Dokumen tersebut membahas tentang keanekaragaman hayati Indonesia yang disusun oleh beberapa lembaga pemerintah seperti LIPI, Bappenas, KLHK, dan KP3N. Dokumen ini menjelaskan tentang ekosistem alami dan buatan, keanekaragaman spesies hewan, tumbuhan, dan mikroba di Indonesia serta peran mereka bagi pangan, kesehatan, dan lingkungan.
1. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Kementerian PPN/ Bappenas
Kementerian Lingkungan Hidup
Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
2014
Kekinian
Keanekaragaman Hayati
Indonesia
2. Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia
Editor : Prof. Dr. Rochadi Abdulhadi
Prof. Dr. Elizabeth A. Widjaja
Prof. Dr. Yayuk Rahayuningsih
Prof. Dr. Rosichon Ubaidillah, M.Phill.
Prof. Dr. Ibnu Maryanto
Dr. Ir. Joeni Setijo Rahajoe, M.Sc.
Reviewer : Prof. Dr. Eko Baroto Waluyo
Prof. Dr. Gono Semiadi
M. Fadly Suhendra
Sarwendah Puspita Dewi
Penata Isi : Dr Ruliyana Susanti
Eko Sulistyadi, M.Si.
Deden Sumirat Hidayat , S.Sos
Desain Sampul : Deden Sumirat Hidayat , S.Sos
3. Daftar Isi | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| iDaftar Isi | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| i
Daftar isi i
Daftar Tabel iv
Daftar Gambar viii
Kata Pengantar Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia xxii
Kata Pengantar Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional xxiii
Kata Pengantar Menteri Lingkungan Hidup xxiv
Ringkasan Eksekutif xxv
Bab 1 Pendahuluan 1
Bab 2 Keanekaragaman Ekosistem 5
2.1 Ekosistem Alami
2.1.1 Ekosistem Marin (Air Masin)
2.1.1.1 Mintakat Neritik
2.1.1.2 Mintakat Oseanik
2.1.2 Ekosistem limnik (Perairan tawar)
2.1.2.1 Ekosistem sungai
2.1.2.2 Ekosistem danau
2.1.3 Ekosistem semiterestrial
2.1.3.1 Ekosistem mangrove
2.1.3.2 Ekosistem riparian
2.1.4 Ekosistem terestrial (Darat)
2.1.4.1 Ekosistem pantai
2.1.4.2 Ekosistem hutan pamah
2.1.4.3 Ekosistem pegunungan
2.1.4.4 Ekosistem Sub‐Alpin dan Alpin
2.2 Ekosistem Buatan 55
2.2.1 Tegalan
2.2.2 Pekarangan
2.2.3 Persawahan
2.2.4 Kebun Campuran
2.2.5 Kolam
2.2.6 Tambak
Bab 3 Keanekaragaman Species 59
3.1 Keanekaragaman Species Laut
3.1.1. Fauna
3.1.2. Algae
3.1.3. Flora
3.1.4. Mikroba
3.2 Keanekaragaman Spesies Terestrial 66
3.2.1 Fauna
Daftar Isi
4. ii|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar Isi
3.2.1.1. Vertebrata
3.2.1.2. Invertebrata
3.2.1.3. Endemik dan endemisitas fauna
3.2.2 Algae (Alga)
3.2.3 Flora
3.2.3.1. Tumbuhan berspora
3.2.3.2. Spermatophyta
3.2.4 Mikroba
Bab 4 Koleksi Referensi Nasional Keanekaragaman Hayati 115
4.1 Sejarah Koleksi Referensi Nasional 115
4.2 Referensi Fauna 120
4.3 Referensi Flora 124
4.4 Referensi Kultur Mikroba 134
4.5 Referensi Fauna Hidup 138
4.6 Referensi Flora Hidup 141
4.6.1 Koleksi Flora di Kebun Raya Indonesia
4.6.2 Koleksi Flora di Arboretum Indonesia
4.6.3 Koleksi plasma nutfah
Bab 5 Keanekaragaman Genetika 147
5.1 Hewan 147
5.1.1 Perikanan
5.1.2 Peternakan
5.2 Tanaman 157
5.2.1. Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Tanaman
5.2.2. Tanaman Pangan
5.2.3. Hortikultura
5.2.4. Tanaman perkebunan dan industri
5.2.5. Tanaman Hutan
5.2.6. Pelestarian
5.2.7. Sumber Daya Genetik Tanaman Pangan dan Pertanian
(SDGPP) dan Pengetahuan Tradisional terkait SDGPP
5.3 Mikroba 180
Bab 6 Peran Keanekaragaman Hayati 183
6. 1 Pangan 183
6. 1.1 Sumber Pangan Utama
6. 1.2 Sumber Pangan Cadangan
6. 1.3 Peran Mikroba untuk Pengolahan Pangan
6. 1.4 Kawasan Lindung Pertanian untuk Ketahanan Pangan
6. 2 Kesehatan 200
6.2.1 Sumber Bahan Kosmetika dan Obat Tradisional
6.2.2 Sumber Pustaka Kimia
5. Daftar Isi | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| iii
6.2.3 Peranan Kehati Mikroba untuk Obat
6. 3 Sumber Energi Terbarukan 207
6. 4 Jasa Ekosistem (Ekosistem services) 210
6.4.1 Binatang Penyerbuk (Polinator) untuk Meningkatkan Produksi
Pertanian dan Konservasi tumbuhan Berbunga (Angiospermae)
6.4.2 Binatang sebagai pemencar biji untuk konservasi ekosistem
6.4.3 Mikroba sebagai agen pupuk organik hayati dalam pemenuhan
kebutuhan pangan berkelanjutan sebagai bagian jasa ekosistem
6.4.4 Peran Mikroba Mengatasi Pencemaran Lingkungan Dalam Jasa
Lingkungan
6.4.5 Strategi pengelolaan jasa lingkungan
Bab 7 Spesies Asing Invasif 235
7.1 Pengertian Spesies Asing dan Invasif
7.2 Jenis‐jenis spesies asing dan invasif di Indonesia
7.3 Introduksi IAS di Indonesia
7.4 Dampak dan bahaya keberadaan IAS
7.5 Permasalahan
7.6 Prospek IAS di masa depan
7.7 Resiko Analisis, upaya‐upaya pengendalian dan pengelolaan
7.8 Regulasi IAS dalam usaha pencegahan
Bab 8 Indikator Biologi 253
8.1 Binatang sebagai Bioindikator
8.2 Tumbuhan sebagai Bioindikator
8.3 Mikroba sebagai Bioindikator
Bab 9 Kehilangan Keanekaragaman Hayati 261
9.1 Kehilangan Keanekaragam Hewan
9.2 Kehilangan Keanekaragaman Tumbuhan
9.3 Kehilangan Keanekaragaman Mikroba
Bab 10 Perlindungan dan Penyelamatan Keanekaragaman Hayati 283
10.1 Kriteria Perlindungan Kehati
10.2 Kawasan Perlindungan Kehati
10.2.1 Kawasan in‐situ
10.2.1.1 Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam
10.2.1.2 Cagar Biosfer dan World Heritage
10.2.1.3 Taman buru
10.2.1.4 Kawasan konservasi perairan darat (Danau)
10.2.1.5 Kebun Raya
10.2.1.6 Taman Kehati
10.3 Inisiasi dan Legislasi
10.4 Strategi Penyelamatan Habitat dan Spesies
6. iv|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar isi
10.5 Fauna dan Flora dalam IUCN Red Data List
10.6 Perlindungan Bioresouces melalui Kearifan Tradisional (
Tabu, Sakral/Keramat)
10.6.1 Sumber Daya Genetik dan Pengetahuan Tradisional
10.6.2 Pelestarian spesies‐spesies lokal (padi) di masyarakat
tradisional
10.7 Bencana Biologi
10.7.1 Potensi Zoonosis sebagai Bencana Biologi
10.7.2 Penanggulangan Zoonosis di Indonesia
Prospek Kehati: Tantangan dan Harapan 335
Daftar Pustaka 339
Daftar Penulis Buku 353
Lampiran 359
7. Daftar Tabel | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| v
Tabel 1 Beberapa fauna laut dalam di Indonesia
Tabel 2 Jumlah dan Luas Danau di Indonesia
Tabel 3 Luas dan penyebaran hutan mangrove di Indonesia
Tabel 4 Lokasi hutan mangrove untuk perlindungan satwa liar di Indonesia
Tabel 5 Luas sebaran lahan rawa gambut di Indonesia dari berbagai sumber
Tabel 6 Perbandingan keadaan lingkungan di luar dan di dalam gua
Tabel 7 Jumlah individu Arthropoda tanah di Maros dari luar gua (Suhardjono dkk
2003)
Tabel 8 Jumlah fauna laut yang ditemukan di perairan Indonesia (PUSLIT BIOLOGI
LIPI 2014)
Tabel 9 Jumlah Famili dan Spesies dari lima Philum Echinodermata di Indonesia dan
sekitarnya (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Tabel 10 Jumlah spesies krustasea laut (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Tabel 11 Jumlah spesies Polychaeta di perairan Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Tabel 12 Perkiraan jumlah spesies tikus dan kelelawar untuk setiap pulau‐pulau kecil
diluar 5 pulau utama di Indonesia (Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan
Papua) (Maryanto & Higashi 2012)
Tabel 13 Jumlah spesies moluska Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Tabel 14 Moluska (Gastroda & Bivalvia)terrestrial (LIPI2014)
Tabel 15 Kepiting air tawar di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Tabel 16 Udang air tawar (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Tabel 17 Pola distribusi lobster air tawar Cherax di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI
2014)
Tabel 18 Arahnida Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Tabel 19 Jumlah jenis Collembola di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Tabel 20 Ordo‐ordo serangga yang mendiami Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Tabel 21 Jumlah spesies Kupu‐kupu di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Tabel 22 Keanekaragaman beberapa famili anggota Ordo Hymenoptera dan Diptera
yang sudah terungkap di Indonesia (LIPI2014)
Tabel 23 Lebah madu di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Tabel 24 Jumlah spesies Orthoptera (LIPI2014)
Tabel 25 Jumlah spesies, endemik dan endemisitas ikan air tawar (PUSLIT BIOLOGI LIPI
2014)
Tabel 26 Endemisitas krustasea air tawar (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Tabel 27 Prioritas spesies Krustasea untuk mendapatkan perlindungan kawasan
konservasi (LIPI2014)
Tabel 28 Jumlah spesies kupu‐kupu endemik (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Tabel 29 Ekstrapolasi jumlah spesies setiap pulau dan presentase endemisitasnya
(LIPI2014)
Tabel 30 Ekspedisi Museum Zoologicum Bogoriense sebelum kemerdekaan Republik
Indonesia (LIPI, 2014)
Tabel 31 Perbandingan koleksi spesimen burung di MZB dan status jenis burung di
Indonesia (LIPI, 2014).
Tabel 32 Peta persebaran koleksi di Indonesia sejak Herbarium Bogoriense didirikan
(LIPI2014).
Tabel 33 Jumlah koleksi tumbuhan di Kebun Raya Indonesia (hingga Juni 2013)
Tabel 34 Komodoti unggulan tanaman pangan dan pertanian
Tabel 35 Daftar varietas lokal durian yang sudah didaftar
Tabel 36 Daftar varietas lokal durian yang sudah didaftar
Tabel 37 Varietas liar Musa acuminata dan M. balbisiana yang terdapat di Indonesia
Tabel 38 Kultivar lokal pisang yang sudah didaftar
Tabel 39 Varietas hasil pemuliaan yang sudah didaftar
Tabel 40 Varietas lokal yang sudah dilepas
Daftar Tabel
8. vi|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar Tabel
Tabel 41 Kultivar unggul buah lokal yang terdapat di Balai Penelitian Buah Tropika
Tabel 42 Spesies tanaman hutan prioritas untuk penelitian dan pengembangan
Tabel 43 Konservasi genetic beberapa spesies prioritas tanaman hutan
Tabel 44 Beberapa lokasi pelestarian ex‐situ sumber daya genetik tanaman hutan
Tabel 45 Jenis bahan dan produk pangan yang melibatkan keberadaan mikroba.
Tabel 46 Mikroba yang berperan dalam proses enzimatik bahan pangan.
Tabel 47 Beberapa mikroba yang telah berhasil diisolasi dari berbagai lingkungan dan
dikarakterisasi sifat dan potensi pemenafaatan sebagai penghasil bahan obat
Tabel 48 Tabel Daftar mikroba utama agen biyang induk (starter) Pupuk Organik
Hayati (POH) dan perannya dalam menunjang produksi tanaman (Prashar et
al. 2014)
Tabel 49 Mikroba penyubur perakaran
Tabel 50 Contoh Ikan asing invasif berbahaya (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Tabel 51 Strategi terkait dengan keberadaan IAS
Tabel 52 Tabel jenis Antropozoonosis yang teridenti ikasi tersebar di Indonesia
Tabel 53 Spesies endemik dan hasil monitoring (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Tabel 54 Populasi mikroba bermanfaat pada beberapa perubahan ekosistem hutan
(Antonius dkk, 2011)
Tabel 55 Kawasan konservasi Indonesia
Tabel 56 Luas kawasan hutan Indonesia berdasarkan fungsi
Tabel 57 Kawasan Hutan di Indonesia (Ditjen PHKA, Kemenhut 2014)
Tabel 58 Tabel danau
Tabel 59 Taman Kehati yang telah dibentuk sejak tahun 2008 bersumber pada APBN
dari Kementrian Lingkungan Hidup.
Tabel 60 Daerah Penting Burung (DPB) Indonesia
Tabel 61 Daerah Burung Endimik (DBE) di Indonesia
Tabel 62 Jumlah dan Luas Danau di Indonesia
Tabel 63 Daerah Penting Burung Kawasan Kalimantan (Burung Indonesia)
Tabel 64 Kawasan konservasi harimau sumatra dan organisasi yang terlibat
(Departemen Kehutanan 2007)
Tabel 65 Perkiraaan jumlah individu harimau Sumatra yang tersingkir dari habitat
Tabel 66 Perkiraan jumlah individu harimau Sumatra yang tersingkir dari habitat alami
Tabel 67 Keberadaan harimau Sumatra
9. Daftar Gambar | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| vii
Gambar 1 Diagram pro ile tipe ekosistem dari laut, pantai hingga pegunungan alpin
Gambar 2 Zonasi di perairan laut (Literatur acuan)
Gambar 3 Hamparan terumbu karang spesies Acropora di Pulau Tokong Berlayar,
Kepulauan Anambas (Foto: AM Siregar/CCDP‐IFAD)
Gambar 4 Tumbuhan yang hidup pada padang lamun (Foto: D.J. Setyono/LIPI)
Gambar 5 Tipe vegetasi yang dapat ditemukan di Indonesia (Sumber Kartawinata
2013)
Gambar 6 Hutan pantai berpasir (Foto: Suhardjono/LIPI)
Gambar 7 Ipomoea pes‐caprae (B) yang mendominasi formasi pes‐caprae di ekosistem
pantai (Foto: Suhardjono/LIPI) dan Baringtonia asiatica (B. Bunga, C. Buah)
yang mendominasi formasi Baringtonia (Foto: A Supriyatna/LIPI)
Gambar 8 Canopy dari hutan dipterokarpa, memperlihatkan tumbuhan emergen dari
jenis Shorea laevis (Foto: R. Susanti/LIPI)
Gambar 9 Hutan kerangas di Desa Bawan Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan
Tengah (Foto: Joeni SR/LIPI).
Gambar 10 Rhodendron tumbuhan yang dapat ditemukan di Habbema, Papua salah satu
contoh ekosistem alpin (Foto: AP Keim/LIPI)
Gambar 11 Hutan notofagus salah satu tipe hutan yang dapat ditemukan pada
ekosistem alpin (Foto: JS Rahajoe/LIPI)
Gambar 12 Gua Kalepale di Pulau Waigeo, Papua dengan ornamen gua yang sangat
indah (Foto: C. Rahmadi/LIPI)
Gambar 13 Peta sebaran kawasan karst di Indonesia: kawasan karst (Disalin dari
Surono et al. 1999).
Gambar 14 Pro il gua menunjukkan pembagian berbagai tipe zona gua (Modi ikasi dari
Howarth 1980).
Gambar 15 Kecoak gua raksasa, Miroblatta baai, yang endemik di Karst Sangkulirang,
Kalimantan Timur (Foto: C Rahmadi/LIPI)
Gambar 16 Koloni kelelawar pemakan buah, Rousettus amplexicaudatus di mulut Gua
Ngerong, Tuban Jawa Timur (Foto: C Rahmadi/LIPI)
Gambar 17 Kepiting gua dari Waigeo hasil ekpedisi Widya Nusantara LIPI 2007. Atas:
Karstarma ardea, bawah: Karstarma waigeo (Foto: C Rahmadi/LIPI)
Gambar 18 Diagram pro il tanah.
Gambar 19 Jumlah spesies dan famili Collembola pada setiap plot
Gambar 20 Jumlah spesies serangga tanah pada setiap plot
Gambar 21 Jumlah spesies dan famili Collembola pada setiap plot
Gambar 22 Kondisi koral Indonesia masa lalu dan saat ini (Jompa 2013)
Gambar 23 Jumlah spesies mamalia berdasarkan tujuh kawasan di Indonesia (PUSLIT
BIOLOGI LIPI 2014)
Gambar 24 Jumlah spesies burung di tujuh kawasan di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI
2014)
Gambar 25 Jumlah spesies am ibia di tujuh kawasan di Indonesia (LIPI2014)
Gambar 26 Jumlah spesies reptilia di tujuh kawasan di Indonesia (LIPI2014)
Gambar 27 Jumlah spesies ikan air tawar di enam kawasan di Indonesia (LIPI2014)
Gambar 28 Jumlah spesies Capung Indonesia (LIPI2014)
Gambar 29 Lebah sebagai polinator yang penting (a) Lebah madu (nama latin?) (b) Apis
cerana (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Gambar 30 Jankrik raksasa (Sea ferox)
Gambar 31 Endemisitas fauna vertebrata Indonesia (%) (LIPI2014)
Gambar 32 Contoh sebaran utama pulau pulau dengan endemisitas kelawar dan tikus
yang tinggi (LIPI2014)
Gambar 33 Beberapa burung yang ditemukan sejak tahun 2000 s.d 2013 di Indonesia,
(a) Melipotes carolae dari Papua yang dideskripsi tahun 2007 (Foto: Bruce
M. Beehler/CI) dan (b) Tyto almae yang ditemukan di Pulau Buru dan
dideskripsi tahun 2013 (Tri Haryoko/ Puslit Biologi‐LIPI)
Gambar 34 Kondisi algae di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Gambar 35 Sebaran alga berdasarkan pulau (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Daftar Gambar
10. viii|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar Gambar
Gambar 36 Jumlah alga berdasarkan ilumnya (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Gambar 37 Keanekaragaman kriptogram di Indonesia (LIPI2014)
Gambar 38 Data Kriptogam per pulau di Indonesia (LIPI2014)
Gambar 39 Jamur yang dapat ditemukan di Indonesia. a. Marasmius sp.; b. Collybia sp.;
c. Boletus sp.; c. Marasmiellus sp.; d. Marasmius aurantiobasalis; dan e.
Hidropus. (Foto: A Retnowati/LIPI) (LIPI2014)
Gambar 40 Jumlah jenis‐jenis dalam kelompok kriptogam di Indonesia (LIPI2014)
Gambar 41 Histogram jumlah paku‐pakuan di Indonesia tahun 2013 (LIPI2014)
Gambar 42 Histogram jumlah Gymnospermae di Indonesia per pulau (PUSLIT BIOLOGI
LIPI 2014)
Gambar 43 Peta koleksi Gymnospermae di Herbarium Bogoriense (LIPI2014)
Gambar 44 Histogram Angiospermae di Indonesia per pulau (LIPI2014)
Gambar 45 Jumlah spesies mikroba yang ditemukan di Indonesia.
Gambar 46 Gedung Landbouw Zoologisch Museum yang saat ini menjadi ruang pamer
Museum Zoologicum Bogoriense (LIPI, 2014)
Gambar 47 Logo Museum Zoologicum Bogoriense yang diciptakan oleh Dr. A. Diakonoff
dan Dr. M.A. Lieftinck (LIPI, 2014)
Gambar 48 Gedung Widyasatwaloka, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi‐LIPI
(LIPI, 2014).
Gambar 49 Koleksi basah (kiri) dan koleksi kering (kanan) yang menjadi metode
pengawetan spesimen di Museum Zoologicum Bogoriense (LIPI, 2014).
Gambar 50 Kiri: ruang penyimpanan koleksi kering, Kanan: ruang penyimpanan koleksi
basah (LIPI, 2014).
Gambar 51 Spesimen holotype Melipotes carolae dengan label merah dari Papua yang
dideskripsi tahun 2010 (LIPI, 2014).
Gambar 52 Komposisi koleksi fauna MZB. Spesimen serangga merupakan koleksi
terbesar (LIPI, 2014).
Gambar 53 Komposisi jumlah spesimen type di MZB (LIPI, 2014).
Gambar 54 Gambar lokasi koleksi spesimen fauna dari berbagai kelompok takson (LIPI,
2014).
Gambar 55 Perbandingan antara jumlah jenis takson dari kelompok vertebrata yang
sudah terkoleksi oleh MZB dan jumlah jenis takson tersebut di Indonesia
(LIPI, 2014).
Gambar 56 Kolesi specimen herbarium di Herbarium Bogoriense (LIPI2014)
Gambar 57 Koleksi type di Herbarium Bogoriense (LIPI2014)
Gambar 58 Jumlah koleksi specimen di Herbarium Bogoriense (LIPI2014)
Gambar 59 Koleksi specimen Algae dan tumbuhan berspora di Herbarium Bogoriense
berdasarkan jumlah famili. (LIPI2014)
Gambar 60 Koleksi specimen tumbuhan berbunga berdasarkan jumlah famili
(LIPI2014)
Gambar 61 Jumlah lembar koleksi tumbuhan berbunga di Herbarium Bogorinese
(LIPI2014)
Gambar 62 Indeks kerapatan koleksi per pulau di Indonesia hingga tahun 1950
(LIPI2014)
Gambar 63 Peta persebaran koleksi spesies Jamur sebelum (a) dan sesudah (b)
kemerdekaan (LIPI2014)
Gambar 64 Peta persebaran koleksi spesies Paku‐pakuan sebelum (a) dan sesudah (b)
kemerdekaan (LIPI2014)
Gambar 65 Peta persebaran koleksi spesies Gymnospermae sebelum (a) dan sesudah
(b) kemerdekaan (LIPI2014)
Gambar 66 Peta persebaran koleksi spesies Monocotyledon sebelum (a) dan sesudah
(b) kemerdekaan (LIPI2014)
Gambar 67 Peta persebaran koleksi spesies Jamur sebelum (a) dan sesudah (b)
kemerdekaan (LIPI2014)
Gambar 68 Jumlah isolat pada koleksi kultur mikroba referensi nasional (InaCC). 93
Gambar 69 Peta Persebaran Kebun Raya di Indonesia (Sumber: TPKR, 2013)
Gambar 70 Peta Rencana Pengembangan Kebun Raya di Indonesia (Sumber: Witono
dkk., 2012)
Gambar 71 Ikan arwana irian (Scleropages jardinii) (Foto : A Tjakra/LIPI)
Gambar 72 Peta umbi‐umbian di Pulau Sulawesi
Gambar 73 Pemetaannya umbi‐umbian berdasarkan jenis batuan.
11. Daftar Gambar| Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| ix
Gambar 74 Kincir Angin Pejuang Eco Village di Desa Tapak Bumi Karangantu Serang
Banten (http://www.indonesianvillage.com/2011/09/09/1599/
#sthash.ipBWx90i.dp)uf
Gambar 75 Persentase fruit set pada 10 tandan buah kelapa sawit (kiri) dan proporsi
(%) buah terserbuki dan tidak (kanan) (Kahono et al. 2013) (PUSLIT
BIOLOGI LIPI 2014)
Gambar 76 Contoh sebagian keselarasan antara cara penyerbukan struktur bunga
(PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Gambar 77 Skema cara kerja kelompok mikroba penambat N di alam
Gambar 78 Jumlah jenis lora, fauna dan mikroba invasif (Wijaya dkk 2011)
Gambar 79 Kelompok mikroba Invasif yang dijumpai di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI
LIPI 2014)
Gambar 80 Distribusi titer virus Nipah dan Hendra pada serum kalong di Menado
Sulawesi Utara dan Pontianak Kalimantan Barat dengan uji Serum
Netralisasi (Sendow 2013)
Gambar 81 Kemunculan penyakit pada manusia yang bersumber dari mamalia 202
Gambar 82 Jumlah spesies virus yang unik (dari ICTV taksonomi) untuk setiap ordo
mamalia dari tinjauan banyak literatur (From Olival, Bogich et al.,
unpublished)
Gambar 83 Perubahan luasan tutupan lahan dari tahun 2000 hingga 2009 di Indonesia
(PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Gambar 84 Contoh Hilangnya spesies tumbuhan endemic di Sulawesi Tengah (Widjaja
2013)
Gambar 85 Gra ik jumlah jenis ikan asli di Sungai Ciliwung (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Gambar 86 Gra ik % kehilangan jenis Ikan asli di Sungai Ciliwung (PUSLIT BIOLOGI
LIPI 2014)
Gambar 87 Gra ik % kehilangan jenis ikan asli di berbagai Situ DAS Ciliwung (PUSLIT
BIOLOGI LIPI 2014)
Gambar 88 Gra ik jumlah jenis krustasea asli di Sungai Ciliwung (PUSLIT BIOLOGI LIPI
2014)
Gambar 89 Gra ik % kehilangan jenis krustasea asli di Sungai Ciliwung (PUSLIT
BIOLOGI LIPI 2014)
Gambar 90 Gra ik % kehilangan jenis Ikan asli di DAS Cisadane: sungai (kiri), Situ
(kanan) (Wowor et al. 2010) (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Gambar 91 Spesies‐spesies endemic di Sulawesi (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Gambar 92 Pemetaan spesies endemic pada peta penutupan lahan 2009 di Sulawesi
(PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Gambar 93 Pemetaan species endemic yang ditemukan dan yang tidak diketemukan
pada tutupan lahan 2009 di Sulawesi Tengah (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Gambar 94 Histogram lora di Sulawesi diikuti oleh species endemic dan preci (PUSLIT
BIOLOGI LIPI 2014)
Gambar 95 Peta spesies endemic di Sulawesi Selatan (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Gambar 96 Keberadaan populasi mikroba umum dalam kaitannya tingkat pencemaran
logam berat pada lokasi sampling berdasar jarak dari sumber polutan di
Sungai Cikijing, Rancaekek‐Bandung (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Gambar 97 Populasi mikroba agen denitri ikasi dan aktivitas reduksi Nitrat pada lokasi
sampling berdasar jarak dari sumber polutan di Sungai Cikijing, Rancaekek‐
Bandung (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Gambar 98 Limbah buangan pabrik tekstil yang masuk saluran irigasi persawahan (A),
sampling tanah sawah tercemar logam berat limpasan limbah (PUSLIT
BIOLOGI LIPI 2014)
Gambar 99 Kawasan Konservasi di Indonesia
Gambar 100 Jumlah propinsi dan kabupaten yang telah mengembangkan taman kehati
pada tahun 2012‐2013.
Gambar 101 Spesies lora dan fauna yang dilindungi
Gambar 102 Pro il kehati Sulbarþ
Gambar 103 Pro il kehati JABAR
Gambar 104 Corremap‐CTI. 2012 Direktorat jenderal kelautan, pesisir dan pulau‐pulau
kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan
12. x|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar Gambar
Gambar 105 Kawasan penting biodiversitas kawasan Wallacea (Burung Indonesia 2013)
Gambar 106 Strategi silvo isheries untuk peningkatan produktivitas perikanan dan
peningkatan habitat fauana migran
Gambar 107 Elang Jawa, Spizaetus bartelsi (foto Fahrul P Amama)
Gambar 108 Maleo, Macrocephalon maleo (foto Fahrul P Amama) 248
Gambar 109 Areal perlindungan karnivora punca perairan (habitat buaya di sungai
Mapam)
Gambar 110 Status Flora dan Fauna dalam IUCN Red data list
Gambar 111 Jumlah spesies yang dilindungi setiap kelas pada lora
Gambar 112 Status konservasi fauna di Indonesia
Gambar 113 Status lora fauna berdasarkan habitatnya di alam (PUSLIT BIOLOGI PUSLIT
BIOLOGI LIPI 2014)
Gambar 114 Keragaman spesies burung pada beberapa tipe penggunaan lahan
(Noerdjito & Maryanto 2001)
13. Kata Pengantar | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| xi
Kata Pengantar Kepala
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
21. Daftar Pustaka| Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| xvii
obatan, energi dan sandang, hingga jasa
penyedia air dan udara bersih,
perlindungan dari bencana alam, dan
regulasi iklim. Keanekaragaman hayati
juga dimanfaatan untuk perkembangan
sosial, budaya dan ekonomi umat
manusia.
Indonesia merupakan negara
kepulauan beriklim tropis yang terletak
di dua benua yaitu Asia dan Australia,
dan dua samudra yaitu Samudra Pasi ic
dan Hindia dengan posisi 6oLU – 11oLS
dan 95oBT – 141oBT. Saat ini, baru
13.466 pulau yang sudah dikenali dan
diberi nama dari total jumlah pulau
sekitar 17.000 pulau yang dimiliki
Indonesia. Luas daratan Indonesia
adalah 1.919.440 km2 dan luas perairan
3.257.483 km2 dengan garis pantai
sepanjang 54.716 km. Secara geologis,
Indonesia dilalui oleh dua jalur
pegunungan muda dunia yaitu
Pegunungan Mediterania di sebelah
barat dan Pegunungan Sirkum Pasi ik di
sebelah timur. Adanya dua jalur
pegunungan tersebut menyebabkan
Indonesia banyak memiliki gunung api
yang aktif dan sering disebut sebagai
“the paci ic ring of ire”, serta rawan
terjadinya gempa bumi. Secara
biogeogra is, bentang alam Indonesia
membentuk bioregion yang dapat di
pisahkan antara biogeogra i lora dan
fauna Asia dan Australasia sehingga
terbentuklah adanya garis Wallacea dan
garis biogeogra i sperti Weber, dan garis
Lydekker. Dengan posisi tersebut ,
menyebabkan Indonesia mempunyai
keanekaragaman hayati yang sangat
tertinggi, dan mungkin lebih tinggi
Buku “Kekinian Keanekaragaman
Hayati Indonesia” menyajikan ulasan
status terkini dari semau aspek
keanekaragaman hayati Indonesia mulai
dari kekayaan, pemanfaatan hingga
upaya perlindungannya. Data dan
informasi dari berbagai Institusi riset,
kementrian teknis (Kehutanan, Kelautan
dan Perikanan, Pertanian), Lembaga
swadaya masyarakat dan perguruan
tinggi terkait telah dihimpun untuk
memperkaya informasi buku ini. Semua
informasi dalam buku ini merupakan
pemutakiran informasi yang pernah ada
dan merupakan landasan utama untuk
pengelolaan keanekaragaman hayati
secara benar, khusunya untuk menilai
kembali target nasional pengelolaan
keanekaragaman hayati di Indonesia.
Keanekaragaman hayati atau
”Biological diversity “ dapat
diterjemahkan sebagai semua makluk
yang hidup di Bumi, termasuk semua
spesies tumbuhan, binatang dan
mikroba. Spesies‐spesies didalam
keanekaragaman hayati berhubungan
satu dengan yang lainnya dan saling
membutuhkan untuk tumbuh dan
berkembang, sehingga membentuk
suatu sitem kehidupan. Para ilmuwan
sepakat mengelompokkan
keanekaragaman hayati menjadi tiga
kategori yaitu kenekaragtaman
ekosistem, sepesies dan genetika.
Keanekaragaman hayati merupakan
komponen penting dalam
keberlangsungan bumi dan seisinya
termasuk eksistensi manusia. Berbagai
jasa dan layanan keanekaragaman hayati
sudah dimanfaatkan sejak manusia ada,
mulai dari sebagai sumber pangan, obat‐
Ringkasan Eksekutif
22. xviii|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar Pustaka
diuraikan, mulai dari ekosistem laut
dalam, laut dangkal, pantai (termasuk
padang lamun dan mangrove) , ekositem
dataran rendah (termasuk hutan
dipterocarpa, hutan kerangas, gambut,
karst, danau dll), hutan pegunungan
bawah, hutan pegunungan atas, sub‐
alpin hingga alpin. Selain itu eksositem
buatan mulai dari sawah, tegalan,
pekarangan, kebun, tambak, empang
telah diuraikan secara singkat. Semua
ekosistem buatan juga dihuni oleh
ribuan spesies lora, fauna dan mikroba.
Secara khusus ekosistem esensial seperti
Karst, gambut dan mangrove dibhas
sesuai dengan fungsi dan konservasi
keanekaragaman hayati sserta
pemanfaatannya.
Secara umum, kekayaan
keanekaragaman hayati Indonesia
belum semuanya diketahui baik jumlah
spesies maupun potensinya. Luasnya
kawasan Indonesia dan kurangnya ahli
taksonomi baik lora, fauna maupun
mikroba merupakan hambatan utama
dalam upaya mengungkapkan
keanekaragaman hayati Indonesia
secara tuntas dan benar. Data yang ada
masih bercerai berai dan belum
terkumpul dengan baik dari berbagai
pustaka dan database. Sedangkan
pendataan secara digital sangat lamban
dilakukan karena kurangnya perhatian
pemerintah akan pentingnya data dasar
dalam mengembangkan sumber daya
hayati Indonesia ke kancah pemanfaatan
bersekala komersial. Kekayaan
keanekaragaman hayati Kelautan dan
keanekaragaman hayati terrestrial
sebagian sudah diungkapkan, namun
sebagian besar masih ada di alam dan
belum kita eksplorasi, bahkan beberapa
spesies akan terancam kepunaan dan
banyak yang punah sebelum kita
dibandingkan dengan Brazil dan Kongo,
apabila semua sumber daya hayati yang
ada di laut dan darat sudah diekplor
semua. Keanekaragamn ekosistem yang
terbentang dari Indonesia bagian timur
hingga barat, di laut dan di darat serta
pada setiap pulau telah menyakinkan
kita bahwa Indonesia sangat kaya akan
keanekaragaman spesies dan genetik.
Hingga saat ini, keanekaragaman species
telah tercatat ada algae 1500 spesies
algae, tumbuhan berspora (seperti
Kriptogam) yaitu yang berupa jamu
80.000 spesies, lumut kerak 595
spesies, paku‐pakuan 2.197 spesies,
tumbuhan berbiji ada 30.000 – 40.000
spesies lora (15.5% dari total jumlah
lora di dunia). Sedangkan untuk fauna
8157 spesies, vertebrata
(mamalia,burung, herpetofauna,dan
ikan), kupu‐kupu 1900 spesies (10 %
dari spesies dunia). Selain itu, keunikan
geologi Indonesia, menyebabkan
tingginya endemisitas lora, fauna
maupun mikroba. Indonesia memiliki
endemisitas spesies fauna yang sangat
tinggi bahkan untuk beberapa kelompok
seperti burung, mamalia dan reptile
memiliki endemisitas tertinggi di dunia.
Spesies fauna endemik Indonesia atau
tidak ditemukan di tempat lain adalah
masing‐masing 270 spesies mamalia,
386 spesies burung, 328 spesies reptile,
204 spesies amphibia, 280 spesies ikan.
Kekayaaan keanekaragaman
ekosistem Indonesia sangat
menakjubkan dan diketahui sekitar
tujuh puluh empat dan membentuk
formasi satu dengan yang lain yang
sangat komplek. Variasi ekositem
tersebut meyakinkan bahwa setiap
ekosistem sarat dengan kekayaan
jumlah spesies lora dan fauna.
Pemetaan ekosistem telah dilakukan dan
23. Daftar Pustaka| Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| xix
Kenekaragaman gentetika yang
merupakan Sumber Daya Genetika
(SDG) Hewan, tanaman dan mikroba
telah diuraikan dari aspek kekayaan,
pemeliharaan dan pemanfaatannya.
Sumber Daya Genetika pada hewan
diuraikan secara jelas dan di
kelompokkan dalam SDG perikanan dan
peternakan baik yang sudah
didomestikasi maupun yang masih liar.
Sedangkan pada tanaman disebutkan
kultivar‐kultivar tanaman yang sudah
didomestikasi dan dilepaskan sebagai
bibit unggul dan juga yang masih liar.
Dalam membahas SDG tumbuhan
maupun hewan tidak terbatas pada
kekayaan genetik tetapi juga diuraikan
pemanfaatannya. Sementara SDG
mikroba yang dijelaskan adalah jenis‐
jenis mikroba yang sudah dimanfaatkan
baik dalam pangan dan kesehatan. Strain
lokal yang diperoleh misalnya dari
tempe, tape, yoghurt, oncom, kecap, roti
dan sebagainya. Contohnya
Lactobacillus, Streptococcus, Pediococcus
cerevisiae, Acetobacter. Sedangkan fungi
yang digunakan dalam bermacam‐
macam produk misalnya Rhyzophys
oryzae, Neurospora sitophila, juga
diuraikan. Selain itu juga ada mikorba
yang dapat membantu mendekomposisi
bahan organik seperti sampah sehingga
mengurai sampah dan bisa menjadikan
sebagai pupuk tanaman.
Peran dan fungsi keanekaragaman
Hayati baik untuk kebutuah manusia
mapun untuk tujuan pengelolaan
ekosistem telah banyak diungkap. Peran
langsung keanekaragaman hayati yang
sudah dirasakan adalah untuk pangan,
kesehatan, sumber energi terbarukan
dan layanan jasa ekosistem, seperti
penyedia air dan udara bersih, estetika
dan untuk kebudayaan. Spesies hewan,
ketahui. Neraca jumlah spesies dan nilai
setiap spesies untuk dimanfaatankan
secara komersial juga masih timpang
karena terkendala akan beberapa data
dasar dan teknologi bioindustri.
Pengelolaan koleksi referensi
spesies keanekaragaman hayati
Indonesia sudah dirintis sejak jaman
penjajahan belanda di akhir tahun
1980an. Koleksi sebagia referensi ilmiah
digunakan untuk menunjang berbagai
cabang penelitian keanekaragaman
hayati mulai penelitian taksonomi,
biologi melekuler hingga bioteknologi.
Koleksi referensi disimpan dalam
bentuk spesimen mati atau spesimen
hidup. Spesimen mati digunakan sebagai
spesimen acuan antara lain spesimen
museum (berupa spesimen utuh,
tengkorak, sarang burung, telur, kulit,
DNA darah, hati, rambut, bulu,
serangga), spesimen herbarium kering,
herbarium basah dan fosil. Sedangkan
spesimen hidup seperti biji, kultur,
tumbuhan hidup atau hewan hidup
disimpan untuk konservasi di lembaga
konservasi eks situ. Koleksi spesimen
mati fauna telah di simpan di Referensi
Koleksi Nasional di Bidang Zoologi
(Museum Zoologicum Bogoriense‐LIPI)
yang merupakan koleksi referensi fauna
Indonesia terbesar ke‐tiga di dunia.
Koleksi spesimen mati lora telah di
simpan di Referensi Koleksi Nasional di
Bidang Botani (Herbarium Bogoriense‐
LIPI) yang merupakan koleksi referensi
herbarium Indonesia terbesar ke‐dua di
dunia. Sedangkan koleksi hidup fauna
tersebar di 56 Lembaga konservasi
eksitu termasuk, kebun binatang, taman
safari, taman satwa dan sebagainya.
Spesimen hidup lora tersebar di Kebun
Raya, Taman Kehati, arboretum dan lain
sebagainya
24. xx|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Daftar Pustaka
keperluan lahan perkebunan dan
pertanian baru. Selain itu masuknya
species asing invasif juga penyebab
hilangnya keanekaragaman hayati.
Dengan mengemukakan masukkan
spesies asing ke Indonesia dan menjadi
invasif telah memaksa semua pihak
untuk memperhatikan secara serius.
Karena dampak dan bahayanya serta
pemasalahan yang timbul oleh
masukkan spesies asing telah kita
ketahui, sehingga regulasi dalam usaha
pencegahannya perlu segera di
undangkan.
Kerusakan ekosistem dan habitat
dan berujung pada hilangnya
Keanekaragaman hayati telah dibahas.
Dalam menguji kerusakan habitat akibat
pencemaran air darat dan polusi udara
menjadi perhatian serius. Salah satu uji
untuk mengetahui kerusakan ekosistem
diuraikan peran indikator biologi atau
kita kenal dengan “bioindicator”.
Didalam buku ini diuraikan pemanfaatan
indikator biologi dengan binatang,
tumbuhan dan mikroba yang berfungsi
sebagai indikator terjadinya kerusakan
ekosistem, penanda ketinggian tempat,
terjadinya polusi dan sebagainya.
Spesies yang dipakai telah diketahui dan
dipraktekkan di beberapa lokasi.
Kerusakan ekosistem dari
berbagai sebab yang telah diuraikan
memunculkan perhatian khusus
terhadap rangkaian bencana. Salah
satunya adalah “ Bencana Biologi”.
Sehubungan dengan itu upaya
pencegahan bencana harus dilakukan
lebih dini dan strategi penyelamatan
perlu dirancang secara benar.
Pembentukan kawasan Konservasi
kadangkala tidak memperhatikan
rangkaian bencana dan tentu tidak akan
menjamin kelestarian spesies yang
tanaman dan mikroba yang bermanfaat
untuk sumber pangan utama terutama
untuk sumber protein misalnya sapi,
kambing, domba, ayam, babi, sedangkan
dari tanaman misalnya kacang‐
kacangan. Untuk sumber pangan
cadangan misalnya jenis‐jenis yang
jarang dimakan sebagai sumber pangan
utama misalnya itik, kelinci sedangkan
pada tanaman misalnya uwi, gembolo‐
gembili, gadung, suweg, iles‐iles.
Hubungan antara keanekaragaman
hayati dengan perkembangan dan
pembangunan pertanian di Indonesia
diulas agar dapat dipetik manfaat
keanekaragaman hayati yang belum
dibudidayakan. Sehingga domestikasi
satwa liar yang memiliki potensi untuk
menjadi hewan ternak menjadi
perhatian dalam buku ini. Selain itu
perubahan yang cepat dalam
pembangunan pertanian di beberapa
negara selama beberapa dekade terakhir
telah memicu peningkatan produktivitas
di lahan pertanian kita melalui proses
intensi ikasi, konsentrasi dan
spesialisasi. Upaya menciptakan habitat
pertanian yang sehat dengan modi ikasi
dan penyederhanaan teknologi dan
pemanfaatan keanekaragaman hayati
lokal sangat disarankan.
Pengelolaan keanekaragaman
hayati Indonesia banyak dihadapkan
pada masalah yang sangat komplek.
Upaya pemerintah dalam melakukan
pengelolaan terus dilakukan dengan
mengeluarkan berbagai kebijakan dan
regulasi. Namun demikian kehilangan
keanekeragaman hayati Indonesia terus
akibat kesalahan dalam pembangunan
infrastruktur untuk berbagai keperluan,
seperti pembangunan fasilitas gedung
perkantoran dan perumahan, jalan,
pembukaan kawasan industri dan
25. Daftar Pustaka| Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| xxi
Lembaga Swadaya Masyarakat serta
masyarakat adat. Berbagai regulasi dan
peraturan adat telah dikeluarkan untuk
melindungi dan sekaligus memanfaatkan
secara berkelanjutan. Saat ini,
pemerintah Indonesia melalui
kementerian teknis telah menetapkan
737 spesies lora dan fauna untuk
dilindungi melalui berbagai aturan dan
regulasi, termasuk UU, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Menteri,
Peraturan Daerah dan Peraturan Desa
atau adat.
Semoga buku ini memberikan
landasan untuk merumuskan visi baru
dan arah kebijakan yang jelas terhadap
pengelolaan keanekaragaman hayati
Indonesia. Khususnya memberi jawaban
dan diterima secara luas oleh
masyarakat luas bahwa upaya untuk
melindungi dan meningkatkan
keanekaragaman hayati perlu
ditingkatkan secara signi ikan. Sebagai
bagian dari konvensi, Indonesia
diharapkan untuk merevisi strategi
nasional dan rencana aksi untuk
pengelolaan keanekaragaman hayati dan
masuk dalam jejaring keanekaragaman
hayati global.
dilindungi. Bencana biologi juga
diakibatkan masuknya zoonosis baru
dari satwa liar baik satwa asing maupun
asli Indonesia.
Hilangnya keanekaragaman hayati
Indonesia menjadi bahasan dari buku
ini. Hilangnya keanekaragaman hayati
telah diketahui akibat alih fungsinya tata
guna lahan, pengambilan di alam yang
berlebihan dan tanpa direncanakan,
adanya jenis asing yang merajai suatu
tempat sehingga punahnya jenis asli dan
adanya polusi yang menyebabkan
hilangnya penyerbuk lora yang penting
bagi kelangsung hidup lora tersebut dan
tidak terjadinya erosi genetika.
Beberapa spesies lora dan fauna yang
terancam punah diungkapkan dengan
beberapa daftar yang juga dikeluarkan
oleh badan dunia IUCN. Kriteria
keterancaman diuraikan untuk
memberikan panduan dalam
menetapkan keterancaman kepunahan.
Memperhatikan ancaman
kehilangan keanekaragaman hayati
Indonesia, berbagai upaya perlindungan
dan penyelamatan telah dilakukan oleh
pemerintah melalui kementrian teknis
(Kehutanan, Kelautan dan Perikanan,
dan Pertanian) dan oleh suwasta dan
29. Bab I Pendahuluan| Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 1
ring of ire” (Gambar 1), serta rawan terjadi
gempa bumi. Gunung berapi di Indonesia
dibentuk oleh 3 lempengan tektonik aktif
yaitu lempengan Eurasia, Pasi ik dan Indo‐
Australia. Letusan gunung berapi yang
sangat dahsyat yang pernah terjadi di
Indonesia adalah Gunung berapi di Toba
yang menghasilkan kaldera Danau Toba
yang terjadi 74000 SM, dan G. Krakatau
tahun 1883. Meletusnya G. Tambora pada
tahun 1815 menyebabkan kegagalan panen
di Eropa Utara, Timur Laut Amerika dan
Timur Kanada di tahun 1816 yang dikenal
dengan istilah “Year without summer”. Saat
ini Gunung paling aktif di Indonesia adalah
G. Kelud dan G. Merapi di Pulau Jawa. G.
Kelud setidaknya tercatat sudah lebih dari
30 kali meletus, sehingga termasuk tingkat
ke 5 dari Indeks eksplosif gunung berapi
(Volcanic Explosivity Index). Sementara itu G.
Merapi telah mengalami erupsi setidaknya
80 kali)
Indonesia merupakan negara
kepulauan yang terletak di kawasan Asia
Tenggara, di antara a benua Asia dan
Australia, dan Samudra Pasi ik dan Hindia.
Jumlah pulau yang dimiliki Indonesia
mencapai 17.000 buah dimana m 13.466
pulau sudah bernama dan 11000 pulau
sudah berpenghuni. Secara keseluruhan luas
daratan Indonesia mencapai 1.919.440 km2
dan luas perairan 3.257.483 km2 dengan
garis pantai sepanjang 54.716 km
(Bakosurtanal 2012), Secara astronomi,
Indonesia terletak diantara 6°LU – 11°LS dan
95°BT – 141°BT, karena itul Indonesia
termasuk daerah tropik. Secara geologi,
Indonesia dilalui oleh dua jalur pegunungan
muda dunia yaitu Pegunungan Mediterania
di sebelah barat dan Pegunungan Sirkum
Pasi ik di sebelah timur. Adanya dua jalur
pegunungan tersebut menyebabkan
Indonesia memiliki banyak gunung api yang
aktif dan sering disebut sebagai “the paci ic
Bab 1
Pendahuluan
Gambar 1. The Paci ic Ring of Fire
30. 2|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab I Pendahuluan
dan bahkan tertinggi untuk keanekaragaman
hayati lautnya.Kekayaan ini harus dapat
dimanfaatkan dan dikelola dengan optimal
sehingga memberikan manfaat bagi negara
secara khusus dan dunia secara umum. Hal
ini mengingat dampak yang terjadi di satu
negara akan berperilaku seperti efek domino
dengan rentetatannya ke seluruh wilayah di
dunia, yang umum dikenal sebagai efek
global. Melalui informasi kekinian
keanekaragaman lora dan fauna dengan
segala bentuk ekosistemnya yang terpapar
dalam buku ini diharapkan agar para
pemangku kepentingan dan aparat
pemerintah dapat dengan lebih bijak dan
terbuka memahami tentang potensi, masalah
dan langkah terbaik yang harus dilakukan.
Dengan demikian, buku ini diharapkan dapat
menyediakan data terkini terkait status
kehati Indonesia sebagai acuan untuk
menilai kembali target nasional pengelolaan
kehati di Indonesia.
Semua gatra yang berhubungan
dengan keanekaragaman hayati dengan
catatan segala permasalahan dan potensinya
dibahas dalam buku ini. Dasar ekosistem
sebagai “rumah” semua bentuk kehidupan
akan mengawali pembahasan buku ini
sebagaimana diuraikan dalam Bab 2. Kondisi
kenekaragaman jenis terkini diuraikan
dalam Bab 3. Namun demikian, karena
tersebarnya data kondisi yang diuraikan
Maryanto (2012) membagi Indonesia
menjadi 7 bioregion yaitu Sumatra, Jawa dan
Bali , Kalimantan , Sulawesi , Kepulauan
sunda kecil (lesser sunda island), Maluku dan
Papua . Bioregion adalah kawasan yang
memiliki bentang alam luas serta kekayaan
keanekaragaman hayati yang tinggi yang
memengaruhi fungsi ekosistemnya Menurut
Berg dan Rasmann (1977) bioregion
ditentukan berdasarkan informasi
klimatologi, isiogra i, geogra i lora dan
fauna, sejarah alami dan aspek alami lainnya.
Oleh sebab itu pembagian bioregion
di Indonesia lebih didasarkan biogeogra i
lora dan fauna sehingga terbentuklah
adanya garis Wallacea, garis Weber, dan
garis Lydekker (Gambar 2). Garis Wallace
memisahkan wilayah geogra i fauna Asia dan
Australasia karena Alfred Russel Wallace
menyadari adanya perbedaan pengelompok‐
kan fauna antara Borneo dan Sulawesi dan
antara Bali dan Lombok. Garis ini kemudian
diperbaiki oleh Antonio Pigafetta dan
menggeser garis Wallace ke arah timur
menjadi garis Weber. Garis Lydekker
merupakan garis biogeogra i yang ditarik
pada batasan Paparan Sahul yang terletak
dibagian timur Indonesia.
Dengan keadaan Indonesia tersebut,
menyebabkan Indonesia mempunyai
keanekaragaman hayati tertinggi kedua
setelah Brazil untuk lora dan fauna darat
Gambar 2. Garis Wallace, Webber dan Lydekker (http://kadarsah. iles.wordpress.com/
2007/07/wallaceline.gif)
31. Bab I Pendahuluan| Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 3
alami dan kadangkala titik awal peringatan
terhadap terjadinya kerusakan ekosistem
dan terjadinya polusi dibahas dalam Bab 8.
Pada bab 9 dikemukakan mengenai
Bencana Biologi Sebagai suatu hal yang di
negara ini masih belum menjadi perhatian
mendalam akan diangkat secara sepintas. Ini
mengingat strategi mengenai penanganan
bencana Biologi masih belum terbangun
dengan baik di antara lembaga terkait
maupun secara formal hukum.
Hilangnya keanekaragaman hayati
Indonesia yang berpacu dengan beralih
fungsinya tata guna lahan, pengambilan di
alam yang berlebihan dan tanpa
direncanakan, adanya jenis asing invasif
yang merajai suatu tempat sehingga
punahnya jenis asli dan adanya polusi yang
menyebabkan hilangnya penyerbuk lora
yang penting bagi kelangsung hidup lora
tersebut dan tidak terjadinya erosi genetika
dibahas di Bab 10. Selanjutnya langkah
langkah aturan hukum yang perlu
diperhatikan berkenaan dengan
perlindungan dan penyematan
keanekaragam hayati merupakan bab
penutup buku ini
belum mengungkap keadaan yang
sesungguhnya.Pada Bab 4 menekankan
pentingnya koleksi referensi dan adanya
lembaga rujukan untuk koleksi ilmiah
keankeragaman hayati, untuk digunakan
dalam penelitian keanekaragaman hayati
yang disimpan dalam bentuk specimen mati
atau specimen hidup. Spesimen mati
digunakan sebagai spesimen acuan antara
lain spesimen museum (berupa spesimen
utuh, tengkorak, sarang burung, telur, kulit,
DNA darah, hati, rambut, bulu, serangga),
specimen herbarium kering, herbarium
basah dan fosil. Spesimen hidup seperti biji,
kultur, tumbuhan hidup atau hewan hidup
disimpan untuk konservasi eks situ.
Pada Bab 5 dijelaskan
Keanekaragaman Genetika hewan, tanaman
dan mikrob yang lebih mengarah pada
kelompok budidaya dan yang potensial.
Peran keanekaragaman hayati untuk pangan,
kesehatan, sumber energi terbarukan dan
jasa ekosistem dibahas dalam Bab 6. Dalam
bab ini dikemukakan mengenai jenis‐jenis
hewan, tanaman dan mikroba yang
bermanfaat untuk sumber pangan utama
terutama untuk sumber protein Indikator
biologi yang berfungsi sebagai indikator
35. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 59
3.1 Keanekaragaman Species
Laut
Pengumpulan dan pendataan
sumberdaya hayati kelautan yang ada di
Indonesia merupakan tantangan
tersendiri karena luasnya wilayah
perairan. Di samping itu keahlian tenaga
taksonomi kelautan yang sangat sedikit,
sehingga jumlah sumberdaya fauna yang
terdata di perairan laut Indonesia baru
berkisar 5.319 spesies. Apabila
digabungkan berkut data
tumbuhanseperti mangrove, algae dan
lamun maka jumlahnya menjadi 6.396
spesies (Tabel 8).
Keanekaragaman Species adalah
keanekaragaman di antara mahluk
hidup yang terjadi dalam satu family dan
genus sehingga mengemukakan adanya
perbedaan spesies. Dalam bab ini
keanekaragaman species yang akan
dikemukakan adalah Keanekaragaman
Species Laut dan Keanekaragaman
Species Terrestrial. Keanekaragaman
species laut membahas spesies mahluk
hidup di laut termasuk fauna, lora dan
mikroba. Sedangkan Keanekaragaman
Species Terrestrial adalah
keanekaragaman species yang hidup di
daratan termasuk fauna, lora dan
mikroba. Keanekaragaman genetika
akan diurakan dalam bab berikutnya.
Bab 3
Keanekaragaman Species
Rencana Pembangunan Pusat & Simpul Data Kelautan dan Perikanan
Sumber: Balai Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, disampaikan dalam
Workshop Kehati, 2 April 2014
36. 60|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
(Triaenodon spp) dan Cucut moncong
putih (Carcharhinus amblyrhychos )
(Romimohtarto & Yuwana 1999). Lebih
lanjut Romimohtarto & Yuwana (1999)
menjelaskan bahwa 8 species ikan laut
sudah merupakan komoditi andalan
untuk bahan pangan ekspor, 4 species di
antaranya berpotensi untuk
dibudidayakan. Spesies ikan yang
berasosiasi dan sering dijumpai di
perairan terumbu karang adalah dari
kelompok Pomacentridae, termasuk
"anemon ish" dan "angel ish" dan
kelompok Chaetodontidae, Zanclidae,
Lethrinidae dan Haemulidae
Ekhinodermata pada umumnya
mempunyai permukaan kulit yang
berduri. Duri‐duri yang melekat di
tubuhnya itu bermacam‐macam ada
yang tajam, kasar dan atau hanya berupa
tonjolan saja. Species yang termasuk
kelompok Ekhinodermata adalah
bintang laut (Linckia spp.), bulu babi
3.1.1 Fauna
Dari data fauna laut yang tersedia,
kelompok ikan memiliki jumlah
tertinggi 3.476 spesies (241 famili)
diikuti Echinodermata memiliki,
Polychaeta, karang dan Crustacea (Tabel
7).
Menurut Lagler et al., (1962), ikan
dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu:
Agnata, merupakan ikan primitif seperti
Lampreys dan Hag ishes; ikan bertulang
rawan (Chondrichthyes), misalnya: ikan
cucut (hiu) dan ikan pari (Gambar 25);
dan ikan bertulang sejati (Osteichthyes =
Teleostei). Ikan hiu dan ikan pari yang
biasa tertangkap di perairan Indonesia
a.l. hiu martil (Zygaena sp); hiu caping
(Galeorphynus australis); hiu gergaji
(Lamna nasus ); hiu parang (Alopias
vulpinis) dan hiu biru (Prionace glauca ).
Spesies yang sering dijumpai di daerah
terumbu karang adalah black tip reef
(Carcharhinus spp.), white tip reef
Gambar 25
A. Ikan hiu Carcharinus sorrah dan
B. Ikan pari (Dasyatis kuhlii) yang dapat
ditemukan di perairan Indonesia
(Foto: M Adrim/LIPI)
37. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 61
Keanekaragaman spesies krusta‐
sea laut Indonesia yang tercatat hingga
saat ini ada lima famili dengan jumlah
species paling banyak dimiliki oleh
udang pengko (Stomatopoda) yaitu ada
118 spesies dan paling sedikit famili
Syllaridae hanya 2 spesies (Tabel 9).
Beberapa spesies krustasea memiliki
nilai ekonomi yang penting, misalnya
"lobster" dan udang. Keberadaan
populasi krustasea di alam sudah
semakin menurun, bahkan ada yang
(Diadema spp.), timun laut atau tripang
(Holothuria spp), lili laut (Lamprometra
sp), bintang mengular (Ophiothrix spp.),
mahkota seribu atau mahkota berduri
(Acanthaster spp.) (Lilley 1999). Jumlah
species paling banyak pada
Ekhinodermata dimiliki oleh Kelas
Ophiuroidea yang terdiri atas 142
spesies (11 famili), sedangkan jumlah
paling sedikit dijumpai pada Kelas
Echinoidea ( 84 species dari 21 famili)
(Tabel 8).
Biota Famili Jumlah spesies
Echinodermata 60 557
Polychaeta 44 527
Krustacea (udang dan kepiting) 309
Karang 17 450
Ikan 241 3476
Total 5319
Tabel 7 Jumlah fauna laut yang ditemukan di perairan Indonesia
(PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Kelas Famili Spesies
Crinoidea 8 101
Asteroidea 13 89
Ophiuroidea 11 142
Echinoidea 21 84
Ophiuroidea 7 141
Total 70 557
Tabel 8 Jumlah Famili dan Spesies dari lima Ekhinodermata di Indonesia dan sekitarnya
(PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Tabel 9 Jumlah spesies krustasea laut (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Krustasea laut Jumlah spesies
udang pengko (Stomatopoda) 118
rajungan dan kepiting bakau (Portunidae) 72
udang niaga (Penaeidae) 110
udang pasir dan udang kipas (Syllaridae) 2
udang karang atau lobster (Palinuridae) 7
Total 309
38. 62|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
spesies sponge (Crews 2013), di
Sulawesi Barat paling tidak ada 151
spesies yang termasuk dalam 68 genus,
37 famili.
Koral atau yang lebih dikenal
dengan sebutan karang termasuk
kelompok hewan, tetapi berbentuk
bunga, sehingga seringkali mengecoh
dan dianggap sebagai kelompok
tumbuhan. Koral dibagi dalam
kelompok hermatipik dan ahermatipik.
Kelompok hermatipik merupakan
karang yang mampu membentuk
terumbu karang dengan bantuan sel
algae (zooxanthelae) yang terdapat
dalam jaringan tubuhnya. Kemudian
kelompok ahermatipik yaitu kelompok
yang tidak mempunyai zooxanthella dan
hidup di tempat yang dalam serta tidak
membentuk terumbu karang (Lilley
1999). Menurut pakar koral (Suharsono,
mendekati kepunahan dan perlu
dilindungi, misalnya mimi (Tachypleus
gigas). Menurut Moosa (1984), Moosa &
Aswandy (1984) di perairan Indonesia
diketahui ada enam spesies udang
karang bernilai ekonomis.
Catatan keanekaragaman Poly‐
chaeta (Tabel 10) merupakan data fauna
laut yang cukup lengkap setelah ikan
dan Ekhinodermata. Jumlah spesies
cacing laut (Polychaeta) tercatat paling
banyak masuk dalam famili
Terebellidae (70 species), diikuti oleh
famili Plynoidea (67 species) dan family
Nelerididae (57 species). Sedangkan
family lainnya memiliki jumlah species
kurang dari 35 bahkan hanya ada 1
spesies.
Di Indonesia sponge memiliki
keragaman yang sangat tinggi. Di
seluruh perairan laut di Indonesia
diperkirakan paling tidak ada 850
Famili Spesies Famili Spesies
Nephtyidae 7 Trichobranchidae 2
Paralacydoniidae 1 Eulephetidae 7
Glyceridae 5 Paraonidae 4
Glycinde 1 Ariciidae (Orbiniidae) 3
Dorvilleidae 1 Spionidae 20
Eunicidae 2 Chaetopteridae 10
Sabellidae 7 Chlorhaemidae
(Flabelligeridae)
14
Hartmaniellidae 1 Opheliidae 14
Lumbrineridae 3 Oweniidae 4
Oenonidae 1 Sabellariidae 8
Onuphidae 3 Sternaspidae 5
Pilargidae 7 Amphictenidae (Pectinariidae) 7
Euphrosinidae 1 Ampharetidae 28
Phyllodocidae 2 Terebellidae 70
Polynoidae 67 Polycirridae 7
Magelonidae 3 Hesionidae 10
Cossuridae 1 Nereididae 57
Poecilochaetidae 2 Amphinomidae 38
Cirratulidae 6 Syllidae 33
Capitellidae 8 Aphroditidae 26
Maldanidae ‐ Chrysopetalidae 3
Sigalionidae 27 Serpulidae 1
Total 527
Tabel 10 Jumlah spesies Polychaeta di perairan Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
39. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 63
Bivalvia, Scaphopoda, dan
Cephalophoda. Beberapa spesies
moluska laut di Indonesia mempunyai
nilai ekonomis untuk dibudidayakan.
3.1.2 Algae
Algae banyak dijumpai di daerah
terumbu karang dengan warna yang
bermacam‐macam. Perbedaan warna
tersebut disebabkan oleh kandungan
pigmen (chlorophyl) yang terdapat pada
tumbuhan tersebut. Berdasarkan
warnanya maka algae dapat dibagi
dalam 3 kelompok yaitu: (1)
Chlorophyta, yaitu algae yang
mengandung pigmen berwarna hijau,
P2O LIPI) jumlah spesies koral di
perairan Indonesia yang sudah
diidenti ikasi ada lebih dari 70 spesies.
Perubahan kondisi koral dari tahun
1993 hingga 2011 dapat dilihat pada
Gambar 26.
Moluska merupakan kelompok
hewan yang bertubuh lunak, ada yang
bercangkang dan tidak bercangkang.
Cangkangnya berfungsi untuk
melindungi tubuhnya yang lunak.
Menurut Marwoto & Sinthosari (1999),
moluska ini dibagi dalam 7 kelas yaitu:
Monoplacophora, Polyplacophora,
Aplacophora, Gastropoda, Pelecypoda/
Contoh karang yang dapat ditemukan di perairan Indonesia
(Foto: AM Siregar/ CCDP‐IFAD)
Stylophora sp. Symphyllia sp. Tubipora sp.
Gamba 26 Kondisi koral Indonesia masa lalu dan saat ini (Jompa 2013
40. 64|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
Tumbuhan berbunga lainnya
selain lamun adalah mangrove atau
dikenal juga dengan sebutan bakau.
Tumbuhan ini dapat bertahan hidup
pada perairan yang mempunyai kadar
garam yang tinggi dengan ketersediaan
oksigen yang terbatas. Ciri khas
tumbuhan ini yaitu: akarnya berupa akar
nafas dan akar lutut yaitu akar yang
muncul ke permukaan tanah dan
berfungsi untuk bernafas atau untuk
mengambil kebutuhan oksigen sebanyak
‐banyaknya, sehingga dapat bertahan
hidup apabila terendam air. Bentuk daun
biasanya tebal, untuk menampung air
sebanyak‐banyaknya, sehingga dapat
bertahan hidup di lingkungan yang
berkadar garam tinggi. Macam‐macam
spesies mangrove diantaranya
adalah Avicennia spp., Bruguiera spp.,
Sonneratia spp., Ceriops spp. dan
Rhizophora spp. (Romimohtarto &
Yuwana 1999).
3.1.4 Mikroba
Mikroba di perairan berdasarkan
sifat tropiknya dibedakan atas: (1).
Mikroba autotrof adalah organisme yang
mampu menyediakan/mensintesis
makanan sendiri yang berupa bahan
organik dari bahan anorganik dengan
bantuan energi seperti matahari dan
kimia. Contohnya: Thiobacillus,
Nitrosomonas, Nitrobacter; (2). Mikroba
misalnya: Halimeda sp., Caulerpa sp. dan
Ulva sp. (2) Phaeophyta, yaitu algae yang
mengandung pigmen berwarna coklat,
misalnya: Padina spp., Sargassum spp.
(3) Rhodophyta, yaitu algae yang
mengandung pigmen merah, misalnya:
Gracilaria spp., Eucheuma spp., Gelidium
spp. dan Hypnea spp. (Pratiwi 2006).
Jumlah algae yang dapat ditemukan di
perairan Indonesia dapat dilihat pada
Tabel 11.
3.1.3 Flora
Flora laut yang banyak dijumpai
di perairan pesisir Indonesia adalah
lamun (sea grass). Lamun termasuk
dalam golongan tumbuhan tingkat
tinggi, karena bagian batang, daun,
bunga dan buahnya dapat dibedakan
dengan jelas. Lamun termasuk
tumbuhan berbunga (Angiospermae),
mempunyai daun, rimpang (rhizoma)
dan akar, sehingga mirip dengan rumput
di darat. Kebanyakan lamun hidup di
perairan yang relatif tenang, bersubstrat
pasir halus dan lumpur. Di perairan
Indonesia hanya dikenal 13 spesies, di
antaranya yaitu Halophila spinulosa, H.
decipiens, H. minor, H. ovalis, H. sulawesii,
Enhalus acoroide, Thalassia hemprichii,
Cymodocea serrulata, C. rotundata,
Halodule pinifolia, H. uninervis,
Syringodium isoetifolium dan Ruppia
maritimam (Romimohtarto & Yuwana
1999).
Biota Famili Jumlah spesies
Lamun 2 13
Algae 88 981
Mangrove 20 48
Mangrove Associate 25 35
Total 135 1077
Tabel 11 Jumlah Algae dan lora laut yang ditemukan di perairan Indonesia
(PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
41. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 65
Actinobacteria, α‐proteobacteria, Bacilli,
Bacteroidetes, β‐proteobacteria, Chloro‐
bi, Chroococcales, Clostridia, δ‐
proteobacteria, Erysipelotrichia, γ‐
proteobacteria, Synergistia dan
Zetaproteobacteria. Selain itu juga
ditemukan bakteria yang belum dapat
diidenti ikasi dan belum dapat
dikulturkan. Di lokasi dekat dengan
Menado, diketahui bahwa kelas Bacilli
dan Actinobacteria mendominasi daerah
ini. Kedua kelas ini umumnya terdapat
pada sedimen laut, dan memegang
peranan penting dalam produksi
komponen aktif biologi termasuk dalam
mengoksidasi mangan (Moran et al..
1995, Miranda et al. 2008). Sejumlah
spesies Actinobacteria dan Bacilli sangat
terkenal karena dapat tumbuh pada
suhu yang tinggi (Kurup & Fink, 1975;
Edward, 1993; Song et al., 2001; Petrova
& Vlahov, 2007; Zilda et al., 2009). Dari
plot 3 ditemukan spesies berikut:
Geobacillus caldoproteolyticus,
Thermomonospora chromogena, Thermo‐
baculum terrenum, Thermoactinomyces
vulgaris yang termasuk kelas
Actinobacteria dan Bacillus spp. yang
tergolong dalam bakteri termo ilik. Di
daerah tersebut ditemukan juga bakteri
yang memegang peranan dalam siklus
sulfat, sul it dan sulfur seperti
Desulfatimicrobioium mahrescensis,
Desulfovibrio desulfuricans, Methylarcula
marina, Methylobacillus lagellates,
Methylotenera mobilis, Sul itobacter sp.,
Sulfobaccilus sp., Sulfobacillus
themmosul idoozidan. γ‐Proteobacteria
berhubungan dengan siklus metan dan δ
‐proteobacteria dikelompokkan
termasuk dalam pereduksi sulfat yang
berhubungan dengan oksidasi anaerob
metan (AOM) (David et al.,
2005;Pachiadaki et al. 2010).
heterotrof adalah organisme yang
memanfaatkan bahan‐bahan organik
sebagai makanannya dan bahan tersebut
disediakan oleh organisme lain.
Contohnya antara lain: Saprolegnia sp.,
Candida albicans, Trichophyton rubrum.
Samudera melingkupi sekitar
70% dari seluruh permukaan bumi
dengan estimasi volume air mencapai 2‐
10 x 103 m3 dan kedalaman rata‐rata
3.800 meter. Perairan merupakan
habitat yang baik untuk mikroba karena
di dalam satu liter air terkandung 108‐9
sel bakteri yang diestimasikan mewakili
sekitar 20.000 spesies bakteri (Venter et
al. 2004). Sementara kekayaan spesies
(species richness) dari archaea
diperkirakan mencapai 38.000 spesies
per liter air laut (Huber et al. 2007).
Keanekaragaman hayati mikroba
laut yang melimpah ruah di Indonesia
belum tergarap maksimal.
Keanekaragaman spesies mikroba yang
berasosiasi dengan terumbu karang juga
belum banyak diketahui. Beberapa
spesies mikroba tertentu memang
diketahui hidup bersimbiosis
mutualisme dengan terumbu karang.
Terumbu karang menghasilkan mukus
sebagai sumber makanan mikroba,
sedangkan mikroba dapat menghasilkan
senyawa bioaktif yang mampu
melindungi terumbu karang dari
serangan bakteri yang bersifat patogen.
Berdasarkan penelitian Patantis et al..
(2012) sejumlah genus bakteri dijumpai
di perairan sekitar Sangihe Talaud
meliputi Pseudomonas,
Pseudoalteromonas, Alteromonas, Vibrio,
Shewanella dan bakteri lain yang belum
dapat dikultur (yet uncultured bacteria).
Dari hasil penelitiannya diketahui ada
14 kelas mikroba asal laut sekitar
Sangihe Talaud yaitu Acetobacteraceae,
42. 66|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
yaitu Kelas Mamalia, Aves (burung),
Amphibia, Reptilia, dan Ikan.
3.2.1.1.1 Mamalia
Keanekaragaman species mamalia
di dunia tercatat ada lebih dari 5.490
spesies (www.currentresults.com/
environment‐Fats/Plants‐Animals/
numbers.php), sedangkan di Indonesia
hingga kini tercatat ada 720 spesies
(Lampiran 1) atau lebih dari 13% dari
spesies yang ada di dunia. Dibandingkan
tahun 2011 (Widjaja et al. 2011)
terdapat penambahan jumlah spesies
yaitu sebanyak 18 spesies baru. Spesies
baru yang ditemukan pada umumnya
adalah mamalia kecil khususnya tikus
dan kelelawar. Angka jumlah spesies
baru ini ada kemungkinan akan
bertambah seiring dengan jumlah
ekspedisi yang dilakukan.
Tingginya keanekaragaman
spesies mamalia dan jumlah spesies
yang endemik erat kaitannya dengan
garis biogeogra i yang ada di Indonesia.
Selain garis khayal biogeogra i seperti
Wallace’s, Lydekker’, Weber’s, Maryanto
‐Higashi’s (Maryanto & Higashi 2011), di
Sumatra ada kemungkinan dijumpai
garis biogeogra i lokal mengikuti
persebaran lutung Presbytis melalophos
(Aimi & Bakar 1992). Sedangkan di Jawa,
garis biogeogra i lokal sebagai pembatas
tersamar dijumpai membentang dari
barat (Ujung Kulon) sampai ke Gunung
Slamet yang membatasi sebaran
Nycticebus javanicus dan Presbytis
frediricae. Berbeda dengan pola
persebaran di Kalimantan, garis
biogeogra i lokal secara tersamar
pembatas persebaran berdasarkan
sungai besar. Hal tersebut ditunjukkan
dari endemisitas beberapa spesies
seperti kelompok pengerat (Rodentia)
Di laut dalam yang mempunyai
lingkungan ekstrim yang dicirikan oleh
suhu dingin, tekanan tinggi, cahaya,
nutrien yang kurang sera salinitas air
laut yang tinggi menyebabkan spesies
mikroba yang hidup disini mempunyai
karakter spesi ik dan unik serta
diketahui mempunyai potensi
bioteknologi yang sangat besar. Karakter
tersebut dipunyai oleh bakteri genus
Pseudomonas, Vibrio dan Flavobacterium
yang dianggap mampu hidup di daerah
tersebut.
3.2 Keanekaragaman Spesies
Terestrial
Semua kehidupan organisme
terbagi kedalam lima Kingdom yaitu
Animalia, Tumbuhan, Jamur, Bakteria
dan Protista. Keanekaragaman species
terrestrial merupakan spesies‐spesies
organisme yang hidup di darat dan
terbagi dalam tiga kelompok yaitu fauna
lora dan mikroba.
3.2.1 Fauna
Kingdom Animalia dikelompokkan
kedalam 40 ilum. Dalam mendata
kekayaan fauna Indonesia dibedakan
dua kelompok yaitu Filum Chordata
dan Invertebrata. Kelompok hewan
bertulang belakang mempunyai
perawakan yang dapat dilihat dengan
mata telanjang maka pendataannya jauh
lebih lengkap dibandingkan kelompok
hewan tidak bertulang belakang
(Invertebrata).
3.2.1.1 Vertebrata
Kelompok hewan bertulang
belakang termasuk dalam Filum
Chordata mempunyai perawakan yang
dapat dilihat degan mata telanjang.
Filum Chordata dibagi dalam lima kelas
43. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 67
Hingga saat ini jumlah spesies
Mamalia di pulau‐pulau utama, yaitu
Kalimantan (268 ), Sumatra (257),
Papua (241), Sulawesi (207), Jawa
(193), Maluku (149), Nusa Tenggara
(125) (Gambar 27). Dari mamalia yang
ada, tercatat ordo Rodentia dan
Chiroptera di Indonesia memiliki jumlah
spesies terbesar masing‐masing yaitu
239 dan 228 spesies.
atau subspesies orang utan yang
dibedakan dengan pembatas sungai
besar yang ada. Di Sulawesi garis
pembatas biogeogra i tersamar
berdasarkan sejarah geologi terjadinya
pembentukan pulau tersebut. Hal
tersebut terlihat pada pola distribusi
monyet‐monyet (Macaca spp.) Sulawesi
(Myron et al 2008).
Lutung kelabu (Trachipithecus cristatus) salah satu mamalia dari kelompok primata yang
dapat ditemukan di Indonesia.
Gambar 27 Jumlah spesies mamalia berdasarkan tujuh kawasan di Indonesia (PUSLIT
BIOLOGI LIPI 2014)
44. 68|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
komunitas burung di Indonesia dapat
dibagi menjadi tiga kelompok besar,
yaitu burung‐burung Oriental (Sumatra,
Kalimantan dan Jawa (termasuk Bali)),
burung‐burung Wallacea (Sulawesi,
Nusa Tenggara dan Maluku) dan burung
‐burung Australasia (Papua)
(MacKinnon et al. 1998, Coates & Bishop
1997, Behleer et al. 2001). Jumlah
spesies tertinggi berdasarkan kawasan
berada di Papua (Gambar 28) yang
memiliki jumlah spesies sebanyak 671;
disusul kemudian oleh kawasan Sumatra
(630), Kalimantan (523), Jawa (507),
Sulawesi dan Nusa Tenggara (417) dan
Maluku (365).
Migrasi burung
Migrasi merupakan salah satu
bentuk perilaku satwa khususnya
burung yang sangat fenomenal. Setiap
tahun jutaan burung dari berbagai
spesies melakukan perpindahan besar‐
besaran dalam jangka waktu yang lama
dan jarak yang jauh. Prosesi pergerakan
yang masif ini dapat dengan mudah
diamati sehingga menjadi suatu atraksi
alam yang sangat dinanti‐nanti oleh
kalangan pengamat burung dan
lingkungan, baik yang profesional
3.2.1.1.2 Burung
Indonesia merupakan salah satu
negara utama yang memiliki
keanekaragaman spesies burung
tertinggi di dunia selain Brazil. Jumlah
spesies burung Indonesia yang
dikeluarkan oleh Indonesian
Ornithologist Union (IdOU) adalah 1.599
spesies (Sukmantoro et al. 2007). Seiring
dengan perkembangan teknologi
molekuler dan penemuan‐penemuan
spesies baru di berbagai tempat,
kekayaan spesies burung di Indonesia
telah bertambah menjadi 1.605 spesies,
yang terdiri atas 20 ordo dan 94 famili
(Lampiran 2). Jumlah ini mencakup
sekitar 16% dari total 10.140 spesies
burung di dunia (Bird Life International
2013).
Keanekaragaman spesies burung
di Indonesia sangat dipengaruhi oleh
posisi geogra is Indonesia yang berada
di antara benua Asia dan Australia.
Selain itu, evolusi geologi di wilayah
Sulawesi yang terjadi ribuan tahun
berhasil membentuk komunitas unik di
wilayah tersebut yang dideskripsi
pertama kali oleh Alfred Russel Wallace
dan saat ini dikenal dengan zona
Wallacea. Oleh karena, itu secara umum,
Gambar 28 Jumlah spesies burung di tujuh kawasan di Indonesia
(PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
45. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 69
Australia. Jalur yang telah terpetakan
meliputi Sumatra, Kalimantan, Jawa,
Bali, Nusa Tenggara, dan Sangihe. Dari
catatan tersebut diperkirakan ada dua
jalur utama yang digunakan burung‐
burung tersebut, yaitu Asia Timur,
Indochina dan Indonesia; jalur kedua
tesebut adalah Asia Timur, Filipina dan
Indonesia. Jalur pertama akan melalui
Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Nusa
Tenggara, sedangkan jalur kedua dapat
berujung di daerah Wallacea (Sulawesi
dan Nusa Tenggara), Maluku dan Papua.
Daerah yang dilalui memiliki tipe
ekosistem yang beranekaragam namun
sebagian besar merupakan tipe hutan
pegunungan, terutama di Jawa. Lokasi‐
lokasi penting yang menjadi titik‐titik
pengamatan burung pemangsa
bermigrasi antara lain Puncak, Bogor,
Jawa Barat. Beberapa lokasi utama yang
menjadi pintu masuk ke Indonesia
adalah pulau‐pulau kecil seperti Pulau
Rupat, Riau dan Sangihe, Sulawesi.
Burung air merupakan kelompok
burung bermigrasi terbesar di dunia.
Dalam sekali musim migrasi jumlah
individu dan spesies yang terlibat dalam
ritual ini jauh melebihi kelompok raptor
bermigrasi. Burung air di Indonesia yang
bermigrasi berjumlah sekitar 100
spesies dari berbagai ordo dan famili.
Burung air yang terdiri atas burung
pantai dan burung laut, termasuk yang
paling banyak diamati dan ditandai.
Sifatnya yang selalu membentuk agregat
di lahan‐lahan basah, seperti pantai
berpasir atau paparan lumpur
menjadikan kelompok ini relatif udah
untuk diamati dan dimonitor.
Lokasi‐lokasi penting yang
menjadi pusat pengamatan burung air
antara lain Pantai Cemara, Jambi; Delta
Banyuasin, Sumatera Selatan, P. Bangka;
maupun amatir.
Migrasi burung melibatkan suatu
sistem yang kompleks karena terkait
ruang, waktu dan sistem isiologis dan
genetik. Namun demikian, secara umum
sebab utama burung‐burung melakukan
migrasi adalah untuk menghindari
musim dingin di belahan bumi utara
atau selatan dengan cara melakukan
perjalanan panjang menuju daerah
tropis yang merupakan tempat mencari
makan sementara selama musim dingin.
Burung‐burung tersebut akan kembali
ke daerah asal pada saat musim dingin
berakhir untuk bersiap‐siap memasuki
musim berbiak.
Indonesia sebagai negara yang
berada di daerah tropis dan posisinya di
antara Benua Asia dan Australia,
menjadi salah satu daerah utama yang
dilewati dan disinggahi burung‐burung
bermigrasi dari Asia Utara dan Australia.
Tercatat sekitar 150 spesies dari total
spesies burung Indonesia adalah burung
bermigrasi. Burung‐burung dapat
dikategorikan menjadi beberapa
kelompok, yaitu burung pemangsa
bermigrasi, burung air (burung laut dan
burung pantai), burung hutan dan
burung passerin bermigrasi.
Burung pemangsa bermigrasi
seluruhnya berasal dari Famili
Accipitridae yang berjumlah 22 spesies
(Zulki li et al. 2012, Nijman 2001, Germi
and Waluyo 2006, Germi et al. 2009).
Sebagian besar spesies‐spesies tersebut
berasal dari belahan bumi utara, antara
lain Sikep madu asia (Pernis
ptylorhynchus), alang‐alap cina (Accipiter
solensis), elang alap nipon (Accipiter
gularis) dan elang paria (Milvus migran);
dua spesies alap‐alap, yaitu alap‐alap
layang Falco cenchroides dan alap‐alap
Australia Falco longipennis berasal dari
46. 70|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
termasuk Museum Zoologicum
Bogoriense (Puslit Biologi – LIPI) tahun
1963‐1971. Beberapa tahun kemudian,
kerja sama antara LIPI, Kementrian
Kehutanan, JICA dan Yamashina Institute
for Ornithology Jepang beserta beberapa
universitas seperti Universitas
Padjadjaran dan Universitas Andalas
serta lembaga swadaya masyarakat
melanjutkan program serupa di berbagai
lokasi di Indonesia.
Seiring merebaknya kasus lu
burung pada tahun 2006. Puslit Biologi‐
LIPI, Kementrian Kehutanan dan
Indonesian Ornthologist Union (IdOU)
membentuk Indonesian Birds Banding
Scheme (IBBS). IBBS yang berpusat di
Pusat Penelitian Biologi‐LIPI merupakan
implementasi pentingnya badan yang
meregulasi penandaan burung migran.
Pembentukan IBBS didukung oleh
Pemerintah Australia melalui
Department Environtment, Water,
Heritage and Arts dan Puslit Biologi LIPI
menandatangani memorandum of
understanding yang membantu
pengadaan alat dan pelatihan training
penandaan burung pada tahun 2009‐
2011.
3.2.1.1.3 Am ibia
Jumlah am ibia dunia diperkirakan
lebih dari 6.433 spesies
(www.currentresults.com/environment‐
Fats/Plants‐Animals/numbers.php).
Hingga kini, di Indonesia tercatat 385
spesies dari 12 famili atau 2 ordo
(Lampiran 3). Secara berurutan jumlah
spesies di pulau‐pulau utama tercatat
tertinggi di Papua (151 ), Kalimantan
(141 ) Sumatra (91 ), Jawa (41 ),
Sulawesi (36 ), Maluku (24 ) dan
terendah dari kawasan Nusa Tenggara
(19 ) (Gambar 29).
Indramayu, Tanjung Pasir, Cianjur
Selatan, Jawa Barat; Ujung Pangkah dan
Wonorejo, Jawa Timur (Tirtaningtyas &
Philippa 2009, Iqbal et al. 2012, Iqbal &
Hasudungan 2008). Spesies‐spesies yang
sering tercatat dalam jumlah besar
adalah cerek kernyut (Pluvialis fulva ),
Cerek besar (Pluvialis squatarola), cerek‐
pasir mongolia (Charadrius mongolus),
cerek‐pasir besar (Charadrius
leschenaultii), biru‐laut ekor‐blorok
(Limosa lapponica ), biru‐laut ekor‐
hitam (Limosa limosa ), trinil‐lumpur
asia (Limndoromus semipalmatus), trinil
kaki‐merah (Tringa totanus), trinil‐kaki
hijau (Tringa nebularia), trinil
Nordmann (Tringa guttifer), trinil semak
(Tringa stagnatilis), gajahan pengala
Numenius phaeopus), gajahan besar
(Numenius arquata), kedidi besar
(Calidris tenuirostris), kedidi merah
(Calidris canutus ), dan kedidi golgol
(Calidris ferruginea).
Selain dari kedua kelompok diatas,
burung bermigrasi yang paling mudah
dilihat adalah layang‐layang Asia atau
Hirundo rustica. Burung ini agak berbeda
dalam perilaku dibandingkan dengan
kelompok burung pemangsa dan burung
air, dimana mereka memilih untuk
singgah dan tinggal sementara di area
urban dibandingkan ekosistem alami.
Pada musim bermigrasi antara akhir
bulan September‐Maret, Layang‐layang
Asia banyak menggunakan struktur
bangunan sebagai tempat bertengger
seperti tiang dan kabel listrik, selain
pohon‐pohon peneduh di pinggir jalan.
Akti itas penandaan burung
bermigrasi telah lama dilakukan, dimulai
dari proyek The Monitoring Avian
Productivity and Survivorship Program
(MAPS) dimotori oleh US Army Research
and Development Group bekerja sama
dengan berbagai lembaga Indonesia
47. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 71
Indonesia diperkirakan ada 48 spesies
(Lampiran 4). Reptilia yang sering
bermigrasi antar pulau atau antar
negara seperti penyu‐penyuan tercatat
ada enam spesies (Chlonidae dan
Dermochelidae).
Dua famili reptil yang perlu
mendapat perhatian dalam hal
ketersediaan data, misalnya Pythonidae
(ular sanca) dan Varanidae (biawak)
karena seluruh spesies di kelompok ini
dapat diperdagangkan. Perdagangannya
diatur berdasarkan konvensi
internasional, yaitu CITES. Bahkan,
beberapa dari kelompok ini secara
nasional oleh Pemerintah Indonesia
mendapat perlindungan dan tercatat
3.2.1.1.4 Reptilia
Jumlah spesies Reptilia di dunia
tercatat sampai saat ini lebih dari 9.084
spesies (www.currentresults.com/
environment‐Fats/Plants‐Animals/
numbers.php). Sedangkan di Indonesia
yang sudah terdata sebanyak 723
spesies atau mencakup 8% dari yang ada
di dunia (Gambar 30). Jumlah spesies
tersebut terdiri dari 4 ordo dan 28
famili. Spesies terbanyak ditemukan di
kawasan Kalimantan 227 spesies diikuti
oleh Sumatra (224), Papua (208), Jawa
(154), Sulawesi (130), Maluku (80) dan
paling sedikit dari kawasan Nusa
Tenggara (74). Untuk ular laut di
Gambar 29 Jumlah spesies am ibia di tujuh kawasan di Indonesia
(PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Percil oriental (Microhyla orientalis) kodok spesies baru yang ditemukan tahun 2013 di Bali
dan Jawa (Foto: A Hamidy/LIPI)
48. 72|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
ikan air tawar (http://
www.iucnredlist.org/initiatives/
freshwater/process/introduction). Dari
data yang terhimpun, jumlah ikan air
tawar di Indonesia tercatat 1.248 spesies
yang terdiri dari 19 ordo dan 101 famili
(Lampiran 5). Dari hasil pendataan yang
terkumpul, Maluku merupakan kawasan
dengan data sebaran air tawar yang
sangat minim sehingga data belum dapat
di informasikan secara lengkap. Jumlah
spesies paling banyak hingga paling
sedikit secara berurutan adalah
Kalimantan (738 ), Sumatra (594),
Papua (422), Jawa (408), Sulawesi (293),
Nusa Tenggara (161 ) (Gambar 31).
dalam Red List IUCN sehingga
mendapatkan status konservasi yang
cukup tinggi. Data populasi dan
persebaran di seluruh Nusantara perlu
diperbaharui untuk mengimbangi
volume perdagangan dan menjaga
kesinambungan populasinya di alam.
Lebih dari 40% jumlah total
spesies biawak di seluruh dunia terdapat
di wilayah Indonesia. Dari kekayaan
yang ada di Indonesia ini, lebih dari 80%
nya tersebar di bagian timur, terutama
Maluku dan Papua.
3.2.1.1.5 Ikan Air Tawar
Sampai saat ini, di dunia
dilaporkan ada sekitar 14.000 spesies
Gambar 30 Jumlah spesies reptilia di tujuh kawasan di Indonesia
(PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Varanus doreanus (Meyer, 1874) atau dikenal sebagai Biawak ekor biru yang dapat
ditemukan di Raja Ampat, Papua (Foto: A Hamidy/Waigeo‐EWIN LIPI)
49. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 73
spesies Indonesia. Selain karena
jumlahnya yang besar, sumber daya
manusia yaitu peneliti taksonomi yang
membidangi jumlahnya sangat sedikit.
Pada umumnya peneliti taksonomi
hanya menekuni satu kelompok taksa
(misalnya famili atau genus) tertentu.
Dari kelompok Insekta data yang relatif
lengkap adalah kupu‐kupu.
3.2.1.2.1 Moluska
Moluska Indonesia dari kelas
Gastropoda (laut, air tawar dan darat)
diperkirakan memiliki sekitar 4.000
species, Bivalvia 1.000 species (laut dan
air tawar), Scaphopoda (laut) 70
species, Cephalopoda (laut) 100 species
dan Amphineura (laut) sulit diterka
jumlah spesiesnya. Namun diketahui
Amphineura tercatat 3 famili. Sedangkan
jumlah spesies Moluska darat Indonesia
yang tercatat seperti tertera pada Tabel
12. Jumlah spesies Gastropoda dan
Bivalvia terestrial tercatat 2.039 spesies.
3.2.1.2 Invertebrata
Kelompok hewan tidak bertulang
belakang atau dikenal ada delapan ilum
yaitu Annelida, Arthropoda, Cnidaria,
Echinodermata, Mollusca, Nematoda,
Porifera, Platyhelmintes (http://
www.yale.edu/ynhti/curriculum/
units/1995/5/95.05.08.x.html).
Kelompok ini terdiri atas
sembilan ilum yaitu Acanthocephala,
Annelida, Arthropoda, Cestoda,
Coelenterata, Echinodermata, Mollusca,
Nematoda, Protozoa, Porifera, dan
Trematoda. Di antara kelompok tersebut
Arthropoda menduduki sekitar 80% dari
jumlah total keanekaragaman fauna. Di
antara Arthropoda, Insekta atau
serangga merupakan kelompok yang
terbesar hampir 60% nya. Oleh karena
besarnya, jumlah spesies invertebrata
sulit untuk dihitung, banyak di
antaranya yang belum teridenti ikasi
dan terdata dengan baik. Data yang
tersaji belum menggambarkan kekayaan
Gambar 31 Jumlah spesies ikan air tawar di enam kawasan di Indonesia
(PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Kelas Famili Spesies
Gastropoda 142 4000
Bivalvia 39 1000
Scaphopoda 1 70
Cephalopoda 13 100
Amphineura 3 data tidak ada
Jumlah 198 5170
Tabel 12 Jumlah spesies moluska Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
50. 74|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
3.2.1.2.3 Arthropoda
Arthropoda merupakan
kelompok fauna yang terbesar, yang
terdiri atas beberapa kelas, antara lain
Crustacea, Diplopoda, Arachnida,
Collembola dan Insecta. Kelompok ini
dapat dijumpai di berbagai macam
habitat.
1. Krustasea
Fauna yang dikelompokkan dalam
Krustasea meliputi Brachyura
(Kepiting), Natantia (Udang) dan
Isopoda. Di Indonesia yang sudah
banyak diungkapkan adalah kelompok
kepiting dan udang. Kelompok yang lain
belum banyak diungkap.
Krustasea Air Tawar
Data yang disajikan di buku ini
hanya menggambarkan khusus data
krustasea perairan darat. Diperkirakan
ada 1200 spesies udang dan kepiting
yang terdapat di Indonesia. Data ini
merupakan hasil eksplorasi di beberapa
wilayah, belum mencakup keseluruhan
kepulauan Indonesia. Oleh karena itu
masih diperlukan eksplorasi untuk
Pulau Jawa merupakan lokasi yang
memiliki jumlah spesies tertinggi karena
kegiatan ekspedisi banyak dilakukan
dibandingkan pulau‐pulau lain di
Indonesia. Jumlah Gastropoda dan
Bivalvia di pulau Jawa (568) , Sumatra
(325), Maluku (319), Sulawesi (261 ),
Nusa Tenggara (187), Kalimantan (168)
dan paling sedikit di Papua (108) (Tabel
13).
3.2.1.2.2 Nematoda
Cacing Nematoda di Indonesia
hingga saat ini telah teridentikasi
sebanyak 90 spesies dan sebagian besar
belum teridenti ikasi. Data cacing yang
saat ini ada adalah species yang
bersimbiosis hidup dengan satwa liar
misalnya dari mamalia, burung, reptilia,
am ibia, dan ikan. Jumlah spesies yang
sudah teridenti ikasi dari Pulau Jawa
(71), Sulawesi (35), Sumatra (28),
Maluku dan Nusa Tenggara (masing‐
masing 5 dan 7) (Lampiran 6). Dari hasil
pendataan nematoda species yang hidup
pada inang‐inang tikus di Sulawesi ada
18 spesies.
Ordo Ind Sum Kal Jaw Bal Sul NT Mal Papua
Veneroida 34 8 2 9 0 10 2 2 1
Unionoida 28 7 6 10 0 1 0 4 0
Nuculoida 1 0 0 1 0 0 0 0 0
Archaeopulmonata 125 23 9 41 19 5 11 14 3
Stylommatophora 608 100 37 166 39 72 60 98 36
Mesogastropoda 780 118 79 205 30 124 65 119 40
Basomatophora 107 25 10 27 3 17 10 9 6
Archaeogastropoda 341 42 23 106 10 32 38 68 22
Systellomatophora 15 2 2 3 2 0 1 5 0
Jumlah 2039 325 168 568 103 261 187 319 108
Tabel 13 Moluska (Gastropoda & Bivalvia) terrestrial (PUSLIT BIOLOGI LIPI2014)
Ket: Ind (Indonesia), Sum (Sumatera), Kal (Kalimantan), Jaw (Jawa), Bal (Bali), Sul (Sulawesi), NT
(Nusa Tenggara), Mal (Maluku), Pap (Papua)
51. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 75
Indonesia secara keseluruhan.
Terbatasnya kegiatan ekspedisi menjadi
salah satu kendala minimnya informasi
yang dapat disajikan terutama dari
kawasan Indonesia Timur. Ekplorasi
masih diperlukan untuk mengungkap
jumlah spesies dan potensi kepiting
mangrove.
Udang air tawar
Dari data yang terkumpul
diketahui jumlah spesies udang air
tawar di Indonesia ada 122 spesies.
Jumlah paling banyak terkumpul dari
Sulawesi (64) diikuti kawasan Sumatra
(35), Papua (30), Jawa (27 ), Nusa
Tenggara (20 ), Kalimantan dan Maluku
(19) (Tabel 15).
Dari famili Atyidae ditemukan 68
spesies, 52 spesies di antaranya
ditemukan di Sulawesi. Dari data
tersebut, 38 spesies atau 73% nya
adalah endemik pulau tersebut. Udang
endemik tersebut hanya ditemukan di
mengungkap keanekaragaman spesies
dan potensi krustasea air tawar
Indonesia, karena baru sekitar 10% yang
terungkap dari perkiraan kekayaan yang
ada.
Kepiting air tawar
Sampai saat ini Kepiting air tawar
di Indonesia baru tercatat ada 120
spesies (Tabel 14), dengan jumlah
paling banyak dari Sulawesi (24) diikuti
dari pulau Kalimantan (23), Sumatera
(21), Papua (16), Jawa (11), Nusa
Tenggara (3) dan Maluku (1).
Kepiting mangrove
Keanekaragaman kepiting
mangrove di Indonesia hingga saat ini
tercatat 99 spesies. Kelompok ini paling
banyak baru dijumpai di pesisir pantai
Sumatra (90 ) (lampiran 7) dan paling
sedikit di pesisir Papua. Jumlah spesies
ini belum dapat menggambarkan
keanekaragaman kepiting mangrove
Tabel 14 Kepiting air tawar di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Family Genus Species Sumatra Kalimantan Jawa Sulawesi Bali
Nusa
Tenggara Maluku Papua
Potamidae 4 18 9 6 3 0 0 0 0 0
Gecarcinucidae 20 67 7 15 5 20 0 2 1 11
Sesarmidae 4 28 4 1 3 2 3 1 0 2
Hymenosomatidae 4 7 1 1 0 2 0 0 0 3
Jumlah 32 120 21 23 11 24 3 3 1 16
Family Genus Species Sumatra
Kaliman
tan
Jawa Sulawesi Bali
Nusa
Tenggara
Malu
ku
Papua
Palaem
onidae 3 47 24 16 20 12 2 8 7 17
Alphei
dae 1 2 2
Atyidae 7 73 9 3 7 52 3 12 12 13
Jumlah 11 122 35 19 27 64 5 20 19 30
Tabel 15 Udang air tawar (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
52. 76|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
gugusan Papua. Sejauh ini telah
diketahui ada 16 spesies Cherax yang
ditemukan di Papua Indonesia dari 18
spesies Cherax yang ditemui di seluruh
pulau Papua (termasuk Papua New
Guinea) (Tabel 17).
2. Arachnida (Laba‐laba)
Arachnida merupakan kelompok
arthropoda yang memiliki ciri tubuh
terbagi dua bagian, cephalothorax dan
abdomen dengan empat pasang kaki.
Kelas Arachnida diwakili oleh
beberapa gua di daerah karst Maros dan
danau‐danau purba Malili (seperti
Matano, Mahalona, Towuti, Masapi dan
Lantoa) di Sulawesi Selatan, Poso dan
Lindu di Sulawesi Tengah.
Lobster air tawar genus Cherax
dari famili Parastacidae hanya
ditemukan di Papua dan Kepulauan Aru.
Walaupun secara administratif
Kepulauan Aru termasuk Provinsi
Maluku, tetapi secara geogra i dan
ditinjau dari sejarah geologinya
kepulauan ini termasuk kedalam
Udang air tawar endemik danau Towuti (a) Caridina glaubrechti (b) Caridina woltereckae.
(Foto: diambil dari Lukhaup, C. (2009))
Genus Species Aru Misool Papua Papua Barat PNG
Cherax (Astaconephrops) albertisii 1 1
Cherax (Astaconephrops) boesemani 1
Cherax (Cherax) boschmai 1
Cherax (Cherax) buitendijkae 1
Cherax (Cherax) communis 1
Cherax (Cherax) holthuisi 1
Cherax (Cherax) longipes 1
Cherax (Astaconephrops) lorentzi 1
Cherax (Astaconephrops) lorentzi arua 1
Cherax (Astaconephrops) minor 1
Cherax (Astaconephrops) misolicus 1
Cherax (Astaconephrops) monticola 1
Cherax (Cherax) murido 1
Cherax (Cherax) pallidus 1
Cherax (Cherax) paniaicus 1
Cherax (Cherax) papuanus 1
Cherax (Cherax) peknyi 1
Cherax (Cherax) solus 1
Jumlah 1 1 12 2 3
Tabel 16 Pola distribusi lobster air tawar Cherax di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
53. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 77
3. Collembola
Collembola merupakan salah
satu kelompok Hexapoda tidak bersayap
yang sebagian besar kelompok ini hidup
di tanah. Indonesia memiliki
keanekaragaman Colembola sebanyak
20 famili dengan jumlah spesies
diperkirakan sekitar 1500 spesies,
namun yang telah teridenti ikasi baru
375 spesies (Tabel 18). Kelompok ini
sangat penting dalam proses
perombakan bahan organik di tanah.
Karena perannya dalam tersebut,
Collembola juga sering dianggap sebagai
kelompok penyubur tanah. Beberapa
spesies Collembola rentan terhadap
perubahan lingkungan dan ada juga yang
dapat mengakumulasi logam berat di
dalam ususnya. Karena kemampuannya
tersebut, tidak jarang Collembola
dimanfaatkan sebagai bioindikator
keadaan tanah. Manfaat Collembola
sebagai bioindikator keadaan tanah ini
belum pernah diterapkan di Indonesia.
Jumlah spesies yang terungkap hingga
kalajengking (Scorpiones), kalacuka
(Uropygi), kalacemeti (Amblypygi),
kalajengking palsu (Pseudoscorpiones),
Opiliones, Schizomida, Palpigradi,
Solifugae, Acari dan laba‐laba (Araneae).
Penelitian mengenai Arachnida
belum banyak dilakukan di Indonesia,
sehingga data spesies yang tersedia
belum terungkap secara lengkap. Di
Indonesia, jumlah spesies Arachnida
diperkirakan mencapai 2.489 spesies.
Informasi keberadaan spesies Arachnida
yang paling banyak berasal dari Jawa,
dengan jumlah berkisar 461 spesies
sementara dari pulau lain masih belum
terkumpul dengan baik. Catatan tentang
famili Macrohelidae dan Ixodidae (Ordo
Mesostigmata) lebih lengkap
dibandingkan famili lainnya. Dari kedua
famili tersebut terekam jumlah spesies
yang berasal dari Jawa (77 ) lebih tinggi
yang kemudian diikuti oleh Sumatra
(54 ), Nusa Tenggara (39), Kalimantan
(37), Papua (18) (Tabel 17)
Ordo
Sumate
ra
Jawa
Kaliman
tan
Sulaw
esi
Nusa
Tengg
ara
Malu
ku
Pap
ua
INDO
NESIA
Amblypygi 4 10 7 3 2 3 6 30
Araneae ? 296 ? ? ? ? ? 1500
Opiliones ? 44 ? ? ? ? ? 292
Palpigradi ? 4 ? ? ? ? ? 7
Pseudoscorpi
ones
? 14 ? ? ? ? ? 83
Schizomida ? 2 ? ? ? ? ? 5
Scorpiones ? 8 ? ? ? ? ? 150
Solifugae ? ? ? ? ? 1 ? 1
Uropygi ? 6 ? ? ? ? ? 28
Mesostigmata
‐
Machrochelid
ae
21 41 17 17 17 4 15 246
Mesostigmata
‐Ixodidae
33 36 20 16 22 10 3 147
Total 58 461 44 36 41 18 24 2489
Tabel 17 Arahnida Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
54. 78|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
Lepidoptera (kupu‐kupu dan
ngengat) Kupu‐kupu
Kupu‐kupu adalah anggota ordo
Lepidoptera yang aktivitas hidupnya
dilakukan pada waktu siang hari.
Kelompok ini dicirikan oleh sayapnya
ketika hinggap kedua pasang sayapnya
dilipat. Di antara kelompok serangga,
kupu‐kupu memiliki data yang cukup
lengkap. Hingga saat ini, di Indonesia
tercatat ada 1.900 spesies atau 10,69%
dari kupu‐kupu dunia. Berdasarkan
catatan yang ada, Nymphalidae
merupakan famili dengan jumlah spesies
terbanyak di Indonesia (650 spesies
atau 34,21% ) sedangkan paling sedikit
adalah famili Riodinidae (40 spesies atau
2,11%). Berdasarkan jumlah spesies
kupu‐kupu yang ada di Indonesia,
saat ini tergolong sangat sedikit karena
banyak lokasi yang belum dieksplorasi.
Seiring dengan jumlah kajian penelitian
dengan proporsi paling banyak
dilakukan di Pulau Jawa maka tidak
mengherankan jika jumlah spesies yang
teridenti ikasi paling banyak ada di
Pulau Jawa yaitu 117 spesies sedangkan
paling sedikit di Kalimantan (3).
4. Insekta
Menurut Nauman et al. 1991,
Insekta merupakan salah satu kelas
dalam Arthropoda dengan jumlah ordo
sangat banyak dan di Indonesia ada
sekitar 30 ordo (Tabel 19). Berdasarkan
data Insekta yang ada di Indonesia
diperkirakan ada 151.847 spesies atau
15% jumlah spesies yang ada di dunia.
Famili Sumatra Jawa Kalimantan
Nusa
Tenggara Sulawesi Maluku Papua
Poduromorpha
Brachystomellidae 4 1 1 1
Hypogastruridae 11 10 7 6 5 4
Nenuridae 13 17 1 6 15 10 5
Odontellidae 1 2 1 1 3
Onychiuridae 2 2 2 2 2
Tullbergiidae 3 2 3 2 2
Entomobryomorpha
Coenaletidae 1 1
Cyphoderidae 2 5 1 4 1 2
Entomobryidae 16 34 14 9 18 18
Isotomidae 20 13 12 15 11 4
Oncopoduridae 2 2 1
Paronellidae 14 20 1 9 12 10 4
Tomoceridae 1
Symphypleona
Arrhopalitidae 1 1 1 1
Bourletiellidae 2 1 1
Dicyrtomidae 2 4 1
Katiannidae 2 1 1
Sminthuridae 2 2 2 1 1
Sminthurididae 1 3
Neelipleona
Neelidae 2 1 1 2
Total 91 117 3 67 75 65 43
Tabel 18 Jumlah spesies Collembola di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
55. Bab 3 Keanekaragaman Hayati | Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia| 79
tetapi aktivitas hidup dilakukan pada
waktu malam hari. Ketika hinggap sayap
ngengat terbuka atau terentang. Jumlah
spesies ngengat jauh lebih tinggi
dibanding kupu‐kupu. Banyak di antara
spesiesnya yang dalam fase larva
menjadi hama penting tanaman
pertanian. Kelompok ini belum memiliki
data selengkap kupu‐kupu siang. Hingga
saat ini diperkirakan ada sekitar 12.000
spesies di Indonesia yang masuk ke
dalam 55 famili atau sekitar 10%
ngengat dunia yang berjumlah 123.738
Sumatra memiliki angka paling banyak
(890) dan kawasan Nusa Tenggara yang
paling sedikit (350) (Tabel 20). Jumlah
spesies yang tercatat dari Papua yaitu
sekitar 466, diperkirakan masih belum
mencerminkan jumlah yang
sesungguhnya karena eksplorasi ke
kawasan tersebut relatif masih sangat
terbatas dan belum merata.
Ngengat
Ngengat atau kupu‐kupu malam
merupakan anggota ordo Lepidoptera
No Ordo No Ordo
1 Archaeognatha (= Microcoryphia) 16 Neuroptera ‐ sayapjala
2 Blattodea ‐ kecoa, cecunguk 17 Odonata ‐ capung, capung jarum
3 Coleoptera ‐ kumbang 18 Orthoptera ‐ belalang, jangkrik
4 Dermaptera – cocopet 19 Phasmatodea ‐ phasmatodean
5 Diptera ‐ lalat, nyamuk 20 Phthiraptera ‐ kutu busuk
6 Embioptera (=Embiidina)‐ embiopteran 21 Plecoptera ‐ lalat batu
7
Ephemeroptera ‐ lalat sehari‐
ephemeropteran 22 Psocoptera ‐ kutu buku
8 Grylloblattodea – griloblatodean 23 Raphidioptera ‐ ra idiopteran
9 Hemiptera ‐ kepik, wereng, walang sangit 24 Siphonaptera ‐ pinjal
10 Hymenoptera ‐ lebah, tawon, semut, tabuhan 25 Strepsiptera‐ strepsiteran
11 Isoptera ‐ rayap, laron 26 Thysanoptera ‐ trip
12 Lepidoptera ‐ kupu‐kupu, ngengat 27
Thysanura (=Zygentoma) ‐ perak‐
perak
13 Mantodea ‐ belalang sembah 28 Trichoptera ‐ trikopteran
14 Mecoptera – mekopteran 29 Zoraptera‐ zorapteran
15 Megaloptera – megalopteran
Tabel 19 Daftar ordo serangga Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
Famili Dunia
Indon
esia
Sumat
era
Kalim
antan
Jawa
Nusa
Tengg
ara
Sulaw
esi
Mal
uku
Papu
a
Papilionidae 570 120 48 40 37 27 40 43 28
Pieridae 1100 250 53 24 49 41 52 61 100
Nymphalidae 6000 650 271 223 217 130 191 124 160
Lycaenidae 4500 590 322 300 200 100 183 120 140
Riodinidae 1450 40 16 13 12 2 4 2 18
Hesperiidae 4150 250 180 190 125 50 87 30 20
Total 17770 1900 890 790 640 350 557 380 466
Tabel 20 Jumlah spesies Kupu‐kupu di Indonesia (PUSLIT BIOLOGI LIPI 2014)
56. 80|Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia|Bab 3 Keanekaragaman Hayati
teridenti ikasi, Tingginya jumlah spesies
ini dapat dibuktikan dari hasil ekspedisi
beberapa kali sebagai contoh dari
ekspedisi Mekonga Sulawesi Tenggara
pada luasan yang terbatas dapat
diperoleh sekitar 997 spesies (Lampiran
9). Tingginya jumlah spesies pada
luasan area yang terbatas seperti
Mekonga (Sulawesi) tersebut
mengindikasikan bahwa
keanekaragaman Coleoptera sangat
melimpah.
Capung dan Capung jarum
Keanekaragaman Capung di
Indonesia yang diprakirakan sebanyak
1.287 spesies. Sekitar 500 spesies di
antaranya dapat dijumpai di kawasan
Sunda besar, dengan rincian di Sumatra
(263 ), Jawa (174) dan Kalimantan
(283). Jumlah spesies endemik
Indonesia atau pulau tertentu belum
terdata sempurna, namun hingga saat ini
data yang terkumpulkan baru
mengindikasikan bahwa tercatat ada 24
spesies (Gambar 32).
spesies (Lampiran 8). Data yang cukup
lengkap baru berasal dari kawasan P.
Jawa dan P. Ternate. Seiring dengan
survei yang cukup intensif dilakukan
jumlah ngengat di Jawa tercatat ada
1.438 spesies sedangkan di P. Ternate
dijumpai 171 spesies. Dari sejumlah
data ngengat yang ada, ternyata belum
ada catatan ngengat berasal dari
kawasan Nusa Tengggara karena
keterbatasan ekspedisi ke kawasan
tersebut. Spesies endemik untuk
sementara baru terdata dari kawasan
Papua.
Kumbang
Kumbang (Coleoptera) merupa‐
kan ordo paling besar dengan jumlah
spesies terbanyak dibanding ordo
lainnya. Di dunia diperkirakan ada
sekitar 260.706 spesies dan di Indonesia
yang tercatat hingga saat ini ada 21.758
spesies dari 91 famili atau sebesar
8,34% jumlah spesies dunia. Jumlah
spesies yang tercatat ini tergolong
sangat sedikit karena banyak sekali
spesies‐spesies yang masih belum
Gambar 32 Jumlah spesies Capung Indonesia (LIPI2014)