SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 393
Baixar para ler offline
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Kementerian PPN/ Bappenas
Kementerian Lingkungan Hidup
Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
2014
Kekinian
Keanekaragaman Hayati
Indonesia
Kekinian	Keanekaragaman	Hayati	Indonesia	
Editor	 	 	 :	Prof.	Dr.	Rochadi	Abdulhadi	
	 	 	 	 		Prof.	Dr.		Elizabeth	A.	Widjaja	
	 	 	 	 		Prof.	Dr.	Yayuk	Rahayuningsih	
	 	 	 	 		Prof.	Dr.		Rosichon	Ubaidillah,		M.Phill.	
	 	 	 	 		Prof.	Dr.	Ibnu	Maryanto	
	 	 	 	 		Dr.	Ir.	Joeni	Setijo	Rahajoe,	M.Sc.	 	 	 	
	 	 	
Reviewer	 	 :	Prof.	Dr.	Eko	Baroto	Waluyo	
	 	 	 		Prof.	Dr.		Gono	Semiadi	
	 	 	 		M.	Fadly	Suhendra	
	 	 	 		Sarwendah	Puspita	Dewi		
Penata	Isi	 	 :	Dr	Ruliyana	Susanti	
	 	 	 		Eko	Sulistyadi,	M.Si.	 	 	 			
	 	 	 		Deden	Sumirat	Hidayat	,	S.Sos	
Desain	Sampul		 :	Deden	Sumirat	Hidayat	,	S.Sos
Daftar Isi | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| iDaftar Isi | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| i
Daftar	isi		 	 	 	 	 	 	 	 	 	 i	
Daftar	Tabel	 	 	 	 	 	 	 	 	 													iv	
Daftar	Gambar		 	 	 	 	 	 																																								viii	
Kata	Pengantar	Kepala	Lembaga	Ilmu	Pengetahuan	Indonesia	 	 									xxii	
Kata	Pengantar	Menteri	Negara	Perencanaan	Pembangunan	Nasional	 								xxiii	
Kata	Pengantar	Menteri	Lingkungan	Hidup	 																																																																				xxiv	
Ringkasan	Eksekutif	 																																																																																																																	xxv	
Bab	1				Pendahuluan																																																																																																																									1		
Bab	2	 Keanekaragaman	Ekosistem	 																																																																																								5	
2.1	Ekosistem	Alami	 	
2.1.1	 Ekosistem	Marin	(Air	Masin)	 	
2.1.1.1	 Mintakat	Neritik	 	
2.1.1.2	 Mintakat	Oseanik	 	
2.1.2	 Ekosistem	limnik	(Perairan	tawar)	 	
2.1.2.1	 Ekosistem	sungai	 	
2.1.2.2	 Ekosistem	danau	 	
2.1.3	 Ekosistem	semiterestrial	 	
2.1.3.1	 Ekosistem	mangrove	 	
2.1.3.2	 Ekosistem	riparian	 	
2.1.4	 Ekosistem	terestrial	(Darat)	 	
2.1.4.1	 Ekosistem	pantai	 	
2.1.4.2	 Ekosistem	hutan	pamah	 	
2.1.4.3	 Ekosistem	pegunungan	 	
2.1.4.4	 Ekosistem	Sub‐Alpin	dan	Alpin	 	
2.2	 Ekosistem	Buatan	 																																																																																					55		
2.2.1	 Tegalan	 	
2.2.2	 Pekarangan	 	
2.2.3	 Persawahan	 	
2.2.4	 Kebun	Campuran	 	
2.2.5	 Kolam	 	
2.2.6	 Tambak	 	
 
Bab	3	Keanekaragaman	Species	 																																																																																					59	
3.1		Keanekaragaman	Species	Laut	 	
3.1.1.	 Fauna	 	
3.1.2.	 Algae	 	
3.1.3.	 Flora	 	
3.1.4.	 Mikroba	 	
3.2	Keanekaragaman	Spesies	Terestrial	 	 	 	 	 											66	
3.2.1	 Fauna	 	
Daftar Isi
ii|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar Isi
3.2.1.1.	 Vertebrata	 	
3.2.1.2.	 Invertebrata	 	
3.2.1.3.	 Endemik	dan	endemisitas	fauna	 	
3.2.2	 Algae	(Alga)	 	
3.2.3	 Flora	 	
3.2.3.1.	 Tumbuhan	berspora	 	
3.2.3.2.	 Spermatophyta	 	
3.2.4	 Mikroba			 	
	
Bab	4		Koleksi	Referensi	Nasional	Keanekaragaman	Hayati	 	 	 									115	
4.1		Sejarah	Koleksi	Referensi	Nasional	 	 	 	 	 									115	
4.2		Referensi	Fauna	 	 	 	 	 	 	 									120	
4.3		Referensi	Flora	 	 	 	 	 	 	 									124	
4.4		Referensi	Kultur	Mikroba	 	 	 	 	 	 									134	
4.5		Referensi	Fauna	Hidup	 	 	 	 	 	 									138	
4.6		Referensi	Flora	Hidup	 	 	 	 	 	 									141	
4.6.1	 Koleksi	Flora	di	Kebun	Raya	Indonesia	 	
4.6.2	 Koleksi	Flora	di	Arboretum	Indonesia		
4.6.3	 Koleksi	plasma	nutfah	 	
	
Bab	5	 					Keanekaragaman	Genetika	 	 	 	 	 	 									147	
5.1		Hewan		 	 	 	 	 	 	 	 									147	
5.1.1	 Perikanan	 	
5.1.2	 Peternakan	 	
5.2		Tanaman	 	 	 	 	 	 	 	 									157	
5.2.1.	 Pemanfaatan	Sumber	Daya	Genetik	Tanaman	 	
5.2.2.	 Tanaman	Pangan	 	
5.2.3.	 Hortikultura	 	
5.2.4.	 Tanaman	perkebunan	dan	industri	 	
5.2.5.	 Tanaman	Hutan	 	
5.2.6.	 Pelestarian	 	
5.2.7.	 Sumber	 Daya	 Genetik	 Tanaman	 Pangan	 dan	 Pertanian	
(SDGPP)	dan	Pengetahuan	Tradisional	terkait	SDGPP		
5.3	Mikroba	 	 	 	 	 	 	 	 									180	
	
Bab	6	Peran	Keanekaragaman	Hayati	 		 	 	 	 	 									183	
6.	1		Pangan	 	 	 	 	 	 	 	 									183	
6.	1.1	 Sumber	Pangan	Utama		
6.	1.2	 Sumber	Pangan	Cadangan	 	
6.	1.3	 Peran	Mikroba	untuk	Pengolahan	Pangan	 	
6.	1.4	 Kawasan	Lindung	Pertanian	untuk	Ketahanan	Pangan	 	
6.	2		Kesehatan	 	 	 	 	 	 	 	 									200	
6.2.1	 Sumber	Bahan	Kosmetika	dan	Obat	Tradisional	 	
6.2.2	 Sumber	Pustaka	Kimia
Daftar Isi | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| iii
6.2.3	 Peranan	Kehati	Mikroba	untuk	Obat	 	
6.	3		Sumber	Energi	Terbarukan	 	 	 	 	 	 									207	
6.	4		Jasa	Ekosistem	(Ekosistem	services)	 	 	 	 	 									210	
6.4.1	 Binatang	 Penyerbuk	 (Polinator)	 untuk	 Meningkatkan	 Produksi	
Pertanian	dan	Konservasi	tumbuhan	Berbunga	(Angiospermae)	 	
6.4.2	 Binatang	sebagai	pemencar	biji	untuk	konservasi	ekosistem	 	
6.4.3	 Mikroba	 sebagai	 agen	 pupuk	 organik	 hayati	 dalam	 pemenuhan	
kebutuhan	pangan	berkelanjutan	sebagai	bagian	jasa	ekosistem	 	
6.4.4	 Peran	 Mikroba	 Mengatasi	 Pencemaran	 Lingkungan	 Dalam	 Jasa	
Lingkungan	 	
6.4.5	 Strategi	pengelolaan	jasa	lingkungan	 	
	
Bab	7	Spesies	Asing	Invasif	 	 	 	 	 	 	 									235	
7.1		Pengertian	Spesies	Asing	dan	Invasif		
7.2		Jenis‐jenis	spesies	asing	dan	invasif	di	Indonesia	 	
7.3		Introduksi	IAS	di	Indonesia	 	
7.4		Dampak	dan	bahaya	keberadaan	IAS		
7.5		Permasalahan	 	
7.6		Prospek	IAS	di	masa	depan	 	
7.7		Resiko	Analisis,	upaya‐upaya	pengendalian	dan	pengelolaan		
7.8		Regulasi	IAS	dalam	usaha	pencegahan	 	
	
Bab	8		Indikator	Biologi	 	 	 	 	 	 	 							253		
8.1		Binatang	sebagai	Bioindikator	 	
8.2		Tumbuhan	sebagai	Bioindikator	 	
8.3		Mikroba	sebagai	Bioindikator	 	
	
Bab	9	Kehilangan	Keanekaragaman	Hayati	 	 	 	 	 									261	
9.1		Kehilangan	Keanekaragam	Hewan	 	
9.2		Kehilangan	Keanekaragaman	Tumbuhan	 	
9.3		Kehilangan	Keanekaragaman	Mikroba	 	
	
Bab	10		Perlindungan	dan	Penyelamatan	Keanekaragaman	Hayati	 	 									283	
10.1		Kriteria	Perlindungan	Kehati	 	
10.2		Kawasan	Perlindungan	Kehati	 	
10.2.1		Kawasan	in‐situ	 	
10.2.1.1			Kawasan	Suaka	Alam	dan	Kawasan	Pelestarian	Alam		
10.2.1.2			Cagar	Biosfer	dan	World	Heritage	 	
10.2.1.3			Taman	buru	 	
10.2.1.4			Kawasan	konservasi	perairan	darat	(Danau)		
10.2.1.5			Kebun	Raya	 	
10.2.1.6			Taman	Kehati		
10.3		Inisiasi	dan	Legislasi	 	
10.4		Strategi	Penyelamatan	Habitat	dan	Spesies
iv|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar isi
10.5		Fauna	dan	Flora	dalam	IUCN	Red	Data	List	 		
10.6		Perlindungan	Bioresouces	melalui	Kearifan	Tradisional	(	
	 Tabu,	Sakral/Keramat)	 		
10.6.1		Sumber	Daya	Genetik	dan	Pengetahuan	Tradisional	 			
10.6.2		Pelestarian	spesies‐spesies	lokal	(padi)	di	masyarakat		
	 tradisional	 		
10.7		Bencana	Biologi	 		
10.7.1		Potensi	Zoonosis	sebagai	Bencana	Biologi	 		
10.7.2		Penanggulangan	Zoonosis	di	Indonesia	
	 		
Prospek	Kehati:	Tantangan	dan	Harapan		 	 	 	 																							335	
Daftar	Pustaka		 	 	 	 	 	 	 	 									339	
Daftar	Penulis	Buku		 	 	 	 	 	 	 	 									353	
Lampiran	 	 	 	 	 	 	 	 	 									359
Daftar Tabel | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| v
Tabel	1	 Beberapa	fauna	laut	dalam	di	Indonesia	 	
Tabel	2	 Jumlah	dan	Luas	Danau	di	Indonesia	 	
Tabel	3	 Luas	dan	penyebaran	hutan	mangrove	di	Indonesia	 	
Tabel	4	 Lokasi	hutan	mangrove	untuk	perlindungan	satwa	liar	di	Indonesia	 	
Tabel	5	 Luas	sebaran	lahan	rawa	gambut	di	Indonesia	dari	berbagai	sumber	 	
Tabel	6	 Perbandingan	keadaan	lingkungan	di	luar	dan	di	dalam	gua	 	
Tabel	7	 Jumlah	individu	Arthropoda	tanah	di	Maros	dari	luar	gua	(Suhardjono	dkk	
2003)				 			
Tabel	8	 Jumlah	fauna	laut	yang	ditemukan	di	perairan	Indonesia	(PUSLIT	BIOLOGI	
LIPI	2014)	 	
Tabel	9	 Jumlah	Famili	dan	Spesies	dari		lima	Philum	Echinodermata	di	Indonesia	dan	
sekitarnya	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Tabel	10	 Jumlah	spesies	krustasea	laut	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Tabel	11	 Jumlah	spesies	Polychaeta	di	perairan	Indonesia	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)
	 	
Tabel	12	 Perkiraan	jumlah	spesies	tikus	dan	kelelawar	untuk	setiap	pulau‐pulau	kecil	
diluar	5	pulau	utama	di	Indonesia	(Sumatra,	Jawa,	Kalimantan,	Sulawesi	dan	
Papua)	(Maryanto	&	Higashi	2012)	 	
Tabel	13	 Jumlah	spesies	moluska	Indonesia	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)		
Tabel	14	 Moluska	(Gastroda	&	Bivalvia)terrestrial	(LIPI2014)	 	
Tabel	15	 Kepiting	air	tawar	di	Indonesia	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Tabel	16	 Udang	air	tawar	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Tabel	17	 Pola	distribusi	lobster	air	tawar	Cherax	di	Indonesia	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	
2014)	 	
Tabel	18	 Arahnida	Indonesia	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Tabel	19	 Jumlah	jenis	Collembola	di	Indonesia	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Tabel	20	 Ordo‐ordo	serangga	yang	mendiami	Indonesia	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)
	 	
Tabel	21	 Jumlah	spesies	Kupu‐kupu	di	Indonesia	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Tabel	22	 Keanekaragaman		beberapa	famili	anggota	Ordo	Hymenoptera	dan	Diptera	
yang	sudah	terungkap	di	Indonesia	(LIPI2014)		
Tabel	23	 Lebah	madu		di	Indonesia	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Tabel	24	 Jumlah	spesies	Orthoptera	(LIPI2014)	 	
Tabel	25	 Jumlah	spesies,	endemik	dan	endemisitas	ikan	air	tawar	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	
2014)	 	
Tabel	26	 Endemisitas	krustasea	air	tawar	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Tabel	27	 Prioritas	spesies	Krustasea	untuk	mendapatkan	perlindungan	kawasan	
konservasi	(LIPI2014)	 	
Tabel	28	 Jumlah	spesies	kupu‐kupu	endemik	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Tabel	29	 Ekstrapolasi	jumlah	spesies	setiap	pulau	dan	presentase	endemisitasnya	
(LIPI2014)	 	
Tabel	30	 Ekspedisi	Museum	Zoologicum	Bogoriense	sebelum	kemerdekaan	Republik	
Indonesia	(LIPI,	2014)	 	
Tabel	31	 Perbandingan	koleksi	spesimen	burung	di	MZB	dan	status	jenis	burung	di	
Indonesia	(LIPI,	2014).	 	
Tabel	32	 Peta	persebaran	koleksi	di	Indonesia	sejak	Herbarium	Bogoriense	didirikan	
(LIPI2014).	 	
Tabel	33	 Jumlah	koleksi	tumbuhan	di	Kebun	Raya	Indonesia	(hingga	Juni	2013)	 	
Tabel	34	 Komodoti	unggulan	tanaman	pangan	dan	pertanian	 	
Tabel	35	 Daftar	varietas	lokal	durian	yang	sudah	didaftar	 	
Tabel	36	 Daftar	varietas	lokal	durian	yang	sudah	didaftar	 	
Tabel	37	 Varietas	liar	Musa	acuminata	dan	M.	balbisiana	yang	terdapat	di	Indonesia
	 	
Tabel	38	 Kultivar	lokal	pisang	yang	sudah	didaftar	 	
Tabel	39	 Varietas	hasil	pemuliaan	yang	sudah	didaftar	 	
Tabel	40	 Varietas	lokal	yang	sudah	dilepas	 	
Daftar Tabel
vi|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar Tabel
Tabel	41	 Kultivar	unggul	buah	lokal	yang	terdapat	di	Balai	Penelitian	Buah	Tropika	
Tabel	42	 Spesies	tanaman	hutan	prioritas	untuk	penelitian	dan	pengembangan	 	
Tabel	43	 Konservasi	genetic	beberapa	spesies	prioritas	tanaman	hutan	 	
Tabel	44	 Beberapa	lokasi	pelestarian	ex‐situ	sumber	daya	genetik	tanaman	hutan		
Tabel	45	 Jenis	bahan	dan	produk	pangan	yang	melibatkan	keberadaan	mikroba.	 	
Tabel	46	 Mikroba	yang	berperan	dalam	proses	enzimatik	bahan	pangan.	 	
Tabel	47	 Beberapa	mikroba	yang	telah	berhasil	diisolasi	dari	berbagai	lingkungan	dan	
dikarakterisasi	sifat	dan	potensi	pemenafaatan	sebagai	penghasil	bahan	obat
	 	
Tabel	48	 Tabel		Daftar	mikroba	utama	agen	biyang	induk	(starter)	Pupuk	Organik	
Hayati	(POH)	dan	perannya	dalam	menunjang	produksi	tanaman	(Prashar	et	
al.	2014)	 	
Tabel	49	 Mikroba	penyubur	perakaran	 	
Tabel	50	 Contoh	Ikan	asing	invasif	berbahaya	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Tabel	51	 Strategi	terkait	dengan	keberadaan	IAS	 	
Tabel	52	 Tabel	jenis	Antropozoonosis	yang	teridenti ikasi	tersebar	di	Indonesia	 	
Tabel	53	 Spesies	endemik	dan	hasil	monitoring	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Tabel	54	 Populasi	mikroba	bermanfaat	pada	beberapa	perubahan	ekosistem	hutan	
(Antonius	dkk,	2011)		
Tabel	55	 Kawasan	konservasi	Indonesia	 	
Tabel	56	 Luas	kawasan	hutan	Indonesia	berdasarkan	fungsi	 	
Tabel	57	 Kawasan	Hutan	di	Indonesia	(Ditjen	PHKA,	Kemenhut	2014)	 	
Tabel	58	 Tabel	danau	 	
Tabel	59	 Taman	Kehati	yang	telah	dibentuk	sejak	tahun	2008	bersumber	pada	APBN	
dari	Kementrian	Lingkungan	Hidup.	 	
Tabel	60	 Daerah	Penting	Burung	(DPB)	Indonesia	 	
Tabel	61	 Daerah	Burung	Endimik	(DBE)	di	Indonesia	 	
Tabel	62	 Jumlah	dan	Luas	Danau	di	Indonesia	 	
Tabel	63	 Daerah	Penting	Burung	Kawasan	Kalimantan	(Burung	Indonesia)	 	
Tabel	64	 Kawasan	konservasi	harimau	sumatra	dan	organisasi	yang	terlibat	
(Departemen	Kehutanan	2007)	 	
Tabel	65	 Perkiraaan	jumlah	individu	harimau	Sumatra	yang	tersingkir	dari	habitat
	 	
Tabel	66	 Perkiraan	jumlah	individu	harimau	Sumatra	yang	tersingkir	dari	habitat	alami
	 	
Tabel	67	 Keberadaan	harimau	Sumatra
Daftar Gambar | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| vii
Gambar	1	 Diagram	pro ile	tipe	ekosistem	dari	laut,	pantai	hingga	pegunungan	alpin	
Gambar	2	 Zonasi	di	perairan	laut	(Literatur	acuan)	
Gambar	3	 Hamparan	terumbu	karang		spesies	Acropora	di	Pulau	Tokong	Berlayar,	
Kepulauan	Anambas	(Foto:	AM	Siregar/CCDP‐IFAD)		
Gambar	4	 Tumbuhan	yang	hidup	pada	padang	lamun	(Foto:	D.J.	Setyono/LIPI)	
Gambar	5	 Tipe	vegetasi	yang	dapat	ditemukan	di	Indonesia	(Sumber	Kartawinata	
2013)	
Gambar	6	 Hutan	pantai	berpasir	(Foto:	Suhardjono/LIPI)	
Gambar	7	 Ipomoea	pes‐caprae	(B)	yang	mendominasi	formasi	pes‐caprae	di	ekosistem	
pantai	(Foto:	Suhardjono/LIPI)	dan	Baringtonia	asiatica	(B.	Bunga,	C.	Buah)	
yang	mendominasi	formasi	Baringtonia	(Foto:	A	Supriyatna/LIPI)	
Gambar	8	 Canopy	dari	hutan	dipterokarpa,	memperlihatkan	tumbuhan	emergen	dari	
jenis	Shorea	laevis	(Foto:	R.	Susanti/LIPI)	
Gambar	9	 Hutan	kerangas	di	Desa	Bawan	Kabupaten	Pulang	Pisau,	Kalimantan	
Tengah	(Foto:	Joeni	SR/LIPI).	
Gambar	10	 Rhodendron	tumbuhan	yang	dapat	ditemukan	di	Habbema,	Papua	salah	satu	
contoh	ekosistem	alpin	(Foto:	AP	Keim/LIPI)	
Gambar	11	 Hutan	notofagus	salah	satu	tipe	hutan	yang		dapat	ditemukan	pada	
ekosistem	alpin	(Foto:	JS	Rahajoe/LIPI)	
Gambar	12	 Gua	Kalepale	di	Pulau	Waigeo,	Papua	dengan	ornamen	gua	yang	sangat	
indah	(Foto:	C.	Rahmadi/LIPI)	
Gambar	13	 Peta	sebaran	kawasan	karst	di	Indonesia:				kawasan	karst	(Disalin	dari	
Surono	et	al.	1999).	
Gambar	14	 Pro il	gua	menunjukkan	pembagian	berbagai	tipe	zona	gua	(Modi ikasi	dari	
Howarth	1980).	
Gambar	15	 Kecoak	gua	raksasa,	Miroblatta	baai,	yang	endemik	di	Karst	Sangkulirang,	
Kalimantan	Timur	(Foto:	C	Rahmadi/LIPI)	
Gambar	16	 Koloni	kelelawar	pemakan	buah,	Rousettus	amplexicaudatus	di	mulut	Gua	
Ngerong,	Tuban	Jawa	Timur	(Foto:	C	Rahmadi/LIPI)		
Gambar	17	 Kepiting	gua	dari	Waigeo	hasil	ekpedisi	Widya	Nusantara	LIPI	2007.	Atas:	
Karstarma	ardea,	bawah:	Karstarma	waigeo	(Foto:	C	Rahmadi/LIPI)	
Gambar	18	 Diagram	pro il	tanah.	
Gambar	19	 Jumlah	spesies	dan	famili	Collembola	pada	setiap	plot	
Gambar	20	 Jumlah	spesies	serangga	tanah		pada	setiap	plot	
Gambar	21	 Jumlah	spesies	dan	famili	Collembola	pada	setiap	plot	
Gambar	22	 Kondisi	koral	Indonesia	masa	lalu	dan	saat	ini	(Jompa	2013)	
Gambar	23	 Jumlah	spesies	mamalia	berdasarkan	tujuh	kawasan	di	Indonesia	(PUSLIT	
BIOLOGI	LIPI	2014)	
Gambar	24	 Jumlah	spesies	burung	di	tujuh	kawasan	di	Indonesia	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	
2014)	
Gambar	25	 Jumlah	spesies	am ibia	di	tujuh	kawasan	di	Indonesia	(LIPI2014)	
Gambar	26	 Jumlah	spesies	reptilia	di	tujuh	kawasan	di	Indonesia	(LIPI2014)	
Gambar	27	 Jumlah	spesies	ikan	air	tawar	di	enam	kawasan	di	Indonesia	(LIPI2014)	
Gambar	28	 Jumlah	spesies	Capung	Indonesia	(LIPI2014)	
Gambar	29	 Lebah	sebagai	polinator	yang	penting	(a)	Lebah	madu	(nama	latin?)	(b)	Apis	
cerana		(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	
Gambar	30	 Jankrik	raksasa	(Sea	ferox)		
Gambar	31	 Endemisitas	fauna	vertebrata	Indonesia	(%)	(LIPI2014)	
Gambar	32	 Contoh	sebaran	utama	pulau	pulau	dengan	endemisitas	kelawar	dan	tikus	
yang	tinggi	(LIPI2014)	
Gambar	33	 Beberapa	burung	yang	ditemukan	sejak	tahun	2000	s.d	2013	di	Indonesia,	
(a)	Melipotes	carolae	dari	Papua	yang	dideskripsi	tahun	2007	(Foto:	Bruce	
M.	Beehler/CI)	dan	(b)	Tyto	almae	yang	ditemukan	di	Pulau	Buru	dan	
dideskripsi	tahun	2013	(Tri	Haryoko/	Puslit	Biologi‐LIPI)	
Gambar	34	 Kondisi	algae	di	Indonesia	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	
Gambar	35	 Sebaran	alga	berdasarkan	pulau	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	
Daftar Gambar
viii|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar Gambar
Gambar	36	 Jumlah	alga	berdasarkan	 ilumnya	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	
Gambar	37	 Keanekaragaman	kriptogram	di	Indonesia	(LIPI2014)	
Gambar	38	 Data	Kriptogam	per	pulau	di	Indonesia	(LIPI2014)	
Gambar	39	 Jamur	yang	dapat	ditemukan	di	Indonesia.	a.	Marasmius	sp.;	b.	Collybia	sp.;	
c.	Boletus	sp.;	c.	Marasmiellus	sp.;	d.	Marasmius	aurantiobasalis;	dan	e.	
Hidropus.	(Foto:	A	Retnowati/LIPI)	(LIPI2014)	
Gambar	40	 Jumlah	jenis‐jenis	dalam	kelompok	kriptogam	di	Indonesia	(LIPI2014)	
Gambar	41	 Histogram	jumlah	paku‐pakuan	di	Indonesia	tahun	2013	(LIPI2014)	
Gambar	42	 Histogram	jumlah	Gymnospermae	di	Indonesia	per	pulau	(PUSLIT	BIOLOGI	
LIPI	2014)	
Gambar	43	 Peta	koleksi	Gymnospermae	di	Herbarium	Bogoriense	(LIPI2014)	
Gambar	44	 Histogram	Angiospermae	di	Indonesia	per	pulau	(LIPI2014)	 	
Gambar	45	 Jumlah	spesies	mikroba	yang	ditemukan	di	Indonesia.	 	
Gambar	46	 Gedung	Landbouw	Zoologisch	Museum	yang	saat	ini	menjadi	ruang	pamer	
Museum	Zoologicum	Bogoriense	(LIPI,	2014)	 	
Gambar	47	 Logo	Museum	Zoologicum	Bogoriense	yang	diciptakan	oleh	Dr.	A.	Diakonoff	
dan	Dr.	M.A.	Lieftinck	(LIPI,	2014)	 	
Gambar	48	 Gedung	Widyasatwaloka,	Bidang	Zoologi,	Pusat	Penelitian	Biologi‐LIPI	
(LIPI,	2014).	 	
Gambar	49	 Koleksi	basah	(kiri)	dan	koleksi	kering	(kanan)	yang	menjadi	metode	
pengawetan	spesimen	di	Museum	Zoologicum	Bogoriense	(LIPI,	2014).	
Gambar	50	 Kiri:	ruang	penyimpanan	koleksi	kering,	Kanan:	ruang	penyimpanan	koleksi	
basah	(LIPI,	2014).	 	
Gambar	51	 Spesimen	holotype	Melipotes	carolae	dengan	label	merah	dari	Papua	yang	
dideskripsi	tahun	2010	(LIPI,	2014).	 	
Gambar	52	 Komposisi	koleksi	fauna	MZB.	Spesimen	serangga	merupakan	koleksi	
terbesar	(LIPI,	2014).	 	
Gambar	53	 Komposisi	jumlah	spesimen	type	di	MZB	(LIPI,	2014).	 	
Gambar	54	 Gambar	lokasi	koleksi	spesimen	fauna	dari	berbagai	kelompok	takson	(LIPI,	
2014).	 	
Gambar	55	 Perbandingan	antara	jumlah	jenis	takson	dari	kelompok	vertebrata	yang	
sudah	terkoleksi	oleh	MZB	dan	jumlah	jenis	takson	tersebut	di	Indonesia	
(LIPI,	2014).	 	
Gambar	56	 Kolesi	specimen	herbarium	di	Herbarium	Bogoriense	(LIPI2014)	 	
Gambar	57	 Koleksi	type	di	Herbarium	Bogoriense	(LIPI2014)	 	
Gambar	58	 Jumlah	koleksi	specimen	di	Herbarium	Bogoriense	(LIPI2014)	 	
Gambar	59	 Koleksi	specimen		Algae	dan	tumbuhan	berspora		di	Herbarium	Bogoriense	
berdasarkan	jumlah	famili.	(LIPI2014)	 	
Gambar	60	 Koleksi	specimen	tumbuhan	berbunga	berdasarkan	jumlah	famili	
(LIPI2014)	 	
Gambar	61	 Jumlah	lembar	koleksi	tumbuhan	berbunga	di	Herbarium	Bogorinese	
(LIPI2014)	 	
Gambar	62	 Indeks	kerapatan	koleksi	per	pulau	di	Indonesia	hingga	tahun	1950	
(LIPI2014)	 	
Gambar	63	 Peta	persebaran	koleksi	spesies	Jamur	sebelum	(a)	dan	sesudah	(b)	
kemerdekaan	(LIPI2014)	 	
Gambar	64	 Peta	persebaran	koleksi	spesies	Paku‐pakuan	sebelum	(a)	dan	sesudah	(b)	
kemerdekaan	(LIPI2014)	 	
Gambar	65	 Peta	persebaran	koleksi	spesies	Gymnospermae	sebelum	(a)	dan	sesudah	
(b)	kemerdekaan	(LIPI2014)	 	
Gambar	66	 Peta	persebaran	koleksi	spesies	Monocotyledon	sebelum	(a)	dan	sesudah	
(b)	kemerdekaan	(LIPI2014)	 	
Gambar	67	 Peta	persebaran	koleksi	spesies	Jamur	sebelum	(a)	dan	sesudah	(b)	
kemerdekaan	(LIPI2014)	 	
Gambar	68	 Jumlah	isolat	pada	koleksi	kultur	mikroba	referensi	nasional	(InaCC).	93	
Gambar	69	 Peta	Persebaran	Kebun	Raya	di	Indonesia	(Sumber:	TPKR,	2013)	 	
Gambar	70	 Peta	Rencana	Pengembangan	Kebun	Raya	di	Indonesia	(Sumber:	Witono	
dkk.,	2012)	 	
Gambar	71	 Ikan	arwana	irian	(Scleropages	jardinii)	(Foto	:	A	Tjakra/LIPI)	 	
Gambar	72	 Peta	umbi‐umbian	di	Pulau	Sulawesi	 	
Gambar	73	 Pemetaannya	umbi‐umbian	berdasarkan	jenis	batuan.
Daftar Gambar| Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| ix
Gambar	74	 Kincir	Angin	Pejuang	Eco	Village	di	Desa	Tapak	Bumi	Karangantu	Serang	
Banten	(http://www.indonesianvillage.com/2011/09/09/1599/
#sthash.ipBWx90i.dp)uf	 	
Gambar	75	 Persentase	fruit	set	pada	10	tandan	buah	kelapa	sawit	(kiri)	dan	proporsi	
(%)	buah	terserbuki	dan	tidak	(kanan)	(Kahono	et	al.	2013)		(PUSLIT	
BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Gambar	76	 Contoh	sebagian	keselarasan	antara	cara	penyerbukan	struktur	bunga	
(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Gambar	77	 Skema	cara	kerja	kelompok	mikroba	penambat	N	di	alam	 	
Gambar	78	 Jumlah	jenis	 lora,	fauna	dan	mikroba	invasif	(Wijaya	dkk	2011)	 	
Gambar	79	 Kelompok	mikroba	Invasif	yang	dijumpai	di	Indonesia	(PUSLIT	BIOLOGI	
LIPI	2014)	 	
Gambar	80	 Distribusi	titer	virus	Nipah	dan	Hendra	pada	serum	kalong	di	Menado	
Sulawesi	Utara	dan	Pontianak	Kalimantan	Barat	dengan	uji	Serum	
Netralisasi	(Sendow	2013)		
Gambar	81	 Kemunculan	penyakit	pada	manusia	yang	bersumber	dari	mamalia	 202	
Gambar	82	 Jumlah	spesies	virus	yang	unik	(dari	ICTV	taksonomi)	untuk	setiap	ordo	
mamalia	dari	tinjauan	banyak	literatur	(From	Olival,	Bogich	et	al.,	
unpublished)	 	
Gambar	83	 Perubahan	luasan	tutupan	lahan	dari	tahun	2000	hingga	2009	di	Indonesia	
(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Gambar	84	 Contoh	Hilangnya	spesies	tumbuhan	endemic	di	Sulawesi	Tengah	(Widjaja	
2013)	 	
Gambar	85	 Gra ik	jumlah	jenis	ikan	asli	di	Sungai	Ciliwung	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	
Gambar	86	 Gra ik	%	kehilangan	jenis	Ikan	asli	di	Sungai	Ciliwung	(PUSLIT	BIOLOGI	
LIPI	2014)	 	
Gambar	87	 Gra ik	%	kehilangan	jenis	ikan	asli	di	berbagai	Situ	DAS	Ciliwung	(PUSLIT	
BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Gambar	88	 Gra ik	jumlah	jenis	krustasea	asli	di	Sungai	Ciliwung	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	
2014)	 	
Gambar	89	 Gra ik	%	kehilangan	jenis	krustasea	asli	di	Sungai	Ciliwung	(PUSLIT	
BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Gambar	90	 Gra ik	%	kehilangan	jenis	Ikan	asli	di	DAS	Cisadane:	sungai	(kiri),	Situ	
(kanan)	(Wowor	et	al.	2010)	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Gambar	91	 Spesies‐spesies	endemic	di	Sulawesi	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Gambar	92	 Pemetaan	spesies	endemic	pada	peta	penutupan	lahan	2009	di	Sulawesi	
(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Gambar	93	 Pemetaan	species	endemic	yang	ditemukan	dan	yang	tidak	diketemukan	
pada	tutupan	lahan	2009	di	Sulawesi	Tengah	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)
	 	
Gambar	94	 Histogram	 lora	di	Sulawesi	diikuti	oleh	species	endemic	dan	preci	(PUSLIT	
BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Gambar	95	 Peta	spesies	endemic	di	Sulawesi	Selatan	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)
	 	
Gambar	96	 Keberadaan	populasi	mikroba	umum	dalam	kaitannya	tingkat	pencemaran	
logam	berat	pada	lokasi	sampling	berdasar	jarak	dari	sumber	polutan	di	
Sungai	Cikijing,	Rancaekek‐Bandung		(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Gambar	97	 Populasi	mikroba	agen	denitri ikasi	dan	aktivitas	reduksi	Nitrat	pada	lokasi	
sampling	berdasar	jarak	dari	sumber	polutan	di	Sungai	Cikijing,	Rancaekek‐
Bandung			(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Gambar	98	 Limbah	buangan	pabrik	tekstil	yang	masuk	saluran	irigasi	persawahan	(A),	
sampling	tanah	sawah	tercemar	logam	berat	limpasan	limbah		(PUSLIT	
BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Gambar	99	 Kawasan	Konservasi	di	Indonesia	 	
Gambar	100	 Jumlah	propinsi	dan	kabupaten	yang	telah	mengembangkan	taman	kehati	
pada	tahun	2012‐2013.	 	
Gambar	101	 Spesies	 lora	dan	fauna	yang	dilindungi	 	
Gambar	102	 Pro il	kehati	Sulbarþ	 	
Gambar	103	 Pro il	kehati	JABAR	 	
Gambar	104	 Corremap‐CTI.	2012	Direktorat	jenderal	kelautan,	pesisir	dan	pulau‐pulau	
kecil	Kementerian	Kelautan	dan	Perikanan
x|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar Gambar
Gambar	105	 Kawasan	penting	biodiversitas	kawasan	Wallacea	(Burung	Indonesia	2013)
	 	
Gambar	106	 Strategi		silvo isheries	untuk	peningkatan	produktivitas	perikanan	dan	
peningkatan	habitat	fauana	migran		
Gambar	107	 Elang	Jawa,	Spizaetus	bartelsi	(foto	Fahrul	P	Amama)	 	
Gambar	108	 Maleo,	Macrocephalon	maleo	(foto	Fahrul	P	Amama)	248	
Gambar	109	 Areal	perlindungan	karnivora	punca	perairan	(habitat	buaya	di	sungai	
Mapam)	 	
Gambar	110	 Status	Flora	dan	Fauna	dalam	IUCN	Red	data	list	 	
Gambar	111	 Jumlah	spesies	yang	dilindungi	setiap	kelas	pada	 lora	 	
Gambar	112	 Status	konservasi	fauna	di	Indonesia	 	
Gambar	113	 Status	 lora	fauna	berdasarkan	habitatnya	di	alam	(PUSLIT	BIOLOGI	PUSLIT	
BIOLOGI	LIPI	2014)	 	
Gambar	114	 Keragaman	spesies	burung	pada	beberapa	tipe	penggunaan	lahan	
(Noerdjito	&	Maryanto	2001)
Kata Pengantar | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| xi
	
Kata Pengantar Kepala
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
xii|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Kata Pengantar
Kata Pengantar | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| xiii
 
Kata Pengantar
Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional
xiv|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Kata Pengantar
 
Kata Pengantar | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| xv
 
Kata Pengantar
Menteri Lingkungan Hidup
xvi|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Kata Pengantar
 
Ringkasan Eksekutif
Daftar Pustaka| Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| xvii
obatan,	energi	dan	sandang,	hingga	jasa	
penyedia	 air	 dan	 udara	 bersih,	
perlindungan	 dari	 bencana	 alam,	 dan	
regulasi	 iklim.	 Keanekaragaman	 hayati	
juga	 dimanfaatan	 untuk	 perkembangan	
sosial,	 budaya	 dan	 ekonomi	 umat	
manusia.	
	
Indonesia	 merupakan	 negara	
kepulauan	beriklim	tropis	yang	terletak	
di	 dua	 benua	 yaitu	 Asia	 dan	 Australia,	
dan	dua	samudra	yaitu	Samudra	Pasi ic	
dan	 Hindia	 dengan	 posisi	 6oLU	 –	 11oLS	
dan	 95oBT	 –	 141oBT.	 Saat	 ini,	 baru	
13.466	 pulau	 yang	 sudah	 dikenali	 dan	
diberi	 nama	 dari	 	 total	 jumlah	 pulau	
sekitar	 17.000	 pulau	 yang	 dimiliki	
Indonesia.	 Luas	 daratan	 Indonesia	
adalah		1.919.440	km2	dan	luas	perairan	
3.257.483	 km2	 dengan	 garis	 pantai	
sepanjang	 54.716	 km.	 Secara	 geologis,	
Indonesia	 dilalui	 oleh	 dua	 jalur	
pegunungan	 muda	 dunia	 yaitu	
Pegunungan	 Mediterania	 di	 sebelah	
barat	dan	Pegunungan	Sirkum	Pasi ik	di	
sebelah	 timur.	 Adanya	 dua	 jalur	
pegunungan	 tersebut	 menyebabkan	
Indonesia	 banyak	 memiliki	 gunung	 api	
yang	 aktif	 dan	 sering	 disebut	 sebagai	
“the	 paci ic	 ring	 of	 ire”,	 serta	 rawan	
terjadinya	 gempa	 bumi.	 Secara	
biogeogra is,	 bentang	 alam	 Indonesia	
membentuk	 bioregion	 yang	 dapat	 di	
pisahkan	 antara	 biogeogra i	 lora	 dan	
fauna	 Asia	 dan	 Australasia	 sehingga	
terbentuklah	adanya	garis	Wallacea	dan	
garis	biogeogra i	sperti	Weber,	dan	garis	
Lydekker.	 	 Dengan	 posisi	 tersebut	 ,	
menyebabkan	 Indonesia	 mempunyai	
keanekaragaman	 hayati	 yang	 sangat	
tertinggi,	 dan	 mungkin	 	 lebih	 tinggi	
Buku	 “Kekinian	 Keanekaragaman	
Hayati	 Indonesia”	 menyajikan	 ulasan	
status	 terkini	 dari	 semau	 aspek	
keanekaragaman	hayati	Indonesia	mulai	
dari	 kekayaan,	 pemanfaatan	 hingga	
upaya	 perlindungannya.	 Data	 dan	
informasi	 dari	 berbagai	 Institusi	 riset,	
kementrian	teknis	(Kehutanan,	Kelautan	
dan	 Perikanan,	 Pertanian),	 Lembaga	
swadaya	 masyarakat	 dan	 perguruan	
tinggi	 terkait	 	 telah	 dihimpun	 untuk	
memperkaya	informasi	buku	ini.	Semua	
informasi	 dalam	 buku	 ini	 merupakan	
pemutakiran	informasi	yang	pernah	ada	
dan	 merupakan	 landasan	 utama	 untuk	
pengelolaan	 keanekaragaman	 hayati		
secara	 benar,	 khusunya	 untuk	 menilai	
kembali	 target	 nasional	 pengelolaan	
keanekaragaman	hayati	di	Indonesia.	
Keanekaragaman	 hayati	 	 atau	
”Biological	 diversity	 “	 dapat	
diterjemahkan	 sebagai	 semua	 makluk	
yang	 hidup	 di	 Bumi,	 termasuk	 semua	
spesies	 tumbuhan,	 binatang	 dan	
mikroba.	 Spesies‐spesies	 didalam	
keanekaragaman	 hayati	 berhubungan	
satu	 dengan	 yang	 lainnya	 dan	 saling	
membutuhkan	 untuk	 tumbuh	 dan	
berkembang,	 sehingga	 membentuk	
suatu	 sitem	 kehidupan.	 Para	 ilmuwan	
sepakat	 mengelompokkan	
keanekaragaman	 hayati	 menjadi	 tiga	
kategori	 yaitu	 kenekaragtaman	
ekosistem,	 	 sepesies	 dan	 genetika.	
Keanekaragaman	 hayati	 merupakan	
komponen	 penting	 dalam	
keberlangsungan	 bumi	 dan	 seisinya	
termasuk	 eksistensi	 manusia.	 Berbagai	
jasa	dan	layanan	keanekaragaman	hayati	
sudah	dimanfaatkan	sejak	manusia	 ada,	
mulai	dari	sebagai	sumber	pangan,	obat‐
Ringkasan Eksekutif
xviii|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar Pustaka
diuraikan,	 	 mulai	 dari	 ekosistem	 laut	
dalam,	 laut	 dangkal,	 pantai	 (termasuk	
padang	lamun	dan	mangrove)	,	ekositem	
dataran	 rendah	 (termasuk	 hutan	
dipterocarpa,	 hutan	 kerangas,	 gambut,	
karst,	 danau	 dll),	 hutan	 pegunungan	
bawah,	 hutan	 pegunungan	 atas,	 sub‐
alpin	 hingga	 alpin.	 Selain	 itu	 eksositem	
buatan	 mulai	 dari	 sawah,	 tegalan,	
pekarangan,	 kebun,	 tambak,	 empang	
telah	 diuraikan	 secara	 singkat.	 Semua	
ekosistem	 buatan	 juga	 dihuni	 oleh	
ribuan	spesies	 lora,	fauna	dan	mikroba.	
Secara	khusus	ekosistem	esensial	seperti	
Karst,	 gambut	 dan	 mangrove	 dibhas	
sesuai	 dengan	 	 fungsi	 dan	 konservasi	
keanekaragaman	 hayati	 sserta	
pemanfaatannya.			
Secara	 umum,	 kekayaan	
keanekaragaman	 hayati	 Indonesia	
belum	semuanya	diketahui		baik	jumlah	
spesies	 maupun	 potensinya.	 Luasnya	
kawasan	 Indonesia	 dan	 kurangnya	 ahli	
taksonomi	 baik	 lora,	 fauna	 maupun	
mikroba	 merupakan	 hambatan	 utama	
dalam	 upaya	 mengungkapkan	
keanekaragaman	 hayati	 Indonesia	
secara	tuntas	dan	benar.	Data	 yang	 ada	
masih	 bercerai	 berai	 dan	 belum	
terkumpul	 dengan	 baik	 dari	 berbagai	
pustaka	 dan	 database.	 Sedangkan	
pendataan	 secara	 digital	 sangat	 lamban	
dilakukan	 karena	 kurangnya	 perhatian	
pemerintah	akan	pentingnya	data	dasar	
dalam	 mengembangkan	 sumber	 daya	
hayati	Indonesia	ke	kancah	pemanfaatan	
bersekala	 komersial.	 Kekayaan	
keanekaragaman	 hayati	 Kelautan	 dan	
keanekaragaman	 hayati	 terrestrial	
sebagian	 sudah	 diungkapkan,	 namun	
sebagian	 besar	 masih	 ada	 di	 alam	 dan	
belum	kita	eksplorasi,	bahkan	beberapa	
spesies	 akan	 terancam	 kepunaan	 dan	
banyak	 yang	 punah	 sebelum	 kita	
dibandingkan	dengan	Brazil	dan	Kongo,	
apabila	semua	sumber	daya	hayati	yang	
ada	 di	 laut	 dan	 darat	 sudah	 diekplor	
semua.	 Keanekaragamn	 ekosistem	 yang	
terbentang	 dari	 Indonesia	 bagian	 timur	
hingga	 barat,	 di	 laut	 dan	 di	 darat	 serta	
pada	 setiap	 pulau	 telah	 menyakinkan	
kita	 bahwa	 Indonesia	 sangat	 kaya	 akan	
keanekaragaman	 	 spesies	 dan	 genetik.	
Hingga	saat	ini,	keanekaragaman	species		
telah	 tercatat	 ada	 algae	 1500	 spesies		
algae,	 tumbuhan	 berspora	 (seperti	
Kriptogam)	 yaitu	 yang	 berupa	 jamu	
80.000	 spesies,	 	 lumut	 kerak	 595	
spesies,	 paku‐pakuan	 2.197	 spesies,	
tumbuhan	 berbiji	 	 ada	 30.000	 –	 40.000	
spesies	 lora	 (15.5%	 dari	 total	 jumlah	
lora	 di	 dunia).	 Sedangkan	 untuk	 fauna	
8157	 spesies,	 vertebrata	
(mamalia,burung,	 herpetofauna,dan	
ikan),	 kupu‐kupu	 1900	 spesies	 (10	 %	
dari	spesies	dunia).		Selain	itu,	keunikan	
geologi	 Indonesia,	 menyebabkan	
tingginya	 endemisitas	 lora,	 fauna	
maupun	 mikroba.	 Indonesia	 memiliki	
endemisitas	 spesies	 fauna	 yang	 sangat	
tinggi	bahkan	untuk	beberapa	kelompok	
seperti	 burung,	 mamalia	 dan	 reptile	
memiliki	endemisitas	tertinggi	di	dunia.	
Spesies	 fauna	 endemik	 Indonesia	 atau	
tidak	 ditemukan	 di	 tempat	 lain	 adalah	
masing‐masing	 270	 spesies	 mamalia,	
386	spesies	burung,	328	spesies	reptile,	
204	spesies	amphibia,	280	spesies	ikan.			
Kekayaaan	 keanekaragaman	
ekosistem	 Indonesia	 sangat	
menakjubkan	 dan	 diketahui	 sekitar	
tujuh	 puluh	 empat	 dan	 membentuk	
formasi	 satu	 dengan	 yang	 lain	 yang	
sangat	 komplek.	 Variasi	 ekositem	
tersebut	 meyakinkan	 bahwa	 setiap	
ekosistem	 sarat	 dengan	 kekayaan	
jumlah	 spesies	 lora	 dan	 fauna.		
Pemetaan	ekosistem	telah	dilakukan	dan
Daftar Pustaka| Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| xix
Kenekaragaman	 gentetika	 yang	
merupakan	 Sumber	 Daya	 Genetika	
(SDG)	 Hewan,	 tanaman	 dan	 mikroba	
telah	 diuraikan	 dari	 aspek	 kekayaan,	
pemeliharaan	 dan	 pemanfaatannya.	
Sumber	 Daya	 Genetika	 pada	 hewan	
diuraikan	 secara	 jelas	 dan	 di	
kelompokkan	dalam		SDG	perikanan	dan	
peternakan	 baik	 yang	 sudah	
didomestikasi	 maupun	 yang	 masih	 liar.	
Sedangkan	 pada	 tanaman	 disebutkan	
kultivar‐kultivar	 tanaman	 yang	 sudah	
didomestikasi	 dan	 dilepaskan	 sebagai	
bibit	 unggul	 dan	 juga	 yang	 masih	 liar.	
Dalam	 membahas	 SDG	 tumbuhan	
maupun	 hewan	 tidak	 terbatas	 pada	
kekayaan	 genetik	 tetapi	 juga	 diuraikan	
pemanfaatannya.	 Sementara	 SDG		
mikroba	 yang	 dijelaskan	 adalah	 jenis‐
jenis	mikroba	yang	sudah	dimanfaatkan	
baik	dalam	pangan	dan	kesehatan.	Strain	
lokal	 yang	 diperoleh	 misalnya	 dari	
tempe,	tape,	yoghurt,	oncom,	kecap,	roti	
dan	 sebagainya.	 Contohnya	
Lactobacillus,	Streptococcus,	Pediococcus	
cerevisiae,	Acetobacter.		Sedangkan	 fungi	
yang	 digunakan	 dalam	 bermacam‐
macam	 produk	 misalnya	 Rhyzophys	
oryzae,	 Neurospora	 sitophila,	 juga	
diuraikan.	 Selain	 itu	 juga	 ada	 mikorba	
yang	dapat	membantu	mendekomposisi	
bahan	organik	seperti	sampah	sehingga	
mengurai	 sampah	 dan	 bisa	 menjadikan	
sebagai	pupuk	tanaman.		
Peran	dan	fungsi	keanekaragaman	
Hayati	 baik	 untuk	 kebutuah	 manusia	
mapun	 untuk	 tujuan	 	 pengelolaan	
ekosistem	telah	banyak	diungkap.	Peran	
langsung	 keanekaragaman	 hayati	 yang	
sudah	 dirasakan	 adalah	 	 untuk	 pangan,	
kesehatan,	 sumber	 energi	 terbarukan	
dan	 layanan	 jasa	 ekosistem,	 seperti	
penyedia	 air	 dan	 udara	 bersih,	 estetika	
dan	 untuk	 kebudayaan.	 Spesies	 hewan,	
ketahui.		Neraca	jumlah	spesies	dan	nilai	
setiap	 spesies	 untuk	 dimanfaatankan	
secara	 komersial	 juga	 masih	 timpang	
karena	 terkendala	 akan	 beberapa	 data	
dasar	dan	teknologi	bioindustri.	
Pengelolaan	 koleksi	 referensi	
spesies	 keanekaragaman	 hayati	
Indonesia	 sudah	 dirintis	 sejak	 jaman	
penjajahan	 belanda	 di	 akhir	 tahun	
1980an.	Koleksi	sebagia	referensi	ilmiah	
digunakan	 	 untuk	 menunjang	 berbagai	
cabang	 penelitian	 keanekaragaman	
hayati	 mulai	 penelitian	 taksonomi,	
biologi	 melekuler	 hingga	 bioteknologi.	
Koleksi	 referensi	 disimpan	 dalam	
bentuk	 spesimen	 mati	 atau	 spesimen	
hidup.	Spesimen	mati	digunakan	sebagai	
spesimen	 acuan	 antara	 lain	 spesimen	
museum	 (berupa	 spesimen	 utuh,	
tengkorak,	 sarang	 burung,	 telur,	 kulit,	
DNA	 darah,	 hati,	 rambut,	 bulu,	
serangga),	 spesimen	 herbarium	 kering,	
herbarium	 basah	 dan	 fosil.	 Sedangkan	
spesimen	 hidup	 seperti	 biji,	 kultur,	
tumbuhan	 hidup	 atau	 hewan	 hidup	
disimpan	 untuk	 konservasi	 di	 lembaga	
konservasi	 eks	 situ.	 Koleksi	 spesimen	
mati	fauna	telah	di	simpan	di	Referensi	
Koleksi	 Nasional	 di	 Bidang	 Zoologi	
(Museum	 Zoologicum	 Bogoriense‐LIPI)	
yang	merupakan	koleksi	referensi	fauna	
Indonesia	 terbesar	 ke‐tiga	 di	 dunia.	
Koleksi	 spesimen	 mati	 lora	 telah	 di	
simpan	di	Referensi	Koleksi	Nasional	di	
Bidang	 Botani	 (Herbarium	 Bogoriense‐
LIPI)	 yang	 merupakan	 koleksi	 referensi	
herbarium	Indonesia	terbesar	ke‐dua	di	
dunia.	 Sedangkan	 koleksi	 hidup	 fauna	
tersebar	 di	 56	 Lembaga	 konservasi	
eksitu	termasuk,	kebun	binatang,	taman	
safari,	 taman	 satwa	 dan	 sebagainya.	
Spesimen	hidup	 lora	tersebar	di	Kebun	
Raya,	Taman	Kehati,	arboretum	dan	lain	
sebagainya
xx|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar Pustaka
keperluan	 lahan	 perkebunan	 dan	
pertanian	 baru.	 Selain	 itu	 masuknya	
species	 asing	 invasif	 juga	 penyebab	
hilangnya	 keanekaragaman	 hayati.	
Dengan	 mengemukakan	 masukkan	
spesies	 asing	 ke	 Indonesia	 dan	 menjadi	
invasif	 telah	 memaksa	 semua	 pihak	
untuk	 memperhatikan	 secara	 serius.	
Karena	 dampak	 dan	 bahayanya	 serta	
pemasalahan	 yang	 timbul	 oleh	
masukkan	 spesies	 asing	 telah	 kita	
ketahui,	 sehingga	 regulasi	 dalam	 usaha	
pencegahannya	 perlu	 segera	 di	
undangkan.		
Kerusakan	 ekosistem	 dan	 habitat	
dan	 berujung	 pada	 hilangnya	
Keanekaragaman	 hayati	 telah	 dibahas.	
Dalam	menguji	kerusakan	habitat	akibat	
pencemaran	 air	 darat	 dan	 polusi	 udara	
menjadi	 perhatian	 serius.	 Salah	 satu	 uji	
untuk	 mengetahui	kerusakan	ekosistem	
diuraikan	 peran	 indikator	 biologi	 atau	
kita	 kenal	 dengan	 “bioindicator”.	
Didalam	buku	ini	diuraikan	pemanfaatan	
indikator	 biologi	 dengan	 binatang,	
tumbuhan	 dan	 mikroba	 yang	 berfungsi	
sebagai	 indikator	 terjadinya	 kerusakan	
ekosistem,	 penanda	 ketinggian	 tempat,	
terjadinya	 polusi	 dan	 	 sebagainya.	
Spesies	yang	dipakai	telah	diketahui	dan	
dipraktekkan	di	beberapa	lokasi.	
Kerusakan	 ekosistem	 dari	
berbagai	 sebab	 yang	 telah	 diuraikan	
memunculkan	 perhatian	 khusus	
terhadap	 rangkaian	 bencana.	 Salah	
satunya	 adalah	 “	 Bencana	 Biologi”.	
Sehubungan	 dengan	 itu	 upaya	
pencegahan	 bencana	 harus	 dilakukan	
lebih	 dini	 dan	 strategi	 penyelamatan	
perlu	 dirancang	 secara	 benar.	
Pembentukan	 kawasan	 Konservasi	
kadangkala	 tidak	 memperhatikan	
rangkaian	bencana	dan	tentu	tidak	akan	
menjamin	 kelestarian	 spesies	 yang	
tanaman	 dan	 mikroba	 yang	 bermanfaat	
untuk	 sumber	 pangan	 utama	 terutama	
untuk	 sumber	 protein	 misalnya	 sapi,	
kambing,	domba,	ayam,	babi,	sedangkan	
dari	 tanaman	 misalnya	 kacang‐
kacangan.	 Untuk	 sumber	 pangan	
cadangan	 misalnya	 jenis‐jenis	 yang	
jarang	dimakan	sebagai	sumber	pangan	
utama	 misalnya	 itik,	 kelinci	 sedangkan	
pada	 tanaman	 misalnya	 uwi,	 gembolo‐
gembili,	 gadung,	 suweg,	 iles‐iles.	
Hubungan	 antara	 keanekaragaman	
hayati	 dengan	 perkembangan	 dan	
pembangunan	 pertanian	 di	 Indonesia	
diulas	 agar	 dapat	 dipetik	 manfaat	
keanekaragaman	 hayati	 yang	 belum	
dibudidayakan.	 Sehingga	 domestikasi	
satwa	 liar	 yang	 memiliki	 potensi	 untuk	
menjadi	 hewan	 ternak	 menjadi	
perhatian	 dalam	 buku	 ini.	 Selain	 itu	
perubahan	 yang	 cepat	 dalam	
pembangunan	 pertanian	 di	 beberapa	
negara	selama	beberapa	dekade	terakhir	
telah	memicu	peningkatan	produktivitas	
di	 lahan	 pertanian	 kita	 melalui	 proses	
intensi ikasi,	 konsentrasi	 dan	
spesialisasi.	 Upaya	 menciptakan	 habitat	
pertanian	yang	sehat	dengan	modi ikasi	
dan	 penyederhanaan	 teknologi	 dan	
pemanfaatan	 keanekaragaman	 hayati	
lokal	sangat	disarankan.		
Pengelolaan	 keanekaragaman	
hayati	 Indonesia	 banyak	 dihadapkan	
pada	 masalah	 yang	 sangat	 komplek.		
Upaya	 pemerintah	 dalam	 melakukan		
pengelolaan	 terus	 dilakukan	 dengan	
mengeluarkan	 berbagai	 kebijakan	 dan	
regulasi.	 Namun	 demikian	 kehilangan	
keanekeragaman	hayati	 Indonesia	terus	
akibat	 kesalahan	 dalam	 pembangunan	
infrastruktur	untuk	berbagai	keperluan,	
seperti	 	 pembangunan	 fasilitas	 gedung	
perkantoran	 dan	 perumahan,	 jalan,	
pembukaan	 kawasan	 industri	 dan
Daftar Pustaka| Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| xxi
Lembaga	 Swadaya	 Masyarakat	 serta	
masyarakat	 adat.	 Berbagai	 regulasi	 dan	
peraturan	 adat	 telah	 dikeluarkan	 untuk	
melindungi	dan	sekaligus	memanfaatkan	
secara	 berkelanjutan.	 Saat	 ini,		
pemerintah	 Indonesia	 melalui	
kementerian	 teknis	 telah	 menetapkan	
737	 spesies	 lora	 dan	 fauna	 untuk	
dilindungi	 melalui	 berbagai	 aturan	 dan	
regulasi,	 termasuk	 UU,	 Peraturan	
Pemerintah,	 Keputusan	 Menteri,	
Peraturan	 Daerah	 dan	 Peraturan	 Desa	
atau	adat.	
Semoga	 buku	 ini	 memberikan	
landasan	 untuk	 merumuskan	 visi	 baru	
dan	 arah	 kebijakan	 yang	 jelas	 terhadap	
pengelolaan	 keanekaragaman	 hayati	
Indonesia.	Khususnya	memberi	jawaban	
dan	 diterima	 secara	 luas	 oleh	
masyarakat	 luas	 bahwa	 upaya	 untuk	
melindungi	 dan	 meningkatkan	
keanekaragaman	 hayati	 perlu	
ditingkatkan	 secara	 signi ikan.	 Sebagai	
bagian	 dari	 konvensi,	 Indonesia	
diharapkan	 untuk	 merevisi	 strategi	
nasional	 dan	 rencana	 aksi	 untuk	
pengelolaan	keanekaragaman	hayati	dan		
masuk	dalam		jejaring	 keanekaragaman	
hayati	global.	
dilindungi.	 Bencana	 biologi	 juga	
diakibatkan	 masuknya	 zoonosis	 baru	
dari	satwa	liar	baik	satwa	asing	maupun	
asli	Indonesia.		
Hilangnya	keanekaragaman	hayati	
Indonesia	 menjadi	 bahasan	 dari	 buku	
ini.	 Hilangnya	 keanekaragaman	 hayati	
telah	diketahui	akibat	alih	fungsinya	tata	
guna	 lahan,	 pengambilan	 di	 alam	 yang	
berlebihan	 dan	 tanpa	 direncanakan,	
adanya	 jenis	 asing	 yang	 merajai	 suatu	
tempat	sehingga	punahnya	jenis	asli	dan	
adanya	 polusi	 yang	 menyebabkan	
hilangnya	penyerbuk	 lora	yang	penting	
bagi	kelangsung	hidup	 lora	tersebut	dan	
tidak	 terjadinya	 erosi	 genetika.	
Beberapa	 spesies	 lora	 dan	 fauna	 yang	
terancam	 punah	 diungkapkan	 dengan	
beberapa	 daftar	 yang	 juga	 dikeluarkan	
oleh	 badan	 dunia	 IUCN.	 Kriteria	
keterancaman	 diuraikan	 untuk	
memberikan	 panduan	 dalam	
menetapkan	keterancaman	kepunahan.	
Memperhatikan	 ancaman	
kehilangan	 keanekaragaman	 hayati	
Indonesia,	berbagai	upaya	perlindungan	
dan	 penyelamatan	 telah	 dilakukan	 oleh	
pemerintah	 melalui	 kementrian	 teknis	
(Kehutanan,	 Kelautan	 dan	 Perikanan,	
dan	 Pertanian)	 dan	 oleh	 suwasta	 dan
xxii|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar Pustaka
 
Bab I Pendahuluan
Bab I Pendahuluan| Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 1
ring	of	 ire”	 (Gambar	 1),	 serta	 rawan	 terjadi	
gempa	 bumi.	 Gunung	 berapi	 di	 Indonesia	
dibentuk	 oleh	 3	 lempengan	 tektonik	 aktif	
yaitu	 lempengan	 Eurasia,	 Pasi ik	 dan	 Indo‐
Australia.	 Letusan	 gunung	 berapi	 yang	
sangat	 dahsyat	 yang	 pernah	 terjadi	 di	
Indonesia	 adalah	 Gunung	 berapi	 di	 Toba	
yang	 menghasilkan	 kaldera	 Danau	 Toba	
yang	 terjadi	 74000	 SM,	 	 dan	 G.	 Krakatau	
tahun	 1883.	 Meletusnya	 G.	 Tambora	 pada	
tahun	 1815	 menyebabkan	 kegagalan	 panen	
di	 Eropa	 Utara,	 Timur	 Laut	 Amerika	 dan	
Timur	 Kanada	 di	 tahun	 1816	 yang	 dikenal	
dengan	 istilah	 “Year	without	summer”.	 Saat	
ini	 Gunung	 paling	 aktif	 di	 Indonesia	 adalah	
G.	 Kelud	 dan	 G.	 Merapi	 di	 Pulau	 Jawa.	 G.	
Kelud	 setidaknya	 tercatat	 sudah	 lebih	 dari	
30	 kali	 meletus,	 sehingga	 termasuk	 tingkat	
ke	 5	 dari	 Indeks	 eksplosif	 gunung	 berapi	
(Volcanic	Explosivity	Index).	 Sementara	 itu	 G.	
Merapi	 telah	 mengalami	 erupsi	 setidaknya	
80	kali)	
Indonesia	 merupakan	 negara	
kepulauan	 yang	 terletak	 di	 kawasan	 Asia	
Tenggara,	 di	 antara	 a	 benua	 Asia	 dan	
Australia,	 dan	 Samudra	 Pasi ik	 dan	 Hindia.	
Jumlah	 pulau	 yang	 dimiliki	 Indonesia	
mencapai	 17.000	 buah	 dimana	 m	 13.466	
pulau	 sudah	 bernama	 dan	 11000	 pulau	
sudah	berpenghuni.	Secara	keseluruhan	luas	
daratan	Indonesia	mencapai		1.919.440	km2	
dan	 luas	 perairan	 3.257.483	 km2	 dengan	
garis	 pantai	 sepanjang	 54.716	 km	
(Bakosurtanal	 2012),	 Secara	 astronomi,	
Indonesia	terletak	diantara	6°LU	–	11°LS	dan	
95°BT	 –	 141°BT,	 karena	 itul	 Indonesia	
termasuk	 daerah	 tropik.	 Secara	 geologi,	
Indonesia	dilalui	oleh	dua	jalur	pegunungan	
muda	 dunia	 yaitu	 Pegunungan	 Mediterania	
di	 sebelah	 barat	 dan	 Pegunungan	 Sirkum	
Pasi ik	 di	 sebelah	 timur.	 Adanya	 dua	 jalur	
pegunungan	 tersebut	 menyebabkan	
Indonesia	memiliki	banyak	gunung	api	yang	
aktif	 dan	 sering	 disebut	 sebagai	 “the	paci ic	
Bab 1
Pendahuluan
Gambar	1.	The	Paci ic	Ring	of	Fire
2|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab I Pendahuluan
dan	bahkan	tertinggi	untuk	keanekaragaman	
hayati	 lautnya.Kekayaan	 ini	 harus	 dapat	
dimanfaatkan	 dan	 dikelola	 dengan	 optimal	
sehingga	 memberikan	 manfaat	 bagi	 negara	
secara	 khusus	 dan	 dunia	 secara	 umum.	 Hal	
ini	 mengingat	 dampak	 yang	 terjadi	 di	 satu	
negara	akan	berperilaku	seperti	efek	domino	
dengan	rentetatannya	ke	seluruh	wilayah	di	
dunia,	 yang	 umum	 dikenal	 sebagai	 efek	
global.	 Melalui	 informasi	 kekinian	
keanekaragaman	 lora	 dan	 fauna	 dengan	
segala	 bentuk	 ekosistemnya	 yang	 terpapar	
dalam	 buku	 ini	 diharapkan	 agar	 para	
pemangku	 kepentingan	 dan	 aparat	
pemerintah	 dapat	 dengan	 lebih	 bijak	 dan	
terbuka	memahami	tentang	potensi,	masalah	
dan	 langkah	 terbaik	 yang	 harus	 dilakukan.	
Dengan	demikian,	buku	ini	diharapkan	dapat	
menyediakan	 data	 terkini	 terkait	 status	
kehati	 Indonesia	 sebagai	 acuan	 untuk	
menilai	kembali	target	nasional	pengelolaan	
kehati	di	Indonesia.	
Semua	 gatra	 yang	 berhubungan	
dengan	 keanekaragaman	 hayati	 dengan	
catatan	segala	permasalahan	dan	potensinya	
dibahas	 dalam	 buku	 ini.	 Dasar	 ekosistem	
sebagai	 “rumah”	 semua	 bentuk	 kehidupan	
akan	 mengawali	 pembahasan	 buku	 ini	
sebagaimana	diuraikan	dalam	Bab	2.	Kondisi	
kenekaragaman	 jenis	 terkini	 diuraikan	
dalam	 Bab	 3.	 Namun	 demikian,	 	 karena	
tersebarnya	 data	 kondisi	 yang	 diuraikan	
Maryanto	 (2012)	 membagi	 Indonesia	
menjadi	7	bioregion	yaitu	Sumatra,	Jawa	dan	
Bali	 ,	 Kalimantan	 ,	 Sulawesi	 ,	 Kepulauan	
sunda	 kecil	 (lesser	sunda	island),	Maluku	dan	
Papua	 .	 Bioregion	 adalah	 kawasan	 yang	
memiliki	 bentang	 alam	 luas	 serta	 kekayaan	
keanekaragaman	 hayati	 yang	 tinggi	 yang	
memengaruhi	fungsi	ekosistemnya	Menurut	
Berg	 dan	 Rasmann	 (1977)	 bioregion	
ditentukan	 berdasarkan	 informasi	
klimatologi,	 isiogra i,	 geogra i	 lora	 dan	
fauna,	sejarah	alami	dan	aspek	alami	lainnya.	
Oleh	sebab	itu	pembagian	bioregion	
di	 Indonesia	 lebih	 didasarkan	 biogeogra i	
lora	 dan	 fauna	 sehingga	 terbentuklah	
adanya	 garis	 Wallacea,	 garis	 Weber,	 dan	
garis	 Lydekker	 (Gambar	 2).	 Garis	 Wallace	
memisahkan	wilayah	geogra i	fauna	Asia	dan	
Australasia	 karena	 Alfred	 Russel	 Wallace	
menyadari	adanya	perbedaan	pengelompok‐
kan	 fauna	 antara	 Borneo	 dan	 Sulawesi	 dan	
antara	Bali	dan	Lombok.	Garis	ini	kemudian	
diperbaiki	 oleh	 Antonio	 Pigafetta	 dan	
menggeser	 garis	 Wallace	 ke	 arah	 timur	
menjadi	 garis	 Weber.	 Garis	 Lydekker	
merupakan	 garis	 biogeogra i	 yang	 ditarik	
pada	 batasan	 Paparan	 Sahul	 yang	 terletak	
dibagian	timur	Indonesia.	
Dengan	keadaan	Indonesia	tersebut,	
menyebabkan	 Indonesia	 mempunyai	
keanekaragaman	 hayati	 tertinggi	 kedua	
setelah	 Brazil	 untuk	 lora	 dan	 fauna	 darat	
Gambar	2.	Garis	Wallace,	Webber	dan	Lydekker	(http://kadarsah. iles.wordpress.com/	
2007/07/wallaceline.gif)
Bab I Pendahuluan| Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 3
alami	 dan	 kadangkala	 titik	 awal	 peringatan	
terhadap	 terjadinya	 kerusakan	 ekosistem	
dan	terjadinya	polusi	dibahas	dalam	Bab	8.		
Pada	 bab	 9	 dikemukakan	mengenai	
Bencana	 Biologi	 Sebagai	 suatu	 hal	 yang	 di	
negara	 ini	 masih	 belum	 menjadi	 perhatian	
mendalam	akan	diangkat	secara	sepintas.	Ini	
mengingat	 strategi	 mengenai	 penanganan	
bencana	 Biologi	 masih	 belum	 terbangun	
dengan	 baik	 di	 antara	 lembaga	 terkait	
maupun	secara	formal	hukum.	
Hilangnya	 keanekaragaman	 hayati	
Indonesia	 yang	 berpacu	 dengan	 beralih	
fungsinya	 tata	 guna	 lahan,	 pengambilan	 di	
alam	 yang	 berlebihan	 dan	 tanpa	
direncanakan,	 adanya	 jenis	 asing	 invasif	
yang	 merajai	 suatu	 tempat	 sehingga	
punahnya	jenis	asli	dan	adanya	polusi	yang	
menyebabkan	 hilangnya	 penyerbuk	 lora	
yang	 penting	 bagi	 kelangsung	 hidup	 lora	
tersebut	dan	tidak	terjadinya	erosi	genetika	
dibahas	 di	 Bab	 10.	 Selanjutnya	 langkah	
langkah	 aturan	 hukum	 yang	 perlu	
diperhatikan	 berkenaan	 dengan	
perlindungan	 dan	 penyematan	
keanekaragam	 hayati	 merupakan	 bab	
penutup	buku	ini			
	
belum	 mengungkap	 keadaan	 yang	
sesungguhnya.Pada	 Bab	 4	 menekankan	
pentingnya	 koleksi	 referensi	 dan	 adanya	
lembaga	 rujukan	 untuk	 koleksi	 ilmiah	
keankeragaman	 hayati,	 untuk	 digunakan	
dalam	 penelitian	 keanekaragaman	 hayati	
yang	disimpan	dalam	bentuk	specimen	mati	
atau	 specimen	 hidup.	 Spesimen	 mati	
digunakan	 sebagai	 spesimen	 acuan	 antara	
lain	 spesimen	 museum	 (berupa	 spesimen	
utuh,	 tengkorak,	sarang	 burung,	 telur,	 kulit,	
DNA	 darah,	 hati,	 rambut,	 bulu,	 serangga),	
specimen	 herbarium	 kering,	 herbarium	
basah	dan	fosil.	Spesimen	hidup	seperti	biji,	
kultur,	 tumbuhan	 hidup	 atau	 hewan	 hidup	
disimpan	untuk	konservasi	eks	situ.		
Pada	 Bab	 5	 dijelaskan	
Keanekaragaman	 Genetika	 hewan,	 tanaman	
dan	 mikrob	 yang	 lebih	 mengarah	 pada	
kelompok	 budidaya	 dan	 yang	 potensial.	
Peran	keanekaragaman	hayati	untuk	pangan,	
kesehatan,	 sumber	 energi	 terbarukan	 dan	
jasa	ekosistem	dibahas	dalam	Bab	6.	Dalam	
bab	 ini	 dikemukakan	 mengenai	 jenis‐jenis	
hewan,	 tanaman	 dan	 mikroba	 yang	
bermanfaat	 untuk	 sumber	 pangan	 utama	
terutama	 untuk	 sumber	 protein	 Indikator	
biologi	 yang	 berfungsi	 sebagai	 indikator
4|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab I Pendahuluan
 
Bab 3
Keanekaragaman Species
Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 59
3.1	Keanekaragaman	Species	
Laut	
Pengumpulan	 dan	 pendataan	
sumberdaya	hayati	kelautan	yang	ada	di	
Indonesia	 merupakan	 tantangan	
tersendiri	 karena	 luasnya	 wilayah	
perairan.	Di	samping	itu	keahlian	tenaga	
taksonomi	kelautan	yang	sangat	sedikit,	
sehingga	jumlah	sumberdaya	fauna	yang	
terdata	 di	 perairan	 laut	 Indonesia	 baru	
berkisar	 5.319	 spesies.	 Apabila	
digabungkan	 berkut	 data	
tumbuhanseperti	 mangrove,	 algae	 dan	
lamun	 maka	 jumlahnya	 menjadi	 	 6.396	
spesies	(Tabel	8).				
Keanekaragaman	 Species	 adalah	
keanekaragaman	 di	 antara	 mahluk	
hidup	yang	terjadi	dalam	satu	family	dan	
genus	 sehingga	 mengemukakan	 adanya	
perbedaan	 spesies.	 Dalam	 bab	 ini	
keanekaragaman	 species	 yang	 akan	
dikemukakan	 adalah	 Keanekaragaman	
Species	 Laut	 dan	 Keanekaragaman	
Species	 Terrestrial.	 Keanekaragaman	
species	 laut	 membahas	 spesies	 mahluk	
hidup	 di	 laut	 termasuk	 fauna,	 lora	 dan	
mikroba.	 Sedangkan	 Keanekaragaman	
Species	 Terrestrial	 adalah	
keanekaragaman	 species	 yang	 hidup	 di	
daratan	 termasuk	 fauna,	 lora	 dan	
mikroba.	 Keanekaragaman	 genetika	
akan	diurakan	dalam	bab	berikutnya.	
Bab 3
Keanekaragaman Species
Rencana	Pembangunan	Pusat	&	Simpul	Data	Kelautan	dan	Perikanan 
 
Sumber:	Balai	Penelitian	dan	Pengembangan	Kelautan	dan	Perikanan,	disampaikan	dalam	
Workshop	Kehati,	2	April	2014 
60|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
(Triaenodon	 spp)	 dan	 Cucut	 moncong	
putih	 (Carcharhinus	 amblyrhychos	 )	
(Romimohtarto	 &	 Yuwana	 1999).	 Lebih	
lanjut	 Romimohtarto	 &	 Yuwana	 (1999)	
menjelaskan	bahwa	8		species	ikan	laut	
sudah	 merupakan	 komoditi	 andalan	
untuk	bahan	pangan	ekspor,	4	species	di	
antaranya	 berpotensi	 untuk	
dibudidayakan.	 	 Spesies	 ikan	 yang	
berasosiasi	 dan	 sering	 dijumpai	 di	
perairan	 terumbu	 karang	 adalah	 dari	
kelompok	 Pomacentridae,	 termasuk	
"anemon ish"	 dan	 "angel ish"	 dan	
kelompok	 Chaetodontidae,	 Zanclidae,	
Lethrinidae	dan	Haemulidae	
Ekhinodermata	 pada	 umumnya	
mempunyai	 permukaan	 kulit	 yang	
berduri.	 Duri‐duri	 yang	 melekat	 di	
tubuhnya	 itu	 bermacam‐macam	 ada	
yang	tajam,	kasar	dan	atau	hanya	berupa	
tonjolan	 saja.	 Species	 	 yang	 termasuk	
kelompok	 Ekhinodermata	 adalah	
bintang	 laut	 (Linckia	 spp.),	 bulu	 babi	
3.1.1	Fauna	
Dari	data	fauna	laut	yang	tersedia,	
kelompok	 ikan	 memiliki	 jumlah		
tertinggi	 3.476	 spesies	 (241	 famili)	
diikuti	 Echinodermata	 memiliki,	
Polychaeta,	karang	dan	Crustacea	(Tabel	
7).		
Menurut	Lagler	et	al.,	(1962),	ikan	
dibagi	dalam	tiga	kelompok	besar	yaitu:	
Agnata,	merupakan	ikan	primitif	seperti	
Lampreys	dan	Hag ishes;	ikan	bertulang	
rawan	(Chondrichthyes),	misalnya:	ikan	
cucut	 (hiu)	 dan	 ikan	 pari	 (Gambar	 25);	
dan	ikan	bertulang	sejati	(Osteichthyes	=	
Teleostei).	 Ikan	 hiu	 dan	 ikan	 pari	 yang	
biasa	 tertangkap	 di	 perairan	 Indonesia	
a.l.	 hiu	 martil	(Zygaena	 sp);	 hiu	 caping		
(Galeorphynus	 australis);	 hiu	 gergaji		
(Lamna	 nasus	 );	 hiu	 parang	 	 (Alopias	
vulpinis)	 dan	 hiu	 biru	(Prionace	glauca	 ).	
Spesies	 yang	 sering	 dijumpai	 di	 daerah	
terumbu	 karang	 adalah	 black	tip	reef	
(Carcharhinus	 spp.),	 white	 tip	 reef	
Gambar	25		
A.	 Ikan	hiu	Carcharinus	sorrah	dan	
B.	 Ikan	pari	(Dasyatis	kuhlii)	yang	dapat	
ditemukan	di	perairan	Indonesia	
	
(Foto:	M	Adrim/LIPI)
Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 61
Keanekaragaman	 spesies	 krusta‐
sea	 laut	 Indonesia	 yang	 tercatat	 hingga	
saat	 ini	 ada	 lima	 famili	 dengan	 jumlah	
species	 paling	 banyak	 dimiliki	 oleh	
udang	 pengko	 (Stomatopoda)	 yaitu	 ada	
118	 spesies	 dan	 paling	 sedikit	 famili	
Syllaridae	 hanya	 2	 spesies	 (Tabel	 9).	
Beberapa	 spesies	 krustasea	 memiliki	
nilai	 ekonomi	 yang	 penting,	 misalnya	
"lobster"	 dan	 udang.	 Keberadaan	
populasi	 krustasea	 di	 alam	 sudah	
semakin	 menurun,	 bahkan	 ada	 yang	
(Diadema	spp.),	timun	laut	atau	tripang		
(Holothuria	 spp),	 lili	 laut	(Lamprometra	
sp),	 bintang	 mengular	(Ophiothrix	spp.),	
mahkota	 seribu	 atau	 mahkota	 berduri	
(Acanthaster	spp.)	(Lilley	1999).	Jumlah	
species	 paling	 banyak	 pada		
Ekhinodermata	 dimiliki	 oleh	 Kelas	
Ophiuroidea	 yang	 terdiri	 atas	 142	
spesies	 (11	 famili),	 sedangkan	 jumlah	
paling	 sedikit	 dijumpai	 pada	 Kelas	
Echinoidea	 (	 84	 species	 dari	 21	 famili)	
(Tabel	8).	
Biota  Famili  Jumlah	spesies 
Echinodermata  60  557 
Polychaeta  44  527 
Krustacea	(udang	dan	kepiting)  	  309 
Karang  17  450 
Ikan  241  3476 
Total  	  5319 
Tabel	7	Jumlah	fauna	laut	yang	ditemukan	di	perairan	Indonesia	
(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	
Kelas  Famili  Spesies 
Crinoidea  8  101 
Asteroidea  13  89 
Ophiuroidea  11  142 
Echinoidea  21  84 
Ophiuroidea  7  141 
Total  70  557 
Tabel	8	Jumlah	Famili	dan	Spesies	dari		lima	Ekhinodermata	di	Indonesia	dan	sekitarnya	
(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	
Tabel	9	Jumlah	spesies	krustasea	laut	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	
Krustasea	laut  Jumlah	spesies 
udang	pengko	(Stomatopoda)  118 
rajungan	dan	kepiting	bakau	(Portunidae)  72 
udang	niaga	(Penaeidae)  110 
udang	pasir	dan	udang	kipas	(Syllaridae)  2 
udang		karang	atau	lobster	(Palinuridae)  7 
Total  309 
62|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
spesies	 sponge	 (Crews	 2013),	 	 di	
Sulawesi	 Barat	 paling	 tidak	 ada	 151	
spesies		yang	termasuk	dalam		68	genus,	
37	famili.		
Koral	 atau	 yang	 lebih	 dikenal	
dengan	 sebutan	 karang	 termasuk	
kelompok	 hewan,	 tetapi	 berbentuk	
bunga,	 sehingga	 seringkali	 mengecoh	
dan	 dianggap	 sebagai	 kelompok	
tumbuhan.	 Koral	 dibagi	 dalam		
kelompok	 hermatipik	 dan	 ahermatipik.	
Kelompok	 hermatipik	 merupakan	
karang	 yang	 mampu	 membentuk	
terumbu	 karang	 dengan	 bantuan	 sel	
algae	 (zooxanthelae)	 yang	 terdapat	
dalam	 jaringan	 tubuhnya.	 Kemudian		
kelompok	 ahermatipik	 yaitu	 kelompok	
yang	tidak	mempunyai	zooxanthella	dan	
hidup	di	tempat	yang	dalam	serta	tidak	
membentuk	 terumbu	 karang	 (Lilley	
1999).	Menurut	pakar	koral	(Suharsono,	
mendekati	 kepunahan	 dan	 perlu	
dilindungi,	 misalnya	 mimi	 (Tachypleus	
gigas).	Menurut	Moosa	(1984),	Moosa	&	
Aswandy	 (1984)	 di	 perairan	 Indonesia	
diketahui	 ada	 enam	 spesies	 udang	
karang	bernilai	ekonomis.			
Catatan	 keanekaragaman	 Poly‐
chaeta	(Tabel	10)	merupakan	data	fauna	
laut	 yang	 cukup	 lengkap	 setelah	 ikan	
dan	 Ekhinodermata.	 Jumlah	 spesies	
cacing	 laut	 (Polychaeta)	 tercatat	 paling	
banyak	 	 masuk	 dalam	 	 famili	
Terebellidae	 (70	 species),	 diikuti	 oleh	
famili	Plynoidea	(67	species)	dan	family	
Nelerididae	 (57	 species).	 Sedangkan	
family	 lainnya	 memiliki	 jumlah	 species	
kurang	 dari	 35	 bahkan	 hanya	 ada	 1	
spesies.	
	 Di	 Indonesia	 sponge	 memiliki	
keragaman	 yang	 sangat	 tinggi.	 Di	
seluruh	 perairan	 laut	 di	 Indonesia	
diperkirakan	 paling	 tidak	 ada	 850	
Famili  Spesies  Famili  Spesies 
Nephtyidae  7  Trichobranchidae  2 
Paralacydoniidae  1  Eulephetidae  7 
Glyceridae  5  Paraonidae  4 
Glycinde  1  Ariciidae	(Orbiniidae)  3 
Dorvilleidae  1  Spionidae  20 
Eunicidae  2  Chaetopteridae  10 
Sabellidae  7  Chlorhaemidae	
(Flabelligeridae) 
14 
Hartmaniellidae  1  Opheliidae  14 
Lumbrineridae  3  Oweniidae  4 
Oenonidae  1  Sabellariidae  8 
Onuphidae  3  Sternaspidae  5 
Pilargidae  7  Amphictenidae	(Pectinariidae)  7 
Euphrosinidae  1  Ampharetidae  28 
Phyllodocidae  2  Terebellidae  70 
Polynoidae  67  Polycirridae  7 
Magelonidae  3  Hesionidae  10 
Cossuridae  1  Nereididae  57 
Poecilochaetidae  2  Amphinomidae  38 
Cirratulidae  6  Syllidae  33 
Capitellidae  8  Aphroditidae  26 
Maldanidae  ‐  Chrysopetalidae  3 
Sigalionidae  27  Serpulidae  1 
Total  	  	  527 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tabel	10	Jumlah	spesies	Polychaeta	di	perairan	Indonesia	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)
Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 63
Bivalvia,	 Scaphopoda,	 dan	
Cephalophoda.	 Beberapa	 spesies	
moluska	 laut	 di	 Indonesia	 mempunyai	
nilai	ekonomis	untuk	dibudidayakan.	
	
3.1.2	Algae	
Algae	banyak	dijumpai	di	daerah	
terumbu	 karang	 dengan	 warna	 yang	
bermacam‐macam.	 Perbedaan	 warna	
tersebut	 disebabkan	 oleh	 kandungan	
pigmen	(chlorophyl)	yang	terdapat	pada	
tumbuhan	 tersebut.	 Berdasarkan	
warnanya	 maka	 algae	 dapat	 dibagi	
dalam	 3	 kelompok	 yaitu:	 (1)	
Chlorophyta,	 yaitu	 algae	 yang	
mengandung	 pigmen	 berwarna	 hijau,	
P2O	 LIPI)	 jumlah	 spesies	 koral	 di	
perairan	 Indonesia	 yang	 sudah	
diidenti ikasi	 ada	 lebih	 dari	 70	 spesies.	
Perubahan	 kondisi	 koral	 dari	 tahun	
1993	 hingga	 2011	 dapat	 dilihat	 pada	
Gambar	26.	
Moluska	 merupakan	 kelompok	
hewan	 yang	 bertubuh	 lunak,	 ada	 yang	
bercangkang	 dan	 tidak	 bercangkang.	
Cangkangnya	 berfungsi	 untuk	
melindungi	 tubuhnya	 yang	 lunak.	
Menurut	 Marwoto	 &	 Sinthosari	 (1999),	
moluska	 ini	 dibagi	 dalam	 7	 kelas	 yaitu:	
Monoplacophora,	 Polyplacophora,	
Aplacophora,	 Gastropoda,	 Pelecypoda/
Contoh	karang	yang	dapat	ditemukan	di	perairan	Indonesia	
(Foto:	AM	Siregar/ CCDP‐IFAD) 
     
Stylophora	sp.  Symphyllia	sp.  Tubipora	sp. 
Gamba	26	Kondisi	koral	Indonesia	masa	lalu	dan	saat	ini	(Jompa	2013
64|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
Tumbuhan	 berbunga	 lainnya	
selain	 lamun	 adalah	 mangrove	 atau	
dikenal	 juga	 dengan	 sebutan	 bakau.	
Tumbuhan	 ini	 dapat	 bertahan	 hidup	
pada	 perairan	 yang	 mempunyai	 kadar	
garam	 yang	 tinggi	 dengan	 ketersediaan	
oksigen	 yang	 terbatas.	 Ciri	 khas	
tumbuhan	ini	yaitu:	akarnya	berupa	akar	
nafas	 dan	 akar	 lutut	 yaitu	 akar	 yang	
muncul	 ke	 permukaan	 tanah	 dan	
berfungsi	 untuk	 bernafas	 atau	 untuk	
mengambil	kebutuhan	oksigen	sebanyak
‐banyaknya,	 sehingga	 dapat	 bertahan	
hidup	apabila	terendam	air.	Bentuk	daun	
biasanya	 tebal,	 untuk	 menampung	 air	
sebanyak‐banyaknya,	 sehingga	 dapat	
bertahan	 hidup	 di	 lingkungan	 yang	
berkadar	 garam	 tinggi.	 Macam‐macam	
spesies	 mangrove	 diantaranya	
adalah	 	 Avicennia	 spp.,	 Bruguiera	 spp.,	
Sonneratia	 spp.,	 Ceriops	 spp.	 dan	
Rhizophora	 spp.	 (Romimohtarto	 &	
Yuwana	1999).		
	
3.1.4	Mikroba	
Mikroba	di	perairan	berdasarkan	
sifat	 tropiknya	 dibedakan	 atas:	 (1).	
Mikroba	autotrof	adalah	organisme	yang	
mampu	 menyediakan/mensintesis	
makanan	 sendiri	 yang	 berupa	 bahan	
organik	 dari	 bahan	 anorganik	 dengan	
bantuan	 energi	 seperti	 matahari	 dan	
kimia.	 Contohnya:	 Thiobacillus,	
Nitrosomonas,	Nitrobacter;	 (2).	 Mikroba	
misalnya:	Halimeda	sp.,	Caulerpa	sp.	dan	
Ulva	sp.	(2)	Phaeophyta,	yaitu	algae	yang	
mengandung	 pigmen	 berwarna	 coklat,	
misalnya:	 Padina	 spp.,	 Sargassum	 spp.	
(3)	 Rhodophyta,	 yaitu	 algae	 yang	
mengandung	 pigmen	 merah,	 misalnya:	
Gracilaria	spp.,	Eucheuma	spp.,	Gelidium	
spp.	 dan	 Hypnea	 spp.	 (Pratiwi	 2006).	
Jumlah	 algae	 yang	 dapat	 ditemukan	 di	
perairan	 Indonesia	 dapat	 dilihat	 pada	
Tabel	11.		
	
3.1.3	Flora	
Flora	 laut	 yang	 banyak	 dijumpai	
di	 perairan	 pesisir	 Indonesia	 adalah	
lamun	 (sea	 grass).	 Lamun	 termasuk	
dalam	 golongan	 tumbuhan	 tingkat	
tinggi,	 karena	 bagian	 batang,	 daun,	
bunga	 dan	 buahnya	 dapat	 dibedakan	
dengan	 jelas.	 Lamun	 termasuk	
tumbuhan	 berbunga	 (Angiospermae),	
mempunyai	 daun,	 rimpang	 (rhizoma)	
dan	akar,	sehingga	mirip	dengan	rumput	
di	 darat.	 Kebanyakan	 lamun	 hidup	 di	
perairan	yang	relatif	tenang,	bersubstrat	
pasir	 halus	 dan	 lumpur.	 Di	 perairan	
Indonesia	 hanya	 dikenal	 13	 spesies,	 di	
antaranya	 yaitu	 Halophila	spinulosa,	H.	
decipiens,	H.	minor,	H.	ovalis,	H.	sulawesii,	
Enhalus	 acoroide,	 Thalassia	 hemprichii,	
Cymodocea	 serrulata,	 C.	 rotundata,	
Halodule	 pinifolia,	 H.	 uninervis,	
Syringodium	 isoetifolium	 dan	 Ruppia	
maritimam	 (Romimohtarto	 &	 Yuwana	
1999).		
Biota  Famili  Jumlah	spesies 
Lamun  2  13 
Algae  88  981 
Mangrove  20  48 
Mangrove	Associate  25  35 
Total  135  	1077 
Tabel	11	Jumlah	Algae	dan	 lora	laut	yang	ditemukan	di	perairan	Indonesia	
(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)
Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 65
Actinobacteria,	 α‐proteobacteria,	 Bacilli,	
Bacteroidetes,	 β‐proteobacteria,	 Chloro‐
bi,	 Chroococcales,	 Clostridia,	 δ‐
proteobacteria,	 Erysipelotrichia,	 γ‐
proteobacteria,	 Synergistia	 dan	
Zetaproteobacteria.	 Selain	 itu	 juga	
ditemukan	 bakteria	 yang	 belum	 dapat	
diidenti ikasi	 dan	 belum	 dapat	
dikulturkan.	 Di	 lokasi	 	 dekat	 dengan	
Menado,	 diketahui	 bahwa	 kelas	 Bacilli	
dan	Actinobacteria	mendominasi	daerah	
ini.	 Kedua	 kelas	 ini	 umumnya	 terdapat	
pada	 sedimen	 laut,	 dan	 memegang	
peranan	 penting	 dalam	 produksi	
komponen	aktif	biologi	termasuk	dalam	
mengoksidasi	 mangan	 (Moran	 et	 al..	
1995,	 Miranda	 et	al.	 2008).	 Sejumlah	
spesies	Actinobacteria	dan	Bacilli	sangat	
terkenal	 karena	 dapat	 tumbuh	 pada	
suhu	 yang	 tinggi	 (Kurup	 &	 Fink,	 1975;	
Edward,	1993;	Song	et	al.,	2001;	Petrova	
&	Vlahov,	2007;	Zilda	et	al.,	2009).	Dari	
plot	 3	 ditemukan	 spesies	 berikut:	
Geobacillus	 caldoproteolyticus,	
Thermomonospora	chromogena,	 Thermo‐
baculum	 terrenum,	 Thermoactinomyces	
vulgaris	 yang	 termasuk	 	 kelas	
Actinobacteria	 dan	 Bacillus	 spp.	 yang	
tergolong	 dalam	 bakteri	 termo ilik.	 Di	
daerah	tersebut	ditemukan	juga	bakteri	
yang	 memegang	 peranan	 dalam	 siklus	
sulfat,	 sul it	 dan	 sulfur	 seperti	
Desulfatimicrobioium	 mahrescensis,	
Desulfovibrio	desulfuricans,	Methylarcula	
marina,	 Methylobacillus	 lagellates,	
Methylotenera	mobilis,	Sul itobacter	 sp.,	
Sulfobaccilus	 sp.,	 Sulfobacillus	
themmosul idoozidan.	 γ‐Proteobacteria	
berhubungan	dengan	siklus	metan	dan	δ
‐proteobacteria	 dikelompokkan	
termasuk	 dalam	 pereduksi	 sulfat	 yang	
berhubungan	 dengan	 oksidasi	 anaerob	
metan	 (AOM)	 (David	 et	 al.,	
2005;Pachiadaki	et	al.	2010).	
heterotrof	 adalah	 organisme	 yang	
memanfaatkan	 bahan‐bahan	 organik	
sebagai	makanannya	dan	bahan	tersebut	
disediakan	 oleh	 organisme	 lain.	
Contohnya	 antara	 lain:	 Saprolegnia	sp.,	
Candida	albicans,	Trichophyton	rubrum.	
Samudera	 melingkupi	 sekitar	
70%	 dari	 seluruh	 permukaan	 bumi	
dengan	estimasi	volume	air	mencapai	2‐
10	 x	 103	 m3	 dan	 kedalaman	 rata‐rata	
3.800	 meter.	 Perairan	 merupakan	
habitat	yang	baik	untuk	mikroba	karena	
di	 dalam	 satu	 liter	 air	 terkandung	 108‐9	
sel	bakteri	yang	diestimasikan	mewakili	
sekitar	20.000	spesies	bakteri	(Venter	et	
al.	 2004).	 Sementara	 kekayaan	 spesies	
(species	 richness)	 dari	 archaea	
diperkirakan	 mencapai	 38.000	 spesies	
per	liter	air	laut	(Huber	et	al.	2007).		
Keanekaragaman	hayati	mikroba	
laut	 yang	 melimpah	 ruah	 di	 Indonesia	
belum	 tergarap	 maksimal.	
Keanekaragaman		spesies	mikroba	yang	
berasosiasi	dengan	terumbu	karang	juga	
belum	 banyak	 diketahui.	 Beberapa	
spesies	 mikroba	 tertentu	 memang	
diketahui	 hidup	 bersimbiosis	
mutualisme	 dengan	 terumbu	 karang.	
Terumbu	 karang	 menghasilkan	 mukus	
sebagai	 sumber	 makanan	 mikroba,	
sedangkan	mikroba	dapat	menghasilkan	
senyawa	 bioaktif	 yang	 mampu	
melindungi	 terumbu	 karang	 dari	
serangan	 bakteri	 yang	 bersifat	 patogen.	
Berdasarkan	 penelitian	 Patantis	 et	al..	
(2012)	sejumlah	genus	bakteri	dijumpai	
di	 perairan	 sekitar	 Sangihe	 Talaud	
meliputi	 Pseudomonas,	
Pseudoalteromonas,	 Alteromonas,	 Vibrio,	
Shewanella	dan	bakteri	lain	yang	belum	
dapat	 dikultur	 (yet	uncultured	bacteria).		
Dari	 hasil	 penelitiannya	 diketahui	 ada	
14	 kelas	 mikroba	 asal	 laut	 sekitar	
Sangihe	 Talaud	 yaitu	 Acetobacteraceae,
66|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
yaitu	 	 Kelas	 Mamalia,	 Aves	 (burung),	
Amphibia,	Reptilia,		dan	Ikan.			
	
3.2.1.1.1	Mamalia	
Keanekaragaman	species		mamalia	
di	 dunia	 tercatat	 ada	 lebih	 dari	 5.490	
spesies	 (www.currentresults.com/
environment‐Fats/Plants‐Animals/
numbers.php),	 sedangkan	 di	 Indonesia	
hingga	 kini	 tercatat	 ada	 720	 spesies	
(Lampiran	 1)	 atau	 lebih	 dari	 13%	 dari	
spesies	yang	ada	di	dunia.	Dibandingkan	
tahun	 2011	 (Widjaja	 et	 al.	 2011)	
terdapat	 penambahan	 jumlah	 spesies	
yaitu	sebanyak	18	spesies	baru.	Spesies	
baru	 yang	 ditemukan	 pada	 umumnya	
adalah	 mamalia	 kecil	 khususnya	 tikus	
dan	 kelelawar.	 Angka	 jumlah	 spesies	
baru	 ini	 ada	 kemungkinan	 akan	
bertambah	 seiring	 dengan	 jumlah	
ekspedisi	yang	dilakukan.	
Tingginya	 keanekaragaman	
spesies	 mamalia	 dan	 jumlah	 spesies	
yang	 endemik	 erat	 kaitannya	 dengan	
garis	biogeogra i	yang	ada	di	Indonesia.	
Selain	 garis	 khayal	 biogeogra i	 seperti	
Wallace’s,	Lydekker’,	Weber’s,	Maryanto
‐Higashi’s	(Maryanto	&	Higashi	2011),	di	
Sumatra	 ada	 kemungkinan	 dijumpai	
garis	 biogeogra i	 lokal	 mengikuti	
persebaran	 lutung	 Presbytis	melalophos		
(Aimi	&	Bakar	1992).	Sedangkan	di	Jawa,	
garis	biogeogra i	lokal	sebagai	pembatas	
tersamar	 dijumpai	 membentang	 dari	
barat	 (Ujung	 Kulon)	 sampai	 ke	 Gunung	
Slamet	 yang	 membatasi	 sebaran	
Nycticebus	 javanicus	 dan	 Presbytis	
frediricae.	 Berbeda	 dengan	 pola	
persebaran	 di	 Kalimantan,	 garis	
biogeogra i	 lokal	 secara	 tersamar	
pembatas	 persebaran	 berdasarkan	
sungai	 besar.	 Hal	 tersebut	 ditunjukkan	
dari	 endemisitas	 beberapa	 spesies	
seperti	 kelompok	 pengerat	 (Rodentia)	
Di	 laut	 dalam	 yang	 mempunyai	
lingkungan	 ekstrim	 yang	 dicirikan	 oleh	
suhu	 dingin,	 tekanan	 tinggi,	 cahaya,	
nutrien	 yang	 kurang	 sera	 salinitas	 air	
laut	 yang	 tinggi	 menyebabkan	 spesies	
mikroba	 yang	 hidup	 disini	 mempunyai	
karakter	 spesi ik	 dan	 unik	 serta	
diketahui	 mempunyai	 potensi	
bioteknologi	yang	sangat	besar.	Karakter	
tersebut	 dipunyai	 oleh	 bakteri	 	 genus	
Pseudomonas,	Vibrio	dan	 Flavobacterium	
yang	 dianggap	 mampu	 hidup	 di	 daerah	
tersebut.			
	
3.2	Keanekaragaman	Spesies	
Terestrial	
Semua	 kehidupan	 organisme	
terbagi	 kedalam	 lima	 Kingdom	 yaitu	
Animalia,	 Tumbuhan,	 Jamur,	 Bakteria	
dan	 Protista.	 Keanekaragaman	 species	
terrestrial	 merupakan	 spesies‐spesies	
organisme	 yang	 hidup	 di	 darat	 dan	
terbagi		dalam	tiga	kelompok	yaitu	fauna	
lora	dan	mikroba.		
	
3.2.1	Fauna	
Kingdom	Animalia	dikelompokkan	
kedalam	 40	 ilum.	 Dalam	 mendata	
kekayaan	 fauna	 Indonesia	 dibedakan	
dua	 	 kelompok	 	 yaitu	 Filum	 Chordata	
dan	 Invertebrata.	 	 Kelompok	 hewan	
bertulang	 belakang	 mempunyai	
perawakan	 yang	 	 dapat	 dilihat	 dengan	
mata	telanjang	maka	pendataannya	jauh	
lebih	 lengkap	 dibandingkan	 kelompok	
hewan	 tidak	 bertulang	 belakang	
(Invertebrata).			
	
3.2.1.1	Vertebrata	
	 Kelompok	 hewan	 bertulang	
belakang	 termasuk	 dalam	 Filum	
Chordata	 mempunyai	 perawakan	 yang	
dapat	 dilihat	 degan	 mata	 telanjang.		
Filum	Chordata	dibagi	dalam	lima	kelas
Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 67
Hingga	 saat	 ini	 jumlah	 spesies	
Mamalia	 di	 pulau‐pulau	 utama,	 yaitu	
Kalimantan	 (268	 ),	 Sumatra	 (257),	
Papua	 (241),	 Sulawesi	 (207),	 	 Jawa	
(193),	 	 Maluku	 (149),	 Nusa	 Tenggara	
(125)	 (Gambar	 27).	 Dari	 mamalia	 yang	
ada,	 tercatat	 ordo	 Rodentia	 dan	
Chiroptera	di	Indonesia	memiliki	jumlah	
spesies	 terbesar	 masing‐masing	 yaitu	
239	dan	228	spesies.			
atau	 subspesies	 orang	 utan	 yang	
dibedakan	 dengan	 pembatas	 sungai	
besar	 yang	 ada.	 Di	 Sulawesi	 garis	
pembatas	 biogeogra i	 tersamar	
berdasarkan	 sejarah	 geologi	 terjadinya	
pembentukan	 pulau	 tersebut.	 Hal	
tersebut	 terlihat	 pada	 pola	 distribusi	
monyet‐monyet	 (Macaca	 spp.)	 Sulawesi	
(Myron	et	al	2008).	
Lutung	kelabu	(Trachipithecus	cristatus)	salah	satu	mamalia	dari	kelompok	primata	yang	
dapat	ditemukan	di	Indonesia.	
Gambar	27	Jumlah	spesies	mamalia	berdasarkan	tujuh	kawasan	di	Indonesia	(PUSLIT	
BIOLOGI	LIPI	2014)
68|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
komunitas	 burung	 di	 Indonesia	 dapat	
dibagi	 menjadi	 tiga	 kelompok	 besar,	
yaitu	burung‐burung	Oriental	(Sumatra,	
Kalimantan	 dan	 Jawa	 (termasuk	 Bali)),	
burung‐burung	 Wallacea	 (Sulawesi,	
Nusa	Tenggara	dan	Maluku)	dan	burung
‐burung	 Australasia	 (Papua)	
(MacKinnon	et	al.	1998,	Coates	&	Bishop	
1997,	 Behleer	 et	 al.	 2001).	 Jumlah	
spesies	 tertinggi	 berdasarkan	 kawasan	
berada	 di	 Papua	 (Gambar	 28)	 yang	
memiliki	 jumlah	 spesies	 sebanyak	 671;	
disusul	kemudian	oleh	kawasan	Sumatra	
(630),	 Kalimantan	 (523),	 Jawa	 (507),	
Sulawesi	 dan	 Nusa	 Tenggara	 (417)	 dan	
Maluku	(365).		
		
Migrasi	burung	
Migrasi	 merupakan	 salah	 satu	
bentuk	 perilaku	 satwa	 khususnya	
burung	 yang	 sangat	 fenomenal.	 Setiap	
tahun	 jutaan	 burung	 dari	 berbagai	
spesies	 melakukan	 perpindahan	 besar‐
besaran	dalam	jangka	waktu	yang	lama	
dan	jarak	yang	jauh.	Prosesi	pergerakan	
yang	 masif	 ini	 dapat	 dengan	 mudah	
diamati	 sehingga	 menjadi	 suatu	 atraksi	
alam	 yang	 sangat	 dinanti‐nanti	 oleh	
kalangan	 pengamat	 burung	 dan	
lingkungan,	 baik	 yang	 profesional	
3.2.1.1.2	Burung	
	 Indonesia	merupakan	salah	satu	
negara	 utama	 yang	 memiliki	
keanekaragaman	 	 	 spesies	 burung	
tertinggi	 di	 dunia	 selain	 Brazil.	 Jumlah	
spesies	 burung	 Indonesia	 yang	
dikeluarkan	 oleh	 Indonesian	
Ornithologist	Union	(IdOU)	adalah	1.599	
spesies	(Sukmantoro	et	al.	2007).	Seiring	
dengan	 perkembangan	 teknologi	
molekuler	 dan	 penemuan‐penemuan	
spesies	 baru	 di	 berbagai	 tempat,	
kekayaan	 spesies	 burung	 di	 Indonesia	
telah	bertambah	 menjadi	1.605	spesies,	
yang	 terdiri	 atas	 20	 ordo	 dan	 94	 famili	
(Lampiran	 2).	 Jumlah	 ini	 mencakup	
sekitar	 16%	 dari	 total	 10.140	 spesies	
burung	di	dunia	(Bird	Life	International	
2013).	
Keanekaragaman	 spesies	 burung	
di	 Indonesia	 sangat	 dipengaruhi	 oleh	
posisi	 geogra is	 Indonesia	 yang	 berada	
di	 antara	 benua	 Asia	 dan	 Australia.	
Selain	 itu,	 evolusi	 geologi	 di	 wilayah	
Sulawesi	 yang	 terjadi	 ribuan	 tahun	
berhasil	 membentuk	 komunitas	 unik	 di	
wilayah	 tersebut	 yang	 dideskripsi	
pertama	kali	oleh	Alfred	Russel	Wallace	
dan	 saat	 ini	 dikenal	 dengan	 zona	
Wallacea.	Oleh	karena,	itu	secara	umum,	
Gambar	28	Jumlah	spesies	burung	di	tujuh	kawasan	di	Indonesia	
(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)
Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 69
Australia.	 Jalur	 yang	 telah	 terpetakan	
meliputi	 Sumatra,	 Kalimantan,	 Jawa,	
Bali,	 Nusa	 Tenggara,	 dan	 Sangihe.	 Dari	
catatan	 tersebut	 diperkirakan	 ada	 dua	
jalur	 utama	 yang	 digunakan	 burung‐
burung	 tersebut,	 yaitu	 Asia	 Timur,	
Indochina	 dan	 Indonesia;	 jalur	 kedua	
tesebut	 adalah	 Asia	 Timur,	 Filipina	 dan	
Indonesia.	 Jalur	 pertama	 akan	 melalui	
Sumatra,	 Kalimantan,	 Jawa	 dan	 Nusa	
Tenggara,	 sedangkan	 jalur	 kedua	 dapat	
berujung	 di	 daerah	 Wallacea	 (Sulawesi	
dan	Nusa	Tenggara),	Maluku	dan	Papua.		
Daerah	 yang	 dilalui	 memiliki	 tipe	
ekosistem	 yang	 beranekaragam	 namun	
sebagian	 besar	 merupakan	 tipe	 hutan	
pegunungan,	 terutama	 di	 Jawa.	 Lokasi‐
lokasi	 penting	 yang	 menjadi	 titik‐titik	
pengamatan	 burung	 pemangsa	
bermigrasi	 antara	 lain	 Puncak,	 Bogor,	
Jawa	Barat.	Beberapa	lokasi	utama	yang	
menjadi	 pintu	 masuk	 ke	 Indonesia	
adalah	 pulau‐pulau	 kecil	 seperti	 Pulau	
Rupat,	Riau	dan	Sangihe,	Sulawesi.		
Burung	 air	 merupakan	 kelompok	
burung	 bermigrasi	 terbesar	 di	 dunia.	
Dalam	 sekali	 musim	 migrasi	 jumlah	
individu	dan	spesies	yang	terlibat	dalam	
ritual	ini	jauh	melebihi	kelompok	raptor	
bermigrasi.	Burung	air	di	Indonesia	yang	
bermigrasi	 berjumlah	 sekitar	 100	
spesies	 dari	 berbagai	 ordo	 dan	 famili.	
Burung	 air	 yang	 terdiri	 atas	 burung	
pantai	 dan	 burung	 laut,	 termasuk	 yang	
paling	 banyak	 diamati	 dan	 ditandai.	
Sifatnya	yang	selalu	membentuk	agregat	
di	 lahan‐lahan	 basah,	 seperti	 pantai	
berpasir	 atau	 paparan	 lumpur	
menjadikan	 kelompok	 ini	 relatif	 udah	
untuk	diamati	dan	dimonitor.	
Lokasi‐lokasi	 penting	 yang	
menjadi	 pusat	 pengamatan	 burung	 air	
antara	 lain	 Pantai	 Cemara,	 Jambi;	 Delta	
Banyuasin,	Sumatera	Selatan,	P.	Bangka;	
maupun	amatir.	
	Migrasi	burung	melibatkan	suatu	
sistem	 yang	 kompleks	 karena	 terkait	
ruang,	 waktu	 dan	 sistem	 isiologis	 dan	
genetik.	Namun	demikian,	secara	umum	
sebab	utama	burung‐burung	melakukan	
migrasi	 adalah	 untuk	 menghindari	
musim	 dingin	 di	 belahan	 bumi	 utara	
atau	 selatan	 dengan	 cara	 melakukan	
perjalanan	 panjang	 menuju	 daerah	
tropis	yang	 merupakan	 tempat	mencari	
makan	sementara	selama	musim	dingin.	
Burung‐burung	 tersebut	 akan	 kembali	
ke	 daerah	 asal	 pada	 saat	 musim	 dingin	
berakhir	 untuk	 bersiap‐siap	 memasuki	
musim	berbiak.		
Indonesia	 sebagai	 negara	 yang	
berada	di	daerah	tropis	dan	posisinya	di	
antara	 Benua	 Asia	 dan	 Australia,	
menjadi	 salah	 satu	 daerah	 utama	 yang	
dilewati	 dan	 disinggahi	 burung‐burung	
bermigrasi	dari	Asia	Utara	dan	Australia.	
Tercatat	 sekitar	 150	 spesies	 dari	 total	
spesies	burung	Indonesia	adalah	burung	
bermigrasi.	 Burung‐burung	 dapat	
dikategorikan	 menjadi	 beberapa	
kelompok,	 yaitu	 burung	 pemangsa	
bermigrasi,	burung	air	(burung	laut	dan	
burung	 pantai),	 burung	 hutan	 dan	
burung	passerin	bermigrasi.	
Burung	 pemangsa	 bermigrasi	
seluruhnya	 berasal	 dari	 Famili	
Accipitridae	 yang	 berjumlah	 22	 spesies	
(Zulki li	et	al.	2012,	Nijman	2001,	Germi	
and	 Waluyo	 2006,	 Germi	 et	al.	 2009).	
Sebagian	 besar	 spesies‐spesies	 tersebut	
berasal	dari	belahan	bumi	utara,	antara	
lain	 Sikep	 madu	 asia	 (Pernis	
ptylorhynchus),	alang‐alap	cina	(Accipiter	
solensis),	 elang	 alap	 nipon	 (Accipiter	
gularis)	dan	elang	paria	(Milvus	migran);	
dua	 spesies	 alap‐alap,	 yaitu	 alap‐alap	
layang	 Falco	cenchroides	 dan	 alap‐alap	
Australia	 Falco	longipennis	 berasal	 dari
70|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
termasuk	 Museum	 Zoologicum	
Bogoriense	(Puslit	Biologi	–	LIPI)		tahun	
1963‐1971.	 Beberapa	 tahun	 kemudian,	
kerja	 sama	 antara	 LIPI,	 Kementrian	
Kehutanan,	JICA	dan	Yamashina	Institute	
for	Ornithology	Jepang	beserta	beberapa	
universitas	 seperti	 Universitas	
Padjadjaran	 dan	 Universitas	 Andalas	
serta	 lembaga	 swadaya	 masyarakat	
melanjutkan	program	serupa	di	berbagai	
lokasi	di	Indonesia.		
Seiring	 merebaknya	 kasus	 lu	
burung	pada	tahun	2006.	Puslit	Biologi‐
LIPI,	 Kementrian	 Kehutanan	 dan	
Indonesian	 Ornthologist	 Union	 (IdOU)	
membentuk	 Indonesian	 Birds	 Banding	
Scheme	 (IBBS).	 IBBS	 yang	 berpusat	 di	
Pusat	Penelitian	Biologi‐LIPI	merupakan	
implementasi	 pentingnya	 badan	 yang	
meregulasi	 penandaan	 burung	 migran.	
Pembentukan	 IBBS	 didukung	 oleh		
Pemerintah	 Australia	 melalui	
Department	 Environtment,	 Water,	
Heritage	and	Arts	 dan	 Puslit	 Biologi	 LIPI	
menandatangani	 memorandum	 of	
understanding	 yang	 membantu	
pengadaan	 alat	 dan	 pelatihan	 training	
penandaan	 burung	 pada	 tahun	 2009‐
2011.	
	
3.2.1.1.3	Am ibia	
Jumlah	am ibia	dunia	diperkirakan	
lebih	 dari	 6.433	 spesies	
(www.currentresults.com/environment‐
Fats/Plants‐Animals/numbers.php).	
Hingga	 kini,	 di	 Indonesia	 tercatat	 385	
spesies	 dari	 12	 famili	 atau	 2	 ordo	
(Lampiran	3).		Secara	berurutan	jumlah	
spesies	 di	 pulau‐pulau	 utama	 tercatat	
tertinggi	 di	 Papua	 (151	 ),	 Kalimantan	
(141	 )	 Sumatra	 (91	 ),	 Jawa	 (41	 ),	
Sulawesi	 (36	 ),	 Maluku	 (24	 )	 dan	
terendah	 dari	 kawasan	 Nusa	 Tenggara	
(19	)	(Gambar	29).			
Indramayu,	 Tanjung	 Pasir,	 Cianjur	
Selatan,	Jawa	Barat;	Ujung	Pangkah	dan	
Wonorejo,	 Jawa	 Timur	 (Tirtaningtyas	 &	
Philippa	 2009,	 Iqbal	 et	al.	 2012,	 Iqbal	 &	
Hasudungan	2008).	Spesies‐spesies	yang	
sering	 tercatat	 dalam	 jumlah	 besar	
adalah	 cerek	 kernyut	 (Pluvialis	fulva	 ),	
Cerek	 besar	(Pluvialis	squatarola),	 cerek‐
pasir	 mongolia	 (Charadrius	 mongolus),	
cerek‐pasir	 besar	 (Charadrius	
leschenaultii),	 biru‐laut	 ekor‐blorok	
(Limosa	 lapponica	 ),	 	 biru‐laut	 ekor‐
hitam	 (Limosa	 limosa	 ),	 trinil‐lumpur	
asia	(Limndoromus	semipalmatus),	 trinil	
kaki‐merah	(Tringa	totanus),	 trinil‐kaki	
hijau	 (Tringa	 nebularia),	 trinil	
Nordmann	(Tringa	guttifer),	 trinil	 semak	
(Tringa	 stagnatilis),	 gajahan	 pengala	
Numenius	 phaeopus),	 gajahan	 besar	
(Numenius	 arquata),	 kedidi	 besar	
(Calidris	 tenuirostris),	 kedidi	 merah	
(Calidris	canutus	 ),	 dan	 kedidi	 golgol	
(Calidris	ferruginea).	
Selain	dari	kedua	kelompok	diatas,	
burung	 bermigrasi	 yang	 paling	 mudah	
dilihat	 adalah	 layang‐layang	 Asia	 atau	
Hirundo	rustica.	Burung	ini	agak	berbeda	
dalam	 perilaku	 dibandingkan	 dengan	
kelompok	burung	pemangsa	dan	burung	
air,	 dimana	 mereka	 memilih	 untuk	
singgah	 dan	 tinggal	 sementara	 di	 area	
urban	 dibandingkan	 ekosistem	 alami.	
Pada	 musim	 bermigrasi	 antara	 akhir	
bulan	 September‐Maret,	 Layang‐layang	
Asia	 banyak	 menggunakan	 struktur	
bangunan	 sebagai	 tempat	 bertengger	
seperti	 tiang	 dan	 kabel	 listrik,	 selain	
pohon‐pohon	peneduh	di	pinggir	jalan.		
Akti itas	 penandaan	 burung	
bermigrasi	telah	lama	dilakukan,	dimulai	
dari	 proyek	 The	 Monitoring	 Avian	
Productivity	 and	 Survivorship	 Program	
(MAPS)	dimotori	oleh	US	Army	Research	
and	 Development	 Group	 bekerja	 sama	
dengan	 berbagai	 lembaga	 Indonesia
Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 71
Indonesia	 diperkirakan	 ada	 48	 spesies	
(Lampiran	 4).	 	 Reptilia	 yang	 sering	
bermigrasi	 antar	 pulau	 atau	 antar	
negara	 seperti	 penyu‐penyuan	 tercatat	
ada	 enam	 spesies	 (Chlonidae	 dan	
Dermochelidae).	
Dua	 famili	 reptil	 yang	 perlu	
mendapat	 perhatian	 dalam	 hal	
ketersediaan	 data,	 misalnya	 Pythonidae	
(ular	 sanca)	 dan	 Varanidae	 (biawak)	
karena	 seluruh	 spesies	 di	 kelompok	 ini	
dapat	 diperdagangkan.	 Perdagangannya	
diatur	 berdasarkan	 konvensi	
internasional,	 yaitu	 CITES.	 Bahkan,	
beberapa	 dari	 kelompok	 ini	 secara	
nasional	 oleh	 Pemerintah	 Indonesia	
mendapat	 perlindungan	 dan	 tercatat	
3.2.1.1.4	Reptilia	
Jumlah	 spesies	 Reptilia	 di	 dunia	
tercatat	sampai	saat	ini		lebih	dari	9.084	
spesies	 (www.currentresults.com/
environment‐Fats/Plants‐Animals/
numbers.php).	 Sedangkan	 	 di	 Indonesia		
yang	 sudah	 terdata	 sebanyak	 723	
spesies	atau	mencakup	8%	dari	yang	ada	
di	 dunia	 (Gambar	 30).	 	 Jumlah	 spesies	
tersebut	 terdiri	 dari	 4	 ordo	 dan	 28	
famili.	 Spesies	 terbanyak	 ditemukan	 di	
kawasan	Kalimantan	227	spesies	diikuti	
oleh	 Sumatra	 (224),	 Papua	 (208),	 Jawa	
(154),	Sulawesi	(130),		Maluku	(80)		dan	
paling	 sedikit	 dari	 kawasan	 Nusa	
Tenggara	 (74).	 	 Untuk	 ular	 laut	 di	
Gambar	29	Jumlah	spesies	am ibia	di	tujuh	kawasan	di	Indonesia	
(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	
 
	 
Percil	oriental	(Microhyla	orientalis)	kodok	spesies	baru	yang	ditemukan	tahun	2013	di	Bali	
dan	Jawa	(Foto:	A	Hamidy/LIPI) 
72|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
ikan	 air	 tawar	 (http://
www.iucnredlist.org/initiatives/
freshwater/process/introduction).	 Dari	
data	 yang	 terhimpun,	 jumlah	 ikan	 air	
tawar	di	Indonesia	tercatat	1.248	spesies	
yang	terdiri	dari	19	ordo	dan	101	famili	
(Lampiran	5).	Dari	hasil	pendataan	yang	
terkumpul,	Maluku	merupakan	kawasan	
dengan	 data	 sebaran	 air	 tawar	 yang	
sangat	minim	sehingga	data	belum	dapat	
di	 informasikan	 secara	 lengkap.	 Jumlah	
spesies	 paling	 banyak	 hingga	 paling	
sedikit	 secara	 berurutan	 adalah	
Kalimantan	 (738	 ),	 Sumatra	 (594),	
Papua	(422),	Jawa	(408),	Sulawesi	(293),	
Nusa	Tenggara	(161	)	(Gambar	31).	
	
dalam	 Red	 List	 IUCN	 sehingga	
mendapatkan	 status	 konservasi	 yang	
cukup	 tinggi.	 Data	 populasi	 dan	
persebaran	 di	 seluruh	 Nusantara	 perlu	
diperbaharui	 untuk	 mengimbangi	
volume	 perdagangan	 dan	 menjaga	
kesinambungan	populasinya	di	alam.		
Lebih	 dari	 40%	 jumlah	 total	
spesies	biawak	di	seluruh	dunia	terdapat	
di	 wilayah	 Indonesia.	 Dari	 kekayaan	
yang	ada	di	Indonesia	ini,	lebih	dari	80%	
nya	 tersebar	 di	 bagian	 timur,	 terutama	
Maluku	dan	Papua.	
	
3.2.1.1.5	Ikan	Air	Tawar	
Sampai	 saat	 ini,	 di	 dunia	
dilaporkan	 ada	 sekitar	 14.000	 spesies	
Gambar	30	Jumlah	spesies	reptilia	di	tujuh	kawasan	di	Indonesia	
(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	
 
Varanus	doreanus	(Meyer,	1874)	atau	dikenal	sebagai	Biawak	ekor	biru	yang	dapat	
ditemukan	di	Raja	Ampat,	Papua	(Foto:	A	Hamidy/Waigeo‐EWIN	LIPI) 
Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 73
spesies	 Indonesia.	 Selain	 karena	
jumlahnya	 yang	 besar,	 sumber	 daya	
manusia	 yaitu	 peneliti	 taksonomi	 yang	
membidangi	 	 jumlahnya	 sangat	 sedikit.	
Pada	 umumnya	 peneliti	 taksonomi	
hanya	 menekuni	 satu	 kelompok	 taksa	
(misalnya	 famili	 atau	 genus)	 tertentu.	
Dari	kelompok	Insekta	data	yang	relatif	
lengkap	adalah	kupu‐kupu.	
	
3.2.1.2.1	Moluska	
Moluska	 Indonesia	 dari	 kelas	
Gastropoda	 (laut,	 air	 tawar	 dan	 darat)	
diperkirakan	 memiliki	 sekitar	 4.000	
species,	Bivalvia	1.000	species	(laut	dan	
air	 tawar),	 	 Scaphopoda	 (laut)	 70	
species,	Cephalopoda	(laut)	100	species	
dan	 Amphineura	 (laut)	 sulit	 diterka	
jumlah	 spesiesnya.	 Namun	 diketahui	
Amphineura	tercatat	3	famili.	Sedangkan	
jumlah	spesies	Moluska	darat	Indonesia	
yang	tercatat	seperti	tertera	pada		Tabel	
12.	 Jumlah	 spesies	 Gastropoda	 dan	
Bivalvia	terestrial	tercatat	2.039	spesies.	
3.2.1.2	Invertebrata	
	 Kelompok	hewan	tidak	bertulang	
belakang	atau	dikenal	ada	delapan	 ilum	
yaitu	 Annelida,	 	 Arthropoda,	 Cnidaria,	
Echinodermata,	 	 Mollusca,	 Nematoda,	
Porifera,	 Platyhelmintes	 (http://
www.yale.edu/ynhti/curriculum/
units/1995/5/95.05.08.x.html).
	 Kelompok	 ini	 terdiri	 atas	
sembilan	 ilum	 yaitu	 Acanthocephala,	
Annelida,	 Arthropoda,	 Cestoda,	
Coelenterata,	 Echinodermata,	 Mollusca,	
Nematoda,	 Protozoa,	 Porifera,	 dan	
Trematoda.	Di	antara	kelompok	tersebut	
Arthropoda	menduduki	sekitar	80%	dari	
jumlah	 total	 keanekaragaman	 fauna.	 Di	
antara	 Arthropoda,	 Insekta	 atau	
serangga	 merupakan	 kelompok	 yang	
terbesar	 hampir	 60%	 nya.	 Oleh	 karena	
besarnya,	 jumlah	 spesies	 invertebrata	
sulit	 untuk	 dihitung,	 banyak	 di	
antaranya	 yang	 belum	 teridenti ikasi	
dan	 terdata	 dengan	 baik.	 Data	 yang	
tersaji	belum	menggambarkan	kekayaan	
Gambar	31	Jumlah	spesies	ikan	air	tawar	di	enam	kawasan	di	Indonesia	
(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	
Kelas  Famili  Spesies 
Gastropoda  142  4000 
Bivalvia  39  1000 
Scaphopoda  1  70 
Cephalopoda  13  100 
Amphineura  3  data	tidak	ada 
Jumlah  198  5170 
Tabel	12	Jumlah	spesies	moluska	Indonesia	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)
74|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
3.2.1.2.3	Arthropoda		
	 Arthropoda	 merupakan	
kelompok	 fauna	 yang	 terbesar,	 yang	
terdiri	 atas	 beberapa	 kelas,	 antara	 lain	
Crustacea,	 Diplopoda,	 Arachnida,	
Collembola	 dan	 Insecta.	 Kelompok	 ini	
dapat	 dijumpai	 di	 berbagai	 macam	
habitat.	
	
1.	Krustasea	
Fauna	yang	dikelompokkan	dalam	
Krustasea	 meliputi	 Brachyura	
(Kepiting),	 Natantia	 (Udang)	 dan	
Isopoda.	 Di	 Indonesia	 yang	 sudah	
banyak	 diungkapkan	 adalah	 kelompok	
kepiting	dan	udang.	Kelompok	yang	lain	
belum	banyak	diungkap.	
	
Krustasea	Air	Tawar	
Data	 yang	 disajikan	 di	 buku	 ini	
hanya	 menggambarkan	 khusus	 data	
krustasea	 perairan	 darat.	 Diperkirakan	
ada	 1200	 spesies	 udang	 dan	 kepiting	
yang	 terdapat	 di	 Indonesia.	 Data	 ini	
merupakan	hasil	eksplorasi	di	beberapa	
wilayah,	 belum	 mencakup	 keseluruhan	
kepulauan	 Indonesia.	 Oleh	 karena	 itu	
masih	 diperlukan	 eksplorasi	 untuk	
Pulau	 Jawa	 merupakan	 lokasi	 yang	
memiliki	jumlah	spesies	tertinggi	karena	
kegiatan	 ekspedisi	 banyak	 dilakukan	
dibandingkan	 pulau‐pulau	 lain	 di	
Indonesia.	 Jumlah	 Gastropoda	 dan	
Bivalvia	 di	 pulau	 Jawa	 (568)	 ,	 Sumatra	
(325),	 Maluku	 (319),	 Sulawesi	 (261	 ),	
Nusa	Tenggara	(187),	Kalimantan	(168)	
dan	paling	sedikit	di	Papua	(108)	(Tabel	
13).	
	
3.2.1.2.2	Nematoda	
	 Cacing	 	 Nematoda	 di	 Indonesia	
hingga	 saat	 ini	 telah	 teridentikasi	
sebanyak	90	spesies	dan	sebagian	besar	
belum	 teridenti ikasi.	 Data	 cacing	 yang	
saat	 ini	 ada	 adalah	 species	 yang	
bersimbiosis	 hidup	 dengan	 satwa	 liar	
misalnya	dari	mamalia,	burung,	reptilia,	
am ibia,	 dan	 ikan.	 Jumlah	 spesies	 yang	
sudah	 teridenti ikasi	 dari	 Pulau	 Jawa	
(71),	 Sulawesi	 (35),	 Sumatra	 (28),		
Maluku	 dan	 Nusa	 Tenggara	 (masing‐
masing	5	dan	7)	(Lampiran	6).		Dari	hasil	
pendataan	nematoda	species	yang	hidup	
pada	inang‐inang	tikus	di	Sulawesi		ada	
18	spesies.			
	
Ordo  Ind  Sum  Kal  Jaw  Bal  Sul  NT  Mal  Papua 
Veneroida  34  8  2  9  0  10  2  2  1 
Unionoida  28  7  6  10  0  1  0  4  0 
Nuculoida  1  0  0  1  0  0  0  0  0 
Archaeopulmonata  125  23  9  41  19  5  11  14  3 
Stylommatophora  608  100  37  166  39  72  60  98  36 
Mesogastropoda  780  118  79  205  30  124  65  119  40 
Basomatophora  107  25  10  27  3  17  10  9  6 
Archaeogastropoda  341  42  23  106  10  32  38  68  22 
Systellomatophora  15  2  2  3  2  0  1  5  0 
Jumlah  2039  325  168  568  103  261  187  319  108 
Tabel	13	Moluska	(Gastropoda	&	Bivalvia)	terrestrial	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI2014)	
Ket:	 Ind	 (Indonesia),	 Sum	 (Sumatera),	 Kal	 (Kalimantan),	 Jaw	 (Jawa),	 Bal	 (Bali),	 Sul	 (Sulawesi),	 NT	
(Nusa	Tenggara),	Mal	(Maluku),	Pap	(Papua)
Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 75
Indonesia	 secara	 keseluruhan.	
Terbatasnya	kegiatan	ekspedisi	menjadi	
salah	 satu	 kendala	 minimnya	 informasi	
yang	 dapat	 disajikan	 terutama	 dari	
kawasan	 Indonesia	 Timur.	 Ekplorasi	
masih	 diperlukan	 untuk	 mengungkap	
jumlah	 spesies	 dan	 potensi	 kepiting	
mangrove.	
	
Udang	air	tawar	
Dari	 data	 yang	 terkumpul	
diketahui	 jumlah	 spesies	 udang	 air	
tawar	 di	 Indonesia	 ada	 122	 spesies.	
Jumlah	 paling	 banyak	 terkumpul	 dari	
Sulawesi	 (64)	 diikuti	 kawasan	 Sumatra	
(35),	 Papua	 (30),	 Jawa	 (27	 ),	 Nusa	
Tenggara	(20	),	Kalimantan	dan	Maluku	
(19)	(Tabel	15).		
Dari	 famili	 Atyidae	 ditemukan	 68	
spesies,	 52	 spesies	 di	 antaranya	
ditemukan	 di	 Sulawesi.	 Dari	 data	
tersebut,	 	 38	 spesies	 atau	 73%	 nya	
adalah	 endemik	 pulau	 tersebut.	 Udang	
endemik	 tersebut	 hanya	 ditemukan	 di	
mengungkap	 keanekaragaman	 spesies	
dan	 potensi	 krustasea	 air	 tawar	
Indonesia,	karena	baru	sekitar	10%	yang	
terungkap	dari	perkiraan	kekayaan	yang	
ada.	
	
Kepiting	air	tawar	
Sampai	saat	ini	Kepiting	air	tawar	
di	 Indonesia	 baru	 tercatat	 ada	 120	
spesies	 (Tabel	 14),	 	 dengan	 jumlah	
paling	banyak	dari	Sulawesi	(24)	diikuti	
dari	 pulau	 Kalimantan	 (23),	 Sumatera	
(21),	 Papua	 (16),	 Jawa	 (11),	 Nusa	
Tenggara	(3)	dan	Maluku	(1).	
	
Kepiting	mangrove	
Keanekaragaman	 kepiting	
mangrove	 di	 Indonesia	 hingga	 saat	 ini	
tercatat	99	spesies.	Kelompok	ini	paling	
banyak	 baru	 dijumpai	 di	 pesisir	 pantai	
Sumatra	 (90	 )	 (lampiran	 7)	 dan	 paling	
sedikit	 di	 pesisir	 Papua.	 Jumlah	 spesies	
ini	 belum	 dapat	 menggambarkan	
keanekaragaman	 kepiting	 mangrove	
Tabel	14	Kepiting	air	tawar	di	Indonesia	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014) 
Family Genus Species Sumatra Kalimantan Jawa Sulawesi Bali
Nusa	
Tenggara Maluku Papua
Potamidae 4 18 9 6 3 0 0 0 0 0
Gecarcinucidae 20 67 7 15 5 20 0 2 1 11
Sesarmidae 4 28 4 1 3 2 3 1 0 2
Hymenosomatidae 4 7 1 1 0 2 0 0 0 3
Jumlah 32 120 21 23 11 24 3 3 1 16
Family	 Genus	 Species	 Sumatra	
Kaliman
tan	
Jawa	 Sulawesi	 Bali	
Nusa	
Tenggara	
Malu	
ku	
Papua	
Palaem
onidae	 3	 47	 24	 16	 20	 12	 2	 8	 7	 17	
Alphei
dae	 1	 2	 2	 	            
Atyidae	 7	 73	 9	 3	 7	 52	 3	 12	 12	 13	
Jumlah	 11	 122	 35	 19	 27	 64	 5	 20	 19	 30	
Tabel	15	Udang	air	tawar	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)
76|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
gugusan	 Papua.	 Sejauh	 ini	 telah	
diketahui	 ada	 16	 spesies	 Cherax	 yang	
ditemukan	 di	 Papua	 Indonesia	 dari	 18	
spesies	 Cherax	 yang	 ditemui	 di	 seluruh	
pulau	 Papua	 (termasuk	 Papua	 New	
Guinea)	(Tabel	17).	
	
2.	Arachnida	(Laba‐laba)	
Arachnida	merupakan	kelompok	
arthropoda	 yang	 memiliki	 ciri	 tubuh	
terbagi	 dua	 bagian,	 cephalothorax	 dan	
abdomen	 dengan	 empat	 pasang	 kaki.	
Kelas	 Arachnida	 diwakili	 oleh	
beberapa	gua	di	daerah	karst	Maros	dan	
danau‐danau	 purba	 Malili	 (seperti	
Matano,	 Mahalona,	 Towuti,	 Masapi	 dan	
Lantoa)	 di	 Sulawesi	 Selatan,	 Poso	 dan		
Lindu	di	Sulawesi	Tengah.		
Lobster	 air	 tawar	 genus	 Cherax	
dari	 famili	 Parastacidae	 hanya	
ditemukan	di	Papua	dan	Kepulauan	Aru.	
Walaupun	 secara	 administratif	
Kepulauan	 Aru	 termasuk	 Provinsi	
Maluku,	 tetapi	 secara	 geogra i	 dan	
ditinjau	 dari	 sejarah	 geologinya	
kepulauan	 ini	 termasuk	 kedalam	
   
Udang	air	tawar	endemik	danau	Towuti	(a)	Caridina	glaubrechti	(b)	Caridina	woltereckae.	
(Foto:	diambil	dari	Lukhaup,	C.	(2009)) 
	 
Genus Species Aru	 Misool Papua Papua	Barat PNG
Cherax	(Astaconephrops) albertisii 1 1
Cherax	(Astaconephrops) boesemani 1
Cherax	(Cherax) boschmai 1
Cherax	(Cherax) buitendijkae 1
Cherax	(Cherax) communis 1
Cherax	(Cherax) holthuisi 1
Cherax	(Cherax) longipes 1
Cherax	(Astaconephrops) lorentzi 1
Cherax	(Astaconephrops) lorentzi	arua 1
Cherax	(Astaconephrops) minor 1
Cherax	(Astaconephrops) misolicus 1
Cherax	(Astaconephrops) monticola 1
Cherax	(Cherax) murido 1
Cherax	(Cherax) pallidus 1
Cherax	(Cherax) paniaicus 1
Cherax	(Cherax) papuanus 1
Cherax	(Cherax) peknyi 1
Cherax	(Cherax) solus 1
Jumlah 1 1 12 2 3
Tabel	16	Pola	distribusi	lobster	air	tawar	Cherax	di	Indonesia	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)
Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 77
3.	Collembola	
Collembola	 merupakan	 salah	
satu	kelompok	Hexapoda	tidak	bersayap	
yang	sebagian	besar	kelompok	ini	hidup	
di	 tanah.	 Indonesia	 memiliki	
keanekaragaman	 Colembola	 sebanyak	
20	 famili	 dengan	 jumlah	 spesies	
diperkirakan	 sekitar	 1500	 spesies,	
namun	 yang	 telah	 teridenti ikasi	 baru	
375	 spesies	 (Tabel	 18).	 	 Kelompok	 ini	
sangat	 penting	 dalam	 proses	
perombakan	 bahan	 organik	 di	 tanah.	
Karena	 perannya	 dalam	 tersebut,	
Collembola	juga	sering	dianggap	sebagai	
kelompok	 penyubur	 tanah.	 Beberapa	
spesies	 Collembola	 rentan	 terhadap	
perubahan	lingkungan	dan	ada	juga	yang	
dapat	 mengakumulasi	 logam	 berat	 di	
dalam	 ususnya.	 Karena	 kemampuannya	
tersebut,	 tidak	 jarang	 Collembola	
dimanfaatkan	 sebagai	 bioindikator	
keadaan	 tanah.	 Manfaat	 Collembola	
sebagai	 bioindikator	 keadaan	 tanah	 ini	
belum	 pernah	 diterapkan	 di	 Indonesia.	
Jumlah	 spesies	 yang	 terungkap	 hingga	
kalajengking	 (Scorpiones),	 kalacuka	
(Uropygi),	 kalacemeti	 (Amblypygi),	
kalajengking	 palsu	 (Pseudoscorpiones),	
Opiliones,	 Schizomida,	 Palpigradi,	
Solifugae,	Acari	dan	laba‐laba	(Araneae).		
Penelitian	 mengenai	 Arachnida	
belum	 banyak	 dilakukan	 di	 Indonesia,	
sehingga	 data	 spesies	 yang	 tersedia	
belum	 terungkap	 secara	 lengkap.	 	 Di	
Indonesia,	 jumlah	 spesies	 Arachnida	
diperkirakan	 mencapai	 2.489	 spesies.		
Informasi	keberadaan	spesies	Arachnida	
yang	 paling	 banyak	 berasal	 dari	 Jawa,	
dengan	 jumlah	 berkisar	 461	 spesies	
sementara	 dari	 pulau	 lain	 masih	 belum	
terkumpul	dengan	baik.		Catatan	tentang	
famili	Macrohelidae	dan	Ixodidae	(Ordo	
Mesostigmata)	 lebih	 lengkap	
dibandingkan	famili	lainnya.	Dari	kedua	
famili	 tersebut	 terekam	 jumlah	 spesies	
yang	berasal	dari	Jawa		(77	)	lebih	tinggi	
yang	 kemudian	 diikuti	 oleh	 Sumatra	
(54	 ),	 Nusa	 Tenggara	 (39),	 Kalimantan	
(37),		Papua	(18)	(Tabel	17)	
	
	
Ordo 
Sumate
ra 
Jawa 
Kaliman
tan 
Sulaw
esi 
Nusa	
Tengg
ara 
Malu
ku 
Pap
ua 
INDO
NESIA 
Amblypygi  4  10  7  3  2  3  6  30 
Araneae  ?  296  ?  ?  ?  ?  ?  1500 
Opiliones  ?  44  ?  ?  ?  ?  ?  292 
Palpigradi  ?  4  ?  ?  ?  ?  ?  7 
Pseudoscorpi
ones 
?  14  ?  ?  ?  ?  ?  83 
Schizomida  ?  2  ?  ?  ?  ?  ?  5 
Scorpiones  ?  8  ?  ?  ?  ?  ?  150 
Solifugae  ?  ?  ?  ?  ?  1  ?  1 
Uropygi  ?  6  ?  ?  ?  ?  ?  28 
Mesostigmata
‐
Machrochelid
ae 
21  41  17  17  17  4  15  246 
Mesostigmata
‐Ixodidae 
33  36  20  16  22  10  3  147 
Total  58  461  44  36  41  18  24  2489 
Tabel	17	Arahnida	Indonesia	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)
78|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
Lepidoptera	(kupu‐kupu	dan	
ngengat)	Kupu‐kupu	
Kupu‐kupu	 adalah	 anggota	 ordo	
Lepidoptera	 yang	 aktivitas	 hidupnya	
dilakukan	 pada	 waktu	 siang	 hari.	
Kelompok	 ini	 dicirikan	 oleh	 sayapnya	
ketika	 hinggap	 kedua	 pasang	 sayapnya	
dilipat.	 Di	 antara	 kelompok	 serangga,	
kupu‐kupu	 	 memiliki	 data	 yang	 cukup	
lengkap.	 	 Hingga	 saat	 ini,	 di	 Indonesia	
tercatat	 ada	 1.900	 spesies	 atau	 10,69%	
dari	 kupu‐kupu	 dunia.	 	 Berdasarkan		
catatan	 yang	 ada,	 Nymphalidae	
merupakan	famili	dengan	jumlah	spesies	
terbanyak	 di	 Indonesia	 (650	 spesies	
atau	34,21%	)	sedangkan	paling	sedikit	
adalah	famili	Riodinidae	(40	spesies	atau	
2,11%).	 Berdasarkan	 jumlah	 spesies	
kupu‐kupu	 yang	 ada	 di	 Indonesia,		
saat	 ini	 tergolong	 sangat	 sedikit	 karena	
banyak	 lokasi	 yang	 belum	 dieksplorasi.		
Seiring	 dengan	 jumlah	 kajian	 penelitian	
dengan	 proporsi	 paling	 banyak	
dilakukan	 di	 Pulau	 Jawa	 maka	 tidak	
mengherankan	jika	jumlah	spesies	yang	
teridenti ikasi	 paling	 banyak	 ada	 di	
Pulau	Jawa	yaitu	117	spesies	sedangkan	
paling	sedikit	di	Kalimantan	(3).		
	
4.	Insekta	
Menurut	 Nauman	 et	 al.	 1991,	
Insekta	 merupakan	 salah	 satu	 kelas	
dalam	 Arthropoda	 dengan	 jumlah	 ordo	
sangat	 banyak	 dan	 di	 Indonesia	 ada		
sekitar	30	ordo	(Tabel	19).	Berdasarkan		
data	 Insekta	 yang	 ada	 di	 Indonesia	
diperkirakan	 ada	 151.847	 spesies	 atau	
15%	jumlah	spesies	yang	ada	di	dunia.			
Famili Sumatra Jawa Kalimantan
Nusa	
Tenggara Sulawesi Maluku Papua
Poduromorpha
Brachystomellidae 4 1 1 1
Hypogastruridae 11 10 7 6 5 4
Nenuridae 13 17 1 6 15 10 5
Odontellidae 1 2 1 1 3
Onychiuridae 2 2 2 2 2
Tullbergiidae 3 2 3 2 2
Entomobryomorpha
Coenaletidae 1 1
Cyphoderidae 2 5 1 4 1 2
Entomobryidae 16 34 14 9 18 18
Isotomidae 20 13 	 12 15 11 4
Oncopoduridae 2 2 1
Paronellidae 14 20 1 9 12 10 4
Tomoceridae 1
Symphypleona
Arrhopalitidae 1 1 1 1
Bourletiellidae 2 1 1
Dicyrtomidae 2 4 1
Katiannidae 2 1 1
Sminthuridae 2 2 2 1 1
Sminthurididae 1 3
Neelipleona
Neelidae 2 1 1 2
Total 91 117 3 67 75 65 43
Tabel	18	Jumlah	spesies	Collembola	di	Indonesia	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)
Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 79
tetapi	 aktivitas	 hidup	 dilakukan	 pada	
waktu	malam	hari.	Ketika	hinggap	sayap	
ngengat	 terbuka	 atau	 terentang.	 Jumlah	
spesies	 ngengat	 jauh	 lebih	 tinggi	
dibanding	 kupu‐kupu.	 Banyak	 di	 antara	
spesiesnya	 yang	 dalam	 fase	 larva	
menjadi	 hama	 penting	 tanaman	
pertanian.	Kelompok	ini	belum	memiliki	
data	selengkap	kupu‐kupu	siang.		Hingga	
saat	ini	diperkirakan	ada	sekitar	12.000	
spesies	 di	 Indonesia	 yang	 masuk	 ke	
dalam	 55	 famili	 atau	 sekitar	 10%	
ngengat	 dunia	 yang	 berjumlah	 123.738	
Sumatra	 memiliki	 angka	 paling	 banyak		
(890)	dan	kawasan	Nusa	Tenggara	yang	
paling	sedikit	(350)	(Tabel	20).		Jumlah	
spesies	 yang	 tercatat	 dari	 Papua	 yaitu	
sekitar	 466,	 diperkirakan	 masih	 belum	
mencerminkan	 jumlah	 yang	
sesungguhnya	 karena	 eksplorasi	 ke	
kawasan	 tersebut	 relatif	 masih	 sangat	
terbatas	dan	belum	merata.	
	
Ngengat	
Ngengat	 atau	 kupu‐kupu	 malam	
merupakan	 anggota	 ordo	 Lepidoptera	
No  Ordo  No  Ordo 
1  Archaeognatha	(=	Microcoryphia)  16  Neuroptera	‐	sayapjala 
2  Blattodea	‐	kecoa,	cecunguk  17  Odonata		‐	capung,	capung	jarum 
3  Coleoptera		‐	kumbang  18  Orthoptera		‐	belalang,	jangkrik 
4  Dermaptera	–	cocopet  19  Phasmatodea	‐	phasmatodean 
5  Diptera		‐	lalat,	nyamuk  20  Phthiraptera		‐	kutu	busuk 
6  Embioptera	(=Embiidina)‐	embiopteran  21  Plecoptera		‐	lalat	batu 
7 
Ephemeroptera		‐	lalat	sehari‐
ephemeropteran  22  Psocoptera		‐	kutu	buku 
8  Grylloblattodea	–	griloblatodean  23  Raphidioptera	‐	ra idiopteran 
9  Hemiptera		‐	kepik,	wereng,	walang	sangit  24  Siphonaptera	‐	pinjal 
10  Hymenoptera		‐	lebah,	tawon,	semut,	tabuhan  25  Strepsiptera‐	strepsiteran 
11  Isoptera		‐	rayap,	laron  26  Thysanoptera		‐	trip 
12  Lepidoptera		‐	kupu‐kupu,	ngengat  27 
Thysanura	(=Zygentoma)	‐	perak‐
perak 
13  Mantodea		‐	belalang	sembah  28  Trichoptera		‐	trikopteran 
14  Mecoptera	–	mekopteran  29  Zoraptera‐	zorapteran 
15  Megaloptera	–	megalopteran     
Tabel	19	Daftar	ordo	serangga	Indonesia	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)	
Famili  Dunia 
Indon
esia 
Sumat
era 
Kalim
antan 
Jawa 
Nusa	
Tengg
ara 
Sulaw
esi 
Mal
uku 
Papu
a 
Papilionidae  570  120  48  40  37  27  40  43  28 
Pieridae  1100  250  53  24  49  41  52  61  100 
Nymphalidae  6000  650  271  223  217  130  191  124  160 
Lycaenidae  4500  590  322  300  200  100  183  120  140 
Riodinidae  1450  40  16  13  12  2  4  2  18 
Hesperiidae  4150  250  180  190  125  50  87  30  20 
Total  17770  1900  890  790  640  350  557  380  466 
Tabel	20	Jumlah	spesies	Kupu‐kupu	di	Indonesia	(PUSLIT	BIOLOGI	LIPI	2014)
80|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
teridenti ikasi,	Tingginya	jumlah	spesies	
ini	dapat	dibuktikan	dari	hasil	ekspedisi	
beberapa	 kali	 sebagai	 contoh	 dari	
ekspedisi	 Mekonga	 Sulawesi	 Tenggara	
pada	 luasan	 yang	 terbatas	 dapat	
diperoleh	sekitar		997	spesies	(Lampiran	
9).	 	 Tingginya	 jumlah	 spesies	 pada	
luasan	 area	 yang	 terbatas	 seperti	
Mekonga	 (Sulawesi)	 tersebut	
mengindikasikan	 bahwa	
keanekaragaman	 Coleoptera	 sangat	
melimpah.	
	
Capung	dan	Capung	jarum	
Keanekaragaman	 Capung	 di	
Indonesia	 yang	 diprakirakan	 sebanyak	
1.287	 spesies.	 	 Sekitar	 500	 spesies	 di	
antaranya	 dapat	 dijumpai	 di	 kawasan	
Sunda	besar,	dengan	rincian	di	Sumatra	
(263	 ),	 Jawa	 (174)	 dan	 Kalimantan	
(283).	 	 Jumlah	 spesies	 endemik	
Indonesia	 atau	 pulau	 tertentu	 belum	
terdata	sempurna,	namun	hingga	saat	ini	
data	 yang	 terkumpulkan	 baru	
mengindikasikan	bahwa	tercatat	ada	24	
spesies	(Gambar	32).	
	
spesies	(Lampiran	8).		Data	yang	cukup	
lengkap	 baru	 berasal	 dari	 kawasan	 P.	
Jawa	 dan	 P.	 Ternate.	 	 Seiring	 dengan	
survei	 yang	 cukup	 intensif	 dilakukan	
jumlah	 ngengat	 di	 Jawa	 tercatat	 ada	
1.438	 spesies	 sedangkan	 di	 P.	 Ternate	
dijumpai	 171	 spesies.	 	 Dari	 sejumlah	
data	 ngengat	 yang	 ada,	 ternyata	 belum	
ada	 catatan	 ngengat	 berasal	 dari	
kawasan	 Nusa	 Tengggara	 karena	
keterbatasan	 ekspedisi	 ke	 kawasan	
tersebut.	 Spesies	 endemik	 untuk	
sementara	 baru	 terdata	 dari	 kawasan	
Papua.	
	
	Kumbang	
Kumbang	 (Coleoptera)	 merupa‐
kan	 ordo	 paling	 besar	 dengan	 jumlah	
spesies	 terbanyak	 dibanding	 ordo	
lainnya.	 Di	 dunia	 diperkirakan	 ada	
sekitar	260.706	spesies	dan	di	Indonesia	
yang	tercatat	hingga	saat	ini	ada	21.758	
spesies	 dari	 91	 famili	 atau	 sebesar	
8,34%	 jumlah	 spesies	 dunia.	 	 Jumlah	
spesies	 yang	 tercatat	 ini	 tergolong	
sangat	 sedikit	 karena	 banyak	 sekali	
spesies‐spesies	 yang	 masih	 belum	
Gambar	32	Jumlah	spesies	Capung	Indonesia	(LIPI2014)
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia
Buku Kekinian Kehati Indonesia

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Hari air sedunia atau world water day
Hari air sedunia atau world water day Hari air sedunia atau world water day
Hari air sedunia atau world water day Stefany Imanuel
 
Geografi : Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Geografi : Pembangunan Berwawasan LingkunganGeografi : Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Geografi : Pembangunan Berwawasan LingkunganNovira Andiani
 
Sustainable Development (Pembangunan Berkelanjutan)
Sustainable Development (Pembangunan Berkelanjutan)Sustainable Development (Pembangunan Berkelanjutan)
Sustainable Development (Pembangunan Berkelanjutan)Vivian Andhika
 
Tugas makalah Analisa Sumber Daya Alam (ASDAL) BAB1,BAB2,BAB3
Tugas makalah Analisa Sumber Daya Alam (ASDAL) BAB1,BAB2,BAB3Tugas makalah Analisa Sumber Daya Alam (ASDAL) BAB1,BAB2,BAB3
Tugas makalah Analisa Sumber Daya Alam (ASDAL) BAB1,BAB2,BAB3Fanly Sondakh
 
Alam yang serasi adalah alam yang mengandung berbagai komponen ekosistem seca...
Alam yang serasi adalah alam yang mengandung berbagai komponen ekosistem seca...Alam yang serasi adalah alam yang mengandung berbagai komponen ekosistem seca...
Alam yang serasi adalah alam yang mengandung berbagai komponen ekosistem seca...fitria rusadi
 
geografi semester 2 pemanfaatan lingkungan hidup & dan kualitas dan baku mutu...
geografi semester 2 pemanfaatan lingkungan hidup & dan kualitas dan baku mutu...geografi semester 2 pemanfaatan lingkungan hidup & dan kualitas dan baku mutu...
geografi semester 2 pemanfaatan lingkungan hidup & dan kualitas dan baku mutu...Tita Rosita
 
Manusia tidak dapat terlepas dari alam dan lingkungannya
Manusia tidak dapat terlepas dari alam dan lingkungannyaManusia tidak dapat terlepas dari alam dan lingkungannya
Manusia tidak dapat terlepas dari alam dan lingkungannyaTantik Dahlia
 
Pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan berkelanjutan
Pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan berkelanjutan Pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan berkelanjutan
Pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan berkelanjutan Srestha Anindyanari
 
Ppt geografi (berwawasan lingkungan)
Ppt geografi (berwawasan lingkungan)Ppt geografi (berwawasan lingkungan)
Ppt geografi (berwawasan lingkungan)nastya chila
 
3.3 ppt pengelolan sda
3.3 ppt pengelolan sda3.3 ppt pengelolan sda
3.3 ppt pengelolan sdajopiwildani
 
Geografi Bab Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan
Geografi Bab Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan Geografi Bab Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan
Geografi Bab Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan Rivai Anas Amirul Huda
 
Pengembangan Sumberdaya Alam dan Pembangunan Berkelanjutan
Pengembangan Sumberdaya Alam dan Pembangunan BerkelanjutanPengembangan Sumberdaya Alam dan Pembangunan Berkelanjutan
Pengembangan Sumberdaya Alam dan Pembangunan Berkelanjutanmuktiimam
 
Hubungan Pelestarian Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan
Hubungan Pelestarian Lingkungan Hidup dan Pembangunan BerkelanjutanHubungan Pelestarian Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan
Hubungan Pelestarian Lingkungan Hidup dan Pembangunan BerkelanjutanIpin Okehzz
 
Buku pelestarian satwa untuk keseimbangan ekosistem
Buku pelestarian satwa untuk keseimbangan ekosistemBuku pelestarian satwa untuk keseimbangan ekosistem
Buku pelestarian satwa untuk keseimbangan ekosistemWahyu Yuns
 
Pengelolaan sda
Pengelolaan sdaPengelolaan sda
Pengelolaan sdaDesta_92
 
Kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam
Kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alamKearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam
Kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alamdeviarsel
 

Mais procurados (20)

Hari air sedunia atau world water day
Hari air sedunia atau world water day Hari air sedunia atau world water day
Hari air sedunia atau world water day
 
Konsep pembangunan berwawasan lingkungan
Konsep pembangunan berwawasan lingkunganKonsep pembangunan berwawasan lingkungan
Konsep pembangunan berwawasan lingkungan
 
Geografi : Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Geografi : Pembangunan Berwawasan LingkunganGeografi : Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Geografi : Pembangunan Berwawasan Lingkungan
 
Sustainable Development (Pembangunan Berkelanjutan)
Sustainable Development (Pembangunan Berkelanjutan)Sustainable Development (Pembangunan Berkelanjutan)
Sustainable Development (Pembangunan Berkelanjutan)
 
Tugas makalah Analisa Sumber Daya Alam (ASDAL) BAB1,BAB2,BAB3
Tugas makalah Analisa Sumber Daya Alam (ASDAL) BAB1,BAB2,BAB3Tugas makalah Analisa Sumber Daya Alam (ASDAL) BAB1,BAB2,BAB3
Tugas makalah Analisa Sumber Daya Alam (ASDAL) BAB1,BAB2,BAB3
 
Alam yang serasi adalah alam yang mengandung berbagai komponen ekosistem seca...
Alam yang serasi adalah alam yang mengandung berbagai komponen ekosistem seca...Alam yang serasi adalah alam yang mengandung berbagai komponen ekosistem seca...
Alam yang serasi adalah alam yang mengandung berbagai komponen ekosistem seca...
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
geografi semester 2 pemanfaatan lingkungan hidup & dan kualitas dan baku mutu...
geografi semester 2 pemanfaatan lingkungan hidup & dan kualitas dan baku mutu...geografi semester 2 pemanfaatan lingkungan hidup & dan kualitas dan baku mutu...
geografi semester 2 pemanfaatan lingkungan hidup & dan kualitas dan baku mutu...
 
UU RI Nomor 5 Tahun 1990
UU RI Nomor 5 Tahun 1990UU RI Nomor 5 Tahun 1990
UU RI Nomor 5 Tahun 1990
 
Manusia tidak dapat terlepas dari alam dan lingkungannya
Manusia tidak dapat terlepas dari alam dan lingkungannyaManusia tidak dapat terlepas dari alam dan lingkungannya
Manusia tidak dapat terlepas dari alam dan lingkungannya
 
Pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan berkelanjutan
Pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan berkelanjutan Pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan berkelanjutan
Pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan berkelanjutan
 
Ppt geografi (berwawasan lingkungan)
Ppt geografi (berwawasan lingkungan)Ppt geografi (berwawasan lingkungan)
Ppt geografi (berwawasan lingkungan)
 
3.3 ppt pengelolan sda
3.3 ppt pengelolan sda3.3 ppt pengelolan sda
3.3 ppt pengelolan sda
 
Geografi Bab Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan
Geografi Bab Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan Geografi Bab Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan
Geografi Bab Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan
 
Pengembangan Sumberdaya Alam dan Pembangunan Berkelanjutan
Pengembangan Sumberdaya Alam dan Pembangunan BerkelanjutanPengembangan Sumberdaya Alam dan Pembangunan Berkelanjutan
Pengembangan Sumberdaya Alam dan Pembangunan Berkelanjutan
 
konservasi
konservasikonservasi
konservasi
 
Hubungan Pelestarian Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan
Hubungan Pelestarian Lingkungan Hidup dan Pembangunan BerkelanjutanHubungan Pelestarian Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan
Hubungan Pelestarian Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan
 
Buku pelestarian satwa untuk keseimbangan ekosistem
Buku pelestarian satwa untuk keseimbangan ekosistemBuku pelestarian satwa untuk keseimbangan ekosistem
Buku pelestarian satwa untuk keseimbangan ekosistem
 
Pengelolaan sda
Pengelolaan sdaPengelolaan sda
Pengelolaan sda
 
Kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam
Kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alamKearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam
Kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam
 

Semelhante a Buku Kekinian Kehati Indonesia

Keanekaragaman hayati
Keanekaragaman hayatiKeanekaragaman hayati
Keanekaragaman hayatiridloWAE
 
ppt-keanekaragaman-hayati1-140414212804-phpapp01.pptx
ppt-keanekaragaman-hayati1-140414212804-phpapp01.pptxppt-keanekaragaman-hayati1-140414212804-phpapp01.pptx
ppt-keanekaragaman-hayati1-140414212804-phpapp01.pptxSudarminSudarmin3
 
Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1Syeahdean123
 
Keanekaragaman_hayati_pptx.pptx
Keanekaragaman_hayati_pptx.pptxKeanekaragaman_hayati_pptx.pptx
Keanekaragaman_hayati_pptx.pptxSardiRajagukguk
 
Soal ulangan Geo
Soal ulangan GeoSoal ulangan Geo
Soal ulangan Geomimbardw
 
Presentasi Promosi IPB 2013
Presentasi Promosi IPB 2013Presentasi Promosi IPB 2013
Presentasi Promosi IPB 2013Kirana Haryadi
 
Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...
Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...
Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...Universitas Islam As-syafi'iah
 
Laporan Field Lab Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Ob...
Laporan Field Lab Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Ob...Laporan Field Lab Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Ob...
Laporan Field Lab Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Ob...Vina Widya Putri
 
Materi Praktik Mengajar PI-4 (2). Keragaman Hayati
Materi Praktik Mengajar PI-4 (2). Keragaman HayatiMateri Praktik Mengajar PI-4 (2). Keragaman Hayati
Materi Praktik Mengajar PI-4 (2). Keragaman HayatiKhaysanGibranFirzana
 
Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1agus narto
 
keanekaragaman hayati.pptx
keanekaragaman hayati.pptxkeanekaragaman hayati.pptx
keanekaragaman hayati.pptxwinawinarsih4
 
Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1Dikduff Aj
 
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptxPengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptxkaekae27
 
DESI RAMADHANTI-FST.pdf
DESI RAMADHANTI-FST.pdfDESI RAMADHANTI-FST.pdf
DESI RAMADHANTI-FST.pdfXavierDharma
 
Kualitas Fermentasi Silasc Ransum Komplit Bcrbasis HasH Sam ping Jagung, Sawi...
Kualitas Fermentasi Silasc Ransum Komplit Bcrbasis HasH Sam ping Jagung, Sawi...Kualitas Fermentasi Silasc Ransum Komplit Bcrbasis HasH Sam ping Jagung, Sawi...
Kualitas Fermentasi Silasc Ransum Komplit Bcrbasis HasH Sam ping Jagung, Sawi...Repository Ipb
 

Semelhante a Buku Kekinian Kehati Indonesia (20)

Keanekaragaman hayati
Keanekaragaman hayatiKeanekaragaman hayati
Keanekaragaman hayati
 
PPT PRESENTASI (1).pptx
PPT PRESENTASI (1).pptxPPT PRESENTASI (1).pptx
PPT PRESENTASI (1).pptx
 
ppt-keanekaragaman-hayati1-140414212804-phpapp01.pptx
ppt-keanekaragaman-hayati1-140414212804-phpapp01.pptxppt-keanekaragaman-hayati1-140414212804-phpapp01.pptx
ppt-keanekaragaman-hayati1-140414212804-phpapp01.pptx
 
Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1
 
7 1-121-131
7 1-121-1317 1-121-131
7 1-121-131
 
Keanekaragaman_hayati_pptx.pptx
Keanekaragaman_hayati_pptx.pptxKeanekaragaman_hayati_pptx.pptx
Keanekaragaman_hayati_pptx.pptx
 
Soal ulangan Geo
Soal ulangan GeoSoal ulangan Geo
Soal ulangan Geo
 
Presentasi Promosi IPB 2013
Presentasi Promosi IPB 2013Presentasi Promosi IPB 2013
Presentasi Promosi IPB 2013
 
Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...
Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...
Pengaruh Konsentrasi Pakan Hijauan Sorghum (Sorghum bicolor) Terhadap Kandung...
 
Laporan Field Lab Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Ob...
Laporan Field Lab Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Ob...Laporan Field Lab Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Ob...
Laporan Field Lab Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Ob...
 
Materi Praktik Mengajar PI-4 (2). Keragaman Hayati
Materi Praktik Mengajar PI-4 (2). Keragaman HayatiMateri Praktik Mengajar PI-4 (2). Keragaman Hayati
Materi Praktik Mengajar PI-4 (2). Keragaman Hayati
 
Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1
 
keanekaragaman hayati.pptx
keanekaragaman hayati.pptxkeanekaragaman hayati.pptx
keanekaragaman hayati.pptx
 
Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1
 
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptxPengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
 
1.1_kepelbagaian_organisma.pptx
1.1_kepelbagaian_organisma.pptx1.1_kepelbagaian_organisma.pptx
1.1_kepelbagaian_organisma.pptx
 
DESI RAMADHANTI-FST.pdf
DESI RAMADHANTI-FST.pdfDESI RAMADHANTI-FST.pdf
DESI RAMADHANTI-FST.pdf
 
Biologi 01 kb1
Biologi 01 kb1Biologi 01 kb1
Biologi 01 kb1
 
Biologi M1 KB1
Biologi M1 KB1Biologi M1 KB1
Biologi M1 KB1
 
Kualitas Fermentasi Silasc Ransum Komplit Bcrbasis HasH Sam ping Jagung, Sawi...
Kualitas Fermentasi Silasc Ransum Komplit Bcrbasis HasH Sam ping Jagung, Sawi...Kualitas Fermentasi Silasc Ransum Komplit Bcrbasis HasH Sam ping Jagung, Sawi...
Kualitas Fermentasi Silasc Ransum Komplit Bcrbasis HasH Sam ping Jagung, Sawi...
 

Buku Kekinian Kehati Indonesia

  • 1. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Kementerian PPN/ Bappenas Kementerian Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA 2014 Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia
  • 2. Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia Editor : Prof. Dr. Rochadi Abdulhadi Prof. Dr. Elizabeth A. Widjaja Prof. Dr. Yayuk Rahayuningsih Prof. Dr. Rosichon Ubaidillah, M.Phill. Prof. Dr. Ibnu Maryanto Dr. Ir. Joeni Setijo Rahajoe, M.Sc. Reviewer : Prof. Dr. Eko Baroto Waluyo Prof. Dr. Gono Semiadi M. Fadly Suhendra Sarwendah Puspita Dewi Penata Isi : Dr Ruliyana Susanti Eko Sulistyadi, M.Si. Deden Sumirat Hidayat , S.Sos Desain Sampul : Deden Sumirat Hidayat , S.Sos
  • 3. Daftar Isi | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| iDaftar Isi | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| i Daftar isi i Daftar Tabel iv Daftar Gambar viii Kata Pengantar Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia xxii Kata Pengantar Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional xxiii Kata Pengantar Menteri Lingkungan Hidup xxiv Ringkasan Eksekutif xxv Bab 1 Pendahuluan 1 Bab 2 Keanekaragaman Ekosistem 5 2.1 Ekosistem Alami 2.1.1 Ekosistem Marin (Air Masin) 2.1.1.1 Mintakat Neritik 2.1.1.2 Mintakat Oseanik 2.1.2 Ekosistem limnik (Perairan tawar) 2.1.2.1 Ekosistem sungai 2.1.2.2 Ekosistem danau 2.1.3 Ekosistem semiterestrial 2.1.3.1 Ekosistem mangrove 2.1.3.2 Ekosistem riparian 2.1.4 Ekosistem terestrial (Darat) 2.1.4.1 Ekosistem pantai 2.1.4.2 Ekosistem hutan pamah 2.1.4.3 Ekosistem pegunungan 2.1.4.4 Ekosistem Sub‐Alpin dan Alpin 2.2 Ekosistem Buatan 55 2.2.1 Tegalan 2.2.2 Pekarangan 2.2.3 Persawahan 2.2.4 Kebun Campuran 2.2.5 Kolam 2.2.6 Tambak   Bab 3 Keanekaragaman Species 59 3.1 Keanekaragaman Species Laut 3.1.1. Fauna 3.1.2. Algae 3.1.3. Flora 3.1.4. Mikroba 3.2 Keanekaragaman Spesies Terestrial 66 3.2.1 Fauna Daftar Isi
  • 4. ii|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar Isi 3.2.1.1. Vertebrata 3.2.1.2. Invertebrata 3.2.1.3. Endemik dan endemisitas fauna 3.2.2 Algae (Alga) 3.2.3 Flora 3.2.3.1. Tumbuhan berspora 3.2.3.2. Spermatophyta 3.2.4 Mikroba Bab 4 Koleksi Referensi Nasional Keanekaragaman Hayati 115 4.1 Sejarah Koleksi Referensi Nasional 115 4.2 Referensi Fauna 120 4.3 Referensi Flora 124 4.4 Referensi Kultur Mikroba 134 4.5 Referensi Fauna Hidup 138 4.6 Referensi Flora Hidup 141 4.6.1 Koleksi Flora di Kebun Raya Indonesia 4.6.2 Koleksi Flora di Arboretum Indonesia 4.6.3 Koleksi plasma nutfah Bab 5 Keanekaragaman Genetika 147 5.1 Hewan 147 5.1.1 Perikanan 5.1.2 Peternakan 5.2 Tanaman 157 5.2.1. Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Tanaman 5.2.2. Tanaman Pangan 5.2.3. Hortikultura 5.2.4. Tanaman perkebunan dan industri 5.2.5. Tanaman Hutan 5.2.6. Pelestarian 5.2.7. Sumber Daya Genetik Tanaman Pangan dan Pertanian (SDGPP) dan Pengetahuan Tradisional terkait SDGPP 5.3 Mikroba 180 Bab 6 Peran Keanekaragaman Hayati 183 6. 1 Pangan 183 6. 1.1 Sumber Pangan Utama 6. 1.2 Sumber Pangan Cadangan 6. 1.3 Peran Mikroba untuk Pengolahan Pangan 6. 1.4 Kawasan Lindung Pertanian untuk Ketahanan Pangan 6. 2 Kesehatan 200 6.2.1 Sumber Bahan Kosmetika dan Obat Tradisional 6.2.2 Sumber Pustaka Kimia
  • 5. Daftar Isi | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| iii 6.2.3 Peranan Kehati Mikroba untuk Obat 6. 3 Sumber Energi Terbarukan 207 6. 4 Jasa Ekosistem (Ekosistem services) 210 6.4.1 Binatang Penyerbuk (Polinator) untuk Meningkatkan Produksi Pertanian dan Konservasi tumbuhan Berbunga (Angiospermae) 6.4.2 Binatang sebagai pemencar biji untuk konservasi ekosistem 6.4.3 Mikroba sebagai agen pupuk organik hayati dalam pemenuhan kebutuhan pangan berkelanjutan sebagai bagian jasa ekosistem 6.4.4 Peran Mikroba Mengatasi Pencemaran Lingkungan Dalam Jasa Lingkungan 6.4.5 Strategi pengelolaan jasa lingkungan Bab 7 Spesies Asing Invasif 235 7.1 Pengertian Spesies Asing dan Invasif 7.2 Jenis‐jenis spesies asing dan invasif di Indonesia 7.3 Introduksi IAS di Indonesia 7.4 Dampak dan bahaya keberadaan IAS 7.5 Permasalahan 7.6 Prospek IAS di masa depan 7.7 Resiko Analisis, upaya‐upaya pengendalian dan pengelolaan 7.8 Regulasi IAS dalam usaha pencegahan Bab 8 Indikator Biologi 253 8.1 Binatang sebagai Bioindikator 8.2 Tumbuhan sebagai Bioindikator 8.3 Mikroba sebagai Bioindikator Bab 9 Kehilangan Keanekaragaman Hayati 261 9.1 Kehilangan Keanekaragam Hewan 9.2 Kehilangan Keanekaragaman Tumbuhan 9.3 Kehilangan Keanekaragaman Mikroba Bab 10 Perlindungan dan Penyelamatan Keanekaragaman Hayati 283 10.1 Kriteria Perlindungan Kehati 10.2 Kawasan Perlindungan Kehati 10.2.1 Kawasan in‐situ 10.2.1.1 Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam 10.2.1.2 Cagar Biosfer dan World Heritage 10.2.1.3 Taman buru 10.2.1.4 Kawasan konservasi perairan darat (Danau) 10.2.1.5 Kebun Raya 10.2.1.6 Taman Kehati 10.3 Inisiasi dan Legislasi 10.4 Strategi Penyelamatan Habitat dan Spesies
  • 6. iv|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar isi 10.5 Fauna dan Flora dalam IUCN Red Data List 10.6 Perlindungan Bioresouces melalui Kearifan Tradisional ( Tabu, Sakral/Keramat) 10.6.1 Sumber Daya Genetik dan Pengetahuan Tradisional 10.6.2 Pelestarian spesies‐spesies lokal (padi) di masyarakat tradisional 10.7 Bencana Biologi 10.7.1 Potensi Zoonosis sebagai Bencana Biologi 10.7.2 Penanggulangan Zoonosis di Indonesia Prospek Kehati: Tantangan dan Harapan 335 Daftar Pustaka 339 Daftar Penulis Buku 353 Lampiran 359
  • 7. Daftar Tabel | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| v Tabel 1 Beberapa fauna laut dalam di Indonesia Tabel 2 Jumlah dan Luas Danau di Indonesia Tabel 3 Luas dan penyebaran hutan mangrove di Indonesia Tabel 4 Lokasi hutan mangrove untuk perlindungan satwa liar di Indonesia Tabel 5 Luas sebaran lahan rawa gambut di Indonesia dari berbagai sumber Tabel 6 Perbandingan keadaan lingkungan di luar dan di dalam gua Tabel 7 Jumlah individu Arthropoda tanah di Maros dari luar gua (Suhardjono dkk 2003) Tabel 8 Jumlah fauna laut yang ditemukan di perairan Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Tabel 9 Jumlah Famili dan Spesies dari lima Philum Echinodermata di Indonesia dan sekitarnya (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Tabel 10 Jumlah spesies krustasea laut (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Tabel 11 Jumlah spesies Polychaeta di perairan Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Tabel 12 Perkiraan jumlah spesies tikus dan kelelawar untuk setiap pulau‐pulau kecil diluar 5 pulau utama di Indonesia (Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua) (Maryanto & Higashi 2012) Tabel 13 Jumlah spesies moluska Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Tabel 14 Moluska (Gastroda & Bivalvia)terrestrial (LIPI2014) Tabel 15 Kepiting air tawar di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Tabel 16 Udang air tawar (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Tabel 17 Pola distribusi lobster air tawar Cherax di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Tabel 18 Arahnida Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Tabel 19 Jumlah jenis Collembola di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Tabel 20 Ordo‐ordo serangga yang mendiami Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Tabel 21 Jumlah spesies Kupu‐kupu di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Tabel 22 Keanekaragaman beberapa famili anggota Ordo Hymenoptera dan Diptera yang sudah terungkap di Indonesia (LIPI2014) Tabel 23 Lebah madu di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Tabel 24 Jumlah spesies Orthoptera (LIPI2014) Tabel 25 Jumlah spesies, endemik dan endemisitas ikan air tawar (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Tabel 26 Endemisitas krustasea air tawar (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Tabel 27 Prioritas spesies Krustasea untuk mendapatkan perlindungan kawasan konservasi (LIPI2014) Tabel 28 Jumlah spesies kupu‐kupu endemik (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Tabel 29 Ekstrapolasi jumlah spesies setiap pulau dan presentase endemisitasnya (LIPI2014) Tabel 30 Ekspedisi Museum Zoologicum Bogoriense sebelum kemerdekaan Republik Indonesia (LIPI, 2014) Tabel 31 Perbandingan koleksi spesimen burung di MZB dan status jenis burung di Indonesia (LIPI, 2014). Tabel 32 Peta persebaran koleksi di Indonesia sejak Herbarium Bogoriense didirikan (LIPI2014). Tabel 33 Jumlah koleksi tumbuhan di Kebun Raya Indonesia (hingga Juni 2013) Tabel 34 Komodoti unggulan tanaman pangan dan pertanian Tabel 35 Daftar varietas lokal durian yang sudah didaftar Tabel 36 Daftar varietas lokal durian yang sudah didaftar Tabel 37 Varietas liar Musa acuminata dan M. balbisiana yang terdapat di Indonesia Tabel 38 Kultivar lokal pisang yang sudah didaftar Tabel 39 Varietas hasil pemuliaan yang sudah didaftar Tabel 40 Varietas lokal yang sudah dilepas Daftar Tabel
  • 8. vi|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar Tabel Tabel 41 Kultivar unggul buah lokal yang terdapat di Balai Penelitian Buah Tropika Tabel 42 Spesies tanaman hutan prioritas untuk penelitian dan pengembangan Tabel 43 Konservasi genetic beberapa spesies prioritas tanaman hutan Tabel 44 Beberapa lokasi pelestarian ex‐situ sumber daya genetik tanaman hutan Tabel 45 Jenis bahan dan produk pangan yang melibatkan keberadaan mikroba. Tabel 46 Mikroba yang berperan dalam proses enzimatik bahan pangan. Tabel 47 Beberapa mikroba yang telah berhasil diisolasi dari berbagai lingkungan dan dikarakterisasi sifat dan potensi pemenafaatan sebagai penghasil bahan obat Tabel 48 Tabel Daftar mikroba utama agen biyang induk (starter) Pupuk Organik Hayati (POH) dan perannya dalam menunjang produksi tanaman (Prashar et al. 2014) Tabel 49 Mikroba penyubur perakaran Tabel 50 Contoh Ikan asing invasif berbahaya (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Tabel 51 Strategi terkait dengan keberadaan IAS Tabel 52 Tabel jenis Antropozoonosis yang teridenti ikasi tersebar di Indonesia Tabel 53 Spesies endemik dan hasil monitoring (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Tabel 54 Populasi mikroba bermanfaat pada beberapa perubahan ekosistem hutan (Antonius dkk, 2011) Tabel 55 Kawasan konservasi Indonesia Tabel 56 Luas kawasan hutan Indonesia berdasarkan fungsi Tabel 57 Kawasan Hutan di Indonesia (Ditjen PHKA, Kemenhut 2014) Tabel 58 Tabel danau Tabel 59 Taman Kehati yang telah dibentuk sejak tahun 2008 bersumber pada APBN dari Kementrian Lingkungan Hidup. Tabel 60 Daerah Penting Burung (DPB) Indonesia Tabel 61 Daerah Burung Endimik (DBE) di Indonesia Tabel 62 Jumlah dan Luas Danau di Indonesia Tabel 63 Daerah Penting Burung Kawasan Kalimantan (Burung Indonesia) Tabel 64 Kawasan konservasi harimau sumatra dan organisasi yang terlibat (Departemen Kehutanan 2007) Tabel 65 Perkiraaan jumlah individu harimau Sumatra yang tersingkir dari habitat Tabel 66 Perkiraan jumlah individu harimau Sumatra yang tersingkir dari habitat alami Tabel 67 Keberadaan harimau Sumatra
  • 9. Daftar Gambar | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| vii Gambar 1 Diagram pro ile tipe ekosistem dari laut, pantai hingga pegunungan alpin Gambar 2 Zonasi di perairan laut (Literatur acuan) Gambar 3 Hamparan terumbu karang spesies Acropora di Pulau Tokong Berlayar, Kepulauan Anambas (Foto: AM Siregar/CCDP‐IFAD) Gambar 4 Tumbuhan yang hidup pada padang lamun (Foto: D.J. Setyono/LIPI) Gambar 5 Tipe vegetasi yang dapat ditemukan di Indonesia (Sumber Kartawinata 2013) Gambar 6 Hutan pantai berpasir (Foto: Suhardjono/LIPI) Gambar 7 Ipomoea pes‐caprae (B) yang mendominasi formasi pes‐caprae di ekosistem pantai (Foto: Suhardjono/LIPI) dan Baringtonia asiatica (B. Bunga, C. Buah) yang mendominasi formasi Baringtonia (Foto: A Supriyatna/LIPI) Gambar 8 Canopy dari hutan dipterokarpa, memperlihatkan tumbuhan emergen dari jenis Shorea laevis (Foto: R. Susanti/LIPI) Gambar 9 Hutan kerangas di Desa Bawan Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah (Foto: Joeni SR/LIPI). Gambar 10 Rhodendron tumbuhan yang dapat ditemukan di Habbema, Papua salah satu contoh ekosistem alpin (Foto: AP Keim/LIPI) Gambar 11 Hutan notofagus salah satu tipe hutan yang dapat ditemukan pada ekosistem alpin (Foto: JS Rahajoe/LIPI) Gambar 12 Gua Kalepale di Pulau Waigeo, Papua dengan ornamen gua yang sangat indah (Foto: C. Rahmadi/LIPI) Gambar 13 Peta sebaran kawasan karst di Indonesia: kawasan karst (Disalin dari Surono et al. 1999). Gambar 14 Pro il gua menunjukkan pembagian berbagai tipe zona gua (Modi ikasi dari Howarth 1980). Gambar 15 Kecoak gua raksasa, Miroblatta baai, yang endemik di Karst Sangkulirang, Kalimantan Timur (Foto: C Rahmadi/LIPI) Gambar 16 Koloni kelelawar pemakan buah, Rousettus amplexicaudatus di mulut Gua Ngerong, Tuban Jawa Timur (Foto: C Rahmadi/LIPI) Gambar 17 Kepiting gua dari Waigeo hasil ekpedisi Widya Nusantara LIPI 2007. Atas: Karstarma ardea, bawah: Karstarma waigeo (Foto: C Rahmadi/LIPI) Gambar 18 Diagram pro il tanah. Gambar 19 Jumlah spesies dan famili Collembola pada setiap plot Gambar 20 Jumlah spesies serangga tanah pada setiap plot Gambar 21 Jumlah spesies dan famili Collembola pada setiap plot Gambar 22 Kondisi koral Indonesia masa lalu dan saat ini (Jompa 2013) Gambar 23 Jumlah spesies mamalia berdasarkan tujuh kawasan di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 24 Jumlah spesies burung di tujuh kawasan di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 25 Jumlah spesies am ibia di tujuh kawasan di Indonesia (LIPI2014) Gambar 26 Jumlah spesies reptilia di tujuh kawasan di Indonesia (LIPI2014) Gambar 27 Jumlah spesies ikan air tawar di enam kawasan di Indonesia (LIPI2014) Gambar 28 Jumlah spesies Capung Indonesia (LIPI2014) Gambar 29 Lebah sebagai polinator yang penting (a) Lebah madu (nama latin?) (b) Apis cerana (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 30 Jankrik raksasa (Sea ferox) Gambar 31 Endemisitas fauna vertebrata Indonesia (%) (LIPI2014) Gambar 32 Contoh sebaran utama pulau pulau dengan endemisitas kelawar dan tikus yang tinggi (LIPI2014) Gambar 33 Beberapa burung yang ditemukan sejak tahun 2000 s.d 2013 di Indonesia, (a) Melipotes carolae dari Papua yang dideskripsi tahun 2007 (Foto: Bruce M. Beehler/CI) dan (b) Tyto almae yang ditemukan di Pulau Buru dan dideskripsi tahun 2013 (Tri Haryoko/ Puslit Biologi‐LIPI) Gambar 34 Kondisi algae di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 35 Sebaran alga berdasarkan pulau (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Daftar Gambar
  • 10. viii|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar Gambar Gambar 36 Jumlah alga berdasarkan ilumnya (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 37 Keanekaragaman kriptogram di Indonesia (LIPI2014) Gambar 38 Data Kriptogam per pulau di Indonesia (LIPI2014) Gambar 39 Jamur yang dapat ditemukan di Indonesia. a. Marasmius sp.; b. Collybia sp.; c. Boletus sp.; c. Marasmiellus sp.; d. Marasmius aurantiobasalis; dan e. Hidropus. (Foto: A Retnowati/LIPI) (LIPI2014) Gambar 40 Jumlah jenis‐jenis dalam kelompok kriptogam di Indonesia (LIPI2014) Gambar 41 Histogram jumlah paku‐pakuan di Indonesia tahun 2013 (LIPI2014) Gambar 42 Histogram jumlah Gymnospermae di Indonesia per pulau (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 43 Peta koleksi Gymnospermae di Herbarium Bogoriense (LIPI2014) Gambar 44 Histogram Angiospermae di Indonesia per pulau (LIPI2014) Gambar 45 Jumlah spesies mikroba yang ditemukan di Indonesia. Gambar 46 Gedung Landbouw Zoologisch Museum yang saat ini menjadi ruang pamer Museum Zoologicum Bogoriense (LIPI, 2014) Gambar 47 Logo Museum Zoologicum Bogoriense yang diciptakan oleh Dr. A. Diakonoff dan Dr. M.A. Lieftinck (LIPI, 2014) Gambar 48 Gedung Widyasatwaloka, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi‐LIPI (LIPI, 2014). Gambar 49 Koleksi basah (kiri) dan koleksi kering (kanan) yang menjadi metode pengawetan spesimen di Museum Zoologicum Bogoriense (LIPI, 2014). Gambar 50 Kiri: ruang penyimpanan koleksi kering, Kanan: ruang penyimpanan koleksi basah (LIPI, 2014). Gambar 51 Spesimen holotype Melipotes carolae dengan label merah dari Papua yang dideskripsi tahun 2010 (LIPI, 2014). Gambar 52 Komposisi koleksi fauna MZB. Spesimen serangga merupakan koleksi terbesar (LIPI, 2014). Gambar 53 Komposisi jumlah spesimen type di MZB (LIPI, 2014). Gambar 54 Gambar lokasi koleksi spesimen fauna dari berbagai kelompok takson (LIPI, 2014). Gambar 55 Perbandingan antara jumlah jenis takson dari kelompok vertebrata yang sudah terkoleksi oleh MZB dan jumlah jenis takson tersebut di Indonesia (LIPI, 2014). Gambar 56 Kolesi specimen herbarium di Herbarium Bogoriense (LIPI2014) Gambar 57 Koleksi type di Herbarium Bogoriense (LIPI2014) Gambar 58 Jumlah koleksi specimen di Herbarium Bogoriense (LIPI2014) Gambar 59 Koleksi specimen Algae dan tumbuhan berspora di Herbarium Bogoriense berdasarkan jumlah famili. (LIPI2014) Gambar 60 Koleksi specimen tumbuhan berbunga berdasarkan jumlah famili (LIPI2014) Gambar 61 Jumlah lembar koleksi tumbuhan berbunga di Herbarium Bogorinese (LIPI2014) Gambar 62 Indeks kerapatan koleksi per pulau di Indonesia hingga tahun 1950 (LIPI2014) Gambar 63 Peta persebaran koleksi spesies Jamur sebelum (a) dan sesudah (b) kemerdekaan (LIPI2014) Gambar 64 Peta persebaran koleksi spesies Paku‐pakuan sebelum (a) dan sesudah (b) kemerdekaan (LIPI2014) Gambar 65 Peta persebaran koleksi spesies Gymnospermae sebelum (a) dan sesudah (b) kemerdekaan (LIPI2014) Gambar 66 Peta persebaran koleksi spesies Monocotyledon sebelum (a) dan sesudah (b) kemerdekaan (LIPI2014) Gambar 67 Peta persebaran koleksi spesies Jamur sebelum (a) dan sesudah (b) kemerdekaan (LIPI2014) Gambar 68 Jumlah isolat pada koleksi kultur mikroba referensi nasional (InaCC). 93 Gambar 69 Peta Persebaran Kebun Raya di Indonesia (Sumber: TPKR, 2013) Gambar 70 Peta Rencana Pengembangan Kebun Raya di Indonesia (Sumber: Witono dkk., 2012) Gambar 71 Ikan arwana irian (Scleropages jardinii) (Foto : A Tjakra/LIPI) Gambar 72 Peta umbi‐umbian di Pulau Sulawesi Gambar 73 Pemetaannya umbi‐umbian berdasarkan jenis batuan.
  • 11. Daftar Gambar| Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| ix Gambar 74 Kincir Angin Pejuang Eco Village di Desa Tapak Bumi Karangantu Serang Banten (http://www.indonesianvillage.com/2011/09/09/1599/ #sthash.ipBWx90i.dp)uf Gambar 75 Persentase fruit set pada 10 tandan buah kelapa sawit (kiri) dan proporsi (%) buah terserbuki dan tidak (kanan) (Kahono et al. 2013) (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 76 Contoh sebagian keselarasan antara cara penyerbukan struktur bunga (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 77 Skema cara kerja kelompok mikroba penambat N di alam Gambar 78 Jumlah jenis lora, fauna dan mikroba invasif (Wijaya dkk 2011) Gambar 79 Kelompok mikroba Invasif yang dijumpai di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 80 Distribusi titer virus Nipah dan Hendra pada serum kalong di Menado Sulawesi Utara dan Pontianak Kalimantan Barat dengan uji Serum Netralisasi (Sendow 2013) Gambar 81 Kemunculan penyakit pada manusia yang bersumber dari mamalia 202 Gambar 82 Jumlah spesies virus yang unik (dari ICTV taksonomi) untuk setiap ordo mamalia dari tinjauan banyak literatur (From Olival, Bogich et al., unpublished) Gambar 83 Perubahan luasan tutupan lahan dari tahun 2000 hingga 2009 di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 84 Contoh Hilangnya spesies tumbuhan endemic di Sulawesi Tengah (Widjaja 2013) Gambar 85 Gra ik jumlah jenis ikan asli di Sungai Ciliwung (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 86 Gra ik % kehilangan jenis Ikan asli di Sungai Ciliwung (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 87 Gra ik % kehilangan jenis ikan asli di berbagai Situ DAS Ciliwung (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 88 Gra ik jumlah jenis krustasea asli di Sungai Ciliwung (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 89 Gra ik % kehilangan jenis krustasea asli di Sungai Ciliwung (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 90 Gra ik % kehilangan jenis Ikan asli di DAS Cisadane: sungai (kiri), Situ (kanan) (Wowor et al. 2010) (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 91 Spesies‐spesies endemic di Sulawesi (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 92 Pemetaan spesies endemic pada peta penutupan lahan 2009 di Sulawesi (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 93 Pemetaan species endemic yang ditemukan dan yang tidak diketemukan pada tutupan lahan 2009 di Sulawesi Tengah (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 94 Histogram lora di Sulawesi diikuti oleh species endemic dan preci (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 95 Peta spesies endemic di Sulawesi Selatan (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 96 Keberadaan populasi mikroba umum dalam kaitannya tingkat pencemaran logam berat pada lokasi sampling berdasar jarak dari sumber polutan di Sungai Cikijing, Rancaekek‐Bandung (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 97 Populasi mikroba agen denitri ikasi dan aktivitas reduksi Nitrat pada lokasi sampling berdasar jarak dari sumber polutan di Sungai Cikijing, Rancaekek‐ Bandung (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 98 Limbah buangan pabrik tekstil yang masuk saluran irigasi persawahan (A), sampling tanah sawah tercemar logam berat limpasan limbah (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 99 Kawasan Konservasi di Indonesia Gambar 100 Jumlah propinsi dan kabupaten yang telah mengembangkan taman kehati pada tahun 2012‐2013. Gambar 101 Spesies lora dan fauna yang dilindungi Gambar 102 Pro il kehati Sulbarþ Gambar 103 Pro il kehati JABAR Gambar 104 Corremap‐CTI. 2012 Direktorat jenderal kelautan, pesisir dan pulau‐pulau kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan
  • 12. x|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar Gambar Gambar 105 Kawasan penting biodiversitas kawasan Wallacea (Burung Indonesia 2013) Gambar 106 Strategi silvo isheries untuk peningkatan produktivitas perikanan dan peningkatan habitat fauana migran Gambar 107 Elang Jawa, Spizaetus bartelsi (foto Fahrul P Amama) Gambar 108 Maleo, Macrocephalon maleo (foto Fahrul P Amama) 248 Gambar 109 Areal perlindungan karnivora punca perairan (habitat buaya di sungai Mapam) Gambar 110 Status Flora dan Fauna dalam IUCN Red data list Gambar 111 Jumlah spesies yang dilindungi setiap kelas pada lora Gambar 112 Status konservasi fauna di Indonesia Gambar 113 Status lora fauna berdasarkan habitatnya di alam (PUSLIT BIOLOGI PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Gambar 114 Keragaman spesies burung pada beberapa tipe penggunaan lahan (Noerdjito & Maryanto 2001)
  • 13. Kata Pengantar | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| xi Kata Pengantar Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
  • 14. xii|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Kata Pengantar
  • 15. Kata Pengantar | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| xiii   Kata Pengantar Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional
  • 16. xiv|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Kata Pengantar  
  • 17. Kata Pengantar | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| xv   Kata Pengantar Menteri Lingkungan Hidup
  • 18. xvi|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Kata Pengantar  
  • 20.
  • 21. Daftar Pustaka| Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| xvii obatan, energi dan sandang, hingga jasa penyedia air dan udara bersih, perlindungan dari bencana alam, dan regulasi iklim. Keanekaragaman hayati juga dimanfaatan untuk perkembangan sosial, budaya dan ekonomi umat manusia. Indonesia merupakan negara kepulauan beriklim tropis yang terletak di dua benua yaitu Asia dan Australia, dan dua samudra yaitu Samudra Pasi ic dan Hindia dengan posisi 6oLU – 11oLS dan 95oBT – 141oBT. Saat ini, baru 13.466 pulau yang sudah dikenali dan diberi nama dari total jumlah pulau sekitar 17.000 pulau yang dimiliki Indonesia. Luas daratan Indonesia adalah 1.919.440 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2 dengan garis pantai sepanjang 54.716 km. Secara geologis, Indonesia dilalui oleh dua jalur pegunungan muda dunia yaitu Pegunungan Mediterania di sebelah barat dan Pegunungan Sirkum Pasi ik di sebelah timur. Adanya dua jalur pegunungan tersebut menyebabkan Indonesia banyak memiliki gunung api yang aktif dan sering disebut sebagai “the paci ic ring of ire”, serta rawan terjadinya gempa bumi. Secara biogeogra is, bentang alam Indonesia membentuk bioregion yang dapat di pisahkan antara biogeogra i lora dan fauna Asia dan Australasia sehingga terbentuklah adanya garis Wallacea dan garis biogeogra i sperti Weber, dan garis Lydekker. Dengan posisi tersebut , menyebabkan Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati yang sangat tertinggi, dan mungkin lebih tinggi Buku “Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia” menyajikan ulasan status terkini dari semau aspek keanekaragaman hayati Indonesia mulai dari kekayaan, pemanfaatan hingga upaya perlindungannya. Data dan informasi dari berbagai Institusi riset, kementrian teknis (Kehutanan, Kelautan dan Perikanan, Pertanian), Lembaga swadaya masyarakat dan perguruan tinggi terkait telah dihimpun untuk memperkaya informasi buku ini. Semua informasi dalam buku ini merupakan pemutakiran informasi yang pernah ada dan merupakan landasan utama untuk pengelolaan keanekaragaman hayati secara benar, khusunya untuk menilai kembali target nasional pengelolaan keanekaragaman hayati di Indonesia. Keanekaragaman hayati atau ”Biological diversity “ dapat diterjemahkan sebagai semua makluk yang hidup di Bumi, termasuk semua spesies tumbuhan, binatang dan mikroba. Spesies‐spesies didalam keanekaragaman hayati berhubungan satu dengan yang lainnya dan saling membutuhkan untuk tumbuh dan berkembang, sehingga membentuk suatu sitem kehidupan. Para ilmuwan sepakat mengelompokkan keanekaragaman hayati menjadi tiga kategori yaitu kenekaragtaman ekosistem, sepesies dan genetika. Keanekaragaman hayati merupakan komponen penting dalam keberlangsungan bumi dan seisinya termasuk eksistensi manusia. Berbagai jasa dan layanan keanekaragaman hayati sudah dimanfaatkan sejak manusia ada, mulai dari sebagai sumber pangan, obat‐ Ringkasan Eksekutif
  • 22. xviii|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar Pustaka diuraikan, mulai dari ekosistem laut dalam, laut dangkal, pantai (termasuk padang lamun dan mangrove) , ekositem dataran rendah (termasuk hutan dipterocarpa, hutan kerangas, gambut, karst, danau dll), hutan pegunungan bawah, hutan pegunungan atas, sub‐ alpin hingga alpin. Selain itu eksositem buatan mulai dari sawah, tegalan, pekarangan, kebun, tambak, empang telah diuraikan secara singkat. Semua ekosistem buatan juga dihuni oleh ribuan spesies lora, fauna dan mikroba. Secara khusus ekosistem esensial seperti Karst, gambut dan mangrove dibhas sesuai dengan fungsi dan konservasi keanekaragaman hayati sserta pemanfaatannya. Secara umum, kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia belum semuanya diketahui baik jumlah spesies maupun potensinya. Luasnya kawasan Indonesia dan kurangnya ahli taksonomi baik lora, fauna maupun mikroba merupakan hambatan utama dalam upaya mengungkapkan keanekaragaman hayati Indonesia secara tuntas dan benar. Data yang ada masih bercerai berai dan belum terkumpul dengan baik dari berbagai pustaka dan database. Sedangkan pendataan secara digital sangat lamban dilakukan karena kurangnya perhatian pemerintah akan pentingnya data dasar dalam mengembangkan sumber daya hayati Indonesia ke kancah pemanfaatan bersekala komersial. Kekayaan keanekaragaman hayati Kelautan dan keanekaragaman hayati terrestrial sebagian sudah diungkapkan, namun sebagian besar masih ada di alam dan belum kita eksplorasi, bahkan beberapa spesies akan terancam kepunaan dan banyak yang punah sebelum kita dibandingkan dengan Brazil dan Kongo, apabila semua sumber daya hayati yang ada di laut dan darat sudah diekplor semua. Keanekaragamn ekosistem yang terbentang dari Indonesia bagian timur hingga barat, di laut dan di darat serta pada setiap pulau telah menyakinkan kita bahwa Indonesia sangat kaya akan keanekaragaman spesies dan genetik. Hingga saat ini, keanekaragaman species telah tercatat ada algae 1500 spesies algae, tumbuhan berspora (seperti Kriptogam) yaitu yang berupa jamu 80.000 spesies, lumut kerak 595 spesies, paku‐pakuan 2.197 spesies, tumbuhan berbiji ada 30.000 – 40.000 spesies lora (15.5% dari total jumlah lora di dunia). Sedangkan untuk fauna 8157 spesies, vertebrata (mamalia,burung, herpetofauna,dan ikan), kupu‐kupu 1900 spesies (10 % dari spesies dunia). Selain itu, keunikan geologi Indonesia, menyebabkan tingginya endemisitas lora, fauna maupun mikroba. Indonesia memiliki endemisitas spesies fauna yang sangat tinggi bahkan untuk beberapa kelompok seperti burung, mamalia dan reptile memiliki endemisitas tertinggi di dunia. Spesies fauna endemik Indonesia atau tidak ditemukan di tempat lain adalah masing‐masing 270 spesies mamalia, 386 spesies burung, 328 spesies reptile, 204 spesies amphibia, 280 spesies ikan. Kekayaaan keanekaragaman ekosistem Indonesia sangat menakjubkan dan diketahui sekitar tujuh puluh empat dan membentuk formasi satu dengan yang lain yang sangat komplek. Variasi ekositem tersebut meyakinkan bahwa setiap ekosistem sarat dengan kekayaan jumlah spesies lora dan fauna. Pemetaan ekosistem telah dilakukan dan
  • 23. Daftar Pustaka| Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| xix Kenekaragaman gentetika yang merupakan Sumber Daya Genetika (SDG) Hewan, tanaman dan mikroba telah diuraikan dari aspek kekayaan, pemeliharaan dan pemanfaatannya. Sumber Daya Genetika pada hewan diuraikan secara jelas dan di kelompokkan dalam SDG perikanan dan peternakan baik yang sudah didomestikasi maupun yang masih liar. Sedangkan pada tanaman disebutkan kultivar‐kultivar tanaman yang sudah didomestikasi dan dilepaskan sebagai bibit unggul dan juga yang masih liar. Dalam membahas SDG tumbuhan maupun hewan tidak terbatas pada kekayaan genetik tetapi juga diuraikan pemanfaatannya. Sementara SDG mikroba yang dijelaskan adalah jenis‐ jenis mikroba yang sudah dimanfaatkan baik dalam pangan dan kesehatan. Strain lokal yang diperoleh misalnya dari tempe, tape, yoghurt, oncom, kecap, roti dan sebagainya. Contohnya Lactobacillus, Streptococcus, Pediococcus cerevisiae, Acetobacter. Sedangkan fungi yang digunakan dalam bermacam‐ macam produk misalnya Rhyzophys oryzae, Neurospora sitophila, juga diuraikan. Selain itu juga ada mikorba yang dapat membantu mendekomposisi bahan organik seperti sampah sehingga mengurai sampah dan bisa menjadikan sebagai pupuk tanaman. Peran dan fungsi keanekaragaman Hayati baik untuk kebutuah manusia mapun untuk tujuan pengelolaan ekosistem telah banyak diungkap. Peran langsung keanekaragaman hayati yang sudah dirasakan adalah untuk pangan, kesehatan, sumber energi terbarukan dan layanan jasa ekosistem, seperti penyedia air dan udara bersih, estetika dan untuk kebudayaan. Spesies hewan, ketahui. Neraca jumlah spesies dan nilai setiap spesies untuk dimanfaatankan secara komersial juga masih timpang karena terkendala akan beberapa data dasar dan teknologi bioindustri. Pengelolaan koleksi referensi spesies keanekaragaman hayati Indonesia sudah dirintis sejak jaman penjajahan belanda di akhir tahun 1980an. Koleksi sebagia referensi ilmiah digunakan untuk menunjang berbagai cabang penelitian keanekaragaman hayati mulai penelitian taksonomi, biologi melekuler hingga bioteknologi. Koleksi referensi disimpan dalam bentuk spesimen mati atau spesimen hidup. Spesimen mati digunakan sebagai spesimen acuan antara lain spesimen museum (berupa spesimen utuh, tengkorak, sarang burung, telur, kulit, DNA darah, hati, rambut, bulu, serangga), spesimen herbarium kering, herbarium basah dan fosil. Sedangkan spesimen hidup seperti biji, kultur, tumbuhan hidup atau hewan hidup disimpan untuk konservasi di lembaga konservasi eks situ. Koleksi spesimen mati fauna telah di simpan di Referensi Koleksi Nasional di Bidang Zoologi (Museum Zoologicum Bogoriense‐LIPI) yang merupakan koleksi referensi fauna Indonesia terbesar ke‐tiga di dunia. Koleksi spesimen mati lora telah di simpan di Referensi Koleksi Nasional di Bidang Botani (Herbarium Bogoriense‐ LIPI) yang merupakan koleksi referensi herbarium Indonesia terbesar ke‐dua di dunia. Sedangkan koleksi hidup fauna tersebar di 56 Lembaga konservasi eksitu termasuk, kebun binatang, taman safari, taman satwa dan sebagainya. Spesimen hidup lora tersebar di Kebun Raya, Taman Kehati, arboretum dan lain sebagainya
  • 24. xx|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar Pustaka keperluan lahan perkebunan dan pertanian baru. Selain itu masuknya species asing invasif juga penyebab hilangnya keanekaragaman hayati. Dengan mengemukakan masukkan spesies asing ke Indonesia dan menjadi invasif telah memaksa semua pihak untuk memperhatikan secara serius. Karena dampak dan bahayanya serta pemasalahan yang timbul oleh masukkan spesies asing telah kita ketahui, sehingga regulasi dalam usaha pencegahannya perlu segera di undangkan. Kerusakan ekosistem dan habitat dan berujung pada hilangnya Keanekaragaman hayati telah dibahas. Dalam menguji kerusakan habitat akibat pencemaran air darat dan polusi udara menjadi perhatian serius. Salah satu uji untuk mengetahui kerusakan ekosistem diuraikan peran indikator biologi atau kita kenal dengan “bioindicator”. Didalam buku ini diuraikan pemanfaatan indikator biologi dengan binatang, tumbuhan dan mikroba yang berfungsi sebagai indikator terjadinya kerusakan ekosistem, penanda ketinggian tempat, terjadinya polusi dan sebagainya. Spesies yang dipakai telah diketahui dan dipraktekkan di beberapa lokasi. Kerusakan ekosistem dari berbagai sebab yang telah diuraikan memunculkan perhatian khusus terhadap rangkaian bencana. Salah satunya adalah “ Bencana Biologi”. Sehubungan dengan itu upaya pencegahan bencana harus dilakukan lebih dini dan strategi penyelamatan perlu dirancang secara benar. Pembentukan kawasan Konservasi kadangkala tidak memperhatikan rangkaian bencana dan tentu tidak akan menjamin kelestarian spesies yang tanaman dan mikroba yang bermanfaat untuk sumber pangan utama terutama untuk sumber protein misalnya sapi, kambing, domba, ayam, babi, sedangkan dari tanaman misalnya kacang‐ kacangan. Untuk sumber pangan cadangan misalnya jenis‐jenis yang jarang dimakan sebagai sumber pangan utama misalnya itik, kelinci sedangkan pada tanaman misalnya uwi, gembolo‐ gembili, gadung, suweg, iles‐iles. Hubungan antara keanekaragaman hayati dengan perkembangan dan pembangunan pertanian di Indonesia diulas agar dapat dipetik manfaat keanekaragaman hayati yang belum dibudidayakan. Sehingga domestikasi satwa liar yang memiliki potensi untuk menjadi hewan ternak menjadi perhatian dalam buku ini. Selain itu perubahan yang cepat dalam pembangunan pertanian di beberapa negara selama beberapa dekade terakhir telah memicu peningkatan produktivitas di lahan pertanian kita melalui proses intensi ikasi, konsentrasi dan spesialisasi. Upaya menciptakan habitat pertanian yang sehat dengan modi ikasi dan penyederhanaan teknologi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati lokal sangat disarankan. Pengelolaan keanekaragaman hayati Indonesia banyak dihadapkan pada masalah yang sangat komplek. Upaya pemerintah dalam melakukan pengelolaan terus dilakukan dengan mengeluarkan berbagai kebijakan dan regulasi. Namun demikian kehilangan keanekeragaman hayati Indonesia terus akibat kesalahan dalam pembangunan infrastruktur untuk berbagai keperluan, seperti pembangunan fasilitas gedung perkantoran dan perumahan, jalan, pembukaan kawasan industri dan
  • 25. Daftar Pustaka| Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| xxi Lembaga Swadaya Masyarakat serta masyarakat adat. Berbagai regulasi dan peraturan adat telah dikeluarkan untuk melindungi dan sekaligus memanfaatkan secara berkelanjutan. Saat ini, pemerintah Indonesia melalui kementerian teknis telah menetapkan 737 spesies lora dan fauna untuk dilindungi melalui berbagai aturan dan regulasi, termasuk UU, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah dan Peraturan Desa atau adat. Semoga buku ini memberikan landasan untuk merumuskan visi baru dan arah kebijakan yang jelas terhadap pengelolaan keanekaragaman hayati Indonesia. Khususnya memberi jawaban dan diterima secara luas oleh masyarakat luas bahwa upaya untuk melindungi dan meningkatkan keanekaragaman hayati perlu ditingkatkan secara signi ikan. Sebagai bagian dari konvensi, Indonesia diharapkan untuk merevisi strategi nasional dan rencana aksi untuk pengelolaan keanekaragaman hayati dan masuk dalam jejaring keanekaragaman hayati global. dilindungi. Bencana biologi juga diakibatkan masuknya zoonosis baru dari satwa liar baik satwa asing maupun asli Indonesia. Hilangnya keanekaragaman hayati Indonesia menjadi bahasan dari buku ini. Hilangnya keanekaragaman hayati telah diketahui akibat alih fungsinya tata guna lahan, pengambilan di alam yang berlebihan dan tanpa direncanakan, adanya jenis asing yang merajai suatu tempat sehingga punahnya jenis asli dan adanya polusi yang menyebabkan hilangnya penyerbuk lora yang penting bagi kelangsung hidup lora tersebut dan tidak terjadinya erosi genetika. Beberapa spesies lora dan fauna yang terancam punah diungkapkan dengan beberapa daftar yang juga dikeluarkan oleh badan dunia IUCN. Kriteria keterancaman diuraikan untuk memberikan panduan dalam menetapkan keterancaman kepunahan. Memperhatikan ancaman kehilangan keanekaragaman hayati Indonesia, berbagai upaya perlindungan dan penyelamatan telah dilakukan oleh pemerintah melalui kementrian teknis (Kehutanan, Kelautan dan Perikanan, dan Pertanian) dan oleh suwasta dan
  • 26. xxii|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar Pustaka  
  • 28.
  • 29. Bab I Pendahuluan| Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 1 ring of ire” (Gambar 1), serta rawan terjadi gempa bumi. Gunung berapi di Indonesia dibentuk oleh 3 lempengan tektonik aktif yaitu lempengan Eurasia, Pasi ik dan Indo‐ Australia. Letusan gunung berapi yang sangat dahsyat yang pernah terjadi di Indonesia adalah Gunung berapi di Toba yang menghasilkan kaldera Danau Toba yang terjadi 74000 SM, dan G. Krakatau tahun 1883. Meletusnya G. Tambora pada tahun 1815 menyebabkan kegagalan panen di Eropa Utara, Timur Laut Amerika dan Timur Kanada di tahun 1816 yang dikenal dengan istilah “Year without summer”. Saat ini Gunung paling aktif di Indonesia adalah G. Kelud dan G. Merapi di Pulau Jawa. G. Kelud setidaknya tercatat sudah lebih dari 30 kali meletus, sehingga termasuk tingkat ke 5 dari Indeks eksplosif gunung berapi (Volcanic Explosivity Index). Sementara itu G. Merapi telah mengalami erupsi setidaknya 80 kali) Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia Tenggara, di antara a benua Asia dan Australia, dan Samudra Pasi ik dan Hindia. Jumlah pulau yang dimiliki Indonesia mencapai 17.000 buah dimana m 13.466 pulau sudah bernama dan 11000 pulau sudah berpenghuni. Secara keseluruhan luas daratan Indonesia mencapai 1.919.440 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2 dengan garis pantai sepanjang 54.716 km (Bakosurtanal 2012), Secara astronomi, Indonesia terletak diantara 6°LU – 11°LS dan 95°BT – 141°BT, karena itul Indonesia termasuk daerah tropik. Secara geologi, Indonesia dilalui oleh dua jalur pegunungan muda dunia yaitu Pegunungan Mediterania di sebelah barat dan Pegunungan Sirkum Pasi ik di sebelah timur. Adanya dua jalur pegunungan tersebut menyebabkan Indonesia memiliki banyak gunung api yang aktif dan sering disebut sebagai “the paci ic Bab 1 Pendahuluan Gambar 1. The Paci ic Ring of Fire
  • 30. 2|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab I Pendahuluan dan bahkan tertinggi untuk keanekaragaman hayati lautnya.Kekayaan ini harus dapat dimanfaatkan dan dikelola dengan optimal sehingga memberikan manfaat bagi negara secara khusus dan dunia secara umum. Hal ini mengingat dampak yang terjadi di satu negara akan berperilaku seperti efek domino dengan rentetatannya ke seluruh wilayah di dunia, yang umum dikenal sebagai efek global. Melalui informasi kekinian keanekaragaman lora dan fauna dengan segala bentuk ekosistemnya yang terpapar dalam buku ini diharapkan agar para pemangku kepentingan dan aparat pemerintah dapat dengan lebih bijak dan terbuka memahami tentang potensi, masalah dan langkah terbaik yang harus dilakukan. Dengan demikian, buku ini diharapkan dapat menyediakan data terkini terkait status kehati Indonesia sebagai acuan untuk menilai kembali target nasional pengelolaan kehati di Indonesia. Semua gatra yang berhubungan dengan keanekaragaman hayati dengan catatan segala permasalahan dan potensinya dibahas dalam buku ini. Dasar ekosistem sebagai “rumah” semua bentuk kehidupan akan mengawali pembahasan buku ini sebagaimana diuraikan dalam Bab 2. Kondisi kenekaragaman jenis terkini diuraikan dalam Bab 3. Namun demikian, karena tersebarnya data kondisi yang diuraikan Maryanto (2012) membagi Indonesia menjadi 7 bioregion yaitu Sumatra, Jawa dan Bali , Kalimantan , Sulawesi , Kepulauan sunda kecil (lesser sunda island), Maluku dan Papua . Bioregion adalah kawasan yang memiliki bentang alam luas serta kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi yang memengaruhi fungsi ekosistemnya Menurut Berg dan Rasmann (1977) bioregion ditentukan berdasarkan informasi klimatologi, isiogra i, geogra i lora dan fauna, sejarah alami dan aspek alami lainnya. Oleh sebab itu pembagian bioregion di Indonesia lebih didasarkan biogeogra i lora dan fauna sehingga terbentuklah adanya garis Wallacea, garis Weber, dan garis Lydekker (Gambar 2). Garis Wallace memisahkan wilayah geogra i fauna Asia dan Australasia karena Alfred Russel Wallace menyadari adanya perbedaan pengelompok‐ kan fauna antara Borneo dan Sulawesi dan antara Bali dan Lombok. Garis ini kemudian diperbaiki oleh Antonio Pigafetta dan menggeser garis Wallace ke arah timur menjadi garis Weber. Garis Lydekker merupakan garis biogeogra i yang ditarik pada batasan Paparan Sahul yang terletak dibagian timur Indonesia. Dengan keadaan Indonesia tersebut, menyebabkan Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati tertinggi kedua setelah Brazil untuk lora dan fauna darat Gambar 2. Garis Wallace, Webber dan Lydekker (http://kadarsah. iles.wordpress.com/ 2007/07/wallaceline.gif)
  • 31. Bab I Pendahuluan| Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 3 alami dan kadangkala titik awal peringatan terhadap terjadinya kerusakan ekosistem dan terjadinya polusi dibahas dalam Bab 8. Pada bab 9 dikemukakan mengenai Bencana Biologi Sebagai suatu hal yang di negara ini masih belum menjadi perhatian mendalam akan diangkat secara sepintas. Ini mengingat strategi mengenai penanganan bencana Biologi masih belum terbangun dengan baik di antara lembaga terkait maupun secara formal hukum. Hilangnya keanekaragaman hayati Indonesia yang berpacu dengan beralih fungsinya tata guna lahan, pengambilan di alam yang berlebihan dan tanpa direncanakan, adanya jenis asing invasif yang merajai suatu tempat sehingga punahnya jenis asli dan adanya polusi yang menyebabkan hilangnya penyerbuk lora yang penting bagi kelangsung hidup lora tersebut dan tidak terjadinya erosi genetika dibahas di Bab 10. Selanjutnya langkah langkah aturan hukum yang perlu diperhatikan berkenaan dengan perlindungan dan penyematan keanekaragam hayati merupakan bab penutup buku ini belum mengungkap keadaan yang sesungguhnya.Pada Bab 4 menekankan pentingnya koleksi referensi dan adanya lembaga rujukan untuk koleksi ilmiah keankeragaman hayati, untuk digunakan dalam penelitian keanekaragaman hayati yang disimpan dalam bentuk specimen mati atau specimen hidup. Spesimen mati digunakan sebagai spesimen acuan antara lain spesimen museum (berupa spesimen utuh, tengkorak, sarang burung, telur, kulit, DNA darah, hati, rambut, bulu, serangga), specimen herbarium kering, herbarium basah dan fosil. Spesimen hidup seperti biji, kultur, tumbuhan hidup atau hewan hidup disimpan untuk konservasi eks situ. Pada Bab 5 dijelaskan Keanekaragaman Genetika hewan, tanaman dan mikrob yang lebih mengarah pada kelompok budidaya dan yang potensial. Peran keanekaragaman hayati untuk pangan, kesehatan, sumber energi terbarukan dan jasa ekosistem dibahas dalam Bab 6. Dalam bab ini dikemukakan mengenai jenis‐jenis hewan, tanaman dan mikroba yang bermanfaat untuk sumber pangan utama terutama untuk sumber protein Indikator biologi yang berfungsi sebagai indikator
  • 32. 4|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab I Pendahuluan  
  • 34.
  • 35. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 59 3.1 Keanekaragaman Species Laut Pengumpulan dan pendataan sumberdaya hayati kelautan yang ada di Indonesia merupakan tantangan tersendiri karena luasnya wilayah perairan. Di samping itu keahlian tenaga taksonomi kelautan yang sangat sedikit, sehingga jumlah sumberdaya fauna yang terdata di perairan laut Indonesia baru berkisar 5.319 spesies. Apabila digabungkan berkut data tumbuhanseperti mangrove, algae dan lamun maka jumlahnya menjadi 6.396 spesies (Tabel 8). Keanekaragaman Species adalah keanekaragaman di antara mahluk hidup yang terjadi dalam satu family dan genus sehingga mengemukakan adanya perbedaan spesies. Dalam bab ini keanekaragaman species yang akan dikemukakan adalah Keanekaragaman Species Laut dan Keanekaragaman Species Terrestrial. Keanekaragaman species laut membahas spesies mahluk hidup di laut termasuk fauna, lora dan mikroba. Sedangkan Keanekaragaman Species Terrestrial adalah keanekaragaman species yang hidup di daratan termasuk fauna, lora dan mikroba. Keanekaragaman genetika akan diurakan dalam bab berikutnya. Bab 3 Keanekaragaman Species Rencana Pembangunan Pusat & Simpul Data Kelautan dan Perikanan    Sumber: Balai Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, disampaikan dalam Workshop Kehati, 2 April 2014 
  • 36. 60|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati (Triaenodon spp) dan Cucut moncong putih (Carcharhinus amblyrhychos ) (Romimohtarto & Yuwana 1999). Lebih lanjut Romimohtarto & Yuwana (1999) menjelaskan bahwa 8 species ikan laut sudah merupakan komoditi andalan untuk bahan pangan ekspor, 4 species di antaranya berpotensi untuk dibudidayakan. Spesies ikan yang berasosiasi dan sering dijumpai di perairan terumbu karang adalah dari kelompok Pomacentridae, termasuk "anemon ish" dan "angel ish" dan kelompok Chaetodontidae, Zanclidae, Lethrinidae dan Haemulidae Ekhinodermata pada umumnya mempunyai permukaan kulit yang berduri. Duri‐duri yang melekat di tubuhnya itu bermacam‐macam ada yang tajam, kasar dan atau hanya berupa tonjolan saja. Species yang termasuk kelompok Ekhinodermata adalah bintang laut (Linckia spp.), bulu babi 3.1.1 Fauna Dari data fauna laut yang tersedia, kelompok ikan memiliki jumlah tertinggi 3.476 spesies (241 famili) diikuti Echinodermata memiliki, Polychaeta, karang dan Crustacea (Tabel 7). Menurut Lagler et al., (1962), ikan dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu: Agnata, merupakan ikan primitif seperti Lampreys dan Hag ishes; ikan bertulang rawan (Chondrichthyes), misalnya: ikan cucut (hiu) dan ikan pari (Gambar 25); dan ikan bertulang sejati (Osteichthyes = Teleostei). Ikan hiu dan ikan pari yang biasa tertangkap di perairan Indonesia a.l. hiu martil (Zygaena sp); hiu caping (Galeorphynus australis); hiu gergaji (Lamna nasus ); hiu parang (Alopias vulpinis) dan hiu biru (Prionace glauca ). Spesies yang sering dijumpai di daerah terumbu karang adalah black tip reef (Carcharhinus spp.), white tip reef Gambar 25 A. Ikan hiu Carcharinus sorrah dan B. Ikan pari (Dasyatis kuhlii) yang dapat ditemukan di perairan Indonesia (Foto: M Adrim/LIPI)
  • 37. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 61 Keanekaragaman spesies krusta‐ sea laut Indonesia yang tercatat hingga saat ini ada lima famili dengan jumlah species paling banyak dimiliki oleh udang pengko (Stomatopoda) yaitu ada 118 spesies dan paling sedikit famili Syllaridae hanya 2 spesies (Tabel 9). Beberapa spesies krustasea memiliki nilai ekonomi yang penting, misalnya "lobster" dan udang. Keberadaan populasi krustasea di alam sudah semakin menurun, bahkan ada yang (Diadema spp.), timun laut atau tripang (Holothuria spp), lili laut (Lamprometra sp), bintang mengular (Ophiothrix spp.), mahkota seribu atau mahkota berduri (Acanthaster spp.) (Lilley 1999). Jumlah species paling banyak pada Ekhinodermata dimiliki oleh Kelas Ophiuroidea yang terdiri atas 142 spesies (11 famili), sedangkan jumlah paling sedikit dijumpai pada Kelas Echinoidea ( 84 species dari 21 famili) (Tabel 8). Biota  Famili  Jumlah spesies  Echinodermata  60  557  Polychaeta  44  527  Krustacea (udang dan kepiting)    309  Karang  17  450  Ikan  241  3476  Total    5319  Tabel 7 Jumlah fauna laut yang ditemukan di perairan Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Kelas  Famili  Spesies  Crinoidea  8  101  Asteroidea  13  89  Ophiuroidea  11  142  Echinoidea  21  84  Ophiuroidea  7  141  Total  70  557  Tabel 8 Jumlah Famili dan Spesies dari lima Ekhinodermata di Indonesia dan sekitarnya (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Tabel 9 Jumlah spesies krustasea laut (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Krustasea laut  Jumlah spesies  udang pengko (Stomatopoda)  118  rajungan dan kepiting bakau (Portunidae)  72  udang niaga (Penaeidae)  110  udang pasir dan udang kipas (Syllaridae)  2  udang karang atau lobster (Palinuridae)  7  Total  309 
  • 38. 62|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati spesies sponge (Crews 2013), di Sulawesi Barat paling tidak ada 151 spesies yang termasuk dalam 68 genus, 37 famili. Koral atau yang lebih dikenal dengan sebutan karang termasuk kelompok hewan, tetapi berbentuk bunga, sehingga seringkali mengecoh dan dianggap sebagai kelompok tumbuhan. Koral dibagi dalam kelompok hermatipik dan ahermatipik. Kelompok hermatipik merupakan karang yang mampu membentuk terumbu karang dengan bantuan sel algae (zooxanthelae) yang terdapat dalam jaringan tubuhnya. Kemudian kelompok ahermatipik yaitu kelompok yang tidak mempunyai zooxanthella dan hidup di tempat yang dalam serta tidak membentuk terumbu karang (Lilley 1999). Menurut pakar koral (Suharsono, mendekati kepunahan dan perlu dilindungi, misalnya mimi (Tachypleus gigas). Menurut Moosa (1984), Moosa & Aswandy (1984) di perairan Indonesia diketahui ada enam spesies udang karang bernilai ekonomis. Catatan keanekaragaman Poly‐ chaeta (Tabel 10) merupakan data fauna laut yang cukup lengkap setelah ikan dan Ekhinodermata. Jumlah spesies cacing laut (Polychaeta) tercatat paling banyak masuk dalam famili Terebellidae (70 species), diikuti oleh famili Plynoidea (67 species) dan family Nelerididae (57 species). Sedangkan family lainnya memiliki jumlah species kurang dari 35 bahkan hanya ada 1 spesies. Di Indonesia sponge memiliki keragaman yang sangat tinggi. Di seluruh perairan laut di Indonesia diperkirakan paling tidak ada 850 Famili  Spesies  Famili  Spesies  Nephtyidae  7  Trichobranchidae  2  Paralacydoniidae  1  Eulephetidae  7  Glyceridae  5  Paraonidae  4  Glycinde  1  Ariciidae (Orbiniidae)  3  Dorvilleidae  1  Spionidae  20  Eunicidae  2  Chaetopteridae  10  Sabellidae  7  Chlorhaemidae (Flabelligeridae)  14  Hartmaniellidae  1  Opheliidae  14  Lumbrineridae  3  Oweniidae  4  Oenonidae  1  Sabellariidae  8  Onuphidae  3  Sternaspidae  5  Pilargidae  7  Amphictenidae (Pectinariidae)  7  Euphrosinidae  1  Ampharetidae  28  Phyllodocidae  2  Terebellidae  70  Polynoidae  67  Polycirridae  7  Magelonidae  3  Hesionidae  10  Cossuridae  1  Nereididae  57  Poecilochaetidae  2  Amphinomidae  38  Cirratulidae  6  Syllidae  33  Capitellidae  8  Aphroditidae  26  Maldanidae  ‐  Chrysopetalidae  3  Sigalionidae  27  Serpulidae  1  Total      527                                                  Tabel 10 Jumlah spesies Polychaeta di perairan Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
  • 39. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 63 Bivalvia, Scaphopoda, dan Cephalophoda. Beberapa spesies moluska laut di Indonesia mempunyai nilai ekonomis untuk dibudidayakan. 3.1.2 Algae Algae banyak dijumpai di daerah terumbu karang dengan warna yang bermacam‐macam. Perbedaan warna tersebut disebabkan oleh kandungan pigmen (chlorophyl) yang terdapat pada tumbuhan tersebut. Berdasarkan warnanya maka algae dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu: (1) Chlorophyta, yaitu algae yang mengandung pigmen berwarna hijau, P2O LIPI) jumlah spesies koral di perairan Indonesia yang sudah diidenti ikasi ada lebih dari 70 spesies. Perubahan kondisi koral dari tahun 1993 hingga 2011 dapat dilihat pada Gambar 26. Moluska merupakan kelompok hewan yang bertubuh lunak, ada yang bercangkang dan tidak bercangkang. Cangkangnya berfungsi untuk melindungi tubuhnya yang lunak. Menurut Marwoto & Sinthosari (1999), moluska ini dibagi dalam 7 kelas yaitu: Monoplacophora, Polyplacophora, Aplacophora, Gastropoda, Pelecypoda/ Contoh karang yang dapat ditemukan di perairan Indonesia (Foto: AM Siregar/ CCDP‐IFAD)        Stylophora sp.  Symphyllia sp.  Tubipora sp.  Gamba 26 Kondisi koral Indonesia masa lalu dan saat ini (Jompa 2013
  • 40. 64|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati Tumbuhan berbunga lainnya selain lamun adalah mangrove atau dikenal juga dengan sebutan bakau. Tumbuhan ini dapat bertahan hidup pada perairan yang mempunyai kadar garam yang tinggi dengan ketersediaan oksigen yang terbatas. Ciri khas tumbuhan ini yaitu: akarnya berupa akar nafas dan akar lutut yaitu akar yang muncul ke permukaan tanah dan berfungsi untuk bernafas atau untuk mengambil kebutuhan oksigen sebanyak ‐banyaknya, sehingga dapat bertahan hidup apabila terendam air. Bentuk daun biasanya tebal, untuk menampung air sebanyak‐banyaknya, sehingga dapat bertahan hidup di lingkungan yang berkadar garam tinggi. Macam‐macam spesies mangrove diantaranya adalah Avicennia spp., Bruguiera spp., Sonneratia spp., Ceriops spp. dan Rhizophora spp. (Romimohtarto & Yuwana 1999). 3.1.4 Mikroba Mikroba di perairan berdasarkan sifat tropiknya dibedakan atas: (1). Mikroba autotrof adalah organisme yang mampu menyediakan/mensintesis makanan sendiri yang berupa bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti matahari dan kimia. Contohnya: Thiobacillus, Nitrosomonas, Nitrobacter; (2). Mikroba misalnya: Halimeda sp., Caulerpa sp. dan Ulva sp. (2) Phaeophyta, yaitu algae yang mengandung pigmen berwarna coklat, misalnya: Padina spp., Sargassum spp. (3) Rhodophyta, yaitu algae yang mengandung pigmen merah, misalnya: Gracilaria spp., Eucheuma spp., Gelidium spp. dan Hypnea spp. (Pratiwi 2006). Jumlah algae yang dapat ditemukan di perairan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 11. 3.1.3 Flora Flora laut yang banyak dijumpai di perairan pesisir Indonesia adalah lamun (sea grass). Lamun termasuk dalam golongan tumbuhan tingkat tinggi, karena bagian batang, daun, bunga dan buahnya dapat dibedakan dengan jelas. Lamun termasuk tumbuhan berbunga (Angiospermae), mempunyai daun, rimpang (rhizoma) dan akar, sehingga mirip dengan rumput di darat. Kebanyakan lamun hidup di perairan yang relatif tenang, bersubstrat pasir halus dan lumpur. Di perairan Indonesia hanya dikenal 13 spesies, di antaranya yaitu Halophila spinulosa, H. decipiens, H. minor, H. ovalis, H. sulawesii, Enhalus acoroide, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, C. rotundata, Halodule pinifolia, H. uninervis, Syringodium isoetifolium dan Ruppia maritimam (Romimohtarto & Yuwana 1999). Biota  Famili  Jumlah spesies  Lamun  2  13  Algae  88  981  Mangrove  20  48  Mangrove Associate  25  35  Total  135  1077  Tabel 11 Jumlah Algae dan lora laut yang ditemukan di perairan Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
  • 41. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 65 Actinobacteria, α‐proteobacteria, Bacilli, Bacteroidetes, β‐proteobacteria, Chloro‐ bi, Chroococcales, Clostridia, δ‐ proteobacteria, Erysipelotrichia, γ‐ proteobacteria, Synergistia dan Zetaproteobacteria. Selain itu juga ditemukan bakteria yang belum dapat diidenti ikasi dan belum dapat dikulturkan. Di lokasi dekat dengan Menado, diketahui bahwa kelas Bacilli dan Actinobacteria mendominasi daerah ini. Kedua kelas ini umumnya terdapat pada sedimen laut, dan memegang peranan penting dalam produksi komponen aktif biologi termasuk dalam mengoksidasi mangan (Moran et al.. 1995, Miranda et al. 2008). Sejumlah spesies Actinobacteria dan Bacilli sangat terkenal karena dapat tumbuh pada suhu yang tinggi (Kurup & Fink, 1975; Edward, 1993; Song et al., 2001; Petrova & Vlahov, 2007; Zilda et al., 2009). Dari plot 3 ditemukan spesies berikut: Geobacillus caldoproteolyticus, Thermomonospora chromogena, Thermo‐ baculum terrenum, Thermoactinomyces vulgaris yang termasuk kelas Actinobacteria dan Bacillus spp. yang tergolong dalam bakteri termo ilik. Di daerah tersebut ditemukan juga bakteri yang memegang peranan dalam siklus sulfat, sul it dan sulfur seperti Desulfatimicrobioium mahrescensis, Desulfovibrio desulfuricans, Methylarcula marina, Methylobacillus lagellates, Methylotenera mobilis, Sul itobacter sp., Sulfobaccilus sp., Sulfobacillus themmosul idoozidan. γ‐Proteobacteria berhubungan dengan siklus metan dan δ ‐proteobacteria dikelompokkan termasuk dalam pereduksi sulfat yang berhubungan dengan oksidasi anaerob metan (AOM) (David et al., 2005;Pachiadaki et al. 2010). heterotrof adalah organisme yang memanfaatkan bahan‐bahan organik sebagai makanannya dan bahan tersebut disediakan oleh organisme lain. Contohnya antara lain: Saprolegnia sp., Candida albicans, Trichophyton rubrum. Samudera melingkupi sekitar 70% dari seluruh permukaan bumi dengan estimasi volume air mencapai 2‐ 10 x 103 m3 dan kedalaman rata‐rata 3.800 meter. Perairan merupakan habitat yang baik untuk mikroba karena di dalam satu liter air terkandung 108‐9 sel bakteri yang diestimasikan mewakili sekitar 20.000 spesies bakteri (Venter et al. 2004). Sementara kekayaan spesies (species richness) dari archaea diperkirakan mencapai 38.000 spesies per liter air laut (Huber et al. 2007). Keanekaragaman hayati mikroba laut yang melimpah ruah di Indonesia belum tergarap maksimal. Keanekaragaman spesies mikroba yang berasosiasi dengan terumbu karang juga belum banyak diketahui. Beberapa spesies mikroba tertentu memang diketahui hidup bersimbiosis mutualisme dengan terumbu karang. Terumbu karang menghasilkan mukus sebagai sumber makanan mikroba, sedangkan mikroba dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang mampu melindungi terumbu karang dari serangan bakteri yang bersifat patogen. Berdasarkan penelitian Patantis et al.. (2012) sejumlah genus bakteri dijumpai di perairan sekitar Sangihe Talaud meliputi Pseudomonas, Pseudoalteromonas, Alteromonas, Vibrio, Shewanella dan bakteri lain yang belum dapat dikultur (yet uncultured bacteria). Dari hasil penelitiannya diketahui ada 14 kelas mikroba asal laut sekitar Sangihe Talaud yaitu Acetobacteraceae,
  • 42. 66|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati yaitu Kelas Mamalia, Aves (burung), Amphibia, Reptilia, dan Ikan. 3.2.1.1.1 Mamalia Keanekaragaman species mamalia di dunia tercatat ada lebih dari 5.490 spesies (www.currentresults.com/ environment‐Fats/Plants‐Animals/ numbers.php), sedangkan di Indonesia hingga kini tercatat ada 720 spesies (Lampiran 1) atau lebih dari 13% dari spesies yang ada di dunia. Dibandingkan tahun 2011 (Widjaja et al. 2011) terdapat penambahan jumlah spesies yaitu sebanyak 18 spesies baru. Spesies baru yang ditemukan pada umumnya adalah mamalia kecil khususnya tikus dan kelelawar. Angka jumlah spesies baru ini ada kemungkinan akan bertambah seiring dengan jumlah ekspedisi yang dilakukan. Tingginya keanekaragaman spesies mamalia dan jumlah spesies yang endemik erat kaitannya dengan garis biogeogra i yang ada di Indonesia. Selain garis khayal biogeogra i seperti Wallace’s, Lydekker’, Weber’s, Maryanto ‐Higashi’s (Maryanto & Higashi 2011), di Sumatra ada kemungkinan dijumpai garis biogeogra i lokal mengikuti persebaran lutung Presbytis melalophos (Aimi & Bakar 1992). Sedangkan di Jawa, garis biogeogra i lokal sebagai pembatas tersamar dijumpai membentang dari barat (Ujung Kulon) sampai ke Gunung Slamet yang membatasi sebaran Nycticebus javanicus dan Presbytis frediricae. Berbeda dengan pola persebaran di Kalimantan, garis biogeogra i lokal secara tersamar pembatas persebaran berdasarkan sungai besar. Hal tersebut ditunjukkan dari endemisitas beberapa spesies seperti kelompok pengerat (Rodentia) Di laut dalam yang mempunyai lingkungan ekstrim yang dicirikan oleh suhu dingin, tekanan tinggi, cahaya, nutrien yang kurang sera salinitas air laut yang tinggi menyebabkan spesies mikroba yang hidup disini mempunyai karakter spesi ik dan unik serta diketahui mempunyai potensi bioteknologi yang sangat besar. Karakter tersebut dipunyai oleh bakteri genus Pseudomonas, Vibrio dan Flavobacterium yang dianggap mampu hidup di daerah tersebut. 3.2 Keanekaragaman Spesies Terestrial Semua kehidupan organisme terbagi kedalam lima Kingdom yaitu Animalia, Tumbuhan, Jamur, Bakteria dan Protista. Keanekaragaman species terrestrial merupakan spesies‐spesies organisme yang hidup di darat dan terbagi dalam tiga kelompok yaitu fauna lora dan mikroba. 3.2.1 Fauna Kingdom Animalia dikelompokkan kedalam 40 ilum. Dalam mendata kekayaan fauna Indonesia dibedakan dua kelompok yaitu Filum Chordata dan Invertebrata. Kelompok hewan bertulang belakang mempunyai perawakan yang dapat dilihat dengan mata telanjang maka pendataannya jauh lebih lengkap dibandingkan kelompok hewan tidak bertulang belakang (Invertebrata). 3.2.1.1 Vertebrata Kelompok hewan bertulang belakang termasuk dalam Filum Chordata mempunyai perawakan yang dapat dilihat degan mata telanjang. Filum Chordata dibagi dalam lima kelas
  • 43. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 67 Hingga saat ini jumlah spesies Mamalia di pulau‐pulau utama, yaitu Kalimantan (268 ), Sumatra (257), Papua (241), Sulawesi (207), Jawa (193), Maluku (149), Nusa Tenggara (125) (Gambar 27). Dari mamalia yang ada, tercatat ordo Rodentia dan Chiroptera di Indonesia memiliki jumlah spesies terbesar masing‐masing yaitu 239 dan 228 spesies. atau subspesies orang utan yang dibedakan dengan pembatas sungai besar yang ada. Di Sulawesi garis pembatas biogeogra i tersamar berdasarkan sejarah geologi terjadinya pembentukan pulau tersebut. Hal tersebut terlihat pada pola distribusi monyet‐monyet (Macaca spp.) Sulawesi (Myron et al 2008). Lutung kelabu (Trachipithecus cristatus) salah satu mamalia dari kelompok primata yang dapat ditemukan di Indonesia. Gambar 27 Jumlah spesies mamalia berdasarkan tujuh kawasan di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
  • 44. 68|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati komunitas burung di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu burung‐burung Oriental (Sumatra, Kalimantan dan Jawa (termasuk Bali)), burung‐burung Wallacea (Sulawesi, Nusa Tenggara dan Maluku) dan burung ‐burung Australasia (Papua) (MacKinnon et al. 1998, Coates & Bishop 1997, Behleer et al. 2001). Jumlah spesies tertinggi berdasarkan kawasan berada di Papua (Gambar 28) yang memiliki jumlah spesies sebanyak 671; disusul kemudian oleh kawasan Sumatra (630), Kalimantan (523), Jawa (507), Sulawesi dan Nusa Tenggara (417) dan Maluku (365). Migrasi burung Migrasi merupakan salah satu bentuk perilaku satwa khususnya burung yang sangat fenomenal. Setiap tahun jutaan burung dari berbagai spesies melakukan perpindahan besar‐ besaran dalam jangka waktu yang lama dan jarak yang jauh. Prosesi pergerakan yang masif ini dapat dengan mudah diamati sehingga menjadi suatu atraksi alam yang sangat dinanti‐nanti oleh kalangan pengamat burung dan lingkungan, baik yang profesional 3.2.1.1.2 Burung Indonesia merupakan salah satu negara utama yang memiliki keanekaragaman spesies burung tertinggi di dunia selain Brazil. Jumlah spesies burung Indonesia yang dikeluarkan oleh Indonesian Ornithologist Union (IdOU) adalah 1.599 spesies (Sukmantoro et al. 2007). Seiring dengan perkembangan teknologi molekuler dan penemuan‐penemuan spesies baru di berbagai tempat, kekayaan spesies burung di Indonesia telah bertambah menjadi 1.605 spesies, yang terdiri atas 20 ordo dan 94 famili (Lampiran 2). Jumlah ini mencakup sekitar 16% dari total 10.140 spesies burung di dunia (Bird Life International 2013). Keanekaragaman spesies burung di Indonesia sangat dipengaruhi oleh posisi geogra is Indonesia yang berada di antara benua Asia dan Australia. Selain itu, evolusi geologi di wilayah Sulawesi yang terjadi ribuan tahun berhasil membentuk komunitas unik di wilayah tersebut yang dideskripsi pertama kali oleh Alfred Russel Wallace dan saat ini dikenal dengan zona Wallacea. Oleh karena, itu secara umum, Gambar 28 Jumlah spesies burung di tujuh kawasan di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
  • 45. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 69 Australia. Jalur yang telah terpetakan meliputi Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan Sangihe. Dari catatan tersebut diperkirakan ada dua jalur utama yang digunakan burung‐ burung tersebut, yaitu Asia Timur, Indochina dan Indonesia; jalur kedua tesebut adalah Asia Timur, Filipina dan Indonesia. Jalur pertama akan melalui Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Nusa Tenggara, sedangkan jalur kedua dapat berujung di daerah Wallacea (Sulawesi dan Nusa Tenggara), Maluku dan Papua. Daerah yang dilalui memiliki tipe ekosistem yang beranekaragam namun sebagian besar merupakan tipe hutan pegunungan, terutama di Jawa. Lokasi‐ lokasi penting yang menjadi titik‐titik pengamatan burung pemangsa bermigrasi antara lain Puncak, Bogor, Jawa Barat. Beberapa lokasi utama yang menjadi pintu masuk ke Indonesia adalah pulau‐pulau kecil seperti Pulau Rupat, Riau dan Sangihe, Sulawesi. Burung air merupakan kelompok burung bermigrasi terbesar di dunia. Dalam sekali musim migrasi jumlah individu dan spesies yang terlibat dalam ritual ini jauh melebihi kelompok raptor bermigrasi. Burung air di Indonesia yang bermigrasi berjumlah sekitar 100 spesies dari berbagai ordo dan famili. Burung air yang terdiri atas burung pantai dan burung laut, termasuk yang paling banyak diamati dan ditandai. Sifatnya yang selalu membentuk agregat di lahan‐lahan basah, seperti pantai berpasir atau paparan lumpur menjadikan kelompok ini relatif udah untuk diamati dan dimonitor. Lokasi‐lokasi penting yang menjadi pusat pengamatan burung air antara lain Pantai Cemara, Jambi; Delta Banyuasin, Sumatera Selatan, P. Bangka; maupun amatir. Migrasi burung melibatkan suatu sistem yang kompleks karena terkait ruang, waktu dan sistem isiologis dan genetik. Namun demikian, secara umum sebab utama burung‐burung melakukan migrasi adalah untuk menghindari musim dingin di belahan bumi utara atau selatan dengan cara melakukan perjalanan panjang menuju daerah tropis yang merupakan tempat mencari makan sementara selama musim dingin. Burung‐burung tersebut akan kembali ke daerah asal pada saat musim dingin berakhir untuk bersiap‐siap memasuki musim berbiak. Indonesia sebagai negara yang berada di daerah tropis dan posisinya di antara Benua Asia dan Australia, menjadi salah satu daerah utama yang dilewati dan disinggahi burung‐burung bermigrasi dari Asia Utara dan Australia. Tercatat sekitar 150 spesies dari total spesies burung Indonesia adalah burung bermigrasi. Burung‐burung dapat dikategorikan menjadi beberapa kelompok, yaitu burung pemangsa bermigrasi, burung air (burung laut dan burung pantai), burung hutan dan burung passerin bermigrasi. Burung pemangsa bermigrasi seluruhnya berasal dari Famili Accipitridae yang berjumlah 22 spesies (Zulki li et al. 2012, Nijman 2001, Germi and Waluyo 2006, Germi et al. 2009). Sebagian besar spesies‐spesies tersebut berasal dari belahan bumi utara, antara lain Sikep madu asia (Pernis ptylorhynchus), alang‐alap cina (Accipiter solensis), elang alap nipon (Accipiter gularis) dan elang paria (Milvus migran); dua spesies alap‐alap, yaitu alap‐alap layang Falco cenchroides dan alap‐alap Australia Falco longipennis berasal dari
  • 46. 70|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati termasuk Museum Zoologicum Bogoriense (Puslit Biologi – LIPI) tahun 1963‐1971. Beberapa tahun kemudian, kerja sama antara LIPI, Kementrian Kehutanan, JICA dan Yamashina Institute for Ornithology Jepang beserta beberapa universitas seperti Universitas Padjadjaran dan Universitas Andalas serta lembaga swadaya masyarakat melanjutkan program serupa di berbagai lokasi di Indonesia. Seiring merebaknya kasus lu burung pada tahun 2006. Puslit Biologi‐ LIPI, Kementrian Kehutanan dan Indonesian Ornthologist Union (IdOU) membentuk Indonesian Birds Banding Scheme (IBBS). IBBS yang berpusat di Pusat Penelitian Biologi‐LIPI merupakan implementasi pentingnya badan yang meregulasi penandaan burung migran. Pembentukan IBBS didukung oleh Pemerintah Australia melalui Department Environtment, Water, Heritage and Arts dan Puslit Biologi LIPI menandatangani memorandum of understanding yang membantu pengadaan alat dan pelatihan training penandaan burung pada tahun 2009‐ 2011. 3.2.1.1.3 Am ibia Jumlah am ibia dunia diperkirakan lebih dari 6.433 spesies (www.currentresults.com/environment‐ Fats/Plants‐Animals/numbers.php). Hingga kini, di Indonesia tercatat 385 spesies dari 12 famili atau 2 ordo (Lampiran 3). Secara berurutan jumlah spesies di pulau‐pulau utama tercatat tertinggi di Papua (151 ), Kalimantan (141 ) Sumatra (91 ), Jawa (41 ), Sulawesi (36 ), Maluku (24 ) dan terendah dari kawasan Nusa Tenggara (19 ) (Gambar 29). Indramayu, Tanjung Pasir, Cianjur Selatan, Jawa Barat; Ujung Pangkah dan Wonorejo, Jawa Timur (Tirtaningtyas & Philippa 2009, Iqbal et al. 2012, Iqbal & Hasudungan 2008). Spesies‐spesies yang sering tercatat dalam jumlah besar adalah cerek kernyut (Pluvialis fulva ), Cerek besar (Pluvialis squatarola), cerek‐ pasir mongolia (Charadrius mongolus), cerek‐pasir besar (Charadrius leschenaultii), biru‐laut ekor‐blorok (Limosa lapponica ), biru‐laut ekor‐ hitam (Limosa limosa ), trinil‐lumpur asia (Limndoromus semipalmatus), trinil kaki‐merah (Tringa totanus), trinil‐kaki hijau (Tringa nebularia), trinil Nordmann (Tringa guttifer), trinil semak (Tringa stagnatilis), gajahan pengala Numenius phaeopus), gajahan besar (Numenius arquata), kedidi besar (Calidris tenuirostris), kedidi merah (Calidris canutus ), dan kedidi golgol (Calidris ferruginea). Selain dari kedua kelompok diatas, burung bermigrasi yang paling mudah dilihat adalah layang‐layang Asia atau Hirundo rustica. Burung ini agak berbeda dalam perilaku dibandingkan dengan kelompok burung pemangsa dan burung air, dimana mereka memilih untuk singgah dan tinggal sementara di area urban dibandingkan ekosistem alami. Pada musim bermigrasi antara akhir bulan September‐Maret, Layang‐layang Asia banyak menggunakan struktur bangunan sebagai tempat bertengger seperti tiang dan kabel listrik, selain pohon‐pohon peneduh di pinggir jalan. Akti itas penandaan burung bermigrasi telah lama dilakukan, dimulai dari proyek The Monitoring Avian Productivity and Survivorship Program (MAPS) dimotori oleh US Army Research and Development Group bekerja sama dengan berbagai lembaga Indonesia
  • 47. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 71 Indonesia diperkirakan ada 48 spesies (Lampiran 4). Reptilia yang sering bermigrasi antar pulau atau antar negara seperti penyu‐penyuan tercatat ada enam spesies (Chlonidae dan Dermochelidae). Dua famili reptil yang perlu mendapat perhatian dalam hal ketersediaan data, misalnya Pythonidae (ular sanca) dan Varanidae (biawak) karena seluruh spesies di kelompok ini dapat diperdagangkan. Perdagangannya diatur berdasarkan konvensi internasional, yaitu CITES. Bahkan, beberapa dari kelompok ini secara nasional oleh Pemerintah Indonesia mendapat perlindungan dan tercatat 3.2.1.1.4 Reptilia Jumlah spesies Reptilia di dunia tercatat sampai saat ini lebih dari 9.084 spesies (www.currentresults.com/ environment‐Fats/Plants‐Animals/ numbers.php). Sedangkan di Indonesia yang sudah terdata sebanyak 723 spesies atau mencakup 8% dari yang ada di dunia (Gambar 30). Jumlah spesies tersebut terdiri dari 4 ordo dan 28 famili. Spesies terbanyak ditemukan di kawasan Kalimantan 227 spesies diikuti oleh Sumatra (224), Papua (208), Jawa (154), Sulawesi (130), Maluku (80) dan paling sedikit dari kawasan Nusa Tenggara (74). Untuk ular laut di Gambar 29 Jumlah spesies am ibia di tujuh kawasan di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)     Percil oriental (Microhyla orientalis) kodok spesies baru yang ditemukan tahun 2013 di Bali dan Jawa (Foto: A Hamidy/LIPI) 
  • 48. 72|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati ikan air tawar (http:// www.iucnredlist.org/initiatives/ freshwater/process/introduction). Dari data yang terhimpun, jumlah ikan air tawar di Indonesia tercatat 1.248 spesies yang terdiri dari 19 ordo dan 101 famili (Lampiran 5). Dari hasil pendataan yang terkumpul, Maluku merupakan kawasan dengan data sebaran air tawar yang sangat minim sehingga data belum dapat di informasikan secara lengkap. Jumlah spesies paling banyak hingga paling sedikit secara berurutan adalah Kalimantan (738 ), Sumatra (594), Papua (422), Jawa (408), Sulawesi (293), Nusa Tenggara (161 ) (Gambar 31). dalam Red List IUCN sehingga mendapatkan status konservasi yang cukup tinggi. Data populasi dan persebaran di seluruh Nusantara perlu diperbaharui untuk mengimbangi volume perdagangan dan menjaga kesinambungan populasinya di alam. Lebih dari 40% jumlah total spesies biawak di seluruh dunia terdapat di wilayah Indonesia. Dari kekayaan yang ada di Indonesia ini, lebih dari 80% nya tersebar di bagian timur, terutama Maluku dan Papua. 3.2.1.1.5 Ikan Air Tawar Sampai saat ini, di dunia dilaporkan ada sekitar 14.000 spesies Gambar 30 Jumlah spesies reptilia di tujuh kawasan di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)   Varanus doreanus (Meyer, 1874) atau dikenal sebagai Biawak ekor biru yang dapat ditemukan di Raja Ampat, Papua (Foto: A Hamidy/Waigeo‐EWIN LIPI) 
  • 49. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 73 spesies Indonesia. Selain karena jumlahnya yang besar, sumber daya manusia yaitu peneliti taksonomi yang membidangi jumlahnya sangat sedikit. Pada umumnya peneliti taksonomi hanya menekuni satu kelompok taksa (misalnya famili atau genus) tertentu. Dari kelompok Insekta data yang relatif lengkap adalah kupu‐kupu. 3.2.1.2.1 Moluska Moluska Indonesia dari kelas Gastropoda (laut, air tawar dan darat) diperkirakan memiliki sekitar 4.000 species, Bivalvia 1.000 species (laut dan air tawar), Scaphopoda (laut) 70 species, Cephalopoda (laut) 100 species dan Amphineura (laut) sulit diterka jumlah spesiesnya. Namun diketahui Amphineura tercatat 3 famili. Sedangkan jumlah spesies Moluska darat Indonesia yang tercatat seperti tertera pada Tabel 12. Jumlah spesies Gastropoda dan Bivalvia terestrial tercatat 2.039 spesies. 3.2.1.2 Invertebrata Kelompok hewan tidak bertulang belakang atau dikenal ada delapan ilum yaitu Annelida, Arthropoda, Cnidaria, Echinodermata, Mollusca, Nematoda, Porifera, Platyhelmintes (http:// www.yale.edu/ynhti/curriculum/ units/1995/5/95.05.08.x.html). Kelompok ini terdiri atas sembilan ilum yaitu Acanthocephala, Annelida, Arthropoda, Cestoda, Coelenterata, Echinodermata, Mollusca, Nematoda, Protozoa, Porifera, dan Trematoda. Di antara kelompok tersebut Arthropoda menduduki sekitar 80% dari jumlah total keanekaragaman fauna. Di antara Arthropoda, Insekta atau serangga merupakan kelompok yang terbesar hampir 60% nya. Oleh karena besarnya, jumlah spesies invertebrata sulit untuk dihitung, banyak di antaranya yang belum teridenti ikasi dan terdata dengan baik. Data yang tersaji belum menggambarkan kekayaan Gambar 31 Jumlah spesies ikan air tawar di enam kawasan di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Kelas  Famili  Spesies  Gastropoda  142  4000  Bivalvia  39  1000  Scaphopoda  1  70  Cephalopoda  13  100  Amphineura  3  data tidak ada  Jumlah  198  5170  Tabel 12 Jumlah spesies moluska Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
  • 50. 74|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati 3.2.1.2.3 Arthropoda Arthropoda merupakan kelompok fauna yang terbesar, yang terdiri atas beberapa kelas, antara lain Crustacea, Diplopoda, Arachnida, Collembola dan Insecta. Kelompok ini dapat dijumpai di berbagai macam habitat. 1. Krustasea Fauna yang dikelompokkan dalam Krustasea meliputi Brachyura (Kepiting), Natantia (Udang) dan Isopoda. Di Indonesia yang sudah banyak diungkapkan adalah kelompok kepiting dan udang. Kelompok yang lain belum banyak diungkap. Krustasea Air Tawar Data yang disajikan di buku ini hanya menggambarkan khusus data krustasea perairan darat. Diperkirakan ada 1200 spesies udang dan kepiting yang terdapat di Indonesia. Data ini merupakan hasil eksplorasi di beberapa wilayah, belum mencakup keseluruhan kepulauan Indonesia. Oleh karena itu masih diperlukan eksplorasi untuk Pulau Jawa merupakan lokasi yang memiliki jumlah spesies tertinggi karena kegiatan ekspedisi banyak dilakukan dibandingkan pulau‐pulau lain di Indonesia. Jumlah Gastropoda dan Bivalvia di pulau Jawa (568) , Sumatra (325), Maluku (319), Sulawesi (261 ), Nusa Tenggara (187), Kalimantan (168) dan paling sedikit di Papua (108) (Tabel 13). 3.2.1.2.2 Nematoda Cacing Nematoda di Indonesia hingga saat ini telah teridentikasi sebanyak 90 spesies dan sebagian besar belum teridenti ikasi. Data cacing yang saat ini ada adalah species yang bersimbiosis hidup dengan satwa liar misalnya dari mamalia, burung, reptilia, am ibia, dan ikan. Jumlah spesies yang sudah teridenti ikasi dari Pulau Jawa (71), Sulawesi (35), Sumatra (28), Maluku dan Nusa Tenggara (masing‐ masing 5 dan 7) (Lampiran 6). Dari hasil pendataan nematoda species yang hidup pada inang‐inang tikus di Sulawesi ada 18 spesies. Ordo  Ind  Sum  Kal  Jaw  Bal  Sul  NT  Mal  Papua  Veneroida  34  8  2  9  0  10  2  2  1  Unionoida  28  7  6  10  0  1  0  4  0  Nuculoida  1  0  0  1  0  0  0  0  0  Archaeopulmonata  125  23  9  41  19  5  11  14  3  Stylommatophora  608  100  37  166  39  72  60  98  36  Mesogastropoda  780  118  79  205  30  124  65  119  40  Basomatophora  107  25  10  27  3  17  10  9  6  Archaeogastropoda  341  42  23  106  10  32  38  68  22  Systellomatophora  15  2  2  3  2  0  1  5  0  Jumlah  2039  325  168  568  103  261  187  319  108  Tabel 13 Moluska (Gastropoda & Bivalvia) terrestrial (PUSLIT BIOLOGI LIPI2014) Ket: Ind (Indonesia), Sum (Sumatera), Kal (Kalimantan), Jaw (Jawa), Bal (Bali), Sul (Sulawesi), NT (Nusa Tenggara), Mal (Maluku), Pap (Papua)
  • 51. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 75 Indonesia secara keseluruhan. Terbatasnya kegiatan ekspedisi menjadi salah satu kendala minimnya informasi yang dapat disajikan terutama dari kawasan Indonesia Timur. Ekplorasi masih diperlukan untuk mengungkap jumlah spesies dan potensi kepiting mangrove. Udang air tawar Dari data yang terkumpul diketahui jumlah spesies udang air tawar di Indonesia ada 122 spesies. Jumlah paling banyak terkumpul dari Sulawesi (64) diikuti kawasan Sumatra (35), Papua (30), Jawa (27 ), Nusa Tenggara (20 ), Kalimantan dan Maluku (19) (Tabel 15). Dari famili Atyidae ditemukan 68 spesies, 52 spesies di antaranya ditemukan di Sulawesi. Dari data tersebut, 38 spesies atau 73% nya adalah endemik pulau tersebut. Udang endemik tersebut hanya ditemukan di mengungkap keanekaragaman spesies dan potensi krustasea air tawar Indonesia, karena baru sekitar 10% yang terungkap dari perkiraan kekayaan yang ada. Kepiting air tawar Sampai saat ini Kepiting air tawar di Indonesia baru tercatat ada 120 spesies (Tabel 14), dengan jumlah paling banyak dari Sulawesi (24) diikuti dari pulau Kalimantan (23), Sumatera (21), Papua (16), Jawa (11), Nusa Tenggara (3) dan Maluku (1). Kepiting mangrove Keanekaragaman kepiting mangrove di Indonesia hingga saat ini tercatat 99 spesies. Kelompok ini paling banyak baru dijumpai di pesisir pantai Sumatra (90 ) (lampiran 7) dan paling sedikit di pesisir Papua. Jumlah spesies ini belum dapat menggambarkan keanekaragaman kepiting mangrove Tabel 14 Kepiting air tawar di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)  Family Genus Species Sumatra Kalimantan Jawa Sulawesi Bali Nusa Tenggara Maluku Papua Potamidae 4 18 9 6 3 0 0 0 0 0 Gecarcinucidae 20 67 7 15 5 20 0 2 1 11 Sesarmidae 4 28 4 1 3 2 3 1 0 2 Hymenosomatidae 4 7 1 1 0 2 0 0 0 3 Jumlah 32 120 21 23 11 24 3 3 1 16 Family Genus Species Sumatra Kaliman tan Jawa Sulawesi Bali Nusa Tenggara Malu ku Papua Palaem onidae 3 47 24 16 20 12 2 8 7 17 Alphei dae 1 2 2             Atyidae 7 73 9 3 7 52 3 12 12 13 Jumlah 11 122 35 19 27 64 5 20 19 30 Tabel 15 Udang air tawar (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
  • 52. 76|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati gugusan Papua. Sejauh ini telah diketahui ada 16 spesies Cherax yang ditemukan di Papua Indonesia dari 18 spesies Cherax yang ditemui di seluruh pulau Papua (termasuk Papua New Guinea) (Tabel 17). 2. Arachnida (Laba‐laba) Arachnida merupakan kelompok arthropoda yang memiliki ciri tubuh terbagi dua bagian, cephalothorax dan abdomen dengan empat pasang kaki. Kelas Arachnida diwakili oleh beberapa gua di daerah karst Maros dan danau‐danau purba Malili (seperti Matano, Mahalona, Towuti, Masapi dan Lantoa) di Sulawesi Selatan, Poso dan Lindu di Sulawesi Tengah. Lobster air tawar genus Cherax dari famili Parastacidae hanya ditemukan di Papua dan Kepulauan Aru. Walaupun secara administratif Kepulauan Aru termasuk Provinsi Maluku, tetapi secara geogra i dan ditinjau dari sejarah geologinya kepulauan ini termasuk kedalam     Udang air tawar endemik danau Towuti (a) Caridina glaubrechti (b) Caridina woltereckae. (Foto: diambil dari Lukhaup, C. (2009))    Genus Species Aru Misool Papua Papua Barat PNG Cherax (Astaconephrops) albertisii 1 1 Cherax (Astaconephrops) boesemani 1 Cherax (Cherax) boschmai 1 Cherax (Cherax) buitendijkae 1 Cherax (Cherax) communis 1 Cherax (Cherax) holthuisi 1 Cherax (Cherax) longipes 1 Cherax (Astaconephrops) lorentzi 1 Cherax (Astaconephrops) lorentzi arua 1 Cherax (Astaconephrops) minor 1 Cherax (Astaconephrops) misolicus 1 Cherax (Astaconephrops) monticola 1 Cherax (Cherax) murido 1 Cherax (Cherax) pallidus 1 Cherax (Cherax) paniaicus 1 Cherax (Cherax) papuanus 1 Cherax (Cherax) peknyi 1 Cherax (Cherax) solus 1 Jumlah 1 1 12 2 3 Tabel 16 Pola distribusi lobster air tawar Cherax di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
  • 53. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 77 3. Collembola Collembola merupakan salah satu kelompok Hexapoda tidak bersayap yang sebagian besar kelompok ini hidup di tanah. Indonesia memiliki keanekaragaman Colembola sebanyak 20 famili dengan jumlah spesies diperkirakan sekitar 1500 spesies, namun yang telah teridenti ikasi baru 375 spesies (Tabel 18). Kelompok ini sangat penting dalam proses perombakan bahan organik di tanah. Karena perannya dalam tersebut, Collembola juga sering dianggap sebagai kelompok penyubur tanah. Beberapa spesies Collembola rentan terhadap perubahan lingkungan dan ada juga yang dapat mengakumulasi logam berat di dalam ususnya. Karena kemampuannya tersebut, tidak jarang Collembola dimanfaatkan sebagai bioindikator keadaan tanah. Manfaat Collembola sebagai bioindikator keadaan tanah ini belum pernah diterapkan di Indonesia. Jumlah spesies yang terungkap hingga kalajengking (Scorpiones), kalacuka (Uropygi), kalacemeti (Amblypygi), kalajengking palsu (Pseudoscorpiones), Opiliones, Schizomida, Palpigradi, Solifugae, Acari dan laba‐laba (Araneae). Penelitian mengenai Arachnida belum banyak dilakukan di Indonesia, sehingga data spesies yang tersedia belum terungkap secara lengkap. Di Indonesia, jumlah spesies Arachnida diperkirakan mencapai 2.489 spesies. Informasi keberadaan spesies Arachnida yang paling banyak berasal dari Jawa, dengan jumlah berkisar 461 spesies sementara dari pulau lain masih belum terkumpul dengan baik. Catatan tentang famili Macrohelidae dan Ixodidae (Ordo Mesostigmata) lebih lengkap dibandingkan famili lainnya. Dari kedua famili tersebut terekam jumlah spesies yang berasal dari Jawa (77 ) lebih tinggi yang kemudian diikuti oleh Sumatra (54 ), Nusa Tenggara (39), Kalimantan (37), Papua (18) (Tabel 17) Ordo  Sumate ra  Jawa  Kaliman tan  Sulaw esi  Nusa Tengg ara  Malu ku  Pap ua  INDO NESIA  Amblypygi  4  10  7  3  2  3  6  30  Araneae  ?  296  ?  ?  ?  ?  ?  1500  Opiliones  ?  44  ?  ?  ?  ?  ?  292  Palpigradi  ?  4  ?  ?  ?  ?  ?  7  Pseudoscorpi ones  ?  14  ?  ?  ?  ?  ?  83  Schizomida  ?  2  ?  ?  ?  ?  ?  5  Scorpiones  ?  8  ?  ?  ?  ?  ?  150  Solifugae  ?  ?  ?  ?  ?  1  ?  1  Uropygi  ?  6  ?  ?  ?  ?  ?  28  Mesostigmata ‐ Machrochelid ae  21  41  17  17  17  4  15  246  Mesostigmata ‐Ixodidae  33  36  20  16  22  10  3  147  Total  58  461  44  36  41  18  24  2489  Tabel 17 Arahnida Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
  • 54. 78|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati Lepidoptera (kupu‐kupu dan ngengat) Kupu‐kupu Kupu‐kupu adalah anggota ordo Lepidoptera yang aktivitas hidupnya dilakukan pada waktu siang hari. Kelompok ini dicirikan oleh sayapnya ketika hinggap kedua pasang sayapnya dilipat. Di antara kelompok serangga, kupu‐kupu memiliki data yang cukup lengkap. Hingga saat ini, di Indonesia tercatat ada 1.900 spesies atau 10,69% dari kupu‐kupu dunia. Berdasarkan catatan yang ada, Nymphalidae merupakan famili dengan jumlah spesies terbanyak di Indonesia (650 spesies atau 34,21% ) sedangkan paling sedikit adalah famili Riodinidae (40 spesies atau 2,11%). Berdasarkan jumlah spesies kupu‐kupu yang ada di Indonesia, saat ini tergolong sangat sedikit karena banyak lokasi yang belum dieksplorasi. Seiring dengan jumlah kajian penelitian dengan proporsi paling banyak dilakukan di Pulau Jawa maka tidak mengherankan jika jumlah spesies yang teridenti ikasi paling banyak ada di Pulau Jawa yaitu 117 spesies sedangkan paling sedikit di Kalimantan (3). 4. Insekta Menurut Nauman et al. 1991, Insekta merupakan salah satu kelas dalam Arthropoda dengan jumlah ordo sangat banyak dan di Indonesia ada sekitar 30 ordo (Tabel 19). Berdasarkan data Insekta yang ada di Indonesia diperkirakan ada 151.847 spesies atau 15% jumlah spesies yang ada di dunia. Famili Sumatra Jawa Kalimantan Nusa Tenggara Sulawesi Maluku Papua Poduromorpha Brachystomellidae 4 1 1 1 Hypogastruridae 11 10 7 6 5 4 Nenuridae 13 17 1 6 15 10 5 Odontellidae 1 2 1 1 3 Onychiuridae 2 2 2 2 2 Tullbergiidae 3 2 3 2 2 Entomobryomorpha Coenaletidae 1 1 Cyphoderidae 2 5 1 4 1 2 Entomobryidae 16 34 14 9 18 18 Isotomidae 20 13 12 15 11 4 Oncopoduridae 2 2 1 Paronellidae 14 20 1 9 12 10 4 Tomoceridae 1 Symphypleona Arrhopalitidae 1 1 1 1 Bourletiellidae 2 1 1 Dicyrtomidae 2 4 1 Katiannidae 2 1 1 Sminthuridae 2 2 2 1 1 Sminthurididae 1 3 Neelipleona Neelidae 2 1 1 2 Total 91 117 3 67 75 65 43 Tabel 18 Jumlah spesies Collembola di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
  • 55. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 79 tetapi aktivitas hidup dilakukan pada waktu malam hari. Ketika hinggap sayap ngengat terbuka atau terentang. Jumlah spesies ngengat jauh lebih tinggi dibanding kupu‐kupu. Banyak di antara spesiesnya yang dalam fase larva menjadi hama penting tanaman pertanian. Kelompok ini belum memiliki data selengkap kupu‐kupu siang. Hingga saat ini diperkirakan ada sekitar 12.000 spesies di Indonesia yang masuk ke dalam 55 famili atau sekitar 10% ngengat dunia yang berjumlah 123.738 Sumatra memiliki angka paling banyak (890) dan kawasan Nusa Tenggara yang paling sedikit (350) (Tabel 20). Jumlah spesies yang tercatat dari Papua yaitu sekitar 466, diperkirakan masih belum mencerminkan jumlah yang sesungguhnya karena eksplorasi ke kawasan tersebut relatif masih sangat terbatas dan belum merata. Ngengat Ngengat atau kupu‐kupu malam merupakan anggota ordo Lepidoptera No  Ordo  No  Ordo  1  Archaeognatha (= Microcoryphia)  16  Neuroptera ‐ sayapjala  2  Blattodea ‐ kecoa, cecunguk  17  Odonata ‐ capung, capung jarum  3  Coleoptera ‐ kumbang  18  Orthoptera ‐ belalang, jangkrik  4  Dermaptera – cocopet  19  Phasmatodea ‐ phasmatodean  5  Diptera ‐ lalat, nyamuk  20  Phthiraptera ‐ kutu busuk  6  Embioptera (=Embiidina)‐ embiopteran  21  Plecoptera ‐ lalat batu  7  Ephemeroptera ‐ lalat sehari‐ ephemeropteran  22  Psocoptera ‐ kutu buku  8  Grylloblattodea – griloblatodean  23  Raphidioptera ‐ ra idiopteran  9  Hemiptera ‐ kepik, wereng, walang sangit  24  Siphonaptera ‐ pinjal  10  Hymenoptera ‐ lebah, tawon, semut, tabuhan  25  Strepsiptera‐ strepsiteran  11  Isoptera ‐ rayap, laron  26  Thysanoptera ‐ trip  12  Lepidoptera ‐ kupu‐kupu, ngengat  27  Thysanura (=Zygentoma) ‐ perak‐ perak  13  Mantodea ‐ belalang sembah  28  Trichoptera ‐ trikopteran  14  Mecoptera – mekopteran  29  Zoraptera‐ zorapteran  15  Megaloptera – megalopteran      Tabel 19 Daftar ordo serangga Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014) Famili  Dunia  Indon esia  Sumat era  Kalim antan  Jawa  Nusa Tengg ara  Sulaw esi  Mal uku  Papu a  Papilionidae  570  120  48  40  37  27  40  43  28  Pieridae  1100  250  53  24  49  41  52  61  100  Nymphalidae  6000  650  271  223  217  130  191  124  160  Lycaenidae  4500  590  322  300  200  100  183  120  140  Riodinidae  1450  40  16  13  12  2  4  2  18  Hesperiidae  4150  250  180  190  125  50  87  30  20  Total  17770  1900  890  790  640  350  557  380  466  Tabel 20 Jumlah spesies Kupu‐kupu di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
  • 56. 80|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati teridenti ikasi, Tingginya jumlah spesies ini dapat dibuktikan dari hasil ekspedisi beberapa kali sebagai contoh dari ekspedisi Mekonga Sulawesi Tenggara pada luasan yang terbatas dapat diperoleh sekitar 997 spesies (Lampiran 9). Tingginya jumlah spesies pada luasan area yang terbatas seperti Mekonga (Sulawesi) tersebut mengindikasikan bahwa keanekaragaman Coleoptera sangat melimpah. Capung dan Capung jarum Keanekaragaman Capung di Indonesia yang diprakirakan sebanyak 1.287 spesies. Sekitar 500 spesies di antaranya dapat dijumpai di kawasan Sunda besar, dengan rincian di Sumatra (263 ), Jawa (174) dan Kalimantan (283). Jumlah spesies endemik Indonesia atau pulau tertentu belum terdata sempurna, namun hingga saat ini data yang terkumpulkan baru mengindikasikan bahwa tercatat ada 24 spesies (Gambar 32). spesies (Lampiran 8). Data yang cukup lengkap baru berasal dari kawasan P. Jawa dan P. Ternate. Seiring dengan survei yang cukup intensif dilakukan jumlah ngengat di Jawa tercatat ada 1.438 spesies sedangkan di P. Ternate dijumpai 171 spesies. Dari sejumlah data ngengat yang ada, ternyata belum ada catatan ngengat berasal dari kawasan Nusa Tengggara karena keterbatasan ekspedisi ke kawasan tersebut. Spesies endemik untuk sementara baru terdata dari kawasan Papua. Kumbang Kumbang (Coleoptera) merupa‐ kan ordo paling besar dengan jumlah spesies terbanyak dibanding ordo lainnya. Di dunia diperkirakan ada sekitar 260.706 spesies dan di Indonesia yang tercatat hingga saat ini ada 21.758 spesies dari 91 famili atau sebesar 8,34% jumlah spesies dunia. Jumlah spesies yang tercatat ini tergolong sangat sedikit karena banyak sekali spesies‐spesies yang masih belum Gambar 32 Jumlah spesies Capung Indonesia (LIPI2014)