaan antara
agama dan tradisi.
Dibidang politik, Negara yang dianjurkan Rasyid Ridha ialah negara
dalam bentuk kekhalifahan. Kepala negara dibantu oleh ulama-ulama
pembantu. Khalifah hendaklah seorang mujtahid, karena ia mempunyai
kekuatan legislatif. Di bawah kekhalifahan seperti inilah kesatuan dan
kemajuan umat dapat tercapai.
14. 2. Kemunduran
Rasyid Ridha mempunyai dasar pemikiran
bahwa kemunduran umat Islam disebabkan
keyakinan dan amal perbuatan mereka yang telah
menyimpang dari ajaran Islam. Pandangan Rasyid
Ridha mengenai keimanan didasarkan atas
pembenaran hati (tasdiq) bukan didasarkan atas
pembenaran rasional.
15. B. Mustafa Kemal Attaturk
a. Biografi Singkat
Mustafa dilahirkan pada 1881 di Kota Salonika, Yunani
sekarang. Orang tuanya berasal dari keluarga religious dan
menginginkan supaya Mustafa besar dalam suasana religious pula.
Ayahnya, Ali Riza adalah pegawai rendahan dikantor pemerintah
kota tersebut, sementara ibunya Zubayda adalah seorang
perempuan yang memiliki rasa keberagamaan yang dalam. Semula
ibunya mengirim Mustafa ke Madrasah, tetapi ia tidak merasa betah
dan melawan gurunya.
Orangtuanya pun kemudian memindahkannya kesekolah
dasar modern di Salonika. Selanjutnya karena tertarik dengan
lapangan militer atas usahanya sendiri. dilapangan militer inilah
agaknya jalur hidup Mustafa. Berturut-turut kemudian ia
melanjutkan pendidikan pada sekolah latihan militer di Manstir dan
sekolah tinggi militer di Istanbul. Pada 1905 ia menyelesaikan
pendidikan pada sekolah latihan militer dengan pangkat kapten.
16. Karena kecerdasannya Mustafa mendapatkan
gelar tambahan “Kemal” (yang sempurna)
dibelakang namanya, sehingga namanyapun
menjadi Mustafa Kemal. Ini karena kemampuannya
yang luarbiasa dalam bidang matematika disekolah
tinggi tersebut. Atas jasanya pula membawa Turki
menjadi bangsa yang modern ia memperoleh gelar
“Ataturk” (Bapak Turki).
Setelah menyelesaikan pendidikan militernya,
Mustafa mengalihkan perhatian totalnya pada
lapangan politik. Untuk menambah wawasan
keilmuan dan mengasah naluri politiknya ia belajar
bahasa perancis dan banyak membaca karya-karya
pemikir politik perancis seperti Volteire, Rosseou,
dan August Comte.
17. Dalam lapangan militer Kemal memperlihatkan
sosoknya sebagai komandan perang yang tangguh ia
membawa tentara Turki memenangkan pertempuran
perang melawan Italia (1911-1912), perang Dardanella
(1915), perang kaukasus (1916), dan perang Palestina
(1917). Pada 1917, Kemal diangkat menjadi panglima
devisi ke-19 dan insektur tentara di Erzurrum.
Kemal meninggal tanggal 10 November 1938
dengan membawa perubahan signifikan bagi bangsa
Turki dan sekaligus meninggalkan kontroversi didunia
islam. Ia dipuji oleh bangsa Turki sebagai bapak Turki
yang membebaskan Turki dari belenggu Depotisme
penguasa kerajaan Turki Utsmani dan sekutu. Namun
sebaliknya, ia dianggap sebagai orang yang paling
bertanggung jawab atas sekularisasi di dunia Islam.
18. b. Pemikiran dan Politik Mustafa Kemal Attaturk
Mustafa Kemal melihat bahwa pemerintahan Turki utsmani
bukan type ideal pemerintahan modern. Sultan berkuasa mutlak dan
tidak dibatasi oleh hukum. Tidak ada parlemen yang mengontrol
kekuasaan sultan. Selain itu dalam hubungan dengan barat (sekutu)
sultan juga tidak berdaya menghadapi kekuatan barat yang sedikit
demi sedikit menguasai kekuasaan Turki Utsmani.
Untuk masalah yang pertama Kemal melakukan gerakan anti
pemerintah melalui perkumpulan Vatan-nya. Adapun untuk yang
kedua Kemal dengan berani melawan barat (sekutu) dan berhasil
merebut kembali wilayah kekuasaan Turki dari sekutu. Kemal pun
menjadi terkenal di kalangan masyarakat Turki dan dianggap
sebagai pahlawan. Ia mendapat dukungan dan simpati dari
masyarakat Turki.
Pada 1920 Kemal dan kawan-kawan membentuk Majelis
Nasional Agung. Dalam sidangnya di Ankara, Majelis sepakat
memilih Kemal menjadi ketuanya. Inilah awal langkah Kemal
menjadi seorang Presiden untuk melakukan upaya-upaya
pembaruan yang telah lama dicita-citakannya. Posisi Kemal semakin
kuat dan akhirnya dunia internasional pun mengakui eksistensi
Kemal sebagai penguasa Turki. Dalam sidangnya yang pertama,
Majelis Nasional Agung memutuskan hal-hal penting, yaitu:
19. 1) Kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat
Turki.
2) Perwakilan rakyat tertinggi berada ditangan
majlis Nasional Agung.
3) Majlis Nasional Agung berfungsi sebagai
lembaga legislative dan eksekutif sekaligus.
4) Tugas pemerintahan dilakukan oleh Majelis
Negara yang anggotanya dipilih dari Majelis
Nasional Agung.
5) Ketua Majlis Nasional Agung merangkap
jabatan sebagai ketua Majlis Negara.
20. Dalam pemikiran Kemal, Turki Utsmani tidak maju karna
terdapat hubungan yang erat antara Islam dan negara. Penguasa
Utsmani waktu itu menggunakan dua gelar sekaligus untuk
kekuasaannya, yaitu gelar khalifah untuk kekuasaan agama dan
gelar sultan untuk kekuasaan politik (duniawi). Bagi Kemal, ikut
campurnya Islam dalam berbagai lapangan publik, termasuk politik,
telah membawa kepada kemuduran Islam. Kemal membandingkan
bahwa barat berani meninggalkan agama dari lapangan politik dan
melakukan sekularisasi sehingga melahirkan peradaban yang tinggi.
Karena itu, kalau Turki mau maju dan modern, tidak ada jalan lain
kecuali meniru barat dengan melakukan sekularisasi juga.
Masyarakat Turki harus diubah menjadi Barat.
Kemenangan tentara Mustafa Kemal pada Agustus 1922
menandai berakhirnya perang Turki dan berdirinya republik.
Sebagai realisasi dari gagasannya, dibawah kepemimpinan Kemal,
republik baru memulai serangkaian reformasi radikal yang berfungi
untuk mengubah Turki menjadi negara sekular modern. Dengan
mengikuti model laicite Perancis (laiklik dalam bahasa Turki), para
pendukung gerakan Kemal berusaha untuk membatasi peran agama
hanya sebagai peran keagamaan privat yang terpisah dari ruang
publik.
21. Mustafa Kemal, memandang bahwa keberadaan khalifah yang
menjadi peninggalan sejarah seperti itu akan mengancam
kedaulatan nasional republik yang baru berdiri. Kelompok ini
menganggap usulan untuk menjadikan khalifah sebagai pemimpin
agama internasional sebagai sesuatu yang tidak mungkin. Karena
menurut kelompok ini, institusi kekhalifahan bukanlah institusi
yang benar-benar Islami melainkan penyesuaian dari pemerintahan
kesultanan.
Kelompok ini tidak menerima kemungkinan pendefinisian
ulang institusi kekhalifahan dalam konteks Islam dan juga tidak
percaya bahwa pendefinisian ulang itu adalah sesuatu yang
diinginkan. Mereka bahkan melihatnya sebagai mimpi yang tidak
berguna, yang mungkin tidak bisa dicapai oleh republik baru.
Pada Februari 1924, dibicarakanlah di Majlis Nasional Agung
tentang masalalah ini. Akhirnya pada 3 Maret 1924, disetujuilah
penghapusan Khalifah. Khalifah Abdul Majdid sebagai penguasa
terakhir dinasti Turki Utsmani beserta keluarganya diperintahkan
untuk meninggalkan Turki. Ia pun pergi ke Swiss. Inilah akhir
riwayat Turki Utsmani yang pernah Berjaya sejak 1300 M dan
digantikan dengan Republik Turki Modern oleh Mustafa Kemal.
22. Meskipun mendapatkan tantangan yang sangat kuat, Kemal
tetap bersikukuh menjalankan gerakan sekularisasinya(tidak ada
campur tangan agama atau mazhab agama seseorang dalam bentuk
apapun atau agama ( Mazhab agama ) seseorang itu tidak boleh
menjadi perintang untuk memperoleh hak kemanusiaannya)
Pada tahun-tahun berikutnya rezim baru mulai membubarkan
sejumlah tarekat (1925), melarang pemakaian tutup kepala khas
dinasti Utsmani (fez) bagi laki-laki, menghalangi perempuan untuk
memakai kerudung, dan mengadopsi kalender Gregorian sebagai
satu-satunya kalender resmi. Pada 1926, hukum pidana baru yang
berdasarkan model Swiss mulai diadopsi (1926). Pengadopsian ini
menandai berakhirnya hubungan negara dengan syari’ah sekaligus
dimulainya pengenalan undang-undang pernikahan dan sipil. Pada
1928 negara mulai mendeklarasikan diri sebagai negara sekular,
Islam tidak lagi dianggap sebagai agama resmi negara (1928) dan
alphabet Turki yang sudah dilatinkan pun mulai diadopsi. Hari
minggu ditetapkan sebagai libur mingguan resmi pada 1935.
Menghapus tugas parlemen dalam menerapkan hukum Islam (1928),
menggantikan aksara Arab dengan Aksara Latin (1928), menetapkan
sumpah sekular untuk Anggota Majlis Nasional Agung (1928).
23. Bentuk sekularisme kemal ini dirancang agar negara bisa
mengontrol agama, bukan semata-mata menyingkirkannya dari
ruang publik. Menurut Harun Nasution, sekularisasi yang dilakukan
oleh Kemal tidak sampai menghilangkan agama dan Kemal tidak
berhasil membuat Turki lepas sama sekali dari ikatan Agama karena
rakyatnya masih memegang teguh Islam.
Semangat religiositas masyarakat Turki yang begitu dalam
tidak serta merta dapat dihapuskan dengan sekularisasi Kemal.
Disisi lain negara juga membutuhkan lembaga-lembaga Islam.
Penting untuk dicatat bahwa gerakan ini tidak dimotifasi oleh
ateisme maupun oleh pandangan anti-islam.
Mustafa Kemal selalu menekankan kesetiaannya pada Islam.
Pada 1923, misalnya ia menyatakan “Agama kita adalah agama yang
paling masuk akal dan alami. Karena itulah agama kita menjadi
agama yang terakhir. Agama yang alami harus sesuai dengan akal,
ilmu pengetahuan, dan logika. dan agama kita memang memenuhi
persyaratan itu”. Jadi usaha Kemal untuk mensekularkan Turki
lebih dimotifasi oleh pragmatisme dan keinginan untuk
menghilangkan model negara Dinasti Utsmani termasuk
menghapuskan penerapan syariah yang telah digunakan oleh Eropa
sebagai alasan untuk melakukan intervensi terhadap urusan dalam
negri Turki.
24. Ia melihat bahwa penghapusan symbol-simbol lama itu
merupakan langkah yang penting bagi Turki agar bisa menjadi negri
yang benar-benar independen dari hegemoni dan campur tangan
Barat. Ia bahkan menganggap reformasi yang dilakukannya sebagai
upaya untuk melindungi Islam, untuk memisahkan agama yang suci
dari politik yang kotor. Kemal dan pendukungnya beranggapan
bahwa pengadopsian norma dan institusi modern memang
mengharuskan dikorbankannya beberapa pemahaman Agama
tradisioanal. Dan hanya itulah cara bagi umat Islam agar terus
bertahan secara terhormat dalam dunia modern ini.
Satu langkah penting yang diambil dari proses ini adalah
mengontrol ulama dan tarekat sufi melalui berbagai cara termasuk
menetapkan undang-undang mengenai penyatuan sistem undang-
undang, mengenai penyatuan sistem pendidikan yang menjadi
landasan hukum bagi penutupan seluruh madrasah dan pelimpahan
seluruh urusan pendidikan pada kekuasaan kementrian pendidikan.
Pemakaian baju tradisional ulama juga dilarang, dan mereka tidak
lagi diperbolehkan untuk memakai gelar yang melambangkan
otoritas keagamaan seperti “alim” atau “syekh”. Pada 1928,
pengadopsian alfabet Roma dan pelarangan pengajaran bahasa Arab
dan Persia dilakukan untuk menghancurkan hubungan kultural dan
intelektual antara Dinasti utsmani lama dan Dunia Islam modern.
25. Usaha-usaha ini juga menandakan bahwa ulama
tidak lagi memainkan peran signifikan dalam
masyarakat. Pengetahuan yang mereka kuasai dan
wakili dipandang tidak lebih sebagai peninggalan
masalalu dan hambatan bagi usaha negara untuk
menghadirkan modernitas dalam masyarakat Turki.
Kesempatan mereka untuk bekerja dengan pengetahuan
dan pengalaman pendidikan yang mereka miliki kini
terbatas pada masjid dan institusi-institusi keagamaan.
Karena institusi-institusi itupun dikontrol dan dibiayai
oleh negara, independensi ulama pun dilumpuhkan
secara efektif. Kelas intelektual lama tergantikan oleh
kelas intelektual baru yang berusaha untuk memutuskan
ikatan masalalu dan membangun negara dengan budaya
sekular baru. Sebagai contoh institut negara Turki mulai
menulis sejarah Turki dan Institut bahasa Turki
menyusun ulang bahasa Turki.